//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Semit

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 12
16
Inilah pencerahan yang telah dicapai oleh J.Krishnamurti, kutipan ini diambil dari Wikipedia...

It was in Ojai, in August 1922, that Krishnamurti went through an intense, "life-changing" experience.[39][40] It has been simultaneously, and invariably, characterised as a spiritual awakening, a psychological transformation, and a physical conditioning. Krishnamurti and those around him would refer to it as "the process", and it continued, at very frequent intervals and varying forms of intensity, until his death.

[41][42] According to witnesses, it started on the 17th, with Krishnamurti complaining of extraordinary pain at the nape of his neck, and a hard, ball-like swelling. Over the next couple of days, the symptoms worsened, with increasing pain, extreme physical discomfort and sensitivity, total loss of appetite and occasional delirious ramblings. Then, he seemed to lapse into unconsciousness; actually, he recounted that he was very much aware of his surroundings and while in that state, he had an experience of mystical union.[43] The following day the symptoms, and the experience, intensified, climaxing with a sense of "immense peace".[44]

"...I was supremely happy, for I had seen. Nothing could ever be the same. I have drunk at the clear and pure waters and my thirst was appeased. ...I have seen the Light. I have touched compassion which heals all sorrow and suffering; it is not for myself, but for the world. ...Love in all its glory has intoxicated my heart; my heart can never be closed. I have drunk at the fountain of Joy and eternal Beauty. I am God-intoxicated."[45]

Similar incidents continued with short intermissions until October, and later eventually resumed regularly, always involving varying degrees of physical pain to mark the start of "the process", accompanied by what is variably described as "presence", "benediction", "immensity", and "sacredness", which was reportedly often felt by others present.

terjemahannya kira-kira demikian:

Di Ojai, Agustus 1922, Krishnamurti melalui pengalaman intense “pengubah hidup”. Terjadi secara simultan, dan secara bervariasi suatu ciri pencerahan spiritual, transformasi psikologis, dan kondisi fisik yang disebut Krishnamurti dan orang orang yang ada disekitarnya sebagai “prosesnya”. Dan itu berkelanjutan pada interval yang sering dan berbagai bentuk intensitas, hingga kematiannya.

   Menurut saksi mata, hal itu dimulai pada tanggal 17, ketika Krishnamurti mengeluh rasa sakit luar biasa  di bagian belakang lehernya, dan bengkak yang keras seperti bola selama beberapa hari, gejalanya memburuk dengan meningkatnya  rasa sakit, rasa tidak enak badan yang luar biasa dan juga rasa sensitif, kehilangan selera makan, mengigau mengucapkan kata-kata yang tak keruan. Lalu ia nampaknya kehilangan kesadaran.

Sebenarnya menurut penuturannya ia sangat sadar akan sekelilingnya dan sewaktu dalam keadaan itu, ia mengalami pengalaman mistik manunggal. Hari berikutnya gejalanya dan pengalamannya, bertambah kuat, akhir klimaksnya adalah “perasaan damai yang dalam”

Saya merasa gembira luar biasa, karena saya telah melihat bahwa segala sesuatunya tak akan sama lagi. Saya telah meminum air yang jernih dan murni dan dahagaku terlampiaskan.. Saya telah melihat cahaya. Saya telah menyentuh cinta kasih yang menyembuhkan semua kesedihan dan penderitaan; bukan untukku, tetapi untuk dunia... Cinta dengan semua kemegahannya telah merasuki hatiku, hatiku tak akan pernah tertutup.

Saya telah meminum air mancur kenikmatan dan keindahan abadi. Saya telah dirasuki Tuhan.

Kejadian serupa telah berlanjut dengan jeda pendek hingga October, dan belakangan akhirnya berlanjut secara tetap, selalu melibatkan berbagai tingkat kesakitan fisik untuk menandai dimulainya “ sang proses”, diikuti oleh apa yang diterangkan sebagai “kehadiran”, “wahyu”, “kedalaman” dan “kesucian”, yang seringkali dirasakan oleh mereka yang hadir.

Pertanyaan: inikah pencerahan Krishnamurti? Jadi beginikah seharusnya pencerahan yang benar? didahului rasa sakit setiap kali mengalami? kehilangan selera makan bahkan mengigau...?

