//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kontradiksi sehubungan dengan perumah tangga yang mencapai kesucian Arahat  (Read 50975 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Sumber kisah bahwa Raja Suddhodana menjadi seorang Arahat perumah tangga adalah kitab komentar Therigatha (Therigatha-atthakatha) seperti dikatakan dalam DPN:

Quote
Suddhodana

A Sākiyan Rājā of Kapilavatthu and father of Gotama Buddha.

He was the son of Sihahanu and Kaccānā. His brothers were Dhotodana, Sakkodana, Sukkodana and Amitodana, and his sisters were Amitā and Pamitā.

Māyā was his chief consort, and, after her death her sister Pajāpatī was raised to her position (Mhv.ii.15f.; Dpv.iii.45; J.i.15, etc.).

When soothsayers predicted that his son Gotama had two destinies awaiting him, either that of universal sovereignty or of Buddhahood, he exerted his utmost power to provide the prince with all kinds of luxuries in order to hold him fast to household life. It is said (E.g., J.i.54) that when Asita, who was his father's chaplain and his own teacher, visited Suddhodana to see the newly born prince, and paid homage to the infant by allowing his feet to rest on his head, Suddhodana was filled with wonder and himself worshipped the child. And when, at the ploughing ceremony, Suddhodana saw how the jambu-tree under which the child had been placed kept its shadow immoveable in order to protect him, and that the child was seated cross legged in the air, he again worshipped him (J.i.57f).

Later, when, in spite of all his father's efforts, the prince had left household life and was practising austerities, news was brought to Suddhodana that his son had died owing to the severity of his penances. But he refused to believe it, saying that his son would never die without achieving his goal (J.i.67). When this was afterwards related to the Buddha, he preached the Mahādhammapāla Jātaka and showed that in the past, too, Suddhodana had refused to believe that his son could have died even when he was shown the heap of his bones.

When news reached Suddhodana that his son had reached Enlightenment, he sent a messenger to Veluvana in Rājagaha with ten thousand others to invite the Buddha to visit Kapilavatthu. But the messenger and his companions heard the Buddha preach, entered the Order, and forgot their mission. Nine times this happened. On the tenth occasion, Suddhodana sent Kāludāyī with permission for him to enter the Order on the express condition that he gave the king's invitation to the Buddha. Kāludāyī kept his promise and the Buddha visited Kapilavatthu, staying in the Nigrodhārāma. There, in reference to a shower of rain that fell, he preached the Vessantara Jātaka. The next day, when Suddhodana remonstrated with the Buddha because he was seen begging in the streets of Kapilavatthu, the Buddha told him that begging was the custom of all Buddhas, and Suddhodana hearing this became a sotāpanna. He invited the Buddha to his palace, where he entertained him, and at the end of the meal the Buddha preached to the king, who became a sakadāgāmī (J.i.90; cf. DhA.iii.164f). He became an anāgāmī after hearing the Mahādhammapāla Jātaka (DhA.i.99; J.iv.55), and when he was about to die, the Buddha came from Vesāli to see him and preach to him, and Suddhodana became an arahant and died as a lay arahant (ThigA.141).

Nanda was Suddhodana's son by Mahā Pajāpati, and he had also a daughter called Sundarī Nandā. When the Buddha ordained both Rāhula and Nanda, Suddhodana was greatly distressed lest other parents should be similarly afflicted, and persuaded the Buddha to establish a rule that none should be ordained without the permission of his parents (Vin.i.82f).

Suddhodana was the Bodhisatta's father in numerous births, but he is specially mentioned as such by name in only a few Jātakas e.g.,

* Katthahāri,
* Alīnacitta,
* Susīma,
* Bandhanāgāra,
* Kosambī,
* Mahādhammapāla,
* Dasaratha,
* Hatthipāla,
* Mahāummagga
* Vessantara.

