//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Akar perpecahan  (Read 101799 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #240 on: 24 December 2009, 11:40:09 AM »
Quote
Quote
Nah gitu dong bisa nyambung nih ama mas chingik, Benar di Mahaparinibbana sutta ada dikatakan sang Buddha kadang-kadang menyamar sebagai mahluk lain, tapi tidak pernah menyamar sebagai mahluk alam lebih rendah dari manusia.
Benar, di Sutta itu memang tidak menyebutkan menyamar sebagai makhluk alam rendah, karena bukan isu itu yg kita bicarakan. Yang kita bicarakan berkenaan dengan Sutta ini adalah masalah "kepura-puraannya". Jadi menurut bro, mengapa harus berpura-pura? 


Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?


Quote
Quote
Sekarang saya tanya mas Chingik menabung pertalian jodoh karma yang baik? Apakah tidak salah? apakah harus Bodhisatva yang menyambung tali karma? Apakah Bodhisatva ketemu dengan hewan teman-temannya bukan karena karma masa lalu? Apakah mengikat tali perjodohan karma baik di alam hewan? Mengapa tidak di alam manusia terus? menunggu hewan-hewan tersebut lahir di alam manusia? Atau alam hewan lebih baik daripada alam manusia?
Dikatakan walaupun Bodhisatva memiliki kemampuan emanasi ia tetap tunduk pada hukum sebab dan akibat, saya setuju hal ini, cuma bertentangan dengan pernyataan mas Chingik sendiri. Dengan sebab terlahir sebagai singa atau harimau, apakah makan rumput atau daun-daunan sebagai akibat?
Atau mungkin dibalik, dengan sebab suka makan daging di kehidupan lalu, setelah menjadi kerbau lalu suka makan daging juga? Mungkinkah?
Prinsip kerja hukum sebab akibat tentu tidak sesimple itu. Mengikat pertalian jodoh karma baik itu dilakukan juga dilhat kondisi yang tepat, dan yang kita lihat adalah bodhisatva beremanasi di alam rendah, tentu sudah menunjukkan bahwa pastilah ada kondisi yang mendukung hingga dia melakukannya. Sama seperti ketika anda melihat seseorang berdiri di atas gedung, maka sudah tentu ada kondisi2 yang mendukung hingga dia bisa berada di atas sana. Tidak perlu tanya dia pakai apa, pakai tangga, pakai lift, pakai helikopter, intinya adalah sudah pasti ada faktor2 dari semua kemungkinan itu, kalo tidak mengapa bisa terlihat di atas gedung. Begitu juga saat bodhisatva ketika berada di alam tertentu, ya sudah jelas karena sudah ada faktor2 yang mendukung keberadaannya.  Dan salah satu faktor pendukungnya adalah Adhitana , kemudian pertalian Karma saling mempengaruhi.
Anda menanyakan mengapa tidak di alam manusia?  tentu ada juga.
 Menunggu hewan terlahir di alam manusia? faktor2 seperti ini juga ada.

Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
 
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #241 on: 24 December 2009, 12:02:23 PM »
Quote
Quote
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...

Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan

Memang agaknya kurang cocok dengan Trinitas mas Marcedes, lebih mirip dengan konsep Atman dan Paramatman.
Bila diumpamakan Dharmakaya adalah Paramatman, yang ada pada setiap atman atau untuk lebih jelasnya setiap Atman adalah bagian dari Paramatman

Jadi bila suatu ketika seseorang mencapai pencerahan maka ia memiliki kemampuan kembali kepada Paramatman, ini seperti Dharmakaya yang dimiliki oleh setiap mahluk yang berhasil menjadi Buddha. Dharmakayanya akan kembali ke Nirvana

Menurut mas Tan, Dharmakaya ini akan selalu bersinar di Nirvana, sama dengan Paramatman yang selalu ada di Nirvana, setiap atman (atta: Pali) akan kembali ke Nirvana.
The truth, and nothing but the truth...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #242 on: 24 December 2009, 12:05:06 PM »
Quote
pertama saya minta anda jabarkan perbedaan konsep Trikaya dan Trinitas....kalau saya pribadi mirip saja...mungkin anda lebih tahu jadi saya minta perbedaan tersebut...
jaah...bro yg melemparkan isu ini, seharusnya bro yg jabarkan bagaimana konsep itu bisa sama?? saya saja tidak tahu bagaimana bro bisa anggap sama. Padahal jelas-jelas berbeda secara hakiki. Ingat lho bro, jangan menilai sesuatu dari atributnya, selami makna hakikinya baru simpulkan apakah itu sama atau tidak.
Sebagai info tambahan, Trikaya dalam Mahayana hanya salah satu variabel umum dalam menjelaskan manifestasi Buddha, lebih dari itu ada juga disebut 10 kaya, tergantung konteksnya. Seperti dalam menjelaskan 1 jenis dhamma, 2 jenis dhamma, dan seterusnya.

