//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Adakah Atman dalam Agama Buddha ?  (Read 96968 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #120 on: 01 October 2010, 10:24:11 AM »
dan lucunya menurut sumber yang di percaya TS yaitu wiki :
Atman atau Atma (IAST: Ātmā, Sansekerta: आत्म‍ ) dalam Hindu merupakan percikan kecil dari Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup.[1][2] Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang menghidupkan manusia.[1] Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).[2] Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman.[2] Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya.[1] Brahman sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.[1]

Sifat-sifat Atman

Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah:[3]

    * Achedya : tak terlukai oleh senjata
    * Adahya : tak terbakar oleh api
    * Akledya :tak terkeringkan oleh angin
    * Acesyah : tak terbasahkan oleh air
    * Nitya : abadi
    * Sarwagatah : di mana- mana ada
    * Sthanu : tak berpindah- pindah
    * Acala : tak bergerak
    * Sanatana : selalu sama
    * Awyakta : tak dilahirkan
    * Acintya : tak terpikirkan
    * Awikara : tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.


====================
silahkan di cari dalam ajaran buddha ciri2 atman seperti ini.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #121 on: 01 October 2010, 10:24:47 AM »
sepertinya pemahaman atman ini kalau menurut mahayana mungkin memang ada, sedangkan dalam theravada tidak ada.

hal ini sering diperdebatkan dalam pertanyaan kritis di thread mahayana.

Mahayana awal yang diuraikan oleh Nagarjuna masih memegang pemahaman anatman. Namun seiring berjalannya waktu, ajaran Mahayana ini terlalu fleksibel sehingga melahirkan banyak pandangan dan cabang aliran. Pandangan baru dari Mahayana inilah yang menggambarkan bahwa Mahayana memegang konsep adanya atman sejati (sudah bukan anatman).

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #122 on: 01 October 2010, 10:47:26 AM »
Mahayana awal yang diuraikan oleh Nagarjuna masih memegang pemahaman anatman. Namun seiring berjalannya waktu, ajaran Mahayana ini terlalu fleksibel sehingga melahirkan banyak pandangan dan cabang aliran. Pandangan baru dari Mahayana inilah yang menggambarkan bahwa Mahayana memegang konsep adanya atman sejati (sudah bukan anatman).

Dari yang aku lihat, pandangan adanya atman ini malah berkembang di China dan Jepang, dan dikembangkan oleh Bhiksu-Bhiksu. Malah ada ajaran kontroversial dari Nichiren soal Amala Vijnana.
Kalau sebagai rujukan, aku lebih suka memakai teks klasik dari India atau teks klasik Tibet, atau dari sesepuh Zen China (sampai ke Hui-Neng).

Kalau selain itu, aku tidak pakai sebagai rujukan, paling hanya bacaan.

Nah, di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman. Kalaupun membahas Buddha-Nature yang mirip, menurut kurikulum murid harus belajar filosofi Madhyamika dahulu, untuk mendekonstruksi semua pandangannya tentang atman, baru belajar Buddha-Nature.

Kalau belajarnya loncat ke Buddha-Nature, jadinya seperti saudara Triyana, menganggap Buddha-Nature adalah Atman

The following noted stanza quoted whenever there is an allusion to the philosophy of the Yogacara is taken from the Chinese Sandhi-nirmocana-sutra:

The Adana-Vijnana is deep and subtle,
Where all the seeds are evolved like a stream;
I do not elucidate this for the ignorant,
For they are apt to imagine it an ego-substance.
(hal 258) (Suzuki)
« Last Edit: 01 October 2010, 10:54:51 AM by xenocross »
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #123 on: 01 October 2010, 10:51:05 AM »
The Finish solution> atman is anatman.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #124 on: 01 October 2010, 10:55:50 AM »
Dari yang aku lihat, pandangan adanya atman ini malah berkembang di China dan Jepang, dan dikembangkan oleh Bhiksu-Bhiksu. Malah ada ajaran kontroversial dari Nichiren soal Amala Vijnana.
Kalau sebagai rujukan, aku lebih suka memakai teks klasik dari India atau teks klasik Tibet, atau dari sesepuh Zen China (sampai ke Hui-Neng).

Kalau selain itu, aku tidak pakai sebagai rujukan, paling hanya bacaan.

Nah, di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman. Kalaupun membahas Buddha-Nature yang mirip, menurut kurikulum murid harus belajar filosofi Madhyamika dahulu, untuk mendekonstruksi semua pandangannya tentang atman, baru belajar Buddha-Nature.