Saya pernah mendapatkan file doc Therigatha Atthakatha bahasa Pali (lupa sumbernya dari mana, tapi dari hasil Googling), mungkin ada yang mau menerjemahkan. Atau mungkin para sam di sini dapat mencopaskan isi komentar Therigatha yang berhubungan dengan kisah Suddhodana menjadi Arahat tersebut.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female

OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil).  itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,

sorry TS ijin OOT lagi nih...


saya merasa ada yang mengganjal di hati, lalu saya buka kembali yang thread ini. saya ingin menambahkan keterangan ttg sponsor, bagi saya siapapun yg telah membantu saya adalah orang yang amat berjasa, tidak etis jika saya tidak ingat mereka. namun adanya pesan dari sponsor agar tidak mencantumkan nama maka saya tidak bisa mencantumkan nama beliau2.
1. Suami amat mendukung keinginan saya utk berjubah, jadi beliau adalah sponsor yg paling penting. tanpa ijin dari suami, saya tidak bakalan bisa berjubah sampai kapanpun. wlu secara hukum kami tidak bercerai tapi kami sekarang hanya sebagai kakak adik saja.
2. Sponsor utama, beliau berdana uang utk study 2 thn ke srilanka, seorang pengusaha domisili di Yogyakarta.
3. Awal th.2006 sy mendpt CD dari sepupu suami, "kejadian lanka di Srilanka", beliau bernama Tjan Sioe Liang (domisili di Yogyakarta), jadilah beliau pembuka jalan (istilahnya jalan raja), sehingga sy bisa ke srilanka krn nonton CD ini.
4. Stlh nonton CD ini sy menghubungi bhante tsb yang ada di CD itu dan mendptkan referensi dari beliau, karena beliau telah mengenal kel suami (sepupu suami adl pendukung fanatik Mendut), dari beliaulah saya bisa sampai masuk ke srilanka selanjutnya sgl administrasi dan keperluan dokumentasi dibantu murid beliau yang ada disini (terima kasih yg mendlm utk Rev. yg tlh membantu sy). sungguh tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hayat saya atas segala keluhuran budi mereka yang telah membantu saya. yang tidak mungkin saya bisa balas (apalagi saya juga miskin).
5. Selama saya disini th.2006-2008, sepenuhnya biaya dari sponsor utama yang tadi (utk Tuition fee, ticket, Visa, Tax, dll), dan suami serta keluarga saya untuk keperluan bulanan (transport, fotocopy, buku, sabun, pulsa, dll).
6. Barulah sepupu wakil arama saya membiayai yang thn.2009 ini hingga sekarang.
7. Ada seorang pengusaha dari Surabaya yang memberikan dana bantuan bulanan, walau kecil tapi amat bermanfaat untuk saya, ini dikirim ke saya oleh kakak setelah mencapai jumlah yg cukup.
8. Ada seorang pengusaha dari Surabaya juga kemarin sewaktu mengunjungi Srilanka memberikan dana bantuan, krn bantuan ini maka dana sponsor saya yg srilanka sy hentikan, sy bayar dg dana ini.

kepada mereka semua yang telah membantu saya selama ini, semoga timbunan kebajikan kalian membuahkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang dan berikut, akhirnya mencapai nibbana, sadhu.

saya menyebutkan para sponsor yang berjasa ini karena bagi saya siapa saja yang telah memberikan bantuan kepada saya adalah orang2 yang amat berjasa dalam perjuangan saya menapaki jalan dhamma ini.  keinginan saya untuk belajar dhamma adalah sepenuhnya keinginan pribadi, maka saya harus mampu menghadapi hal2 keuangan juga secara pribadi. semoga jalan saya tetap di jalan dhamma. semoga.

maaf tidak ada maksud untuk membuka rahasia apapun, atau siapapun, tapi saya merasa tadi hanya menyebutkan sepupu wakil arama saya saja, kok mengganjal dihati, terkesan saya mengabaikan mereka2 yang telah berjasa selama ini sejak keberangkatan saya th.2006. mohon jangan ada yang salah mengerti, dan ini jangan dianggap sbg postingan mencari bantuan dana ya...

mettacittena,
« Last Edit: 20 August 2010, 10:03:26 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Sumber kisah bahwa Raja Suddhodana menjadi seorang Arahat perumah tangga adalah kitab komentar Therigatha (Therigatha-atthakatha) seperti dikatakan dalam DPN:

Quote
Suddhodana

A Sākiyan Rājā of Kapilavatthu and father of Gotama Buddha.

He was the son of Sihahanu and Kaccānā. His brothers were Dhotodana, Sakkodana, Sukkodana and Amitodana, and his sisters were Amitā and Pamitā.

Māyā was his chief consort, and, after her death her sister Pajāpatī was raised to her position (Mhv.ii.15f.; Dpv.iii.45; J.i.15, etc.).