17
Pojok Seni / Re: Komentar atas album DHAMMAGHOSA
« on: 13 November 2008, 01:51:43 PM »
;D siapa yang marah ? saya kan cuma baca komentar kamu yang kesannya ada unsur kearah pemecahbelaan tim DG..  ^-^
gini aja deh, kalau kamu merasa lebih baek, kamu buktiin dengan join dengan DG club ? gimana ? dengan bersama2 mengevaluasi untuk album berikutnya ?  :P bukankah ini lebih baek ketimbang melontarkan kritikan semata ?  ;)

Baiklah Mr. Herdiboy,
anda menyangkal bahwa anda marah, tapi anda lupa membantah bahwa anda memang supporter :))
Saya tidak perlu menjadi lebih baik untuk melontarkan kritik, aneh juga kalo yg boleh kritik adalah orang yg lebih baik. namun saya memang tertarik untuk bergabung dgn Dhammaghosa jika diperbolehkan, nah karena anda yg menawarkan, saya anggap anda punya wewenang untuk melakukan rekrutmen. dengan ini saya melamar untuk menjadi pemain pianika di Dhammaghosa. saya pemain pianika yg cukup baik dan saya bersedia di audisi at anytime.


18
Pojok Seni / Re: Komentar atas album DHAMMAGHOSA
« on: 12 November 2008, 11:16:02 PM »
Wah, sampe perlu supporter, spt main bola aja :))

_/\_ dengan tidak mengurangi rasa hormat
hendaknya lain kali kalo mengkritik orang laen, haruslah dengan sikap membangun ya ? kasihan yang sudah susah payah buat album dan berkontribusi pada perkembangan buddhis via musik, mudah2an aja yg dikritik tidak down atau kecewa berat, bisa2 makin berkuranglah sdm pemusik2 handal kita nih..  ;)

Sdr. Herdiboy, apakah definisi kritik mambangun versi anda adalah pujian? maaf kita ada perbedaan definsi di sini. saya memberikan kritik dengan menunjukkan kelemahan2 dengan tujuan agar kelemahan itu bisa diperbaiki. saya tidak setuju dengan pujian yg tidak sesuai dengan kenyataan. dan yg lebih mengherankan, bahkan yg bersangkutan sendiri bisa menerima kritikan ini kok malah supporternya yg kepanasan?

19
Pojok Seni / Re: Komentar atas album DHAMMAGHOSA
« on: 12 November 2008, 04:20:58 PM »
 [at] Nyana:

saya sama sekali tidak melontarkan kutukan/umpatan yg tidak perlu seperti yang anda tuduhkan. apa yg saya sampaikan semata2 demi kemajuan tim Dhammaghosa. disamping itu saya juga memenuhi permintaan TS di awal thread ini untuk menyampaikan kritikan, saran bahkan caci maki, jadi sekalipun saya memang benar mencaci-maki, itu adalah sah untuk thread ini. Dan Sis. Patricia sptnya cukup berjiwa besar dapat menerima kritikan saya. Dan komentar saya tadi juga sebenarnya bukan ditujuan buat anda, maaf kalau sampai terjadi kesalah-pahaman di sini. Anyway, saya semit, memang sudah dikenal sebagai penjahat di forum ini.






20
Pojok Seni / Re: Komentar atas album DHAMMAGHOSA
« on: 12 November 2008, 03:28:05 PM »
Namo Buddaya Nyanadhana,

terima kasih atas koreksi,saran dan kritikan yang sangat positip,sangat kami hargai..memang stlh saya  dgr berulang-ulang secara jelas dan saya perhatikan ada bbrp alat musik yg fals dan msh kasar spt gesekan Er hu dan biola jg petikan Phipha,terutama pd lagu persaudaraan,searching of buddha juga malam suci waisak..tetapi terlepas dari smua itu,saran dan kritik Anda sangat memotivasi kami utk berkarya yang lebih baik lagi dan memainkan lagu-lagu berikutnya dengan lebih baik lagi.thx.

 =)) =)) =)) Komentar ini sangat menarik namun lucu, Sis. Patricia sedikit malu2 untuk mengkritik Sis. Gina. ada kesan seolah2 antara member Dhammaghosa saling berkompetisi, kalau memang demikian, saya bisa meramalkan bahwa Dhammaghosa tidak akan berumur panjang, karena team yg tidak solid.