Kalau belajarnya loncat ke Buddha-Nature, jadinya seperti saudara Triyana, menganggap Buddha-Nature adalah Atman

Memang begitulah yang saya tahu. Mahayana awal yang berasal dari India masih memegang fondasi ajaran yang serupa dengan Theravada. Namun perlahan-lahan, muncullah ajaran-ajaran Mahayana yang semakin bercabang dan makin menjauh dari fondasi Buddhisme Theravada.

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #125 on: 01 October 2010, 01:17:49 PM »
" 0 Mahamati, when we say that there are no seltsubstances, it means no-birth, according to the deeper sense of the word. All things have no self-substance, seeing that there is only an instantaneous uninterrupted continuation, and that changes from one state to another are observed throughout existence. (If there is self-substance which does not yield itself to changes and transformations, this universal flow of becoming will never take place.) This is what is meant by the non-existence of self-substance.
Lankavatara Sutra
(Suzuki hal 290)

"O Mahamati, my view is not the same as that of the philosophers, not only as regards immortality, but as regards birth and impermanency. Why? According to them, there is a self-substance about which they assert immortality and unchangeability. My position is not that, for it does not fall into the categories of being and nonbeing. It goes beyond the categories of being and nonbeing, of birth and disappearance; it is not existence nor is it non-existence. How is it not non-existent? Because it is like unto a diversity of forms appearing in a dream or maya. How is it not existent? Because the self-substance of forms is not to be asserted as existent. We see them as appearances which are not realities, we grasp (grahana) them as before us yet they are not really graspable. For this reason, all existences are to be regarded neither as existent nor as non-existent. If we know that what we see before us is no more than the manifestation of our own mind and abide within ourselves where no dualistic discrimination takes place, we see that there is nothing astir in the world.
The ignorant assert themselves in their doings, discriminate therein, but the wise do not.

(hal 294)

'Why are all things unborn ?
"Because they are unpredicable as made or making,because they have no creator.

"Why have they no self-substance ?
"Because when they are reviewed with the interior intelligence (svabuddhi) / the categories such as individuality and generality are inapplicable to them.

"Why are all things neither departing nor coming?
"Because though they are characterised with the marks of individuality and generality, these marks, coming and departing, neither come nor depart.

Why do all things never cease to exist ?
"Because their not having self-substance makes it impossible to take hold of them.

"Why are all things impermanent?
"Because as soon as they take forms [or appear with individualised marks] they assume the nature of Impermanence.

"Why are all things permanent?
"Because though they take forms [or appear with individualised marks], they take [really] no such forms, and in reality there is nothing born, nothing passing away.
(hal 304)

Studies in the Lankavatara Sutra
DAISETZ TEITARO SUZUKI
Munshiram Manoharlal Publishers Pvt. Ltd.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #126 on: 01 October 2010, 07:51:50 PM »
Namo Buddhaya,



1. Dalam Arya Lankavatara Sutra disebutkan atman dari para filsuf (the philosophers) disini Dr.Suzuki memang tidak menjelaskan apa dan siapa yang dimaksud dengan para filsuf tersebut, jadi anda tidak boleh mengambil kesimpulan jika self/atman tersebut adalah dari ajaran Hindu.

2. Atman dalam Arya Lankavatara Sutra tentunya menunjuk kepada the lesser self bukan real Self, hal ini jelas diterangkan oleh Dr.Suzuki bahwa the lesser self tidak boleh disalahmengerti dengan real Self.

3. Dalam Ajaran Yogacara dikenal Amala Vijnana yang merujuk kepada real Self, silahkan anda pelajari lebih lanjut.

  _/\_


1. Kalau bukan filsuf hindu, lalu siapa yang menjabarkan atman? Emang ada aliran lain waktu itu?
2. Halaman berapa? Saya bolak-balik gak ketemu tuh
3. Amala Vijnana juga masih anatta-anicca tuh, kalau aku liat-liat.

1. Setahu saya banyak sekali filsuf pada saat itu, memang di India terkenal dengan toleransinya yang sangat tinggi, silahkan baca The Philosophy of India dari Heinrich Zimmer.
2. Nanti tak carikan sabar ya  _/\_
3. Amala Vijnana adalah Kebuddhaan itu sendiri lihat : http://www.sgi-usa-southbaycc.org/study/Nine_Consciousnesses.pdf

 _/\_

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #127 on: 01 October 2010, 08:24:55 PM »
Namo Buddhaya,

Mahayana awal yang diuraikan oleh Nagarjuna masih memegang pemahaman anatman. Namun seiring berjalannya waktu, ajaran Mahayana ini terlalu fleksibel sehingga melahirkan banyak pandangan dan cabang aliran. Pandangan baru dari Mahayana inilah yang menggambarkan bahwa Mahayana memegang konsep adanya atman sejati (sudah bukan anatman).

