Samudayasacca
Dalam hal ini, hasrat / keinginan dan keserakahan untuk menjadi presiden adalah penyebab penderitaan. Sama halnya, ketika seseorang mempunyai keinginan lainnya – mempunyai rumah mewah, mobil bagus, atau paras cantik – seseorang harus berusaha mendapatkannya dengan berbagai macam cara yang baik maupun tidak baik. Lagi, timbullah penderitaan. Singkatnya, keinginan, hasrat dan keserakahan adalah penyebab penderitaan. Mereka disebut Samudayasacca dalam bahasa Pali, Kebenaran mengenai asal-mula penderitaan.
Samudayasacca ini timbul karena ketidaktahuan tentang Dukkhasacca, sifat sesungguhnya dari nama dan rupa. Ketika seseorang tidak mampu menyadari / memahami sepenuhnya sifat sesungguhnya fenomena mental dan jasmani, Dukkhasacca, seseorang pastilah memiliki banyak keadaan mental yang negatif (Kilesa). Contohnya adalah keinginan, hawa nafsu, hasrat, keserakahan, kemarahan, kebencian, kesombongan dan sebagainya. Menurut Buddha, ketika seseorang memiliki Tanha dalam pikirannya, penderitaan pasti akan mengikuti. Kata ‘Tanha’ dalam bahasa Pali mengacu dalam bahasa Indonesia sebagai keserakahan, keinginan, hasrat, kemelekatan, dan sebagainya.
Tanha adalah Samudayasacca, kebenaran tentang asal-mula penderitaan. Ini timbul karena ketidaktahuan mengenai Dukkhasacca, fenomena mental dan jasmani. Ketika seseorang memahami dengan benar sifat sesungguhnya Dukkhasacca, seseorang mampu menyingkirkan konsep tentang adanya orang, mahluk, diri atau roh. Jadi dengan hilangnya konsep tentang adanya diri pribadi, keinginan, keserakahan, hasrat atau Kilesa lainnya tidak akan timbul. Seseorang yang telah meninggalkan Samudayasacca, maka penderitaan pergi; penderitaan berhenti muncul.
Dalam mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha, seseorang memahami secara langsung Nirodhasacca, Nibbana. Untuk mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha, Samudayasacca (yaitu Tanha, hawa nafsu atau keinginan) perlu dibasmi dan dimusnahkan sampai ke akarnya. Dengan membasmi Tanha, asal-mula penderitaan, penderitaan itu sendiri, akibat dari penderitaan, tidak akan timbul sama sekali. Ketika tidak ada sebab, maka tidak ada akibat. Seseorang kemudian akan memahami berdasarkan pengalamannya kebenaran lenyapnya penderitaan, Nirodhasacca, kebenaran yang harus dialami.
Seperti yang Buddha sabdakan dalam kotbah-Nya yang pertama, Samudayasacca adalah Pahatabba. Ini adalah kebenaran yang harus dihilangkan atau ditinggalkan sepenuhnya. Dalam melenyapkan Tanha sepenuhnya, seseorang mampu mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha karena penyebabnya telah dihancurkan seluruhnya. Maka dari itu tidak ada sama sekali hasil atau akibat yang akan timbul.
Nirodhasacca
Buddha menyebutkan Nibbana, Nirodhasacca sebagai Sacchikatabba. Kata ini berarti kebenaran tentang lenyapnya penderitaan, yang harus dialami. Ketika hal ini terjadi, seseorang mengalami hidup damai dan bahagia. Untuk mengalami lenyapnya derita, Nibbana, Nirodhasacca, seseorang harus membasmi Tanha seluruhnya sampai akarnya, Samudayasacca. Untuk mencapainya, seseorang harus memahami dengan benar dan menyadari Dukkhasacca sepenuhnya, kebenaran mengenai penderitaan dari fenomena mental dan jasmani.
Lalu, bagaimana seseorang mencapai hal ini? Untuk memahami dengan benar fenomena mental dan jasmani, hal ini harus diamati dan dilihat pada saat proses tersebut berlangsung sebagaimana adanya. Hanya ketika memahami kedua proses ini sebagaimana adanya, maka sifat sesungguhnya dan pemahaman benar akan dapat direalisasi. Kewaspadaan dan perhatian penuh pada segala hal yang timbul dalam proses jasmani dan mental adalah sangat penting.
