//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 228372 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline Meong

  • Teman
  • **
  • Posts: 71
  • Reputasi: 8
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #165 on: 31 August 2008, 08:53:55 PM »
pdhl bs jd bhikkhuni adalah impianku  :(
[/color]
serius ma?

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Sulitnya Terlahir Menjadi Manusia
« Reply #166 on: 31 August 2008, 08:54:38 PM »
Kalimat yang mengatakan “Adalah sulit untuk menjadi bhikkhu” artinya “Sulit sekali memperoleh kondisi yang memungkinkan terjadinya situasi tersebut. Setiap kali Bodhisatta dalam kehidupannya berkesempatan bertemu Buddha, beliau jarang sekali berkesempatan untuk menjadi bhikkhu, karena situasinya tidak mendukung. Banyaknya Arahanta pada masa Buddha Dipankarà memiliki situasi yang mendukung, tidak saja untuk menjadi bhikkhu, tetapi juga untuk mencapai kesucian Arahatta. Dalam usaha apa pun, adalah sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan jika situasinya tidak mendukung; sebaliknya jika situasinya mendukung, usaha apa pun akan memberikan hasil yang diharapkan.

Hanya karena mereka telah memiliki Kesempurnaan yang telah terpenuhi pada kehidupan-kehidupan lampau mereka, maka mereka tidak hanya dapat menjadi bhikkhu namun juga mencapai kesucian Arahatta.   _/\_

Dalam Bàlapandita Sutta, Sunnàata Vagga dari Uparipannàsa (Majjhima Nikàya) ada perumpamaan mengenai seekor kura-kura buta sehubungan dengan kalimat, “Manussattabhavo dullabho,” “Sulitnya terlahir menjadi manusia.”

Misalnya ada seseorang yang melemparkan sebuah pelampung yang berlubang di tengahnya ke tengah lautan. Pelampung tersebut akan mengapung dan hanyut ke barat jika tertiup angin timur dan hanyut ke timur jika tertiup angin barat; hanyut ke selatan jika tertiup angin utara dan hanyut ke utara jika tertiup angin selatan.

Dalam lautan tersebut, ada seekor kura-kura buta yang naik ke permukaan air seratus tahun sekali. Kemungkinan kepala kura-kura tersebut dapat masuk ke dalam lubang pelampung yang hanyut tersebut adalah jarang sekali. Sebagai makhluk yang telah mengalami penderitaan di alam sengsara dalam salah satu kehidupannya, adalah seratus kali lebih sulit terlahir menjadi manusia.
  :|

~RAPB 1, p. 388-389~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Perlindungan oleh Raja Dewa sejak Bodhisatta Gotama memasuki rahim
« Reply #167 on: 31 August 2008, 08:59:02 PM »
Sejak Bodhisatta memasuki rahim, para Dewa Catumahàràjà, yaitu Vessavana serta yang lainnya yang hidup di alam semesta ini, memasuki kamar agung Ratu Siri Mahàmàyà dan memberikan perlindungan siang dan malam, masing-masing memegang pedang untuk mengusir hantu dan raksasa, makhluk buas, dan burung-burung yang tidak terlihat, yang mungkin terlihat oleh Bodhisatta dan ibu-Nya. Demikianlah empat puluh ribu raja dewa dari sepuluh ribu alam semesta (masing-masing alam semesta memiliki empat raja dewa) menjaga seluruh tempat dari pintu kamar ratu sampai pada batas alam semesta untuk mengusir hantu, raksasa, dan lain-lain.

Perlindungan ini dilakukan bukan karena khawatir bahwa ada ancaman terhadap kehidupan Bodhisatta dan ibu-Nya; sesungguhnya, meskipun seratus ribu crore Màra membawa seratus ribu crore Gunung Meru datang mengancam kehidupan Bodhisatta dalam kehidupan-Nya yang terakhir beserta ibu-Nya, semua Màra dan gunung tersebut pasti hancur; Bodhisatta dan ibu-Nya tetap tidak akan terluka.

Perlindungan yang diberikan oleh para raja dewa yang masing-masing memegang pedang, hanya untuk mengusir pemandangan dan suara yang mungkin mengganggu atau menakut-nakuti ratu. Alasan lain, mungkin para raja dewa melindungi Bodhisatta sebagai penghormatan belaka dan pengabdian yang dipicu oleh keagungan Bodhisatta.


Kemudian akan muncul pertanyaan, apakah para raja dewa yang berjaga di dalam kamar ratu tersebut menampakkan dirinya kepada ratu atau tidak. Jawabannya: Mereka tidak menampakkan diri sewaktu ratu mandi, berpakaian, makan, dan membersihkan badannya. Namun mereka menampakkan diri saat ratu memasuki kamar dan berbaring di dipannya.

Wujud para dewa mungkin dapat menakut-nakuti orang biasa, namun tidak dapat menakut-nakuti ratu sama sekali karena kebajikan dan keagungan Bodhisatta dan dirinya. Melihat mereka, sama seperti melihat para pengawal istana biasa.
 
~RAPB I, pp. 429-430~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Ketabahan Ibu Dalam Menjalani Sila
« Reply #168 on: 31 August 2008, 09:06:23 PM »
Ibu Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya biasanya tabah dalam menjalani aturan-aturan moralitas. Sebelum munculnya seorang Buddha, orang-orang biasanya menerima sila dari para petapa dengan cara berlutut dan bersujud di hadapan mereka.
Ratu Siri Mahàmàyà, sebelum mengandung juga biasanya menerima sila dari Petapa Kàladevila. Tetapi ketika Bodhisatta berada di dalam rahimnya, tidaklah layak baginya untuk berlutut di depan orang lain, hanya sila yang diterima dari seseorang yang lebih tinggi atau setara (bukan yang lebih rendah) yang layak untuk ditaati. Sejak ia mengandung Bodhisatta, ia menerima sila dari dirinya sendiri.