Dari yang aku lihat, pandangan adanya atman ini malah berkembang di China dan Jepang, dan dikembangkan oleh Bhiksu-Bhiksu. Malah ada ajaran kontroversial dari Nichiren soal Amala Vijnana.
Kalau sebagai rujukan, aku lebih suka memakai teks klasik dari India atau teks klasik Tibet, atau dari sesepuh Zen China (sampai ke Hui-Neng).

Kalau selain itu, aku tidak pakai sebagai rujukan, paling hanya bacaan.

m murid harus belajar filosofi Madhyamika dahulu, untuk mendekonstruksi semua pandangannya tentang atman, baru belajar BuNah, di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman. Kalaupun membahas Buddha-Nature yang mirip, menurut kurikulum Buddha-Nature.

Kalau belajarnya loncat ke Buddha-Nature, jadinya seperti saudara Triyana, menganggap Buddha-Nature adalah Atman

The following noted stanza quoted whenever there is an allusion to the philosophy of the Yogacara is taken from the Chinese Sandhi-nirmocana-sutra:

The Adana-Vijnana is deep and subtle,
Where all the seeds are evolved like a stream;
I do not elucidate this for the ignorant,
For they are apt to imagine it an ego-substance.
(hal 258) (Suzuki)

Mahayana awal yang diuraikan oleh Nagarjuna masih memegang pemahaman anatman. Namun seiring berjalannya waktu, ajaran Mahayana ini terlalu fleksibel sehingga melahirkan banyak pandangan dan cabang aliran. Pandangan baru dari Mahayana inilah yang menggambarkan bahwa Mahayana memegang konsep adanya atman sejati (sudah bukan anatman) = Dalam ajaran Madhyamaka dikenal adanya Kesadaran Sangat Halus (Very Subtle Mind) selain Subtle Mind dan Gross Mind, Dalam Yogacara dikenal Mula Nirvikalpa Jnana. Seperti sudah saya jelaskan sebelumnya anatman ini digunakan agar anda tidak melekat kepada diri (dengan "d" kecil).

Tathagata-garbha thought is complementary to sunyata thought of the Madhyamika and the Yogacara, as it is seen in the Uttaratantra. The Uttaratantra first quotes the Srimala-devi-sutra to the effect that tathagata-garbha is not accessible to those outside of sunya realization and then proceeds to claim that sunyata realization is a necessary precondition to the realization of tathagata-garbha. There is something positive to be realized when one’s vision has been cleared by sunyata. The sunyata teachings of the prajna-paramita are true but incomplete. They require further elucidation, which is found in the Uttaratantra.


Dari yang aku lihat, pandangan adanya atman ini malah berkembang di China dan Jepang, dan dikembangkan oleh Bhiksu-Bhiksu. Malah ada ajaran kontroversial dari Nichiren soal Amala Vijnana.
Kalau sebagai rujukan, aku lebih suka memakai teks klasik dari India atau teks klasik Tibet, atau dari sesepuh Zen China (sampai ke Hui-Neng)
= Zen/Chan/Soen adalah ajaran yang benar dan berasal dari Sang Buddha Sakyamuni sendiri. Mengenai Silsilah Zen silahkan lihat post dari Saudara GandalfTheElder. Saya cuplik sedikit :

Silsilah Chan (Zen)
Dari Denkoroku, Baolin chuan, Jingde Chuandeng Lu, dan Wudeng Huiyuan:
Śākyamuni Buddha, 1. Mahakashyapa, 2. Ananda, 3. Madhyantika, 4. Sanavasa, 5. Upagupta, 6. Dhritaka, 7. Micchaka, 8. Buddhanandi, 9. Buddhamitra, 10. Bhikshu Parshva, 11. Punyayasas, 12. Asvaghosha, 13. Bhikshu Kapimala, 14. Nagarjuna, 15. Kanadeva, 16. Arya Rahulata, 17. Samghanandi, 18. Samghayasas (Gayashata), 19. Kumarata, 20. Jayata, 21. Vasubandhu, 22. Manura (Manorhita), 23. Haklenayasas, 24. Bhikshu Simha, 25. Vasasita (Basiasita), 26. Punyamitra, 27. Prajnatara, 28. Bodhidharma, 29. Dazu Huike, 30. Jianzhi Sengcan, 31. Dayi Daoxin, 32. Daman Hongren, 33. Dajian Huineng, 34. Nanyue Huairang dan Qingyuan Xingsi

Silsilah Nanyue Huairang - Linji
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Baizhang Huaihai, 3. Huangbo Xiyun, 4. Linji Yixuan