berbeda dengan Bro Nyana, saya menilai permainan Gina sudah sangat baik sekali, karena tidak banyak violist yang dapat menggesek dawai spt yg dilakukan oleh Sis Gina. setiap gesekannya terasa benar2 hidup, bahkan dalam satu tarikan/gesekan bisa terdiri dari beberapa warna yg berbeda. Nyata sekali bermain bukan hanya mengandalkan kedua tangannya saja, tetapi juga dengan seluruh emosinya. Menurut saya, hal ini cukup luar biasa apalagi dimainkan oleh seorang musisi muda. Berbeda dengan Annie Susanto The Pianist, saya sudah cukup lama mendengar nama besarnya dalam musik Buddhist, namun sayang sekali saya terpaksa harus mengatakan bahwa nama besarnya itu tidak sesuai dengan keterampilannya. Dalam banyak bagian (khususnya pada saat Konser, mungkin karena tidak ada dukungan Mixing Engineer), piano terdengar berusaha mendominasi di berbagai tempat bahkan di tempat2 yg seharusnya tidak perlu. sikap ingin menonjol adalah cacat dalam suatu kelompok, pada kelompok apapun juga, kerja sama tim adalah yg utama, bukan usaha untuk menonjolkan diri sendiri. Opini ini juga disetujui oleh rekan CKRA yg pada saat nonton konser kebetulan kami duduk bersebelahan. Dan juga saat saya dengarkan dengan jurus kuping sakti saya, terdengar bahwa anda memuat kesalahan dalam beberapa not pada saat konser, namun saya yakin anda akan membantah hal ini daripada mengakuinya. Bahkan pada session Duo Piano, Sdr. Annie Susanto juga berusaha lebih menonjol daripada pianist yg satunya lagi. Ok, You're a pianist, but you're definitely not a musician, Sorry....

jadi disamping keterampilan bermusik, hal yg lebih penting adalah mental-attitude as a musician. gajah pun bisa main piano jika dilatih.
 
Mohon maaf saa terpaksa melontarkan kritik tajam ini karena melihat bagaimana anda menyerang Sis. Gina secara pribadi, padahal sebagai rekan sesama team, anda seharusnya mendukung rekan anda bukan sebaliknya. mudah2an kritik ini dapat menjadi cambuk buat anda agar bisa lebih berkembang lagi di masa depan.

 [at] Nyana:

Untuk Kualitas New Age dan Audiophile, sepertinya di indonesia blm ada studio yg memiliki teknologi audio processing spt itu. jadi New Age dan Audiophile bukan hanya suatu karya seni namun adalah kolaborasi Seni dan Teknologi.


 _/\_

21
Pojok Seni / Re: Komentar atas album DHAMMAGHOSA
« on: 11 November 2008, 07:17:39 PM »
Nah, karena Sang Composer, Annie Susanto a.k.a Patricia, sudah bergabung, saya ingin sedikit berdiskusi, karena kebetulan saya juga seorang pianist yg biasanya main pianika.

Pertama2 saya ucapkan selamat datang di Forum Dhammacitta, sayang untuk urusan seni di DC komandannya udah terpilih, yaitu Sis. Gina. namun tentunya anda bisa bekerja sama dengan Gina dalam  mempromosikan Buddhadhamma di forum ini melalui seni.

Sehubungan dengan lagu Sabe Satta Bhavantu Sukhittata, apakah anda terinspirasi dari lagu "Ballade Pour Adeline" (Richard Clayderman), karena saya perhatikan, meskipun melodynya telah dimodifikasi, namun masih ada trace berupa formasi chord yg tidak atau mungkin lupa dimodifikasi.

22
Seremonial / Re: haa...
« on: 31 October 2008, 07:32:08 AM »
Ada yg manggil ay yah? ada apa?
hmmmm... cuma pesta ulang tahun? gak asik... kirain ada kerusuhan... bakar2 gitu...

anyway, Happy birthday Haa....
Tadinya mau bilang "turut berdukacita", tapi udah keduluan sama Ven. Indra

Thanks atas undangannya Sis. EVO, I'll be around, if my beloved lady Arale is around  :))

23
Rekan CKRA dan Centy, kalo cuan gede, jangan lupa sama rekan seperjuangan ya

24
Terima kasih atas masukannya bro markos. Memang demikian etikanya.

Mohon kepada pak Hudoyo untuk tidak mempromosikan forum lain di forum ini.

utk postingan tentang JK akan dipindahkan ke thread JK

Tidak apa-apa.  Saya rasa sudah cukup saya memperkenalkan website MMD di forum ini.
Tidak ada apa-apa lagi yang perlu saya kerjakan di sini.


Nothing further in this world =)) =)) =))

25
Rekan2, karena thread ini sudah cukup sepi, ijinkanlah saya memberikan kesimpulan dari Thread ini menurut pendapat saya.

Mengenai apakah MMD Buddhism atau bukan, pertama kita harus menilai apa yang menjadi acuan MMD.

MMD mengacu pada pemikiran Krisnamurti, anak kesayangan tokoh Theosofi, bahkan dianggap sebagai "the golden boy"nya aliran Teosofi.
selain dari pemikiran Krisnamurti (disingkat JK untuk lebih mudahnya), MMD juga mengacu pada dua sutta dari Tipitaka, yaitu bahiya sutta dan Malunkyaputta sutta (ini berdasarkan pernyataan pendirinya).

