//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pendapat dan Dugaan Seputar Jhana  (Read 38950 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Pendapat dan Dugaan Seputar Jhana
« on: 06 July 2011, 10:05:53 AM »
[mod]Split dari topik "Merespon Pertanyaan Rekan-rekan" di Jurnal Pribadi.[/mod]

jhana 1 dengan 5 faktor, jhana2 lainnya dengan faktor2nya masing2. yg ingin saya sampaikan adalah bahwa dengan memiliki faktor2 (sesuai jhananya) maka ia dikatakan berdiam dalam jhana. saya berpendapat bahwa mungkin saja seseorang berdiam dalam jhana sambil makan

Kalo sambil beraktivitas keknya gak bisa jhana, kalo dibilang di sela-sela aktivitas kemungkinan bisa (bagi yang sudah mahir).
Alasannya, kalo kita perhatikan samatha, walau dalam posisi duduk diam apabila obyeknya tidak mendukung maka tidak mungkin bisa masuk ke dalam jhana, dari sekian obyek tidak semua obyek dapat mengantarkan ke Jhana, apalagi pada saat beraktivitas karena obyeknya berpindah2.

Memang ada penulis yang berpendapat bahwa dalam aktivitas dapat dibarengi keadaaan Jhana bahkan termasuk Jhana 4. Dalam hal ini saya tidak sependapat. Dalam beraktivitas tetap saja tidak dapat di dalam keadaan Jhana, tetapi harus tingkat konsentrasi di bawahnya. Saya tidak pernah mendengar ada orang yang mampu masuk keadaan Jhana sewaktu meditasi jalan, tetapi dalam meditasi jalan tetap dapat dicapai konsentrasi yang tinggi hanya saja tidak sampe Jhana, lagipula meditasi jalan keknya emang lebih cenderung pada pengamatan fenomena daripada Jhana.

Tapi yang jelas apabila seseorang sudah mampu/mahir dalam jhana, maka tingkat konsentrasinya pada saat beraktivitas lebih tinggi daripada yang tidak. Kemampuan konsentrasi ini apabila tidak dibarengi dengan panna tetap saja dapat terjerumus ke dalam  kilesa, di lain pihak dengan bekal konsentrasi ini proses pengamatan batin dapat dilakukan dengan baik, jadi konsentrasi mendukung pengamatan yang diharapkan akan menimbulkan panna sehingga dengan panna inilah kilesa dapat dikikis.

Kalo merujuk pada kisah Bhante Moggallana dan Naga, apabila dalam beraktivitas bisa Jhana, saya pikir tidak menunggu sampe Naga menyemburkan api untuk masuk ke dalam Jhana guna menahan serangan.
« Last Edit: 07 July 2011, 05:27:38 PM by Kainyn_Kutho »
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1 on: 06 July 2011, 10:07:46 AM »
[at] Mr. Jhonz
* Guru saya 'galak' kata banyak orang, banyak yang gak tahan.  Padahal setahu saya, beliau hanya galak jika orang yang dilatihnya tidak benar2 serius latihan atau banyak memiliki pemikiran yg nyeleneh.


Kalo menurut ane, justru dengan guru begini kemajuan dapat didapat. Anda cukup beruntung mendapatkan guru yang demikian.
yaa... gitu deh

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #2 on: 06 July 2011, 03:16:58 PM »
Memang ada penulis yang berpendapat bahwa dalam aktivitas dapat dibarengi keadaaan Jhana bahkan termasuk Jhana 4. Dalam hal ini saya tidak sependapat. Dalam beraktivitas tetap saja tidak dapat di dalam keadaan Jhana, tetapi harus tingkat konsentrasi di bawahnya. Saya tidak pernah mendengar ada orang yang mampu masuk keadaan Jhana sewaktu meditasi jalan, tetapi dalam meditasi jalan tetap dapat dicapai konsentrasi yang tinggi hanya saja tidak sampe Jhana, lagipula meditasi jalan keknya emang lebih cenderung pada pengamatan fenomena daripada Jhana.

kalo kisah sang buddha yang berjalan di tengah badai petir dan tidak mendengar suara petir yang me-mekakkan telinga itu termasuk dalam konsentrasi atau sudah masuk dalam jhana om? ;D

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #3 on: 06 July 2011, 06:48:09 PM »
kalo kisah sang buddha yang berjalan di tengah badai petir dan tidak mendengar suara petir yang me-mekakkan telinga itu termasuk dalam konsentrasi atau sudah masuk dalam jhana om? ;D

