ibarat seseorang yg sedang ingin menjadi seorang sarjana, pilihan dia ada 2 :
pilihan pertama ia mengikuti semua proses yg ada dan melewati tahap demi tahap [membutuhkan usaha yg keras], sehingga bisa dikatakan ilmu yg ia peroleh sempurna dan dengan mudah ia mencapai kesarjanaan-nya walau membutuhkan waktu yg cukup lama...
pilihan yg ke-2 ia tidak mau mengikuti semua proses yg ada dan tidak melewati tahap demi tahap [tidak dibutuhkan usaha yg keras], tapi ingin langsung menjadi sarjana... bisa dikatakan ilmu yg ia peroleh tidak lengkap, tapi pencapaian kesarjanaan-nya diperoleh dengan waktu yg singkat, tapi apakah ia bener" sarjana ? boleh lah untuk sekedar title dan memuaskan bathin dia agar berbahagia...
[berpikir realistis aja]
hasil nya tetap 2, seseorang sebagai sarjana murni dan seseorang yg memperoleh kesarjanaan-nya ntah dari mana... nah disitu lah high risk tersebut....................................
ibarat seseorang yg ingin menjadi dokter agar dapat menyembuhkan orang banyak, ada 2 pilihan :
pilihan pertama ia mengikuti semua proses yg ada dan melewati tahap demi tahap [membutuhkan usaha yg keras], sehingga bisa dikatakan ilmu yg ia peroleh sempurna dan dengan mudah ia menyelesaikan pendidikan kedokteran dia walau membutuhkan waktu yg cukup lama tapi ilmu yg ia peroleh benar-benar bermanfaat untuk menolong dan menyembuhkan orang lain agar dapat sehat kembali.
pilihan yg ke-2 ia tidak mau mengikuti semua proses yg ada dan tidak melewati tahap demi tahap [tidak dibutuhkan usaha yg keras], tapi ingin langsung menjadi dokter... bisa dikatakan ilmu yg ia peroleh tidak lengkap, tapi ia menyelesaikan pendidikan kedokterannya dalam waktu yg singkat, tapi apakah ia bener-benar menjadi seorang dokter yg akan menolong dan menyembuhkan penyakit manusia ?
[berpikir realistis lagi]
tapi kan setiap orang boleh dan memiliki hak untuk menyatakan pendapat, sehingga boleh lah seandainya ada seseorang yg mengaku telah mencapai Buddha dalam waktu yg singkat...
walau diperdebatkan/dipeributkan tidak akan merubah kenyataan yg ada namun hanya menjadi kebodohan bagi kita, tetap saja ke-Buddha-an tersebut tidak dapat dicapai secara instan layaknya seseorang yg ingin menolong keluarganya yg berada di ICU dengan melakukan segala cara untuk menolong-nya.
sayangnya tetap saja ia tidak akan pernah menjadi dokter yg menolong dan menyembuhkan keluarganya yg sedang sakit parah tersebut... namun ia telah membawa keluarganya [menolong] untuk bertemu dengan dokter agar penyakit keluarganya dapat disembuhkan.
berpikir lah realitstis, karena realitis membutuhkan pemikiran yg mendalam [dhanuttono 7:77]