Menurut Hindu Dharma..
Jalan Kesucian sekaligus Jalan Kelepasan.
Setelah mengikuti dengan seksama paparan Patanjali, kita seakan dihadapkan pada ketidak-mungkinan untuk menggolongkannya ke dalam satu jalan spiritual saja. Yama dan Niyama saja misalnya, merupakan landasan disiplin moral bagi penekun jalan spiritual manapun.
Bahkan mereka tidak terbatas pada agama, ras, bangsa dan suku bangsa, jenis kelamin, usia maupun profesi. Mereka tak hanya dibutuhkan manusia di jaman Veda-veda saja. Mereka dibutuhkan oleh umat manusia di segala jaman dan dalam segala situasi dan kondisi.
Yama dan Niyama bersifat universal; mereka jelas bukan hanya milik bangsa India ataupun umat Hindu saja. Mereka merupakan tatanan moral-etik luhur bagi umat manusia, yang sarat nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan holistik.
Ini dimungkinkan oleh karena para bijak dan orang-orang suci jaman dahulu merancangnya lewat pengetahuan intuitif beliau yang sempurna terhadap kondisi variatif dari setiap manusia dalam sifat-sifat fisikal, mental maupun spiritualnya. Mereka bukan juga sebentuk spekulasi filosofis atau sekedar ajaran moral-etik yang tidak implementatif samasekali, dogmatik, tak masuk akal atau bersifat takhyul.
Bhakti dan Karma Marga terkandung secara nyata dalam paparan awal Sadhana Pãda, dalam sebutan Kriya Yoga. Disana ada pola hidup sederhana dan pengekangan diri dari rongrongan hawa nafsu dan berbagai keinginan melalui laku tapa, sebagai terapan untuk mensucikan diri lahir-batin. Ada pula Isvarapranidhana, penyerahan dan perlindungan hanya kepada Tuhan.
Di dalamnya ada rasa sujud, penyerahan diri dan bhakti, ada pelayanan yang tanpa-pamerih (nishkama karma). Disana juga ada pembelajaran-diri secara mandiri (svadhyaya), yang menjauhkan kita dari sikap dogmatis dan fanatisme.
Viveka dan vairagya serta petunjuk-petunjuk dalam memupuk jñana dan prajña memberi suatu ciri Jñana Marga yang kuat pada Yoga Sutra.
Bahkan, Yoga Sutra memaparkan tri pramana, tiga metode penalaran dalam memperoleh vidya, bahkan mencapai jñana. Baik viveka maupun vairagya disebut-sebut secara berulang dalam banyak sutra-sutranya.
Menjelang mengakhiri Yoga Sutra, kembali Patanjali menegaskan: "Lalu, semua kekotoran batin sirna, oleh karena bagi pengetahuan suci yang tiada terbatas, semesta material hanya kecil saja, tiada arti." Ini menyiratkan dengan jelas betapa Patanjali memberi arahan langsung pada penguasaan jñana.
Belakangan, ternyata Maharshi Vyasa-pun memberi dukungan kuat terhadap arahan ini.
Lewat Bhagavad Gita-nya dengan gamblang Sri Krishna memaparkan:
"Diantara mereka (yang memuja-Ku), jñani selalu memusatkan pikirannya dan berbakti pada Yang Tunggal, adalah yang termulia; dia sangat 'Ku kasihi karena diapun amat mengasihi-Ku. Memang mereka semua mulia, akan tetapi jñani 'Ku pegang sebagai Diri-Ku Sendiri, sebab jiwanya seimbang sempurna dan tujuan tertingginya hanyalah Aku. Pada banyak akhir dari kelahiran manusia, jñanavan datang pada-Ku karena tahu Vasudeva adalah segalanya. Sungguh sukar dijumpai mahãtma serupa ini."
Seorang jñani akan dengan gigih memberdayakan manas guna merebut vidya. Karena beliau menyadari betul betapa 'sa vidya ya vimuktaye' -pengetahuan bisa mengantarkan pada vimukti, kebebasan-seperti yang juga disebutkan oleh Yajurveda.
Sementara beliaupun mengingatkan bahwasanya 'vidya vuhina pasu' -tanpa menguasai vidya manusia tak ubahnya binatang- seperti yang disebutkan oleh penyair Bhartrihari dalam Nitisatakam-nya, yang kesohor itu.
Pertanyaannya kini adalah, bagaimana memberdayakan manas untuk merebut vidya. Untuk ini, Sri Sankaracharya memberi petunjuk, yakni dengan mempelajari Catur Veda, Sad Darsana, Upanishad-upanishad, Bhagavad Gita dan Brahmasutra.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk itu? Untuk mempelajari hingga betul-betul menguasainya, boleh jadi dibutuhkan banyak kelahiran, seperti yang pernah dialami oleh Rshi Bharadvaja. Dikisahkan bahwa, selama tiga kelahiran berturut-turut beliau mempelajari semuai itu. Nah....
disinilah Yoga dengan jelas memposisikan dirinya sebagai solusi alternatif. Yoga mengantarkan langsung pada Panunggalan dengan Tuhan-sumber dari semua Veda-veda.
Yoga Marga -atau lebih umum dikenal sebagai Raja Yoga- juga dikenal sebagai jalan spiritual-mistis. Ini mungkin terlahir dari kenyataan, dimana Patanjali memberi porsi yang cukup besar pada upaya mistis dalam Vibhuti Pãda, yang dengan panjang-lebar memaparkan perolehan kekuatan-kekuatan spiritual-mistis (siddhi-siddhi) lewat samyama terhadap objek-objek eksternal maupun internal tertentu.
Sementara itu, di banyak bagiannya, Patanjali juga wanti-wanti mengingatkan bahwa bukan itu tujuan Yoga; mereka hanya dampak-samping, yang bahkan dapat mengakibatkan kejatuhan bagi Sang Yogi. Sementara itu, Pranava Japa, basis dari Japa Yoga, disinggung dalam lebih dari satu sutra.
Makanya, akan terlampau menyempitkan, bilamana Yoga Sutra hanya dipandang sebagai salah-satu marga saja. Jauh lebih mengena bilamana memandangnya sebagai suatu pustaka suci lengkap tentang Yoga-yang memaparkan secara mendasar pokok-pokok ajaran dan manual dalam delapan tahapan praktis bagi berbagai kecenderungan manusia.
Walaupun sejak awal Patanjali dengan tegas merumuskan Yoga sebagai 'citta vritti nirodha', tak urung sementara penekun cenderung terjebak dalam pencapaian siddhi-siddhi dan jatuh dari tujuan luhurnya. Apa yang kita saksikan disini adalah kelemahan umum kita, disamping menegaskan kembali kekuatan Prakriti lewat triguna-nya.