When soothsayers predicted that his son Gotama had two destinies awaiting him, either that of universal sovereignty or of Buddhahood, he exerted his utmost power to provide the prince with all kinds of luxuries in order to hold him fast to household life. It is said (E.g., J.i.54) that when Asita, who was his father's chaplain and his own teacher, visited Suddhodana to see the newly born prince, and paid homage to the infant by allowing his feet to rest on his head, Suddhodana was filled with wonder and himself worshipped the child. And when, at the ploughing ceremony, Suddhodana saw how the jambu-tree under which the child had been placed kept its shadow immoveable in order to protect him, and that the child was seated cross legged in the air, he again worshipped him (J.i.57f).

Later, when, in spite of all his father's efforts, the prince had left household life and was practising austerities, news was brought to Suddhodana that his son had died owing to the severity of his penances. But he refused to believe it, saying that his son would never die without achieving his goal (J.i.67). When this was afterwards related to the Buddha, he preached the Mahādhammapāla Jātaka and showed that in the past, too, Suddhodana had refused to believe that his son could have died even when he was shown the heap of his bones.

When news reached Suddhodana that his son had reached Enlightenment, he sent a messenger to Veluvana in Rājagaha with ten thousand others to invite the Buddha to visit Kapilavatthu. But the messenger and his companions heard the Buddha preach, entered the Order, and forgot their mission. Nine times this happened. On the tenth occasion, Suddhodana sent Kāludāyī with permission for him to enter the Order on the express condition that he gave the king's invitation to the Buddha. Kāludāyī kept his promise and the Buddha visited Kapilavatthu, staying in the Nigrodhārāma. There, in reference to a shower of rain that fell, he preached the Vessantara Jātaka. The next day, when Suddhodana remonstrated with the Buddha because he was seen begging in the streets of Kapilavatthu, the Buddha told him that begging was the custom of all Buddhas, and Suddhodana hearing this became a sotāpanna. He invited the Buddha to his palace, where he entertained him, and at the end of the meal the Buddha preached to the king, who became a sakadāgāmī (J.i.90; cf. DhA.iii.164f). He became an anāgāmī after hearing the Mahādhammapāla Jātaka (DhA.i.99; J.iv.55), and when he was about to die, the Buddha came from Vesāli to see him and preach to him, and Suddhodana became an arahant and died as a lay arahant (ThigA.141).

Nanda was Suddhodana's son by Mahā Pajāpati, and he had also a daughter called Sundarī Nandā. When the Buddha ordained both Rāhula and Nanda, Suddhodana was greatly distressed lest other parents should be similarly afflicted, and persuaded the Buddha to establish a rule that none should be ordained without the permission of his parents (Vin.i.82f).

Suddhodana was the Bodhisatta's father in numerous births, but he is specially mentioned as such by name in only a few Jātakas e.g.,

* Katthahāri,
* Alīnacitta,
* Susīma,
* Bandhanāgāra,
* Kosambī,
* Mahādhammapāla,
* Dasaratha,
* Hatthipāla,
* Mahāummagga
* Vessantara.

Saya pernah mendapatkan file doc Therigatha Atthakatha bahasa Pali (lupa sumbernya dari mana, tapi dari hasil Googling), mungkin ada yang mau menerjemahkan. Atau mungkin para sam di sini dapat mencopaskan isi komentar Therigatha yang berhubungan dengan kisah Suddhodana menjadi Arahat tersebut.

bro Seniya yang baik,
bisa kasih link nya? DPN singkatan dari kata apa ya? sory postingan anda ini dari Therigathaatthakatha versi Inggris ya? emang ada? saya juga sedang nyari2 bro...kasih tahu donk...saya mau...thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
OOT lagi nih TS...bener2 sorry ya...thanks banget seblmnya...

lagi2 ada yg kelupaan...malah yang penting...

saya bisa berjubah tentu karena adanya seorang guru, tanpa guru, mana mungkin saya ditahbiskan. sujud hormat saya kepada guru, namaskara YM.Bhante Suryanadi Maha Thera (pertama kali pabbajja th.2005) dan YM.Bhante Viriyanadi Maha Thera. berkat beliau2 ini maka saya bisa menapaki jalan dhamma hingga sekarang.

semoga beliau senantiasa sehat, kuat, serta selalu dalam lindungan sang Tiratana sehingga dapat terus berkarya dalam dhamma. sadhu.

mettacittena,

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Sis Pannadevi,
Wahh ada terasa berat ya...gimana "kepangkatannya" ujiannya, dan berapa lamanya...kalau kenal amat baik pada kedua sangha, kan bisa cepat ditabiskan... adakah semacam ujian (apa ya? "kesaktian") atau gimana dehhhh...

bhikuni apa juga ada thera dan maha thera gitu ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Maaf OOT ...
TS: silahkan OOT...