Termasuk Jhana, tingkat tinggi lagi, soalnya sudah tidak ada kontak indera.
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #4 on: 06 July 2011, 10:36:40 PM »
Kalo sambil beraktivitas keknya gak bisa jhana, kalo dibilang di sela-sela aktivitas kemungkinan bisa (bagi yang sudah mahir).
Alasannya, kalo kita perhatikan samatha, walau dalam posisi duduk diam apabila obyeknya tidak mendukung maka tidak mungkin bisa masuk ke dalam jhana, dari sekian obyek tidak semua obyek dapat mengantarkan ke Jhana, apalagi pada saat beraktivitas karena obyeknya berpindah2.

Memang ada penulis yang berpendapat bahwa dalam aktivitas dapat dibarengi keadaaan Jhana bahkan termasuk Jhana 4. Dalam hal ini saya tidak sependapat. Dalam beraktivitas tetap saja tidak dapat di dalam keadaan Jhana, tetapi harus tingkat konsentrasi di bawahnya. Saya tidak pernah mendengar ada orang yang mampu masuk keadaan Jhana sewaktu meditasi jalan, tetapi dalam meditasi jalan tetap dapat dicapai konsentrasi yang tinggi hanya saja tidak sampe Jhana, lagipula meditasi jalan keknya emang lebih cenderung pada pengamatan fenomena daripada Jhana.

Tapi yang jelas apabila seseorang sudah mampu/mahir dalam jhana, maka tingkat konsentrasinya pada saat beraktivitas lebih tinggi daripada yang tidak. Kemampuan konsentrasi ini apabila tidak dibarengi dengan panna tetap saja dapat terjerumus ke dalam  kilesa, di lain pihak dengan bekal konsentrasi ini proses pengamatan batin dapat dilakukan dengan baik, jadi konsentrasi mendukung pengamatan yang diharapkan akan menimbulkan panna sehingga dengan panna inilah kilesa dapat dikikis.

Kalo merujuk pada kisah Bhante Moggallana dan Naga, apabila dalam beraktivitas bisa Jhana, saya pikir tidak menunggu sampe Naga menyemburkan api untuk masuk ke dalam Jhana guna menahan serangan.

dikatakan bahwa Petapa Asita senantiasa berdiam dalam jhana, satu2nya momen ketika ia jatuh dari jhana adalah sewaktu ia melihat Bayi Siddhattha, yg menyebabkan ia menangis dan tertawa.

Bhante Moggallana dipilih oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Nandopananda justru karena kemahirannya dalam masuk keluar jhana dengan cepat, dan kemahiran inilah yg diperlukan untuk menaklukkan Nandopananda, jadi tidak ada menunggu di sana.
« Last Edit: 06 July 2011, 10:38:18 PM by Indra »

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #5 on: 07 July 2011, 12:41:08 AM »
 [at]  hendrako
Menurut pendapat saya sih, bisa mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2, selama kegiatan itu berada dalam 'mode' vipasanna.

Ada orang yg berlatih hanya dengan metode samatha murni, untuk orang demikian, mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2 mungkin sulit.

Ada orang yg melatih vipassana murni, bagi orang yg demikian, mungkin jhana itu terasa asing, apalagi mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2

Tapi bagi yg mengembangkan samatha berbarengan dengan vipasanna, maka untuk mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2 itu tidak terlalu sulit.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #6 on: 07 July 2011, 09:30:09 AM »
dikatakan bahwa Petapa Asita senantiasa berdiam dalam jhana, satu2nya momen ketika ia jatuh dari jhana adalah sewaktu ia melihat Bayi Siddhattha, yg menyebabkan ia menangis dan tertawa.

Bhante Moggallana dipilih oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Nandopananda justru karena kemahirannya dalam masuk keluar jhana dengan cepat, dan kemahiran inilah yg diperlukan untuk menaklukkan Nandopananda, jadi tidak ada menunggu di sana.

