Anguttara Nikaya, Bab V, Kelompok Lima, V-159
107. Cara yang Benar untuk Mengajarkan Dhamma
Pada satu ketika Sang Buddha berdiam di Kosambi, di Vihara Ghosita. YM Udayi duduk di sana di tengah banyak umat awam dan mengajarkan Dhamma kepada mereka. Ketika melihat hal ini, YM Ananda pergi menghadap Yang Terberkahi dan melaporkan hal ini. (Yang Terberkahi kemudian berkata:)
“Ananda, adalah tidak mudah mengajarkan Dhamma kepada orang-orang lain. Ketika mengajarkan Dhamma kepada orang-orang lain, orang seharusnya membangun lima standar di dalam dirinya sendiri untuk melakukan hal itu. Apakah yang lima itu?
” ‘Saya akan memberikan kotbah yang bertingkat:29 dengan cara itulah seharusnya Dhamma diajarkan kepada orang-orang lain.
” ‘Saya akan memberikan khotbah yang masuk-akal‘: dengan cara itulah seharusnya Dhamma diajarkan kepada orang-orang lain.
” ‘Saya akan berbicara karena tergerak oleh simpati‘:30 dengan cara itulah seharusnya Dhamma diajarkan kepada orang-orang lain.
” ‘Saya akan berbicara bukan demi keuntungan duniawi‘: dengan cara itulah seharusnya Dhamma diajarkan kepada orang-orang lain.
” ‘Saya akan berbicara tanpa menyindir diri sendiri atau orang lain‘:31 dengan cara itulah seharusnya Dhamma diajarkan kepada orang-orang lain.
“Sungguh Ananda, adalah tidak mudah mengajarkan Dhamma kepada orang-orang lain. Ketika melakukannya, orang seharusnya membangun lima standar ini di dalam dirinya.
(V,159)
FootNote :
29. yaitu, orang harus bicara dengan cara yang menuju pada topik-topik yang makin mendalam dan makin tinggi, atau orang harus mengajar Dhamma dengan cara yang sesuai dengan kecenderungan mental dari para pendengarnya. Lihat Teks 158.
----
Kutipan Teks VIII.21 (Teks.158)
(2) “Dengan sepenuh hati kemudian saya menunggu Yang Terberkahi. Kemudian Yang Terberkahi memberikan Ajaran bertahap, yaitu Ajaran tentang berdana, tentang moralitas, tentang surga-surga, tentang bahaya, penipuan dan ketidakmurnian kenikmatan indera, serta tentang manfaat meninggalkan keduniawian. Ketika Yang Terberkahi melihat bahwa pikiran saya telah siap, bisa menerima, bebas dari penghalang-penghalang, terang dan jelas, Beliau kemudian mengungkapkan kepada saya Ajaran Dhamma yang khusus bagi para Buddha, yaitu, mengenai penderitaan, asal mulanya, berhentinya, dan Sang Jalan. Seperti halnya selembar kain bersih tanpa noda akan menyerap pewarna dengan sempurna, demikian pula pada waktu saya sedang duduk di tempat itu, timbul di dalam diri saya pandangan yang tak-ternoda, tak-tercela tentang Dhamma: “Apa pun yang memiliki asal pasti akan lenyap.” Dan setelah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, menembus Dhamma, setelah mengatasi keraguan, membuang ketidakpastian dan memperoleh keyakinan pada Ajaran Sang Guru11 tanpa bergantung pada yang lain – pada saat itu juga saya pergi berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan saya menjalani (lima) peraturan latihan dengan kehidupan selibat sebagai yang kelima.12 Inilah kualitas kedua yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di dalam diri saya.
---
30 AA: “Digerakkan oleh harapan: ‘Aku akan membebaskan para makhluk yang berada di dalam tekanan penderitaan yang besar