Sekarang mari kita bahas dari sisi ajaran JK.

Ajaran JK mengajarkan hal yang kurang lebih sama dengan ajaran kebatinan jawa, yaitu selalu sadar dan waspada.
Tumpuan pemikiran JK bersumber pada atta (dalam bahasa sanskrit disebut atma) atau jiwa atau roh.
JK berpendapat segala hal yang kita lakukan bersumber pada atma, atmalah yang menjadi penyebab sehingga kita melakukan segala hal yang kita lakukan ini. penyebab segala keburukan yang kita lakukan bersumber pada atma.

Ajaran agama Buddha selalu mengajarkan bahwa setiap mahluk tidak memiliki atma (jadi ajaran Sang Buddha berpaham an-atma). Lantas apakah yang menyebabkan mahluk bergerak, berpikir dsbnya? Sang Buddha mengajarkan bahwa disebabkan oleh karena mahluk hidup memiliki nama-rupa. atau jasmani dan faktor-faktor batin.

cara meditasi yang diajarkan JK, yaitu hanya berpatokan pada sadar dan waspada yang dipraktekkan oleh MMD hanya memenuhi dua aspek dalam meditasi yang diajarkan Sang Buddha (sati dan sampajanna). Saya tidak tahu persis bagaimana cara Annie Besant dan C.W.Leadbeater mengajarkan meditasi pada Krisnamurti muda. Tetapi yang saya ketahui berdasarkan ajaran Sang Buddha menurut Tipitaka Pali, Sang Buddha mengatakan bahwa pencapaian arus hanya bisa dicapai jika kita melaksanakan Jalan Ariya berunsur delapan. Sesuai dengan sutta berikut:

§ 107. The Buddha: 'The stream, the stream,' it is said. Now what is the stream?
Sariputta: Just this noble eightfold path is the stream: right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration.

The Buddha: Well said, Sariputta, well said. Just this noble eightfold path is the stream...'Streamwinner, streamwinner,' it is said. Now what is a streamwinner?

Sariputta: Whoever is endowed with this noble eightfold path is called a 'streamwinner.'

The Buddha: Well said, Sariputta, well said. Whoever is endowed with this noble eightfold path is called a 'streamwinner.'
                        — SN 55.5


§ 107. Sang Buddha: “Arus, arus,’ demikian dikatakan. Apakah arus itu?

Sariputta: Hanya Jalan Ariya berunsur delapan ini merupakan arus: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, tindakan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.

Sang Buddha: Jawaban yang benar, Sariputta, jawaban yang benar. Seperti juga jalan Ariya berunsur delapan adalah arus…’ pemenang-arus, pemenang-arus.’ Dikatakan demikian. Apakah yang dimaksud dengan pemenang-arus (sotapanna)?

Sariputta: Siapapun yang memiliki jalan mulia berunsur delapan dikatakan sebagai seorang ‘pemenang-arus.’

Sang Buddha: jawaban yang baik, Sariputta, jawaban yang benar Sariputta, siapapun yang memiliki jalan Ariya berunsur delapan ini disebut seorang ‘pemenang-arus.’

—   SN 55.5

Jadi seorang pemenang-arus harus memiliki jalan Ariya berunsur delapan, baru bisa dikatakan sebagai pemenang-arus (Sotapanna).

Dengan demikian bisa dikatakan tak ada jalan kesucian (vipassana / pandangan terang) jika tidak memiliki jalan Ariya berunsur delapan. Ini adalah perkataan Sang Buddha.

Coba perhatikan sutta ini selaras dengan sutta-sutta yang lain.

Selanjutnya kita bahas mengenai apakah MMD sejalan dengan ajaran Sang Buddha? Sudah dikatakan bahwa pendiri MMD hanya berpatokan pada dua sutta dalam Tipitaka, yaitu Bahiya Sutta dan Malunkyaputta sutta dalam Tipitaka.

Kedua sutta ini hanya ada dalam kitab suci Tipitaka Pali yang menjadi panduan aliran Theravada, kedua sutta ini tak ditemukan pada kitab suci aliran Mahayana, maupun pada aliran Tantra dll. Jadi jelas MMD tidak sejalan dengan Mahayana, Tantra maupun aliran agama Buddha yang lain.

Sekarang Jika MMD mengaku sebagai aliran Buddhis yang mengacu pada Theravada berdasarkan kedua sutta, tentu kita perlu tahu lebih dahulu apa yang dimaksud dengan Dhamma oleh Sang Buddha ketika Beliau pertama kali memutar roda Dhamma.