Silsilah Nanyue Huairang – Guiyang
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Baizhang Huaihai, 3. Guishan Lingyu

Silsilah Nanyue Huairang – Puhua
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Panshan Baoji, 3. Puhua

Silsilah Qingyuan Xingsi – Caodong
Qingyuan Xingsi, 1. s**tou Xiqian, 2. Yunyan Tansheng, 3. Dongshan Liangjie, 4. Caoshan Benji

Silsilah Qingyuan Xingsi – Yunmen
Qingyuan Xingsi, 1. s**tou Xiqian, 2. Yaoshan Weiyen, 3. Tianhuang Daowu, 4. Longtan Chongxin, 5. Deshan Xuanjian, 6. Xuefeng Yicun, 7. Yunmen Wenyan

Silsilah Qingyuan Xingsi - Fayen
Qingyuan Xingsi, 1. s**tou Xiqian, 2. Yaoshan Weiyen, 3. Tianhuang Daowu, 4. Longtan Chongxin, 5. Deshan Xuanjian, 6. Xuefeng Yicun, 7. Changqing Huileng, 8. Xuansha Shibei, 9. Fayan Wenyi

Silsilah Rinzai Jepang
Linji Yixuan, 1. Xinghua Cunjiang, 2. Nanyuan Huiyong, 3. Fengxue Yanzhao, 4. Shoushan Shengnian, 5. Shishuang Qingzhu, 6. Yangzhi Fanghui, 7. Baiyun Shouduan, 8. Wuzu Fayan, 9. Yuanwu Keqin, 10. Huqiu Shaolong, 11. Yingan Tanhua, 12. Mian Xianjie, 13. Songyuan Chongyue, 14. Yunan Puyan, 15. Xutang Zhiyu, 16. Shomyo (Daio Kokushi)

Silsilah Soto Jepang
Dongshan Liangjie, 1. Yunju Daoying, 2. Tongan Daopi, 3. Tongan Guanzhi, Liangshan Yuanguan, 4. Dayang Jixuan, 5. Touzi Yiqing, 6. Furong Daokai, 7. Danxia Zichun, 8. Zhenxie Qingliao, 9. Tiantong Zongjue, 10. Xuedou Zhijian, 11. Tiantong Rujing, 12. Eihei Dogen

Silsilah Seon Korea

I. Silsilah Gunung Huiyang
Bodhidharma, 1. Dazu Huike, 2. Jianzhi Sengcan, 3. Dayi Daoxin, 4 Beomnang (Pomnang), 5. Shinaeng
II. Silsilah Gunung Gaji
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Xitang Zhizang, 3. Toui (Jilin Daoyi), 4. Chejing
III. Silsilah Gunung Seongju
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Magu Baozhe, 2. Muyeom
IV. Silsilah Gunung Silsang
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Xitang Zhizang, 3. Hongcheok (Hongshe)
V. Silsilah Gunung Dongni
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Xitang Zhizang, 3. Hyejeol
VI. Silsilah Gunung Bongnim
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Zhangjing Huaihui, 3. Weongnam
VII. Silsilah Gunung Sagul
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Yanguan Qian, 3. Beomil
Qingyuan Xingsi, 1. s**tou Xiqian, 2. Yaoshan Weiyan, 3. Beomil
VIII. Silsilah Gunung Saja
Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Nanquan Puyuan, 3. Doyun
IX. Silsilah Gunung Sumi
Qingyuan Xingsi, 1. s**tou Xiqian, 2. Yunyan Tansheng, 3. Dongshan Liangjie, 4. Yunju Daoying, 5. Ieom

Silsilah Thien Vietnam
I. Dharmadeva, 1. Thich Hue Thang
II. Bodhidharma, 1. Dazu Huike, 2. Jianzhi Sengcan, 3. Vinitaruci (Ty Ni Da Lu Chi)
III. Nanyue Huairang, 1. Mazu Daoyi, 2. Baizhang Huaihai, 3. Wu Yen Tung (Vo Ngon Thong)
IV. Yunmen Wenyan, 1. Xianglin Chengyuan, 2. Xuetou Chongxian, 3. Thao Dong


Kalau selain itu, aku tidak pakai sebagai rujukan, paling hanya bacaan = Maaf tapi saya meyakini silsilah tetap murni dan terjaga  _/\_

murid harus belajar filosofi Madhyamika dahulu, untuk mendekonstruksi semua pandangannya tentang atman, baru belajar BuNah, di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman. Kalaupun membahas Buddha-Nature yang mirip, menurut kurikulum Buddha-Nature = Mohon tunjukan referensinya kalau anda harus belajar filosofi Madhyamika dahulu  _/\_, setahu saya filosofi Yogacara dan  Madhyamika sejajar dan diajarkan bersamaan. "di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman" = Silahkan referensinya  _/\_

