kekerasan menimpa anggota sangha yang dilakukan oleh awam, karena ditunjang oleh kekuasaan, sungguh ironis. lebih ironis lagi justru terjadi di negara buddhist yg seharusnya melindungi para anggota sangha. saya pribadi memandang menjadi seorang bhikkhuni bukan kriminal, tidak seharusnya dijebloskan ke penjara, cukup diberi surat peringatan atau disuruh memilih menjadi sayalay kembali atau meninggalkan negara, saya rasa beliau pasti akan memilih meninggalkan negara setelah pemakaman ayahnya.
mettacittena,
boleh nanya?
kalo seandainya srilangka tidak memperbolehkan adanya bikkhuni..apa yang bakal sam lakukan? apakah menjadi sayalay? atau gimana? ini hanya perandaian loh..
sepertinya Sri Lanka tidak mungkin melakukan kekerasan terhadap anggota sangha, karena sejak Buddhism masuk ke negara ini pada abad 3SM, negara telah menyerahkan kekuasaan tertinggi ada ditangan sangha, oleh karena itu sangha memiliki kedudukan yang cukup berpengaruh. untuk hal ini saya rasa negara Sri Lanka menerapkan sistem kenegaraan yang amat berbeda dg negara buddhist lainnya khususnya Theravada, dan saya rasa satu2nya di dunia, negara Theravada yang menempatkan sangha sebagai otoritas tertinggi negara.
memang beberapa pihak, terutama kalangan orthodox menolak berdirinya kembali bhikkhuni sasana, saya pribadi lebih memilih diam, karena tujuan saya berjubah utk melatih diri, sambil belajar dhamma, dengan saya masuk bangku kuliah belajar dhamma ini maka saya mendpt dari sumber yg valid, itu lebih penting bagi saya, ilmu yg saya dapatkan bisa saya bagikan ke generasi penerus saya.
jadi pilihan utama saya adalah melatih diri dan belajar dhamma dari sumber yg valid [bukan dari komik]. klo status, mo bhikkhuni atau bukan, untuk saat ini negara kita masih memandang rendah samaneri, mereka [umat] kalau tanya, udah upasampada belum? [ini pengalaman saya sendiri] begitu sy jawab, saya masih samaneri, langsung mereka "ooo...masih samaneri ya..." langsung angkat kaki, hehehe...