Quote
kemudian apabila anda sendiri jg kurang paham dan mengerti konsep trikaya...lebih lagi anda tinggal mengatakan bahwa buddha adalah Upayakausalya...
( tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan pikiran )
Trikaya secara konseptual tidak perlu dikaitkan dengan apakah saya ngerti atau tidak. Saya hanya berkapasitas menjelaskan bagaimana ini eksis dalam Sutra Mahayana dan merupakan wejangan dari Buddha. 
Saya merasa geli sendiri bahwa mengapa bro mencampurkan masalah upaya kausalya di sini. Saya mengerti maksud bro , jadi  mari saya klarifikasi sedikit lagi bahwa Upaya Kausalya bukanlah semacam alasan utk menutupi sesuatu yang tidak logis di mata anda. Upaya Kausalya adalah cara-cara yang digunakan utk memberi manfaat pada para makhluk, yang semua itu tidak terhindar dari prinsip hubungan sebab akibat.
 
Quote
jadi sebenarnya konsep Trikaya itu muncul dari orang yg mengerti atau tidak mengerti?
apakah arahat yang menulis konsep trikaya adalah sammasambuddha? jelas bukan....jadi siapa yang berani menulis konsep trikaya serta menjabarkan konsep ini kalau diri sendiri tidak mengerti..
apakah bisa paham maksud saya?
Arahat yang menulis konsep ini memang bukan Sammasambuddha. Tetapi konseptual ini kan berasal dari wejangan Buddha, tidak perlu harus mengerti. Sama seperti Ananda saat belum mengalami Nibbana, Sang Buddha tetap mewejangkannya kepada Ananda. Taruhlah Ananda akhirnya mencapai Nibbana, tetapi Ananda tidak mengerti tentang pengetahuan sempurna (Sabbannuta nana) seorang Sammasammbuddha juga, toh juga menkonseptualkannya hingga akhrinya muncul dalam Sutra bentuk tulisan ,bukan?   

Quote
sekalian sy tanyakan
jika anda katakan bahwa Trikaya itu berpusat 1, apakah ketika pikiran Buddha gotama itu pararel dengan Avalokitesvara? dan Amitabha...mengingat sebenarnya adalah satu...
apabila tidak pararel...apakah Buddha dengan gampang nya menciptakan Buddha baru?
Pengertian satu itu apakah segampang itu mencernanya seperti menganggap air sama dengan susu?
Paham maksud saya? Air susu dan air laut berbeda, tetapi secara substantif ia berasal dari satu sumber yakni unsur air . Tetapi tidak berarti air susu harus muncul dari air laut.
Yang dikatakan SATU itu karena ia memiliki substansi yang sama yaitu sama sama unsur Air.
Dharmakaya ibarat unsur air, dari aspek ini maka disebut semua Buddha itu sama karena sama-sama memiliki hakikat (baca:unsur) yang sama dalam dirinya. Bukan berarti Buddha Gotama = Buddhha Amitabha hingga membuat orang bingung. Yang dikatakan sama itu adalah aspek Dharmakaya, aspek hakiki dalam dirinya yakni potensi Kebuddhaannya.


Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #243 on: 24 December 2009, 12:06:29 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #244 on: 24 December 2009, 12:11:29 PM »
tanpa buddha AMITHABA tidak akan ada buddha,buddha amithaba adalah buddha awal bersama 3 buddha lainnya yg melambangkan sifat ketuhanan,apakah haram hukumnya mengimani amithabba sebagai buddha,setahu sy jgnkan amithaba,yesus dan muhamad sj kita harus menyakini bahwa beliau adalah ,manusia yg tela menyebarkan jln kebenaran untuk manusia dan menuju alam bahagia walaupun beda bahasanya.,.,.,.,.,.,.,
malah yg sy liat theravada sy kaku dlm menerapkan aturan budhis,kalo sy memilih aliran TRIDHAMMA lebih netral dlm berpandangan dan universal dlm berpikir,.,.,.,

AMITOHPO

Apakah Buddha Amitabha itu semacam CAUSA PRIMA ? Tanpa-Buddha Amitabha, tidak akan ada BUDDHA... Kok mirip sama tetangga ya... Tanpa melalu SAYA, tidak akan ada SURGA....  ;D

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #245 on: 24 December 2009, 12:12:35 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #246 on: 24 December 2009, 12:13:31 PM »
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #247 on: 24 December 2009, 12:17:34 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #248 on: 24 December 2009, 12:19:01 PM »
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  

Konteks BUDDHA juga tidak berkorelasi dengan apa yang di perbuat oleh seorang Bodhisatta. Karena di dalam riwayat hidup BUDDHA GOTAMA ketika masih hidup, Buddha sudah tidak menciptakan karma lagi. Karena yang saya pahami dari seorang individu yang menjalani karir sebagai seorang bodhisatta (setelah di adithana oleh seorang sammasambuddha) adalah bahwa individu tersebut masih belum mencapai tingkat kesucian apapun (walaupun secara parami mungkin sudah, tetapi belum di tamat-kan). Jadi masih tetap alur logis dari apa yang saya dapatkan dari Pali Kanon lebih nyambung...