Kalau belajarnya loncat ke Buddha-Nature, jadinya seperti saudara Triyana, menganggap Buddha-Nature adalah Atman = Mohon dijelaskan perbedaan Buddha Nature dengan Atman  _/\_


 _/\_


« Last Edit: 01 October 2010, 08:27:18 PM by Triyana2009 »

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #128 on: 01 October 2010, 08:29:40 PM »
Namo Buddhaya,

Dari yang aku lihat, pandangan adanya atman ini malah berkembang di China dan Jepang, dan dikembangkan oleh Bhiksu-Bhiksu. Malah ada ajaran kontroversial dari Nichiren soal Amala Vijnana.
Kalau sebagai rujukan, aku lebih suka memakai teks klasik dari India atau teks klasik Tibet, atau dari sesepuh Zen China (sampai ke Hui-Neng).

Kalau selain itu, aku tidak pakai sebagai rujukan, paling hanya bacaan.

Nah, di teks-teks yang berasal dari India, jarang sekali yang membahas ada Atman. Kalaupun membahas Buddha-Nature yang mirip, menurut kurikulum murid harus belajar filosofi Madhyamika dahulu, untuk mendekonstruksi semua pandangannya tentang atman, baru belajar Buddha-Nature.

Kalau belajarnya loncat ke Buddha-Nature, jadinya seperti saudara Triyana, menganggap Buddha-Nature adalah Atman

Memang begitulah yang saya tahu. Mahayana awal yang berasal dari India masih memegang fondasi ajaran yang serupa dengan Theravada. Namun perlahan-lahan, muncullah ajaran-ajaran Mahayana yang semakin bercabang dan makin menjauh dari fondasi Buddhisme Theravada.

Mohon cantumkan referensi dari peryataan saudara ini  _/\_ Saya menyakini Ajaran Mahayana dahulu dan sekarang tetap sama  :)

 _/\_

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #129 on: 01 October 2010, 08:31:13 PM »
Namo Buddhaya,

" 0 Mahamati, when we say that there are no seltsubstances, it means no-birth, according to the deeper sense of the word. All things have no self-substance, seeing that there is only an instantaneous uninterrupted continuation, and that changes from one state to another are observed throughout existence. (If there is self-substance which does not yield itself to changes and transformations, this universal flow of becoming will never take place.) This is what is meant by the non-existence of self-substance.
Lankavatara Sutra
(Suzuki hal 290)

"O Mahamati, my view is not the same as that of the philosophers, not only as regards immortality, but as regards birth and impermanency. Why? According to them, there is a self-substance about which they assert immortality and unchangeability. My position is not that, for it does not fall into the categories of being and nonbeing. It goes beyond the categories of being and nonbeing, of birth and disappearance; it is not existence nor is it non-existence. How is it not non-existent? Because it is like unto a diversity of forms appearing in a dream or maya. How is it not existent? Because the self-substance of forms is not to be asserted as existent. We see them as appearances which are not realities, we grasp (grahana) them as before us yet they are not really graspable. For this reason, all existences are to be regarded neither as existent nor as non-existent. If we know that what we see before us is no more than the manifestation of our own mind and abide within ourselves where no dualistic discrimination takes place, we see that there is nothing astir in the world.
The ignorant assert themselves in their doings, discriminate therein, but the wise do not.

(hal 294)

'Why are all things unborn ?
"Because they are unpredicable as made or making,because they have no creator.

"Why have they no self-substance ?
"Because when they are reviewed with the interior intelligence (svabuddhi) / the categories such as individuality and generality are inapplicable to them.

"Why are all things neither departing nor coming?
"Because though they are characterised with the marks of individuality and generality, these marks, coming and departing, neither come nor depart.

Why do all things never cease to exist ?
"Because their not having self-substance makes it impossible to take hold of them.

"Why are all things impermanent?
"Because as soon as they take forms [or appear with individualised marks] they assume the nature of Impermanence.

"Why are all things permanent?
"Because though they take forms [or appear with individualised marks], they take [really] no such forms, and in reality there is nothing born, nothing passing away.
(hal 304)

Studies in the Lankavatara Sutra
DAISETZ TEITARO SUZUKI
Munshiram Manoharlal Publishers Pvt. Ltd.