Kontradiksi yg lain:

Bagaimana dengan seorang yg bahkan mencapai Kebuddhaan dan masih tinggal serumah dengan bini, hanya yg ini masih hidup
Tolong dibedakan Buddha dan badut merk Buddha kostum bhiksu. Kalau sudah bisa dibedakan, maka sudah tidak kontradiktif lagi.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
OOT juga ahh...

menjadi bhikkhuni?

selama saya tinggal disini saya mungkin akan tetap samaneri. saya mencintai kehidupan monastik yg penuh religius dan metta. di arama saya selama ini saya rasakan hal demikian. sejak saya masuk arama ini th.2006 hingga sekarang. bahkan sponsor saya adalah sepupu wakil kepala arama saya. yang saya cari adalah dhamma bro. bukan titel. bukan. tapi kita semua tidak ada yg tahu masa depan. entah saya mau jadi apa kelak, yang pasti sekarang adalah sy ingin hidup dalam dhamma dan mati di jalan dhamma. saya tidak ingin yang lain nya (sorry bukan sentimentil). itulah sebabnya sy ada di DC karena sy ingin belajar dhamma dg kalian semua yang jauh lebih ahli dibanding saya.semoga anda tidak salah paham.

mettacittena,
Betul, Samaneri atau Bhikkhuni hanyalah titel saja. Menurut saya, yang terpenting adalah cara menjalani hidup itu sendiri.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

Sis Pannadevi,
Wahh ada terasa berat ya...gimana "kepangkatannya" ujiannya, dan berapa lamanya...kalau kenal amat baik pada kedua sangha, kan bisa cepat ditabiskan... adakah semacam ujian (apa ya? "kesaktian") atau gimana dehhhh...

bhikuni apa juga ada thera dan maha thera gitu ?

bro Saceng yang baik,
memang ada tingkatan dalam kehidupan monastik keBhikkhunian.

dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Vinayapitaka, Cullavaggapali, X. Bhikkhunikkhandhakam :
Quote
6.‘‘Dve vassāni chasu dhammesu sikkhitasikkhāya sikkhamānāya ubhatosaṅghe upasampadā pariyesitabbā. Ayampi dhammo sakkatvā garukatvā mānetvā pūjetvā yāvajīvaṃ anatikkamanīyo."

arti :
Quote
6.   Setelah 2 tahun menjalani masa latihan (dve vassani sikkhamanaya/2 tahun sebagai samaneri), seorang calon harus mengajukan penahbisan dari kedua sangha Bhikkhu dan Bhikkhuni untuk penahbisan penuh (upasampada : penahbisan penuh sebagai Bhikkhuni). Peraturan ini harus dilaksanakan seumur hidup dengan penuh penghormatan.

semoga menjawab pertanyaan anda bro.
maaf saya mungkin 2 hari ini tidak online, bila anda bertanya lebih lanjut saya akan menjawab senin, karena saya ada keperluan.

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Boleh jelaskan dikit apa yg dimaksud dibawah ini...

1. bhikkhuni sasana
2. upasampada

thanks....sebelumnya.


bro Saceng yg baik,
yang anda tanyakan itu berasal dari bahasa Pali.
1. Bhikkhuni : nun
    sasana : order, teaching
    jadi bhikkhuni sasana adalah The order's nun (bhs indo : sangha bhikkhuni)

2. Upasampada : Higher ordination (penahbisan lebih tinggi/menahbiskan bhikkhu/ni)

sehingga jika saya ini samaneri saya baru bisa menjadi bhikkhuni setelah upasampada dari ke2 sangha, yaitu Bhikkhu sangha dan Bhikkhuni sangha. semoga telah terjawab pertanyaan anda ya bro.