Bila seseorang mampu mengembangkan kewaspadaan ini, secara bertahap perhatian penuh akan berlangsung terus-menerus, konstan, tajam dan kuat. Hal ini menyebabkan pikiran terkonsentrasi secara mendalam pada semua kondisi mental ataupun pada proses jasmani. Perhatian penuh yang konstan dan terus-menerus adalah penyebab konsentrasi yang dalam. Ketika pikiran terkonsentrasi secara mendalam pada semua yang diamati, pandangan terang (Vipassāna-nana) akan timbul. Nana ini menyadari dan memahami dengan benar sifat sesungguhnya dari kondisi mental dan proses jasmani yang diamati.
Ketika kebijaksanaan menyadari sifat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani, kemelekatan terhadap mental dan jasmani padam. Keinginan atau keserakahan terhadap fenomena mental dan jasmani juga tidak muncul. Tanha dibasmi sampai ke akarnya dengan memahami secara benar sifat sesungguhnya ini. Seseorang kemudian akan mengalami lenyapnya penderitaan karena penyebabnya telah dihancurkan.
Itulah sebabnya perhatian penuh terhadap segala sesuatu yang muncul dalam mental dan jasmani kita pada saat sedang berlangsungnya adalah penting. Hal ini sesuai dengan kotbah pada Maha Satipattana Sutta, Empat Landasan Perhatian Murni seperti yang telah diuraikan oleh Buddha. Dengan mengamati dan waspada pada semua kondisi mental dan proses jasmani, perhatian murni dari Maggasacca, Kebenaran mengenai Jalan menuju lenyapnya penderitaan muncul. Karena perhatian murni inilah, Jalan Ariya Beruas Delapan menjadi berkembang dengan baik.
Maggasacca : Jalan Ariya Beruas Delapan
Seperti yang anda tahu, Maggasacca tidak lain adalah Jalan Ariya Beruas Delapan yang terdiri dari 8 faktor. Faktor-faktor itu adalah Samma Ditthi (pandangan benar), Samma Sankappa (pikiran benar), Samma Vacca (bicara benar), Samma Kammanta (perbuatan benar), Samma Ajiva (penghidupan benar), Samma Vayama (daya upaya benar), Samma Sati (perhatian benar), Samma Samadhi (konsentrasi benar). Kombinasi dari seluruh delapan faktor jalan mulia ini disebut Maggasacca, kebenaran mengenai Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan. Ini harus dikembangkan sepenuhnya (Bhavetabba).
Maka, anda harus waspada pada apapun yang muncul pada jasmani dan mental anda. Ketika perhatian menjadi konstan, terus-menerus dan mantap, perhatian terkonsentrasi dengan dalam pada objek. Tapi untuk mencapainya, usaha harus dikerahkan. Hanya dengan mengerahkan usaha mental yang kuat, barulah seseorang dapat memperoleh kewaspadaan pada segala sesuatu yang muncul dalam mental dan jasmani. Usaha yang penting itu adalah daya upaya benar (Samma Vayama). Keadaan berperhatian penuh secara berkesinambungan disebut Sammasati. Karena perhatian yang kuat dan konstan, konsentrasi benar (Samma Samadhi) berkembang. Seperti yang anda tahu, tiga faktor ini saling berhubungan sebagai sebab akibat. Daya upaya benar menyebabkan perhatian benar, yang pada gilirannya kemudian menyebabkan timbulnya konsentrasi benar.
Tapi kadang-kadang, pikiran tidak fokus pada objek – entah itu kondisi mental atau proses jasmani, pikiran dapat berkelana atau berpikir tentang hal lain. Lalu salah satu faktor mental, Samma Sankappa (pikiran benar), muncul bersama perhatian benar untuk menjaga pikiran tetap focus pada objek. Dengan cara ini, pikiran dibawa pada konsentrasi yang lebih dalam pada objek yang diamati.
Ada tiga faktor Jalan Ariya lainnya yang memperkuat dan membantu faktor-faktor mental yang disebut di atas, agar dapat melaksanakan fungsi mereka dengan benar. Faktor-faktor itu adalah; Samma vaca (bicara benar), Samma kammanta (perbuatan bnar), Samma ajiva (penghidupan benar). Sebelum memulai meditasi seseorang harus mengambil lima, delapan, sembilan, sepuluh Sila atau 227 aturan Vinaya untuk para bhikkhu. Dengan menjalankan Sila, seseorang menahan diri dari perbuatan buruk (Samma Kammanta) atau pun pembicaraan tidak benar (Samma Vaca) dan pencaharian yang tidak benar (Samma Ajiva). Dengan menjalankan Sila sepenuhnya, seseorang terpenuhi oleh ketiga faktor moralitas, Sila.