Tathagata-garbha thought is complementary to sunyata thought of the Madhyamika and the Yogacara, as it is seen in the Uttaratantra. The Uttaratantra first quotes the Srimala-devi-sutra to the effect that tathagata-garbha is not accessible to those outside of sunya realization and then proceeds to claim that sunyata realization is a necessary precondition to the realization of tathagata-garbha. There is something positive to be realized when one’s vision has been cleared by sunyata. The sunyata teachings of the prajna-paramita are true but incomplete. They require further elucidation, which is found in the Uttaratantra.

he Nirvāṇa Sūtra, which presents itself as the final teachings of the Buddha on the tathāgatagarbha, makes clear that there are two kinds of self of which he speaks: one mundane and mutable, the other Buddhic and eternal. The first is denied as truly real, while the second is affirmed as the only true reality.

This 'dharma of the one mind', which is the 'original tathagatagarbha', is said to be 'calm and motionless' ... The Vajrasamadhi's analysis of tathagatagarbha also recalls a distinction the Awakening of Faith makes between the calm, unchanging essence of the mind and its active, adaptable function ... the tathagatagarbha is equated with the 'original edge of reality' (bhutakoti) that is beyond all distinctions - the equivalent of original enlightenment, or the essence. But tathagatagarbha is also the active functioning of that original enlightenment - 'the inspirational power of that fundamental faculty' .... The tathagatagarbha is thus both the 'original edge of reality' that is beyond cultivation (= essence) as well as the specific types of wisdom and mystical talents that are the byproducts of enlightenment (= function). ....

 _/\_
« Last Edit: 01 October 2010, 08:33:05 PM by Triyana2009 »

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #130 on: 01 October 2010, 08:43:03 PM »
Namo Buddhaya,

Transcendent knowing

The mind is aware; it is conscious. In many places the Buddha describes his enlightenment in terms of "knowing": such as in the Dhammacakkapavattana Sutta, "Knowing arose" (ñāṇa udapādi). With nirvāṇa the consciousness is released, and the mind becomes aware in a way that is totally unconstrained by anything in the conditioned world. The Buddha describes this in a variety of passages. One way is as follows:

Consciousness without feature, without end, luminous all around.

Ajahns Pasanno and Amaro write that what is referred to with the use of the word "viññana" is the quality of awareness, and that the use of the term "viññana" must be in a broader way than it usually is meant: "The Buddha avoided the nit-picking pedantry of many philosophers contemporary with him and opted for a more broad-brush, colloquial style, geared to particular listeners in a language which they could understand. Thus ‘viññana’ here can be assumed to mean ‘knowing’ but not the partial, fragmented, discriminative (vi-) knowing (-ñana) which the word usually implies. Instead it must mean a knowing of a primordial, transcendent nature, otherwise the passage which contains it would be self-contradictory." They then give further context for why this choice of words may have been made. This "non-manifestive consciousness" differs from the kinds of consciousness associated to the six sense media, which have a "surface" that they fall upon and arise in response to.According to Peter Harvey, the early texts are ambivalent as to whether or not the term "consciousness" is accurate. In a liberated individual, this is directly experienced, in a way that is free from any dependence on conditions at all.

In one interpretation, the "luminous consciousness" is identical with Nirvāṇa. Others disagree, finding it to be not Nirvāṇa itself, but instead to be a kind of consciousness accessible only to arahants.A passage in the Majjhima Nikaya likens it to empty space.[20] For liberated ones the luminous, unsupported consciousness associated with nibbana is directly known without mediation of the mental consciousness factor in dependent co-arising, and is the transcending of all objects of mental consciousness.It differs radically from the concept in the pre-Buddhist Upanishads and the Bhagavad Gita of Self-realization, described as accessing the individual's inmost consciousness, in that it is not considered an aspect, even the deepest aspect, of the individual's personality, and is not to be confused in any way with a "Self".Furthermore, it transcends the sphere of infinite consciousness, the sixth of the Buddhist jhanas, which is in itself not the ending of the conceit of "I".

Nagarjuna alluded to a passage regarding this level of consciousness in the Dighanikaya in two different works. He wrote:

The Sage has declared that earth, water, fire, and wind, long, short, fine and coarse, good, and so on are extinguished in consciousness ... Here long and short, fine and coarse, good and bad, here name and form all stop.

A related idea, which finds support in the Pali Canon and the contemporary Theravada practice tradition despite its absence in the Theravada commentaries and Abhidhamma, is that the mind of the arahant is itself nibbana.