mettacittena,

bro Saceng yg baik,
sorry ya saya mau meralat menerjemahkan kemarin higher ordination (upasampada) yang benar adalah penahbisan penuh sebagai Bhikkhu/ni. demikian ralat dari saya, sorry salah menerjemahkan, kemarin krn langsung menerjemahkan dari kata2 bhs inggris (higher : lebih tinggi), padahal harusnya pengertiannya bukan asal kata, jadi yg benar adalah penahbisan penuh.

mettacittena,

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

Ya, Bro Kai, menurut logika dan pengalaman saya cukup berat (sementara saya masih berpikir 'tidak mungkin') bagi seseorang biasa untuk mencapai Arahat tanpa hidup selibat.  <--- penunjang pendapat saya ini adalah anjuran Buddha untuk menjadi Bhikkhu/hidup selibat agar terkondisi sempurna untuk merealisasi akhir dukkha.

Namun, karena belum mencapai arahat, jadi saya tentu tidak bisa memastikan hal ini. Apalagi sutta2 mencatat hal yg berbeda dengan pemikiran saya.

Akan tetapi ada sedikit penjelasan yg mungkin bisa menjembatani kontradiksi antara sutta ini, yakni: Tergantung subyeknya.

Maksudnya: Jika si A memang telah mempunyai bibit ke-arahatan (kehidupan2 lampaunya telah banyak memupuk kondisi batin menuju kesempurnaan) maka dalam kehidupan kini, dengan 'sedikit ketukan', maka si A akan menjadi Arahat (tercerahkan). Ibarat puzzle, hanya tinggal satu potongan untuk menyempurnakannya. Hanya menunggu kondisi yg pas. Hal ini bisa terjelaskan untuk kasus Raja Suddhodana, Angulimala, dan beberapa catatan sutta yg lain.

Tetapi, jika seseorang yg masih jauh dari kesempurnaan, maksudnya: ia mesti menempuh perjuangan fisik dan mental untuk merealisasi kesempurnaan, maka tanpa meninggalkan rumah tangga, ia akan cukup sulit (bahkan tidak mungkin) dapat merealiasi pencerahan.

Demikian kira2 pendapat saya.

::


Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha

bro Seniya yang baik,
bisa kasih link nya? DPN singkatan dari kata apa ya? sory postingan anda ini dari Therigathaatthakatha versi Inggris ya? emang ada? saya juga sedang nyari2 bro...kasih tahu donk...saya mau...thanks seblm n sesdhnya.

mettacittena,

DPN = Dictionary of Pali Names, atau DPPN = Dictionary of Pali Proper Names (versi online-nya ada di http://www.palikanon.com/english/pali_names/dic_idx.html)

Therigatha Atthakatha-nya versi Pali, sam. Kalau mau nanti saya upload aja ke Hotfile atau sejenisnya, nanti saya berikan link-nya.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
[...]
Menurut saya pribadi: TIDAK MUNGKIN untuk 'melepaskan belenggu kerumahtanggaan' sementara kita masih tinggal secara fisik dengan keluarga kita. Kondisi yg paling pas adalah menjadi seorang Bhikkhu atau seorang petapa.

::
Berarti kalau menurut Bro Willi, tidak ada perumahtangga yang mencapai Arahatta tanpa menjadi petapa terlebih dahulu?

yang dimaksud bro Will adalah jika disaat sekarang, bukan membahas raja suddhodana, benarkah bro will?

Ya, Samaneri Pannadevi.

Saya membandingkan dengan kondisi sekarang.

Untuk kasus Raja Suddhodana, penjelasannya mungkin: Beliau mungkin saja sudah menempuh perjuangan yg panjang pada kehidupan2 yg lampau dan ceramah Sang Buddha hanya pengkondisi akhir untuk menyempurnakannya.

::

pengkondisi akhir... nice word, ko....

walau saat ini belum ada samma sambuddha namun semoga akan ada "pengkondisi akhir" bagi kita semua dalam satu kesempatan nanti

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Quote
dijaman sang Buddha :
1. masa menjalani latihan sebagai samaneri 2 tahun,
2. setelah 2 tahun harus ditahbiskan menjadi Bhikkhuni,
3. setelah 10 vassa disebut Theri,
4. setelah 20 vassa disebut Maha Theri.

Kalau dulu jaman sang Buddha ada
kenapa sekarang gak pernah dengar?

kenapa bisa begitu sis Pannadevi ?  ;D

apakah di duni ada yg pakai pangkat Maha Theri ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya