Saudara Marcedes yang baik,
Bila harus mengganti objek ke anapanasati atau ke metta, objek meditasi benar atau salah yang sebelumnya dipelajari juga akan membawa dia pada Jhana, bahkan bila dia belum pernah berlatih meditasi dan tidak memiliki konsentrasi sekalipun objek Anapanasati dan Metta akan membawa mereka pada Jhana, bila mereka memiliki usaha yang kuat dan parami yang cukup.
Permasalahannya adalah saudara mengatakan bahwa dengan mem-bold bahwa hanya konsentrasi yang membawa pada Jhanalah yang benar. bila demikian maka objek konsentrasi yang tidak membawa pada Jhana tidak benar?
bro fabian, sang Buddha tidak mengatakan bahwa "wajib" 1 objek...
tetapi SangBuddha mengatakan bahwa "mengarah ke jhana" jadi apapun objek nya jelas lah "mencapai jhana" adalah goal-nya..
misalkan sy sewaktu meditasi,,,karena mungkin gelisah dan emosi belum reda....pakai anapanasati susah masuk...
kemudian ganti metta,ternyata cepat masuk, terus ganti lagi anapanasati...
tidak ada kata dalam sutta bahwa "wajib" 1 objek...tetapi yg tertulis "samma-samadhi" itu mengarah pada pencapaian "jhana-jhana"
Saudara Marcedes yang baik,
Masalah sebenarnya karena saudara mengatakan bahwa hanya objek meditasi yang membawa pada Jhanalah yang benar
sang Buddha berkata dalam Tipitaka..
konsentrasi benar itu mengacu pada pencapaian jhana...bukan khanika samadhi atau upacara samadhi.....
poinnya adalah:
1. tidak semua objek meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha bisa membawa kita pada Jhana.
2. untuk objek meditasi yang membawa pada Jhana seperti Metta bhavana dan anapanasati tidak perlu mengganti objek, tetap bisa membawa pada Jhana.
3. Objek meditasi tertentu seperti: 4 elements (mahabhuta), Buddhanussati, Dhammanussati dan Sanghanussati tak akan pernah membawa kita pada Jhana bila dilatih terus-menerus.
Saya harap saudara Marcedes dalam berdiskusi jangan mengungkapkan tulisan yang bersifat menyerang pribadi, saya memiliki alasan yang sangat kuat sekali untuk tidak setuju dengan pendapat mereka (Ajahrn Brahm dan Bhikkhu Thanissaro (karena saya pernah mengikuti bagaimana ketiga metode pembimbingan dilakukan , yaitu tehnik Mahasi, tehnik Pa Auk, dan tehnik Luang po Bun Ku siswa dari Luangta Maha Boowa) dan pendapat saya berasal dari pengalaman saya setelah mengikuti ketiga metode tersebut. Saya rasa hak setiap individu untuk tidak setuju dengan pendapat orang lain.
maaf kalau anda tersinggung...tapi..
tentu bagus jika anda menjelaskan alasan tersebut......mengapa?
anda yakin bahwa direct vipassana > dengar-dengar saja dari beberapa meditator myanmar?
bikkhu[ber2] yakin bahwa dengan jhana > itu karena mereka tidak asal mendengar, tetapi menyelami langsung.
btw, kedua-dua nya saya tidak mengatakan benar/salah dulu...tapi sy sedikit beri pendapat.
jika anda bukan seorang ariya[boleh di PM atau apalah] bagaimana mungkin anda yakin hanya dengan direct vipassana?
ini ibarat "jakarta [nibbana]" banyak metode atau cara untuk sampai ke sana....
ada yg bilang lewat tangerang[direct vipasana] ada yg bilang lewat [bandung] harus jhana.
masalah nya andai-kata kedua jalan itu benar...beda-nya adalah yg "bandung" sudah di selami secara serius
kalau anda yg mengatakan tangerang?
jadi menurut saya kalau bukan seorang "ariya" jangan berbicara metode ini itu-lah.....karena sama-sama juga masih buta....alias pendapat yg di dapat dari text book.