Pemilihan orang yang memiliki kemampuan keluar masuk dengan cepat, saya pikir justru menunjukkan bahwa pada saat beraktivitas tidak dapat masuk ke Jhana, karena apabila dalam beraktivitas bisa Jhana maka tidak perlu orang yang berkemampuan cepat, tetapi cukup yang mampu masuk ke dalam jhana, shingga selama duel berlangsung tidak ada kekhawatiran terbakar oleh api karena senantiasa berada dalam kondisi Jhana. Justru karena dalam aktivitas tidak dapat masuk jhana maka harus yang berkemampuan cepat masuk ke dalam jhana, agar apabila ada semburan api yang cepat dapat dengan seketika masuk ke dalam jhana guna melindungi dari api. Apabila lambat maka bisa hangus terbakar, jadi sebelum ada serangan api memang tidak masuk ke dalam jhana.

Tentang petapa Asita, saya kutip dari RAPB buku 1, hal.446-448, (yang tata bahasanya tentu anda sudah tidak asing lagi ;D)
Pada waktu itu, Petapa Kàëadevila yang telah mencapai lima kemampuan batin tinggi dan delapan Jhàna dan yang mempunyai kebiasaan mengunjungi istana Raja Suddhodana, sedang makan siang di sana seperti biasa, dan kemudian naik ke Surga Tàvatiÿsa untuk melewatkan hari itu di alam surga. Ia duduk di atas singgasana permata di dalam istana permata, menikmati kebahagiaan Jhàna. Sewaktu ia keluar dari Jhàna, berdiri di pintu gerbang istana danmelihat ke sana kemari, ia melihat Sakka dan para dewa lainnya yang bergembira melempar-lemparkan penutup kepala dan jubah mereka dan memuji kebajikan Bodhisatta di jalan-jalan utama di alam surga sepanjang enam puluh yojanà. Kemudian Sang petapa bertanya, “O Dewa, apa yang membuatmu demikian bergembira? Katakanlah ada apa gerangan.”
Kemudian para dewa menjawab, “Yang Mulia Petapa, hari ini putra mulia dari Raja Suddhodana telah lahir. Putra mulia ini, duduk bersila di bawah pohon Bodhi assattha di tempat yang maha suci, di tengah-tengah alam semesta, akan mencapai Pencerahan Sempurna, menjadi Buddha. Beliau akan membabarkan khotbah—Roda Dhamma. Kami akan mendapatkan kesempatan emas menyaksikan kemuliaan Buddha yang tidak terbatas dan mendengarkan khotbah Dhamma yang teragung. Itulah sebabnya kami bersuka ria.”

Mendengar jawaban para dewa tersebut, Petapa Kàëadevila segera turun dari Surga Tàvatiÿsa dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya di dalam istana Raja Suddhodana. Setelah saling menyapa dengan raja, Kàëadevila berkata, “O Raja, aku mendengar bahwa putramu telah lahir, aku ingin melihatnya.” Kemudian raja membawa putranya yang telah mengenakan pakaian lengkap, kemudian membawanya kepada sang petapa untuk memberi hormat kepada guru istana. Ketika Bodhisatta dibawa, kedua kaki Bodhisatta terbang tinggi dan turun di atas rambut sang petapa seperti kilat yang menyambar di langit biru gelap.

Kàëadevila Tertawa dan Menangis
Kàëadevila, yang telah mencapai lima kemampuan batin dan delapan Jhàna, dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang lampau sampai empat puluh kappa yang lalu dan dapat melihat masa depan sampai empat puluh kappa ke depan. Dengan demikian ia dapat mengetahui dan melihat peristiwa-peristiwa selama delapan puluh kappa.
Setelah mengamati karakteristik besar dan kecil dari Bodhisatta Pangeran. Kàëadevila merenungkan apakah Pangeran akan menjadi Buddha atau tidak, dan mengetahui berkat kebijaksanaannya dalam meramalkan masa depan bahwa Pangeran akan menjadi Buddha. Mengetahui bahwa “Anak ini adalah manusia luar biasa,” sang petapa tertawa penuh kegembiraan.
Kemudian, sang petapa merenungkan apakah ia dapat menyaksikan Pangeran mencapai Kebuddhaan; ia mengetahui berkat kebijaksanaannya bahwa sebelum Pangeran mencapai Kebuddhaan, ia akan sudah meninggal dunia dan terlahir di Alam Aråpa Brahmà di mana tak seorang pun yang dapat mendengarkan Dhamma abadi di sana, meskipun muncul ratusan atau ribuan Buddha untuk mengajarkan Dhamma. “Aku tidak akan berkesempatan untuk menyaksikan dan memberikan penghormatan kepada manusia menakjubkan ini yang memiliki Kesempurnaan kebajikan. Ini adalah kerugian terbesar bagiku.” Setelah berkata demikian dan dengan dipenuhi perasaan sedih, Kàëadevila menangis sedih.