Karena moralitas termurnikan, pikiran jernih, bebas dari semua rintangan mental, seseorang dapat mengembangkan konsentrasi yang dalam dan merasa bahagia. Kegiuran dan ketenangan dialami. Dengan keadaan pikiran ini, konsentrasi pada objek meditasi manapun dapat menjadi lebih mudah dan dalam. Jadi tiga faktor dari Sila, bicara benar, perbuatan benar, penghidupan benar membantu pikiran untuk fokus dan konsentrasi mendalam pada objek yang sedang diamati. Mereka membentuk pondasi yang penting untuk timbulnya daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.
Vipassāna Nana : Pengungkapan Dukkha, Anicca dan Anatta
Dengan cara ini, pikiran yang sedang mengamati menjadi lebih terkonsentrasi secara mendalam pada kondisi mental atau proses jasmani. Kemudian munculah pengertian benar (Samma Ditthi), pandangan terang. Ini kita sebut sebagai Vipassāna Nana. Pandangan terang ini menembus dan mengungkapkan sifat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani – Dukkhasacca. Sifat sesungguhnya ini semua fenomena ini tidak kekal, tidak memuaskan dan tidak ada pribadi (aku). Tiga karakteristik ini, Anicca (tidak kekal), Dukkha (penderitaan atau tidak memuaskan), dan Anatta (tidak ada roh, tidak ada aku, tidak ada orang), dapat dimengerti secara langsung dan dialami oleh seorang meditator pandangan terang.
Ketika pikiran terkonsentrasi mendalam pada objek apapun dari jasmani ataupun mental, maka akan muncul tingkat-tingkat Vipassāna Nana, pandangan terang. Kemajuan pencapaian kesadaran ini adalah proses pematangan pemahaman benar dari sifat sesungguhnya dari fenomena.
Lalu, meditator menyadari, “Ini hanya sifat alami proses dari mental dan jasmani. Ini bukan seseorang, roh, aku atau diri.” Meditator melenyapkan konsep tentang seseorang, diri, aku, atau roh, yang menjadi penyebab dari semua kekotoran mental (Kilesa). Ketika dia telah sepenuhnya menyingkirkan konsep seseorang, makhluk, diri, roh (Sakaya ditthi atau Atta ditthi dalam bahasa Pali) maka penderitaan tidak akan muncul sama sekali dan akan padam.
Kita melaksanakan dan mengembangkan Jalan Ariya Beruas Delapan, Magga Sacca, dengan selalu waspada terhadap semua kondisi mental dan proses jasmani pada saat berlangsung sebagaimana adanya. Perhatian penuh adalah kuncinya. Karena perhatian penuh / murni itulah kita dapat mengembangkan sepenuhnya Jalan Ariya Berunsur Delapan ini. Kita sampai pada tingkat menyadari dan memahami dengan benar Dukkhasacca, kebenaran tentang penderitaan. Kita dapat menyingkirkan hawa nafsu / kemelekatan (Tanha) pada Samudaya sacca, kebenaran tentang asal-mula Dukkha.
Kesimpulan
Seperti yang telah saya katakan terdahulu, setiap ajaran Buddha mesti berdasarkan pada Empat Kebenaran Ariya. Jalan kebebasan ditemukan dalam Empat Kebenaran Ariya ini. Perkembangan oleh meditator Maggasacca, meditasi pandangan terang, akan membawa pada pemahaman sepenuhnya atas Dukkhasacca, kesunyataan tentang penderitaan. Pemahaman ini selanjutnya membawa seseorang meninggalkan samudayasacca, kebenaran tentang asal-mula penderitaan. Ketika tidak ada lagi Samudayasacca, tidak ada asal-mula / penyebab, tidak ada akibat, tidak ada penderitaan. Penderitaan padam. Lalu kita menemukan dan mengalami secara langsung lenyapnya penderitaan, Nirodhasacca, Nibbana untuk diri kita sendiri. Inilah sebabnya para meditator harus memahami dan melaksanakan Empat Kebenaran Ariya pada praktek meditasi Vipassāna mereka.
Semoga anda semua mampu memahami dengan benar bagaimana anda dapat mencapai dan mengalami lenyapnya penderitaan. Semoga anda dapat berjuang dengan usaha terbaik anda untuk menunaikan tugas mulia tersebut: Tugas mulia dari meditasi pandangan terang akan mengarahkan anda untuk mencapai tujuan akhir Nibbana.
Sadhu, sadhu, sadhu.
Bag. II, disadur dari postingan oleh: Sarira
Semoga bisa membantu penjelasan Romo Cunda
mettacitena