 _/\_

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #131 on: 01 October 2010, 08:55:07 PM »
Namo Buddhaya,

dan lucunya menurut sumber yang di percaya TS yaitu wiki :
Atman atau Atma (IAST: Ātmā, Sansekerta: आत्म‍ ) dalam Hindu merupakan percikan kecil dari Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup.[1][2] Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang menghidupkan manusia.[1] Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).[2] Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman.[2] Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya.[1] Brahman sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.[1]

Sifat-sifat Atman

Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah:[3]

    * Achedya : tak terlukai oleh senjata
    * Adahya : tak terbakar oleh api
    * Akledya :tak terkeringkan oleh angin
    * Acesyah : tak terbasahkan oleh air
    * Nitya : abadi
    * Sarwagatah : di mana- mana ada
    * Sthanu : tak berpindah- pindah
    * Acala : tak bergerak
    * Sanatana : selalu sama
    * Awyakta : tak dilahirkan
    * Acintya : tak terpikirkan
    * Awikara : tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.


====================
silahkan di cari dalam ajaran buddha ciri2 atman seperti ini.

"... it is not the case that they [i.e. all phenomena] are devoid of the Self. What is this Self? Any phenomenon ["dharma"] that is true ["satya"], real ["tattva"], eternal ["nitya"], sovereign/autonomous ["aishvarya"] and whose foundation is unchanging ["ashraya-aviparinama"] is termed 'the Self' [atman]." (translated from Dharmakṣema's version of the Mahayana Mahaparinirvana Sutra)

 _/\_

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #132 on: 01 October 2010, 08:55:49 PM »
Namo Buddhaya,

Semua aliran agama di Indonesia mengakui adanya kekuatan yang kekal, diluar jangkauan kemampuan daya pikir manusia. Sebutan Yang Maha Esa untuk setiap agama berbeda, demikian juga dalam agama Buddha.

Mengenai hakekat Tuhan Yang Maha Esa, dalam dialog antara Sakyamuni Buddha dengan Mahamati Bodhisattva, yang tercatat dalam kitab suci Lankavatara Sutra sebagai berikut :

"...... untuk alasan ini Mahamati, silahkan para Bodhisattva Mahasattva yang sedang mencari pemujaan kebenaran menghasilkan kesucian Tathagatagarba yang dikenal sebagai Alayavijnanam. Mahamati, bila kau berkata bahwa tak ada Tathagatagarba yang dikenal sebagai Alayavijnanam, maka tak ada juga keterbitan maupun penghilangan dalam ketidakhadiranNya. Tathagatagarba dikenal juga sebagai Alayavijnanam.(Lankavatara Sutra Hal. 190).

...... Mahamati, Tathagatagarba (penerangan unggul) memegang di dalam kedua-duanya, yaitu : kebaikan dan kejahatan, dan olehNya semua bentuk keadaan dihasilkan.(Lankavatara Sutra Hal. 190).

......Sesungguhnya Mahamati, para Tathagata, yang sepenuhnya diterangi menyampaikan ajaran Tathagatagarba yang sebetulnyatak dikenal sebagai persamaan dengan buah pikiran sifat egoisnya para ahli filsfat. Maka Mahamati, supaya tak meninggalkan hal kesalahpahaman yang dipelihara oleh para ahli filsafat, kamu harus berjuang untuk mengajar sifat tak egois dan Tathagatagarba.(Lankavatara Sutra XXVIII, hal. 68).

...... Mahamati, bahwa kerajaan Tathagatahood adalah kerajaan Tathagatagarba, dimulai dengan Alayavijnanam adalah teruntuk Bodhisattva Mahasattva, yang seperti kamu juga dihadiahkan kelembutan, kecerdikan yang menembusi kekuatan pemikiran dan pengertiannya adalah sesuai dengan artinya, dan tidak untuk yang lain. Seperti ahli filsafat Sravakah dan Pratyekabuddha, yang terlihat kepada naskah-naskah keagamaan, untuk alasan ini, Mahamati, supaya kamu dan para Bodhisattva Mahasattva yang lain menertibkan diri dalam kerajaan Tathagatahood.

...... Diceritakan oleh saya dalam Naskah undang-undang keagamaan yang berkaitan dengan Ratu Srimala dan dalam hal lain, Bodhisattva dihadiahkan keajaiban, kelembutan, kehalusan, pengetahuan asli telah didukung (oleh kekuatan Rohani saja), bahwa Tathagatagarba dikenal sebagai Alayavijnanam yang lambat laun menjadi bersama dengan ketujuh Vijnana. Ini ditujukan kepada Sravakah yang tak bebas dari ikatan, untuk memperlihatkan kepada mereka sesuatu yang tak egois, dan untuk Ratu Srimala kepada siapa kekuatan kesucian rohani Buddha ditambahkan, kerajaan Tathagata yang asli dituangkan. Ini tak termasuk dalam kerajaan, ada untung karena ini dilanjutkan oleh Sravakah, Pratyekabuddha dan lain-lain filsafat tanpa kecuali. Mahamati, bahwa kerjaan Tathagata adalah kerajaan Tathagatagarba Alayavijnanam teruntuk Bodhisattva Mahasattva"

Kutipan Ketuhanan yang Maha Esa yang tercatat dalam Kitab Suci Udana :
"Ketahuilah para Bhiksu bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak. Duhai para Bhiksu, apabila tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yan lalu.

