“Pernah mengikuti retret vipassana metode lain beberapa kali …”
Rekan N.N., 30-an tahun, Bali
Saya pernah mengikuti retret vipassana metode lain beberapa kali. Tetapi baru dalam retret MMD tujuh hari ini saya merasakan kebebasan. Bukan kebebasan dari sesuatu, tapi kebebasan dari beban pengalaman.
Dan juga bebas dari beban bahwa meditasi itu adalah cara untuk mencapai sesuatu, mencapai tujuan/hasil. Melainkan, di sini saya menyadari meditasi adalah cara & tujuannya sendiri.
Sangat tepat seperti yang Pak Hudoyo sampaikan dalam diskusi: "The first step is the last step." ("Langkah pertama adalah langkah terakhir." – J. Krishnamurti)
Dalam retret ini saya hanya mengamati batin & jasmani apa adanya, mengamati gerak-gerik pikiran apa adanya, bahkan sama sekali tidak berusaha membuatnya berhenti.
Tetapi ketika gerak pikiran berhenti, ada Gerak yang lain sama sekali; susah dilukiskan, susah dijelaskan, tidak bisa dikenali.
Terima kasih banyak kepada Bapak Hudoyo atas bimbingannya yang luar biasa, dan totalitasnya dalam pengembangan MMD. (Mohon nama saya disamarkan.)"
[Dari retret MMD seminggu di Brahmavihara-arama, Bali, 29 Feb – 8 Mar 2008]
*****
[Dari draft Buku Panduan MMD:]
“Kepadaman (berhentinya pikiran & aku) dalam meditasi”
TANYA:Saya ingin menanyakan tentang pengalaman meditasi saya. Seperti pernah saya ceritakan sebelumnya, saya belajar vipassana mulai dari metode Mahasi Sayadaw. Saya pernah mengikuti retreat Mahasi 3 kali dan MMD Akhir Pekan 2 kali. Sejak ikut MMD pertama kali, saya sudah tidak melakukan pencatatan dalam setiap meditasi duduk. Tapi dalam retret Mahasi, saya masih melakukan pencatatan dalam meditasi jalan & kegiatan sehari-hari. Dalam retret Mahasi awal November kemarin selama 12 hari, saya memberanikan diri untuk mencoba untuk sepenuhnya tidak mencatat, baik dalam meditasi duduk, meditasi jalan maupun dalam kegiatan sehari-hari. Ternyata banyak pengalaman yang saya dapatkan, terutama dalam meditasi jalan & kegiatan sehari-hari, di antaranya:
- Ketika dalam meditasi jalan, saya pernah merasakan sensasi yang sangat nyaman. Setiap gerakan terasa begitu alamiah dan lambat. Mata tidak bisa membuka penuh, karena kelopak mata menurun perlahan, menutupi setengah pandangan. Sensasi di mata juga sangat nikmat. Sensasi-sensasi ini persis seperti yang pernah saya rasakan ketika mengalami piti (kegiuran, ekstase) dalam meditasi duduk.
- Begitu juga ketika makan siang, saya pernah merasakan sensasi yang sangat nyaman juga, yaitu ketika mengunyah. Gerakan mengunyah terasa semakin lambat. Jika sebelumnya saya biasa mengunyah dengan mata tertutup, saat itu kelopak mata seolah-olah membuka dengan sendirinya perlahan-lahan, sampai setengah pandangan. Sensasi di mata juga sangat nikmat. Makanan yang ada di dalam mulut jadi tidak ada rasanya sama sekali. Gerakan mengunyah terus melambat,sampai seolah-olah akan berhenti.
Pertanyaan saya: Apakah mungkin mengalami piti selain dalam meditasi duduk?