Melihat kisah di atas, keknya tidak ada indikasi bahwa petapa Asita senantiasa dalam jhana, pada bagian bold biru pertama di atas, beliau menikmati kebahagian jhana pada saat duduk di singgasana permata, dan keluar dari jhana pada saat beraktivitas yaitu melihat kesana kemari.
Pada bagian yang di bold biru kedua, beliau menangis bukan karena jatuh dari keadaan jhana melainkan setelah perenungan pengetahuan tentang masa depan sang Pangeran Siddattha.
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #7 on: 07 July 2011, 09:42:23 AM »
 [at]  hendrako,

masuk keluar jhana oleh seorang ahli dapat dilakukan dlm satu momen pikiran yg lamanya kurang dari 1 milidetik. berapa momen pikiran yg anda gunakan untuk makan? jadi secara teoritis masuk keluar jhana jelas mungkin dilakukan secara parallel dgn aktivitas lain, ini sama spt, bisakah bernafas sambil mengetik? ada org yg bisa masuk jhana sambil membaca buku, dan ada yg tdk bisa. semua itu kembali pada tingkat kemahiran masing2 individu.

mengenai asita, anda benar, saya hanya menunjukkan waktunya saja, bahwa tertawa dan menangis adalah indikasi kejatuhan dari jhana.
« Last Edit: 07 July 2011, 09:45:21 AM by Indra »

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #8 on: 07 July 2011, 09:57:53 AM »
[at]  hendrako
Menurut pendapat saya sih, bisa mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2, selama kegiatan itu berada dalam 'mode' vipasanna.

Ada orang yg berlatih hanya dengan metode samatha murni, untuk orang demikian, mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2 mungkin sulit.

Ada orang yg melatih vipassana murni, bagi orang yg demikian, mungkin jhana itu terasa asing, apalagi mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2

Tapi bagi yg mengembangkan samatha berbarengan dengan vipasanna, maka untuk mempertahankan jhana dalam kegiatan sehari2 itu tidak terlalu sulit.

Pada saat seseorang mengembangkan samatha dan vipassana secara berpasangan saya pikir bukan benar2 barengan tetapi bergantian, pada saat masuk ke dalam jhana, ia benar2 sedang terkonsentrasi, baru setelah keluar dari jhana itu ia melakukan pengamatan. Jadi dalam satu sesi bisa berulang kali keluar masuk jhana, jhana disini disebut sebagai tempat berdiam, mirip seperti orang yang beristirahat dalam melakukan perjalanan panjang, setelah istirahat cukup, tenaga pulih, perjalanan bisa dilakukan lagi dengan baik.

Keknya ada sutta yang menjelaskan hal demikian, pengamatan yang berlandaskan pada jhana 1-4 untuk menghancurkan kekotoran, tapi ane lupa di bagian mana. :hammer:

Terlepas pembahasan di atas, mungkin kutipan dibawah ini bisa menjadi renungan yang baik:

TANYA :
Anda katakan Samatha (konsentrasi) dan Vipassana (wawasan-kebijaksanaan) adalah sama. Dapatkah Anda terangkan lebih lanjut?
JAWAB :
Ini sederhana. Konsentrasi (samatha) dan Wawasan-kebijaksanaan (vipassana) bekerja bersama-sama. Mula-mula pikiran menjadi hening dengan memusatkan diri pada satu obyek meditasi. Pikiran bisa diam jika Anda duduk dengan mata terpejam. Inilah samatha dan akhirnya dasar yang diperoleh (dari samatha) ini adalah kondisi bagi timbulnya wisdom, kebijaksanaan dan vipassana. Pikiran demikian hening, apakah Anda duduk dengan mata terpejam atau ketika Anda berkeliling dengan bus kota. Seperti inilah ia. Dulu Anda seorang anak kecil. Kini Anda seorang dewasa. Apakah anak kecil dan orang dewasa adalah orang yang sama? Anda bisa katakan ia sama, namun bila dilihat dari sisi yang berbeda, Anda juga bisa katakan ia berbeda. Demikian juga, samatha dan vipassana dapat dilihat secara berbeda. Sama juga halnya makanan dengan tahi. Makanan dan tahi bisa dikatakan sama dan mereka juga bisa dikatakan berbeda. Jangan hanya percaya dengan apa yang saya ucapkan, praktekkanlah dan lihatlah ke dalam dirimu sendiri. Tidak diperlukan hal-hal yang spesial. Jika Anda periksa bagaimana konsentrasi dan kebijaksanaan muncul, Anda akan tahu kebenaran (truth) bagi diri Anda sendiri. Dewasa ini banyak orang melekat pada kata-kata. Mereka menyebut latihan mereka vipassana. Samatha kelihatannya dikesampingkan. Atau mereka menyebutnya latihan samatha. Adalah penting latihan samatha sebelum vipassana, itulah yang mereka katakan. Semua ini tolol, lucu. Jangan rancu dengan berpikir demikian. Sederhananya, latihanlah yang sungguh-sungguh maka Anda akan me- lihatnya sendiri.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #9 on: 07 July 2011, 10:07:23 AM »
[at]  hendrako,

masuk keluar jhana oleh seorang ahli dapat dilakukan dlm satu momen pikiran yg lamanya kurang dari 1 milidetik. berapa momen pikiran yg anda gunakan untuk makan? jadi secara teoritis masuk keluar jhana jelas mungkin dilakukan secara parallel dgn aktivitas lain, ini sama spt, bisakah bernafas sambil mengetik? ada org yg bisa masuk jhana sambil membaca buku, dan ada yg tdk bisa. semua itu kembali pada tingkat kemahiran masing2 individu.

mengenai asita, anda benar, saya hanya menunjukkan waktunya saja, bahwa tertawa dan menangis adalah indikasi kejatuhan dari jhana.

Yang ane bingung, misalnya seseorang sedang makan, dan pada saat sendok mulai masuk dan mulut menganga, orang tersebut masuk ke dalam jhana, katakanlah selama 10 menit, apakah proses menyuap makanan tsb terhenti atau selama 10 menit walaupun masuk dalam keadaan jhana, aktivitas menyuap dan mengunyah makanan juga terjadi beberapa kali ? Sementara proses aktivitas makan tersebut memerlukan pikiran yang memberikan perintah. Lain hal dengan bernafas yang cenderung proses alami tubuh sama dengan denyut jantung misalnya.
yaa... gitu deh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #10 on: 07 July 2011, 10:14:19 AM »
Yang ane bingung, misalnya seseorang sedang makan, dan pada saat sendok mulai masuk dan mulut menganga, orang tersebut masuk ke dalam jhana, katakanlah selama 10 menit, apakah proses menyuap makanan tsb terhenti atau selama 10 menit walaupun masuk dalam keadaan jhana, aktivitas menyuap dan mengunyah makanan juga terjadi beberapa kali ? Sementara proses aktivitas makan tersebut memerlukan pikiran yang memberikan perintah. Lain hal dengan bernafas yang cenderung proses alami tubuh sama dengan denyut jantung misalnya.
jhana adalah aktivitas batin. Makan, bernafas, dll adalah aktivitas jasmani

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #11 on: 07 July 2011, 10:58:48 AM »
ini sebenarnya perdebatan klasik antara teori dengan praktek.

Dalam prakteknya jika seseorang mencapai jhana IV misalnya, sehingga hanya tinggal keseimbangan batin saja, jika orang tersebut membuka mata, maka tidak serta merta Jhana itu drop ke bawah atau hilang sama sekali.

Tergantung pada kedalaman dan tingkat konsentrasi orang tersebut, makin dalam dan tinggi konsentrasi orang tersebut, makin mudah mempertahankan keseimbangan batin dalam beraktifitas.

Ada yang menggunakan jhana I sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana II sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana III sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana IV sebagai landasan kemudian ber vipasanna

Ada yang menggunakan arupa jhana I sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana II sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana III sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana IV sebagai landasan kemudian ber vipasanna

Sang Buddha dalam kasus badai petir diatas menggunakan landasan nirodha samapatti (lenyapnya perasaan dan pencerapan) kemudian ber vipasanna.  Makanya gemuruh badai guntur dan petir tidak mampu mempengaruhi beliau karena beliau dalam kondisi 'lenyapnya perasaan dan pencerapan'

mohon petunjuk jika pendapat saya salah.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #12 on: 07 July 2011, 11:05:52 AM »
Pemilihan orang yang memiliki kemampuan keluar masuk dengan cepat, saya pikir justru menunjukkan bahwa pada saat beraktivitas tidak dapat masuk ke Jhana, karena apabila dalam beraktivitas bisa Jhana maka tidak perlu orang yang berkemampuan cepat, tetapi cukup yang mampu masuk ke dalam jhana, shingga selama duel berlangsung tidak ada kekhawatiran terbakar oleh api karena senantiasa berada dalam kondisi Jhana. Justru karena dalam aktivitas tidak dapat masuk jhana maka harus yang berkemampuan cepat masuk ke dalam jhana, agar apabila ada semburan api yang cepat dapat dengan seketika masuk ke dalam jhana guna melindungi dari api. Apabila lambat maka bisa hangus terbakar, jadi sebelum ada serangan api memang tidak masuk ke dalam jhana.

Untuk kasus diatas coba anda cari dulu literatur mengenai cara melatih iddhi viddhi, kalau anda sudah mengetahui cara melatih kemampuan batin adi duniawi itu nantinya anda akan mengerti pentingnya kemampuan keluar masuk jhana secara cepat.
Jhana yang digunakan untuk mengaktifkan kemampuan adi duniawi itu bukan sekedar jhana IV yang biasa.  Kalau hanya sekedar jhana IV biasa, maka semua orang yang berlatih sampai jhana IV tentunya sudah akan kebal, tapi pada prakteknya bukan demikian yang terjadi.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #13 on: 07 July 2011, 11:07:06 AM »
Peringatan sponsor: Spekulasi jangkauan Jhana dan tiga hal tak terpikirkan lainnya dapat menyebabkan gangguan mental.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #14 on: 07 July 2011, 11:15:05 AM »
ini sebenarnya perdebatan klasik antara teori dengan praktek.

Dalam prakteknya jika seseorang mencapai jhana IV misalnya, sehingga hanya tinggal keseimbangan batin saja, jika orang tersebut membuka mata, maka tidak serta merta Jhana itu drop ke bawah atau hilang sama sekali.

Tergantung pada kedalaman dan tingkat konsentrasi orang tersebut, makin dalam dan tinggi konsentrasi orang tersebut, makin mudah mempertahankan keseimbangan batin dalam beraktifitas.

Ada yang menggunakan jhana I sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana II sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana III sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan jhana IV sebagai landasan kemudian ber vipasanna

Ada yang menggunakan arupa jhana I sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana II sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana III sebagai landasan kemudian ber vipasanna
Ada yang menggunakan arupa jhana IV sebagai landasan kemudian ber vipasanna

Sang Buddha dalam kasus badai petir diatas menggunakan landasan nirodha samapatti (lenyapnya perasaan dan pencerapan) kemudian ber vipasanna.  Makanya gemuruh badai guntur dan petir tidak mampu mempengaruhi beliau karena beliau dalam kondisi 'lenyapnya perasaan dan pencerapan'

mohon petunjuk jika pendapat saya salah.

Jangan diartikan bahwa saya merasa ahli dalam jhana, pembahasan ini terjadi karena suatu topik yang berkembang hingga akhirnya pada topik yang sedang dibahas saat ini, saya hanya mencoba berdiskusi berdasarkan (sedikit pengalaman dan) pengetahuan saya selama ini.

Saya kutipkan sutta yang saya maksud pada post sebelumnya, kebetulan bisa dapet dengan mudah dan cepat ....jodoh kali ye... ;D

ATTHAKANAGARA SUTTA

Laki-laki dari Atthakanagara

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya III,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2006

1. Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Y.M. Ananda sedang berdiam di Beluvagamaka di dekat Vesali.

2. Pada waktu itu, perumah-tangga Dasama dari Atthakanagara telah tiba di Pataliputta untuk suatu urusan. Maka dia pergi menemui seorang bhikkhu di Taman Kukkuta, dan setelah memberi hormat kepada bhikkhu itu, dia berdiri di satu sisi dan bertanya: “Di mana Y.M. Ananda tinggal sekarang, Yang Mulia? Saya ingin menemui Y.M. Ananda.”

“Y.M. Ananda sedang berdiam di Beluvagamaka di dekat Vesali, perumah-tangga.”