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #249 on: 24 December 2009, 12:22:38 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Akar perpecahan
« Reply #250 on: 24 December 2009, 12:28:55 PM »
Kalau memakai analogi game RPG untuk contoh kasus Parami Bodhisatta dan pencapaian tingkat Arahat...

Menurut Theravada:
- Untuk mencapai tingkat Arahat (Savaka Buddha), seseorang harus mencabut lobha-dosa-moha (baca: langsung mengalahkan Big Bosses, dan game pun selesai).
- Untuk mencapai tingkat Sammasambuddha, seseorang harus mengumpulkan Parami (baca: mengumpulkan experience supaya naik level sampai level tertinggi; baru kalahkan Big Bosses, dan game pun selesai).

Menurut Mahayana:
- Di tingkat Arhat (Sravaka Buddha), seseorang yang sudah mencabut lobha-dosa-moha (baca: mengalahkan Big Bosses) sebenarnya belum selesai (baca: game belum selesai). Masih bisa terlahir kembali dan melanjutkan petualangan untuk menjadi Samyaksambuddha.
- Di tingkat Bodhisattva (mengambil jalan Samyaksambodhi), seseorang akan mengumpulkan Paramitha (baca: mengumpulkan experience supaya naik level; dan abilitynya jauh di atas Arahat) dan juga mencabut lobha-dosa-moha, barulah dikatakan sudah selesai (baca: game sudah selesai). Tapi setelah menjadi Samyaksambuddha, dia pasti akan menolong makhluk lain (baca: mengajarkan jalan ini / memberikan walkthrough kepada karakter lain).

Kurang lebih seperti itu... ;D
« Last Edit: 24 December 2009, 12:34:17 PM by upasaka »

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #251 on: 24 December 2009, 12:37:31 PM »
Quote
Berarti bro ching-ik setuju bahwa usaha upaya kausalya masih berhubungan dengan sebab akibat (a.k.a. hukum hetu phala) ? Jika demikian, memang-lah hal ini sesuai dengan apa yang disabda-kan di dalam Sutra Intan...
Ketika seorang individu (bahkan dalam level bodhisatta) masih berkutat pada pikiran untuk ini, untuk itu, bahkan untuk usaha mulia (chanda) maka seyogia-nya tidak akan bisa mencapai apa yang disebut dengan ke-BUDDHA-an...

Dengan ini berarti bahwa pada level kesucian, seorang bodhisatta tidak akan bisa menyama-i seorang savaka.
Bodhisatva sudah tidak memiliki kemelekatan. Yang saya maksudkan dari tak terhindar dari hukum sebab akibat itu adalah saat terjadi korelasi dengan makhluk yang bersangkutan. Seperti halnya Sang Buddha ketika akan mengajarkan dhamma kepada salah satu calon Arahat, Dia juga mempertimbangkan kondisi kapan saat yang tepat. Kondisi inilah yang saya maksudkan sebagai bagian dari sebab akibat.  

Konteks BUDDHA juga tidak berkorelasi dengan apa yang di perbuat oleh seorang Bodhisatta. Karena di dalam riwayat hidup BUDDHA GOTAMA ketika masih hidup, Buddha sudah tidak menciptakan karma lagi. Karena yang saya pahami dari seorang individu yang menjalani karir sebagai seorang bodhisatta (setelah di adithana oleh seorang sammasambuddha) adalah bahwa individu tersebut masih belum mencapai tingkat kesucian apapun (walaupun secara parami mungkin sudah, tetapi belum di tamat-kan). Jadi masih tetap alur logis dari apa yang saya dapatkan dari Pali Kanon lebih nyambung...


Arah pembicaraan kita adalah kaitan upaya kausalya dan hukum sebab akibat. Dalam hal ini , saya tidak menolak bahwa Buddha tidak menciptakan karma lagi. Saya hanya menekankan bahwa sebab akibat yg saya maksud di sini seperti hal  nya ketika Buddha mengajarkan dhamma, Beliau juga mempertimbangkan korelasi karma dari makhluk yg bersangkutan.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #252 on: 24 December 2009, 12:43:04 PM »
Quote
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma. Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?

tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.
  Jadi menyamar untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.

Quote
Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Sang Buddha menyamar dengan mempertunjukkan kesaktian menyalin-rupa yang disebut vikubbana iddhi, itu bukan emanasi. Dewadatta juga pernah memperlihatkan kesaktian ini kepada pangeran Ajatasattu.

Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
« Last Edit: 24 December 2009, 12:52:56 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #253 on: 24 December 2009, 12:52:18 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #254 on: 24 December 2009, 01:01:28 PM »
 
Quote
Jadi untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
ya

Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi?  Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?

Quote
Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.
Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi.
 Itulah welas asih yang dipertunjukkan. Tidaklah aneh bagi saya.