Dalam Dhammacakkappavattana sutta, Sang Buddha menerangkan mengenai Dhamma yang Beliau ajarkan, inilah yang dimaksud dengan Dhamma (perlu dimengerti mengenai arti Dhamma dalam pengertian eksklusif ajaran Sang Buddha) atau Dhamma sebagai pengertian inklusif yang hanya diterjemahkan sebagai kebenaran (the truth), baca link ini,
Oleh saudara Hendra Susanto sudah menjelaskan dengan baik mengenai Dhamma.

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4653.45 reply #54.

Bila kita kembali mengingat mengenai apa yang dimaksud Dhamma oleh Sang Buddha, Kita kembali pada khotbah pertama kepada lima pertapa, peristiwa ini disebut pemutaran roda Dhamma. Mengapa demikian? Karena disinilah Sang Buddha mengajarkan kembali Dhamma yang telah dilupakan oleh manusia dalam waktu yang lama. “Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha Kassapa telah lama lenyap”. Oleh karena itu peristiwa ini disebut pemutaran kembali Roda Dhamma (yang tak dapat dihentikan oleh siapapun, entah Manusia, Dewa maupun  Brahma).

Yaitu pengungkapan kembali Dhamma yang dapat membawa mahluk-mahluk pada pencapaian Nibbana.

Dhamma seperti apakah yang diajarkan oleh Sang Buddha pada waktu khotbah pertama di Isipatana?  Mari kita kutip sebagian isi dari khotbah pertama yang disebut Dhammacakkappavattana sutta:

Thus I heard. On one occasion the Blessed One was living at Benares in the Deer Park at Isipatana (the Resort of Seers). There he addressed the bhikkhus of the group of five.
"Bhikkhus, these two extremes ought not to be cultivated by one gone forth from the house-life. What are the two? There is devotion to indulgence of pleasure in the objects of sensual desire, which is inferior, low, vulgar, ignoble, and leads to no good; and there is devotion to self-torment, which is painful, ignoble and leads to no good.
"The middle way discovered by a Perfect One avoids both these extremes; it gives vision, it gives knowledge, and it leads to peace, to direct acquaintance, to discovery, to nibbana. And what is that middle way? It is simply the noble eightfold path, that is to say, right view, right intention; right speech, right action, right livelihood; right effort, right mindfulness, right concentration. That is the middle way discovered by a Perfect One, which gives vision, which gives knowledge, and which leads to peace, to direct acquaintance, to discovery, to nibbana.


Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Benares, di taman rusa di Isipatana, Beliau memberi khotbah kepada kelima Bikkhu.

“Bhikkhu, ini adalah dua ekstrem yang sebaiknya tidak dilakukan oleh mereka yang pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga. Apakah yang dua itu? Kehidupan yang mengikuti kesenangan terhadap objek-objek nafsu indria, yang rendah, tidak mulia, kasar dan tidak akan membawa pada kebaikan; dan ada yang  mengikuti penyiksaan diri, yang menyakitkan, tidak mulia dan tidak membawa pada kebaikan.

“jalan tengah yang ditemukan oleh Sang Tathagata menghindari kedua hal ekstrem ini; memunculkan penglihatan, memunculkan pengetahuan, memunculkan kedamaian, memunculkan pengetahuan mendalam, penerangan sempurna, Nibbana.

Bagaimanakan jalan tengah itu? Yaitu jalan Ariya berunsur delapan, yaitu pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.

Inilah jalan tengah yang telah ditemukan oleh Sang Tathagata, yang menimbulkan penglihatan, menimbulkan pengetahuan, yang membawa pada kedamaian, pengetahuan mendalam dan penerangan sempurna, Nibbana.

(ket: disini Sang Buddha menerangkan mengenai Dhamma yang bersifat jalan tengah yang mempraktekkan Jalan Ariya berunsur delapan.)

"Suffering, as a noble truth, is this: Birth is suffering, aging is suffering, sickness is suffering, death is suffering, sorrow and lamentation, pain, grief and despair are suffering; association with the loathed is suffering, dissociation from the loved is suffering, not to get what one wants is suffering — in short, suffering is the five categories of clinging objects.
"The origin of suffering, as a noble truth, is this: It is the craving that produces renewal of being accompanied by enjoyment and lust, and enjoying this and that; in other words, craving for sensual desires, craving for being, craving for non-being.
"Cessation of suffering, as a noble truth, is this: It is remainderless fading and ceasing, giving up, relinquishing, letting go and rejecting, of that same craving.
"The way leading to cessation of suffering, as a noble truth, is this: It is simply the noble eightfold path, that is to say, right view, right intention; right speech, right action, right livelihood; right effort, right mindfulness, right concentration.