- Saya juga pernah mengalami dalam meditasi jalan, saya sampai pada suatu saat ketika tidak ingin berhenti. Seperti ingin berjalan terus. Jadi saya membuat rute melingkar (dalam bangunan stupa di Brahmavihara-arama), bukan rute bolak-balik. Ketika itu kaki bergerak seperti otomatis. Seperti tidak ada kehendak dari saya, terus dan terus berjalan. Sampai akhirnya saya sadar ketika lonceng waktu makan siang berbunyi. Yang membuat saya masih bingung sekarang, apakah ketika itu kesadaran saya lemah, sehingga saya tidak bisa menyadari setiap kehendak untuk melangkah? Tapi ketika itu saya bisa menyadari dengan baik sensasi-sensasi yang ada. Pengalaman ini sempat saya tanyakan kepada praktisi yang lebih senior. Menurut mereka, itu disebabkan karena saya tidak melakukan pencatatan, sehingga tidak bisa menyadari kehendak yang muncul.
Bagaimana menurut Pak Hudoyo? Terimakasih.
JAWAB:Dari penuturan Anda saya mendapat kesan bahwa 'pencatatan' (labelling) dalam pengamatan badan & batin ini tidak perlu lagi bagi Anda. Malah tampaknya dalam taraf Anda sekarang, pencatatan itu malah menjadi penghambat bagi perkembangan Anda selanjutnya. Ini terbukti dari ketika Anda melepaskan labeling sama sekali dalam retret vipassana versi Mahasi Sayadaw yang Anda ikuti pada awal November 2007 lalu, justru Anda mendapatkan berbagai pengalaman ketika meditasi jalan & melakukan kegiatan sehari-hari.
Perasaan nikmat dan bahagia yang Anda alami ketika melakukan meditasi jalan & melakukan kegiatan sehari-hari menunjukkan muncul 'piti' & 'sukham'. Memang kedua perasaan itu bisa muncul dalam posisi apa pun juga, tidak terbatas pada posisi duduk saja.
Beberapa ungkapan Anda yang saya catat adalah: "tidak ingin berhenti", "membuat rute melingkar, bukan bolak-balik", "kaki bergerak seperti otomatis", "seperti tidak ada kehendak", "tidak bisa menyadari kehendak untuk melangkah", "bisa menyadari dengan baik sensasi-sensasi yang ada", "berjalan terus, sampai akhirnya sadar ketika lonceng waktu makan berbunyi."
Kesan saya: pada saat itu kesadaran Anda sangat kuat, bukan lemah. Anda tidak menyadari adanya kehendak untuk melangkah, karena memang tidak ada kehendak lagi (kehendak dari si aku/pikiran). Anda membuat rute melingkar, karena tidak mau "repot" dengan munculnya kehendak untuk berhenti & berbalik ketika Anda sampai pada ujung-ujung suatu rute yang lurus; Anda bermaksud menghindari bolak-balik (yang membutuhkan pikiran, kehendak & si aku) pada rute yang lurus. Anda tidak sadar akan waktu sama sekali; ini disebabkan karena pikiran Anda berhenti sama sekali selama berjalan itu.
Nah, dari semua hal itu saya dapat menyimpulkan bahwa selama beberapa waktu (beberapa jam?)—selama Anda melakukan meditasi jalan itu—Anda berada dalam keadaan samadhi, yang disebut khanika samadhi (samadhi dari saat ke saat tanpa satu obyek tertentu). Di situ tidak ada si aku, tidak ada pikiran, tidak ada kehendak, tidak ada waktu; yang ada hanyalah tubuh ini yang terus berfungsi dengan seluruh indranya. Keadaan ini sangat langka dialami orang dalam keadaan meditasi jalan, biasanya hanya dialami pada meditasi duduk.
Rekan N.N., "perrjalanan" meditasi Anda sudah sangat jauh. Jangan hiraukan praktisi yang "lebih senior" itu, kalau Anda tidak mau mengalami timbulnya keraguan yang tidak perlu. Tampaknya praktisi yang "lebih senior" itu masih melekat pada pencatatan, entah sampai kapan. Padahal Chanmyay Sayadaw sendiri, murid Mahasi Sayadaw, pernah berkata: "Labelling is not vipassana"; maksud beliau, pencatatan harus runtuh kalau tidak diperlukan lagi.