Saudara perlu mengetahui bahwa manusia di dunia ini umumnya akan menjawab skeptis jika kita mengungkapkan sesuatu yang menurut mereka tidak mungkin.
Dan mengenai mengapa saya tidak begitu saja percaya dengan nama besar seorang bhikkhu, saya memiliki alasan yang kuat untuk mengatakan hal itu. saya tidak silau dengan nama dan reputasi seseorang.
Sebagai bahan perenungan, mungkin perlu saya ceritakan mengenai seorang bhikkhu yang bernama Khantipalo (beliau pernah berkunjung kesini). Beliau adalah seorang bhikkhu barat yang sangat terkenal (banyak pengagum dan pengikutnya) dan dia adalah pengarang buku "banner of Arahants". Beliau di tahbiskan di Wat Bovoranives bersamaan (satu angkatan) dengan alm. Chaokun Vin (vijjano). Beliau juga memiliki tempat meditasi sendiri di Australia. Di usia senja ia "disrobe" dan alasannya selama menjadi bhikkhu ia "tidak mendapatkan apa-apa". Kemudian dengar-dengar ia pindah ke Tantra.
Jadi
saya tidak menilai batin seseorang berdasarkan jubahnya.
Walaupun saya umat awam tetapi saya merasa lebih beruntung karena saya mencapai berbagai hal dalam spiritual.
Ada bhikkhu (dan juga umat awam) yang memiliki pengalaman mendalam dalam metode "direct Vipassana" Mahasi Sayadaw, kelihatan nya kurang berkenan saya berlatih Samatha Bhavana. Saya hanya bernamakkhara tanpa membantah apa yang dia ucapkan (walaupun saya tak setuju).
Ada juga bhikkhu (dan juga umat awam) yang dalam khotbahnya mengritik secara halus bahwa "direct Vipassana" hampir tidak mungkin membawa pada kesucian, sayapun hanya bernamakkhara, saya hanya tersenyum dalam hati, karena saya kira tak perlu saya mendebat bhikkhu tsb, karena hal itu tak baik walaupun saya tak setuju dengan ucapan beliau.
Mungkin perlu saya persingkat apa yang saya yakini dan tak tergoyahkan adalah: Direct Vipassana (tanpa melalui Jhana) maupun jalan kearah kesucian dengan melalui Jhana,
kedua jalan ini benar, membawa kemajuan batin dan dapat mengantarkan kita pada Magga-Phala nana.
Kadang-kadang saya merasa prihatin, umat Buddha jumlahnya sangat sedikit di Indonesia. Sudah sedikit terpecah pula. Jauh lebih sedikit lagi mereka yang mengenal meditasi, mereka yang mengenal meditasi inipun juga terpecah juga, ironinya ini terjadi diantara pengikut kedua aliran yang saya tekuni secara intensif
Ya, disinilah kuncinya mengapa saya meragukan Luangta Mahaboowa, bukan hanya itu masalah beliau menangis, dan lalu ngotot bahwa beliau sudah Arahat... lalu menceritakan perjalanan meditasinya yang menggambarkan pencapaian... langsung Arahat...
Sang Buddha pernah mengatakan dalam salah satu sutta (saya lupa suttanya) bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semua terjadi melalui proses yang berulang-ulang.
Pendapat Mahasi Sayadaw sejalan dengan Visuddhi Magga yang mengatakan setelah mencapai Sotapanna, meditator akan turun dan mengulangi lagi dari tingkat udayabaya nana untuk dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi Sakadagami.
Saya tidak mengatakan bahwa beliau belum mencapai kesucian, tetapi dengan bukti menangis terharu seperti yang diperlihatkan di foto saya berani mengemukakan pendapat dengan tegas bahwa beliau BELUM ARAHAT... (karena seorang Arahat tak akan terpengaruh emosinya dalam keadaan apapun dan oleh hal apapun !!!)
memang benar , Luanta menangis seperti yg dilihat di foto,itu seperti terbawa perasaan....awalnya saya curiga apa benar sih beliau "arahat"
tapi apa 1 bikkhu Thailand. mengatakan pada saya...
" di Thai ilmu-ilmu gaib itu sangat tinggi,apabila Luanta mengatakan bahwa dirinya-arahat...tentu banyak yg mau "TES",benar atau tidak....
dan lagi jika bohong, pastilah umur nya pendek....
apalagi raja Thai pernah namsakara sama beliau, tentu raja tidak asal datang ke penjual kecap tanpa bukti...
kemungkinan raja sudah menanyakan kebenaran tersebut pada "sangharaja Thai[somdet nanasamvara]"
Saya rasa saudara Marcedes dalam hal ini tidak konsisten. Tipitaka mengatakan demikian, kok dicari rasionalitas dengan tes ilmu gaib dan Raja thai?
Dari mana kita tahu Raja telah bertanya kepada Sangharaja? Apakah Sangharaja mau mengungkapkan? Walaupun diungkapkan apakah Raja pasti percaya ucapan sangharaja? Apakah Sangharaja tak memikirkan implikasinya? Apakah kita tahu bagaimana hubungan Sangha dengan keluarga kerajaan dan umat Thailand? dsbnya...
Mengenai Luangta Mahaboowa masih ada hal kontroversial lainnya yang dilakukan beliau, yang tak perlu saya ungkapkan disini.
Apakah kita menilai seseorang yang umurnya panjang tindakannya selalu benar?
saya juga pernah ketemu dengan Bhante bourkry, beliau jika ada hal lucu, beliau tertawa kok...tapi tidak tertawa terbahak-bahak...senyum-senyum khas beliau lah...kek senyum nya AjahnChah....
Acharn Chah walaupun komentarnya kadang agak lucu namun saya setuju dan dan saya lebih mengagumi beliau karena sangat luas pandangannya.
masalah "kitab komentar" dalam sutta tidak ada namanya Hadaya-vatthu, ia gak? saya agak ragu dengan kitab komentar,
hari ini muncul Hadaya-vatthu, entah sangha konsili berapa di munculkan "haya-haya vattu"
dan muncul lagi istilah-istilah yg memusingkan dan tidak terbayangkan...pertanyaan-nya adalah orisinil kah?
Hadaya-vatthu ada di Abhidhamma. Apakah menurut saudara Abhidhamma itu kitab suci atau bukan?
Mungkin teman-teman pembaca bisa ikut merenungkan disini.
Apakah kitab Abhidhamma adalah kitab tidak otentik yang tak perlu dijadikan acuan?
Apakah kitab Abhidhamma hanya memuat pandangan pribadi bhikkhu-bhikkhu?
Apakah pendapat Arahat selain pendapat dari Sang Buddha sendiri tak bisa dijadikan sebagai referensi?
Apakah kita suci Tipitaka harus diubah menjadi Dvipitaka?
Apakah Hadaya-vatthu tidak benar karena tidak diucapkan oleh Sang Buddha dan tak ada dalam Sutta?
Apakah Sang Buddha hanya membenarkan ucapan Beliau saja dan tak pernah membenarkan ucapan Arahat?
Kenyataannya Hadayavatthu secara tegas saya katakan memang ada!!! Meditator-meditator metode Mahasi (umat awam amaupun bhikkhu) maupun metode Pa Auk (umat awam maupun bhikkhu) adalah saksi-saksi hidup.
pertanyaannya: apakah kita harus menganggap mereka mengada-ada karena tak terdapat di Sutta?
----------------------------------------------------------
mungkin memang benar " hanya dengan upacara/khanika " sudah bisa vipassana...
tapi yg jelas menurut sutta, samma-samadhi dikatakan bahwa "mengarah pada jhana-jhana"
Sdr Marcedes yang baik, menurut saya
salah satu aspek dari Samma-Samadhi adalah Jhana.
tapi sy jujur, agak malas memperdebatkan hal ini.......karena lebih baik dicoba langsung dari pada capek-capek membahas yg tidak ada habisnya...
Ya, saya setuju.
kalau anda bukan ariya, ini ibarat saya yg buta dengan anda yg buta...sama-sama meraba di kegelapan mengenai gajah...
About me... you don't know... only I know
may u be happy
you too, May all of us and every living beings be happy too.