3. Setelah perumah-tangga Dasama menyelesaikan urusannya di Pataliputta, dia pergi menemui Y.M. Ananda di Beluvagamaka di dekat Vesali. Setelah memberi hormat kepada beliau, dia duduk di satu sisi dan bertanya:

“Y.M. Ananda, apakah ada sesuatu yang sudah dinyatakan oleh Yang Terberkahi, yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, bahwa bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati, maka pikirannya yang belum terbebas akan menjadi terbebas, noda-nodanya yang belum dihancurkan akan menjadi dihancurkan, dan dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya?”550

“Ya, perumah-tangga, satu hal seperti itu telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi.”

“Apakah satu hal itu, Y.M. Ananda?”

4. “Di sini, perumah-tangga, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangnan indera, terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, serang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian. Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Jhana pertama ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan.551 Tetapi apa pun yang terkondisikan dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda.552 Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda, maka karena keinginan akan Dhamma itu, sukacita di dalam Dhamma itu,553 dengan hancurnya lima belenggu rendah, dia akan muncul kembali secara spontan [di Kediaman-kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi, yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, bahwa bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati, maka pikirannya yang belum terbebas akan menjadi terbebas, noda-nodanya yang belum dihancurkan akan menjadi dihancurkan, dan dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

5. “Begitu pula, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, seorang bhikkhu masuk serta berdiam di dalam jhana kedua … ‘Jhana kedua ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisikan dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda…tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi[351] … bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

6. “Begitu pula, dengan juga melemahnya kegiuran, seorang bhikkhu… memasuki dan berdiam di dalam Jhana ketiga… Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian. ‘Jhana ketiga ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda …tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi…bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati… dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

7. “Begitu pula, dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan…seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana keempat …Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Jhana keempat ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda…tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi … bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

8. “Begitu pula, seorang bhikkhu berdiam meliputi satu perempat bagian dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih, demikian pula perempat bagian kedua, demikian pula perempat bagian ketiga, demikian pula perempat bagian keempat; demikian pula diatas, dibawah, disekeliling, dan dimana-mana, dan pada semua seperti pada dirinya sendiri, dia berdiam meliputi semua dunia yang mencakup-seluruhnya dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih, melimpah, agung, tak-terukur, tanpa permusuhan dan tanpa niat jahat. Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Pembebasan pikiran melalui cinta kasih ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda … tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

9. “Begitu pula, seorang bhikkhu berdiam meliputi satu perempat bagian dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang…tanpa niat jahat. Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Pembebasan pikiran melalui kasih saying ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda … tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

10. “Begitu pula, seorang bhikkhu berdiam meliputi satu perempat bagian dengan pikiran yang dipenuhi kegembiraan simpati…tanpa niat jahat. Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Pembebasan pikiran melalui kegembiraan simpati ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda … tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

11. “Begitu pula, seorang bhikkhu berdiam meliputi satu perempat bagian dengan pikiran yang dipenuhi ketenang-seimbangan…tanpa niat jahat. Dia mempertimbangkan hal ini dan memahaminya demikian: ‘Pembebasan pikiran melalui ketenang-sembangan ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda … tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

12. “Begitu pula, dengan sepenuhnya berada di atas presepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi pengaruh indera, dengan tanpa-perhatian terhadap persepsi keragaman, sadar bahwa ‘ruang adalah tak-terhingga’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan ruang tak-terhingga. Dia memperhatikan hal ini dan memahaminya: “Pencapaian landasan ruang yang tak-terhingga ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda… tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

13. “Begitu pula, dengan sepenuhnya berada di atas landasan ruang tak-terhingga, sadar bahwa ‘kesadaran adalah tak terhingga’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan kesadaran yang tak-terhingga. Dia memperhatikan hal ini dan memahaminya: “Pencapaian landasan kesadaran tak-terhingga ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda…tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah pula satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi… bila seorang bhikkhu berdiam dan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati…dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

14. . “Begitu pula, dengan sepenuhnya berada di atas landasan kesadaran tak-terhingga, sadar bahwa ‘ada ketiadaan’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan ketiadaan. Dia memperhatikan hal ini dan memahaminya: “Pencapaian landasan ketiadaan ini terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan oleh kemauan adalah tidak permanen, terkena penghentian.’ Dengan berpegang pada hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai hancurnya noda-noda, maka karena keinginannya akan Dhamma itu, sukacita di dalam Dhamma itu, dengan hancurnya lima belenggu rendah, dia akan muncul kembali secara spontan [di Kediaman-kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana tanpa pernah kembali dari dunia itu.