Tetapi para Bhiksu, karena ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."(Kitab Suci Udana VIII : 3).

Mengingat Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu yang tidak mungkin terjangkau dalam alam pikiran manusia, maka Sakyamuni Buddha dengan berbagai cara dan dengan memakai berbagai perumpamaan mencoba menjelaskan perihal Tuhan Yang Maha Esa, antara lain dengan menyebutkan sebagai Hukum yang tunggal (Saddharma Pundarika Sutra).
Tathagatagarba   
:   
Sumbernya semua Tathagata/Para Buddha Penerangan Unggul, disabdakan oleh Sakyamuni Buddha sebagai terang benderang dan Esa. (Lankavatara Sutra XXVIII, hal. 63)

Keterangan   
:   
Alayavijnanam adalah percikan-percikan dari benih-benih Tathagatagarba (Tuhan Yang Maha Esa) yang terdapat didalam setiap manusia


Dari dialog antara Sakyamuni Buddha dengan Mahamati Bodhisattva, jelas kita dapat mengerti bahwa sesungguhnya ada kekuatan yang kekal yang berada diluar jangkauan daya pikiran manusia, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam agama Buddha aliran Mahayana dikenal dengan sebutan Tathagatagarba. Didalam jiwa setiap manusia sesungguhnya, terdapat kesadaran yang kekal, yang merupakan percikan-percikan benih Ketuhanan, Tathagatagarba (Alayavijnanam), akan tetapi benih Ketuhanan ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa dipelihara dan dirawat. Dalam hal ini adalah tergantung pada kemauan orang tersebut, apakah dia mau merawat, memelihara dengan baik benih-benih Ketuhanan yang ada didalam dirinya sehingga dia dapat manunggal, bersatu dengan kekekalan, atau sebaliknya.

Didalam memelihara dan merawat benih-benih Ketuhanan inilah perlunya kita beragama dengan melaksanakan jalan Bodhisatta untuk merawat dan memelihara benih-benih Ketuhanan tersebut agar kita tidak salah dan tidak keliru dalam pelaksanaannya.

Oleh : Bhiksu Dutavira Mahasthavira (Koordinator Dewan Sangha Walubi)

 _/\_

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #133 on: 01 October 2010, 09:05:15 PM »
Buddha saat itu bukan bilang ttg tuhan tapi bicara ttg shunyata. untuk orang yang sadar, tidak ads yang tidak terjangkau.

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Ada Atman dalam Agama Buddha
« Reply #134 on: 01 October 2010, 09:18:21 PM »
Namo Buddhaya,

Buddha saat itu bukan bilang ttg tuhan tapi bicara ttg shunyata. untuk orang yang sadar, tidak ads yang tidak terjangkau.

Tathagata-garbha thought is complementary to sunyata thought of the Madhyamika and the Yogacara, as it is seen in the Uttaratantra. The Uttaratantra first quotes the Srimala-devi-sutra to the effect that tathagata-garbha is not accessible to those outside of sunya realization and then proceeds to claim that sunyata realization is a necessary precondition to the realization of tathagata-garbha. There is something positive to be realized when one’s vision has been cleared by sunyata. The sunyata teachings of the prajna-paramita are true but incomplete. They require further elucidation, which is found in the Uttaratantra.

he Nirvāṇa Sūtra, which presents itself as the final teachings of the Buddha on the tathāgatagarbha, makes clear that there are two kinds of self of which he speaks: one mundane and mutable, the other Buddhic and eternal. The first is denied as truly real, while the second is affirmed as the only true reality.

This 'dharma of the one mind', which is the 'original tathagatagarbha', is said to be 'calm and motionless' ... The Vajrasamadhi's analysis of tathagatagarbha also recalls a distinction the Awakening of Faith makes between the calm, unchanging essence of the mind and its active, adaptable function ... the tathagatagarbha is equated with the 'original edge of reality' (bhutakoti) that is beyond all distinctions - the equivalent of original enlightenment, or the essence. But tathagatagarbha is also the active functioning of that original enlightenment - 'the inspirational power of that fundamental faculty' .... The tathagatagarbha is thus both the 'original edge of reality' that is beyond cultivation (= essence) as well as the specific types of wisdom and mystical talents that are the byproducts of enlightenment (= function). ....

 _/\_