"'Suffering, as a noble truth, is this.' Such was the vision, the knowledge, the understanding, the finding, the light, that arose in regard to ideas not heard by me before. 'This suffering, as a noble truth, can be diagnosed.' Such was the vision, the knowledge, the understanding, the finding, the light, that arose in regard to ideas not heard by me before. 'This suffering, as a noble truth, has been diagnosed.' Such was the vision, the knowledge, the understanding, the finding, the light, that arose in regard to ideas not heard by me before.

“Dukkha sebagai kebenaran Ariya adalah demikian: lahir adalah dukkha, umur tua adalah dukkha, sakit adalah, kematian adalah dukkha, kekecewaan dan ratap tangis adalah dukkha, kesedihan dan putus asa adalah dukkha, berkumpul dengan yang tak disukai adalah dukkha, berpisah dengan yang disenangi adalah dukkha, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha, singkatnya, dukkha adalah kelima unsur kemelekatan.

 “asal mula atau penyebab dukkha, sebagai kebenaran Ariya, adalah demikian: kemelekatan yang menyebabkan kelahiran kembali disertai keserakahan dan pemuasan nafsu, dan ia menikmati ini dan itu, dengan kata lain, kemelekatan terhadap nafsu indria, keinginan terlahir kembali, keinginan tak terlahir kembali.

“Lenyapnya dukkha, sebagai kebenaran mulia adalah demikian: redup dan berhenti tanpa sisa, melepas, membebaskan diri dari, menolak  keinginan tersebut

“Jalan untuk menghentikan dukkha, sebagai kebenaran Ariya, adalah demikian: yaitu  Jalan Ariya berunsur delapan. Yakni, pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar 

“Dukkha sebagai Kebenaran Ariya adalah demikian. “inilah penglihatan, pengetahuan, pengertian, pandangan terang, cahaya, yang muncul berhubungan dengan pernyataan yang tak pernah terdengar dariku sebelumnya.

“Ini adalah dukkha, sebagai kebenaran Ariya, dapat diselami.’ Inilah penglihatan, pengetahuan, pengertian, pandangan terang, cahaya, yang muncul padaku berkenaan dengan pernyataan yang tak pernah terdengar dariku sebelumnya. ‘Inilah dukkha sebagai Kebenaran Ariya telah diselami, ‘Inilah penglihatan, pengetahuan, pengertian, pandangan terang dan cahaya  yang muncul berkenaan dengan pernyataan yang tak pernah terdengar dariku sebelumnya.

Menarik untuk dikaji, mengapa disebut sebagai kebenaran ariya? Karena hanya seorang Ariya puggala yang telah menyelami Empat Kebenaran Ariyabagi seorang puthujana Empat Kebenaran Ariya hanya merupakan sebuah konsep.

Jadi bagi puthujana Empat Kebenaran Ariya adalah seperti pengetahuan mengenai buah peach atau apricot, kita mungkin tahu bentuknya, tahu warnanya tahu rasanya (yang digambarkan orang-orang) tapi tak pernah mencicipi sehingga tidak benar-benar menyelami rasanya.

"As long as my knowing and seeing how things are, was not quite purified in these twelve aspects, in these three phases of each of the four noble truths, I did not claim in the world with its gods, its Maras and high divinities, in this generation with its monks and brahmans, with its princes and men to have discovered the full Awakening that is supreme. But as soon as my knowing and seeing how things are, was quite purified in these twelve aspects, in these three phases of each of the four noble truths, then I claimed in the world with its gods, its Maras and high divinities, in this generation with its monks and brahmans, its princes and men to have discovered the full Awakening that is supreme. Knowing and seeing arose in me thus: 'My heart's deliverance is unassailable. This is the last birth. Now there is no renewal of being.'"

“Selama pengetahuan dan penglihatanKu mengenai segala sesuatu belum menjadi murni dalam kedua belas aspek ini, dalam ketiga fase dari empat kebenaran Ariya, Aku tidak mengumumkan kepada dunia beserta para dewa, Mara dan mahluk surgawi lainnya, dalam generasi ini dengan para bhikkhu dan brahmananya, dengan pangeran dan manusia lainnya bahwa Aku telah menemukan penerangan sempurna yang tertinggi.

Tetapi setelah pengetahuan dan penglihatanKu mengenai segala sesuatu menjadi murni dalam kedua belas aspek ini, dalam ketiga fase dari empat kebenaran Ariya, maka Aku mengumumkan kepada dunia beserta para dewa, Mara dan mahluk surgawi lainnya, dalam generasi ini dengan para bhikkhu dan brahmananya, dengan pangeran dan manusia lainnya bahwa Aku telah menemukan penerangan sempurna yang tertinggi.

Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: ‘Pembebasan yang Kualami tak tertandingi. Inilah kelahiranKu yang terakhir kali. Tak ada kelahiran kembali bagiKu.

That is what the Blessed One said. The bhikkhus of the group of five were glad, and they approved his words.

Inilah khotbah yang disampaikan Sang Buddha. Kelima bhikkhu yang mendengarkan merasa gembira, dan mereka menyetujui perkataannya.

Disini kita melihat Sang Buddha mengatakan Dhamma yang Beliau ajarkan adalah pengetahuan yang melihat ketiga fase dari Empat Kebenaran Ariya. Jelas bahwa Dhamma yang Beliau maksudkan adalah Dhamma yang melihat Empat Kebenaran Ariya, dan Dhamma tersebut muncul bersamaan dengan munculnya penglihatan, pengetahuan, pengertian, pandangan terang dan cahaya.

Keadaan apakah yang memunculkan empat Kebenaran Ariya, penglihatan, pengetahuan, pengertian, pandangan terang dan cahaya? Tidak lain dari pengalaman Nibbana itu sendiri.

Selanjutnya dikatakan bahwa Kondanna juga dapat menyelami Empat Kebenaran Ariya, dan mengalami Nibbana untuk pertama kalinya, oleh karena itu Sang Buddha menjuluki beliau Anna yang berarti tahu.

Sekarang kita mengambil kesimpulan:

-   Sang Buddha tidak mengatakan seseorang harus Buddhist baru bisa mencapai pencerahan (mencapai kesucian/mengalami Nibbana) karena Kondanna juga sebelumnya bukan pengikut Sang Buddha, tetapi membuka batinnya terhadap kebenaran dan mencapai kesucian (demikian juga para Arahat yang lain sesudahnya)

-   Tetapi Sang Buddha memberi pengarahan yang tegas dan konsisten, bahwa kesucian yang dimaksud adalah kesucian yang “menyelami” Empat Kebenaran Ariya.

-   Kesucian yang sesungguhnya dicapai dengan menjalankan hingga akhirnya dipenuhi oleh Jalan Ariya Berunsur Delapan.

-   Seorang Ariya pasti diliputi oleh Jalan Ariya Berunsur Delapan.

-   Dhamma yang diajarkan Sang Buddha memiliki aspek Empat Kebenaran Ariya yang bisa diselami dan Jalan Ariya berunsur delapan yang dipraktekkan dan dimiliki

-   Dhamma (kebenaran) ini tidak ada dalam agama lain... dengan kata lain tak diajarkan dalam agama lain..!!!

Bila kita kaitkan dengan Dhammanussati maka menjadi jelas bahwa yang dimaksudkan Dhamma yang membawa kearah kebebasan oleh Sang Buddha. Adalah Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Berunsur Delapan.

Kembali lagi dengan MMD, Jika benar dikatakan bahwa MMD tidak ada Jalan Ariya Berunsur Delapan, maka MMD tidak akan membawa kepada kesucian Sotapanna dan tak akan menyelami Empat Kebenaran Mulia, dll.

Lantas bagaimanakah yang disebut meditasi Vipassana? Meditasi Vipassana menuju atau mengarah pada kebebasan (Nibbana), jika suatu meditasi tidak bisa membawa meditator kepada kesucian, kebebasan / Nibbana maka meditasi itu bukan meditasi Vipassana.

Jadi Kesimpulan saya, terlepas dari hasil Polling ini

MMD Jelas TIDAK SESUAI dengan Buddhism

Maaf, agak sedikit panjang.  _/\_

26

teman-teman sekalian,

berikut adalah kumpulan kesimpulan saya setelah mengikuti berbagai perdebatan dengan pak Hudoyo, yang saya kumpulkan berdasarkan perdebatan pak Hudoyo dengan netter-netter lain, Semoga bermanfaat.

BERDEBAT GAYA PAK HUDOYO

Berikut adalah tips bagaimana caranya mencari kemenangan berdebat  cara pak Hudoyo:

Bila ditanya: bukankah pendapat umum menurut logika demikian?
Jawab: itu kan pendapat anda sendiri, (padahal sutta ini mengatakan demikian).

Bila ditanya: bukankah perkataan anda tak sesuai dengan kitab suci Tipitaka?
Jawab: lho memangnya kebenaran hanya ada di Tipitaka?