“Inilah satu hal yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi, yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, bahwa bila seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan dengan ketetapan hati, maka pikirannya yang belum terbebas akan menjadi terbebas, noda-nodanya yang belum dihancurkan akan menjadi dihancurkan, dan dia mencapai keamanan tertinggi dari ikatan yang belum dia capai sebelumnya.

15. Ketika Y.M. Ananda berbicara, perumah-tangga Dasama dari Atthakanagara berkata kepadanya: “Y.M. Ananda, seperti halnya seorang laki-laki yang mencari satu jalan masuk menuju harta karun yang tersembunyi tiba-tiba menjumpai sebelas [353] jalan masuk menuju harta karun yang tersembunyi itu. Demikian pula, ketika saya sedang mencari satu pintu menuju Tanpa-Kematian, tiba-tiba saya mendengar sebelas pintu menuju Tanpa-kematian.555 Seperti halnya seorang laki-laki mempunyai rumah dengan sebelas pintu, ketika rumah itu terbakar, dia dapat lari menyelamatkan diri melalui pintu yang mana pun dari sebelas pintu ini, demikian pula, saya dapat lari menyelamatkan diri melalui pintu yang mana pun dari sebelas pintu menuju Tanpa-Kematian. Yang Mulia, para pengikut sekte bahkan akan meminta biaya untuk diberikan kepada guru-gurunya; mengapa saya tidak memberikan persembahan saja kepada Y.M. Ananda?”

16. Maka perumah-tangga Dasama dari Atthakanagara mengumpulkan Sangha bhikkhu dari Pataliputta dan Vesali, dan dengan tangannya sendiri dia melayani dan memuaskan mereka dengan berbagai macam makanan yang lezat. Dia memberikan seperangkat pakaian kepada setiap bhikkhu. Dia memberikan jubah rangkap-tiga kepada Y.M. Ananda, dan membangun tempat berdiam seharga lima ratus556 untuk Y.M. Ananda.

Catatan :

(550) Semua ungkapan itu merupakan penggambaran Arahat.

(551) Abhisankhatam abhisancetayitam. Kedua istilah itu sering digunakan bersama dan menunjukkan keadaan terkondisi di mana kehendak niat (cetana) merupakan factor penentu yang paling menonjol.

(552) Bacaan ini menjelaskan metode untuk mengembangkan “pandangan terang yang didahului oleh ketenangan” (samathapubbangama vipassana; lihat AN 4:170/ ii.157). Setelah mencapai jhana terlebih dahulu, meditator lalu keluar dari situ dan merenungkan keadaan itu- yang dibuat menjadi ada oleh kondisi-kondisi, terutama kehendak. Berdasarkan hal ini, dia memastikan ketidak-kekalannya, dan kemudian dia merenungkan jhana dengan pandangan terang ke dalam tiga corak ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri. Lihat juga MN 64.9-15 untuk suatu pendekatan yang agak berbeda tentang pengembangan pandangan terang berdasarkan jhana-jhana tersebut.

(553) Dhammaragena dhammanandiya. MA: Kedua istilah ini menandakan nafsu dan kemelekatan (chandaraga) sehubungan dengan ketenangan dan pandangan terang. Jika orang dapat membuang semua nafsu dan kemelekatan berkenaan dengan ketenangan dan pandangan terang, dia pun menjadi Arahat; jika dia tidak dapat membuangnya, dia menjadi Yang-Tidak-Kembali-Lagi dan terlahir kembali di Kediaman-kediaman Murni.

(554) Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi tidak disebutkan karena merupakan keadaan yang terlalu halus bagi factor pokoknya sehingga tidak dapat digunakan sebagai objek-objek perenungan pandangan terang.

(555) Sebelas “pintu menuju Tanpa-Kematian” adalah empat jhana, empat brahmavihara, dan tiga pencapaian tanpa-materi pertama yang digunakan sebagai landasan-landasan untuk pengembangan pandangan-terang dan pencapaian tingkat Arahat.

(556) Ini adalah 500 kahapana, satuan uang pada waktu itu.



Coba anda lihat pada bagian catatan kaki di atas, mungkin bisa memberi petunjuk,
saya masih kesulitan mencari MN 64.9-15 yang berhubungan dengan topik, apakah ada yang bisa membantu?
yaa... gitu deh