Bila ditanya: bukankah menurut sutta ini demikian?
Jawab: (1) Membuktikan sutta dengan sutta adalah jawaban yang berputar

Bila ditanya: bukankah menurut sutta ini demikian?
Jawab: (2) kita tak boleh menerima begitu saja suatu sutta, harus dibandingkan dengan Mahaparinibbana sutta

Bila ditanya: bukankah menurut Sang Buddha dalam sutta ini demikian?
Jawab: mungkin saja maksud Sang Buddha lain lagi tapi Tipitaka di manipulasi.

Bila ditanya: bukankah menurut akal sehat dan logika umum pendapat anda bertentangan?
Jawab: Tapi kan menurut Sutta demikian, apakah anda mempercayai logika umum yang penuh kekotoran batin atau Tipitaka yang berasal dari Sang Buddha yang telah mencapai pencerahan?

Bila ditanya: bukankah pandangan anda mencerminkan anda bukan Buddhis?
Jawab: bukankah bila menerima Sang Buddha sebagai guru, kita adalah umat Buddha?

Bila ditanya: bukankah pencerahan hanya dicapai bila mempraktikkan jalan Ariya berunsur delapan?
Jawab: apakah pencerahan hanya demikian? Banyak guru-guru lain yang juga mencapai pencerahan tanpa berpatokan pada Jalan Ariya berunsur delapan.

Bagi anda yang ingin menambahkan trik-trik baru atau jurus berkelit baru saya persilahkan.


27
tapi hal ini (Time Travel) ini mustahil dapat dilakukan. karena kalo bisa akan sangat gawat, hukum karma (sebab akibat) menjadi tidak berlaku, karena bisa saja akibat muncul terlebih dulu dan sebabnya belakangan.

28
Yang saya tolak adalah kepercayaan Theravada bahwa dalam satu zaman hanya ada satu samma-sambuddha.


Sdr. Hudoyo, apakah anda bermaksud mengatakan bahwa pada zaman ini terdapat Samma Sambuddha lain selain Buddha Gotama? siapakah itu? JK? :))

Quote

Saya cuma tertarik bahwa Anda tiba-tiba punya kebiasaan baru menggunakan sapaan "para netter".

Ini membuktikan bahwa anda sama sekali belum mencapai apa2, bagaimana mungkin anda berani mengklaim sbg guru meditasi padahal anda tidak tahu apa2, seperti pepatah yang mengatakan "TONG NYARING KOSONG BUNYINYA"

mengenai sapaan, saya memang sedang memperbaiki gaya bahasa saya yang menurut banyak orang agak kurang baik, dan saya memulai dari sapaan dulu, soal warna-warni, bagaimana sekarang "PUAS...PUAS..."?

 :)) :)) :))

29
Betul, dalam ajaran Theravada dalam satu zaman hanya ada satu samma-sambuddha. Itulah yang dipahami secara populer oleh umat Buddha yang tidak pernah belajar dhamma, itu maksud saya. ... Itu yang saya tolak. Tidak peduli kata "buddha" dipecah-pecah dalam berbagai jenis, menurut saya pribadi, pencerahan terbuka untuk siapa saja dan kapan saja, tidak dibatasi oleh ada-tidaknya orang tercerahkan lain.

Mengingat bahwa dalam Tehravada Arahat=Buddha, apakah ini berarti bahwa Sdr. Hudoyo menyangkal keberadaan para Arahat versi Theravada?  atau yang anda tolak adalah kenyataan bahwa Arahat adalah makhluk yang telah mencapai Pencerahan Sempurna?

Quote
Baru kali ini ya pakai istilah "Rekan Netter" sesudah "mengaku" menjadi Nongpoy ... :))  Kenapa gak pakai bold dan beraneka warna sekalian?

Thread in sedang membahas topik yg penting, jadi maaf, saya tidak akan terpancing dengan strategi membelokkan topik yang anda gunakan.

30
Theravada / Re: Kutipan "Satta Bojjhanga"
« on: 29 September 2008, 10:44:19 PM »
Anumodana lagi atas penjelasan Sdr. Fabian,

Tapi maaf, saya kok masih belum puas, karena penjelasan yang panjang lebar itu masih belum menjawab pertanyaan saya sebelumnya.


Anumdana atas penjelasannya Sdr. Fabian,
Saya jadi teringat pada MMD dimana tujuh faktor ini tidak dikenal.
Jadi, apakah MMD mungkin bisa membawa menuju pencerahan?
atau mungkin pertanyaannya, apakah tanpa tujuh faktor ini, pencerahan mungkin dicapai?
karena kalau jawabannya tidak maka jelas MMD tidak sesuai dengan Ajaran Buddha.

Mohon penjelasan lebih lanjut.
 _/\_

mohon kemurahan hati Sdr. Fabian untuk menjelaskan.
 _/\_

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 12
anything