Tidak Adanya Nafsu Indria

Ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, sejak hamil, terbebas dari nafsu indria terhadap laki-laki, bahkan kepada suaminya sendiri, untuk mempertahankan kesucian dan kemurniannya. Namun sebaliknya, tidak dikatakan bahwa nafsu indria tidak muncul bagi mereka yang melihat dirinya. Karena buah dari pemenuhan Kesempurnaan yang telah dilakukannya, ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, memiliki kecantikan yang luar biasa, yang tidak terlukiskan bahkan oleh seorang pelukis atau pemahat yang paling ahli sekalipun.  8)

Melihat ibu Bodhisatta, jika mereka yang melihat merasa tidak puas hanya dengan melihat saja dan mencoba untuk mendekatinya dengan pikiran yang penuh nafsu, kakinya akan tertanam di tempat itu juga seolah-olah terbelenggu oleh rantai besi.  ^-^

Oleh karena itu, harus diingat bahwa ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya adalah perempuan yang mulia, unik, dan tidak dapat diganggu oleh manusia ataupun dewa. 
:D

~RAPB I, p. 430~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Sang Ibu Melihat Bayi Dalam Rahimnya
« Reply #169 on: 31 August 2008, 09:58:06 PM »
Meskipun Mahàmàyà Devi sedang mengandung, ia tidak merasakan penderitaan sama sekali, seperti bengkak-bengkak, sakit-sakit, lelah dan lain-lain yang biasanya dialami oleh perempuan-perempuan hamil pada umumnya. Karena tidak merasakan semua penderitaan itu, ia dengan mudah melewati tahap pertama dari kehamilannya.

Ketika ia berada dalam tahap selanjutnya di mana embrio telah memiliki bentuk yang jelas dengan terbentuknya lima bagian tubuh utama, ia sering melihat apakah anaknya berada dalam posisi yang nyaman atau tidak, jika tidak, ia akan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu hamil lainnya.

Setiap ia ingin melihat, ia dapat melihat Bodhisatta dengan jelas bagaikan benang sutra yang melewati permata veëuriya bersegi delapan yang murni, bersih, dan indah; atau ia melihatnya duduk bersila dengan tenang bersandar pada tulang belakang sang ibu bagaikan pengkhotbah Dhamma yang duduk di singgasana Dhamma dan bersandar pada sandaran punggungnya.   ;D  :jempol:


Kemampuan Ibu Melihat Bodhisatta

Alasan mengapa Mahàmàyà Devi dari luar dapat melihat bayinya di dalam rahimnya yang mirip kamar teratai adalah karena kebajikan yang pernah dilakukannya dalam kehidupan-kehidupan lampaunya. Kulitnya menjadi sangat bersih dan halus, bebas dari segala noda. Kulit di bagian perut juga sangat halus, bersih, dan tembus pandang bagaikan tirai kaca yang terbuat dari batu delima yang tidak ternilai harganya. Dengan demikian, embrio dapat terlihat oleh ibu yang dapat melihat Bodhisatta dengan mata telanjang menembus kulit perutnya, bagaikan sebuah benda di dalam kotak kaca yang bersih.  ;D

Catatan: Meskipun Mahàmàyà Devi dapat melihat dengan jelas bayi dalam rahimnya, namun bayi di dalam rahim tidak dapat melihat ibunya, karena kesadaran matanya (cakkhuvinnàna) belum berkembang sewaktu berada dalam rahim sang ibu.


~RAPB I, pp. 431-432~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Kelahiran Bodhisatta
« Reply #170 on: 31 August 2008, 10:04:32 PM »
Perempuan selain ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, mungkin melahirkan sebelum atau sesudah sepuluh bulan masa kehamilan. Mereka tidak tahu pasti kapan bayinya akan terlahir. Bayi mereka akan terlahir pada waktu yang tidak terduga dalam satu dari empat postur, berbaring, duduk, berdiri, atau berjalan.

Namun, bagi ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya sangatlah berbeda. Masa kehamilannya tepat sepuluh bulan atau 295 hari sejak hari pertama kehamilan. Seorang Bodhisatta terlahir sewaktu ibu sedang dalam postur berdiri. Ketika terlahir, ia bersih tanpa noda bagaikan batu delima yang diletakkan di atas kain tenunan dari Kasã.

Orang-orang biasa akan mengalami siksaan berat pada saat kelahiran. Saat kontraksi pertama sang ibu yang menandakan kelahiran akan dimulai, mereka harus melalui beberapa peristiwa, berputar dengan posisi kepala di bawah; harus memaksa keluar melalui celah sempit di antara otot-otot keras di daerah jalur kelahiran dan menderita kesakitan luar biasa. Proses ini dapat diumpamakan seperti seseorang yang terjatuh dalam jurang yang sempit dan dalam atau seperti seekor gajah yang dipaksa melewati lubang kunci yang sempit.

Namun, tidak seperti bayi-bayi lain, Bodhisatta lahir dengan mudah bagaikan air yang melewati saringan, bagaikan pengkhotbah Dhamma yang turun perlahan-lahan dari atas tempat duduknya setelah memberikan khotbah Dhamma; atau bagaikan seseorang yang menuruni tangga pagoda; atau bagaikan matahari dengan seribu berkas sinarnya yang menyinari gunung emas, Bodhisatta keluar dengan mudah dan nyaman dengan tangan terentang, telapak tangannya terbuka, mata terbuka, dengan penuh perhatian dan pengertian, sama sekali tanpa rasa takut.

~RAPB I, pp. 432-433~


Kelahiran Bodhisatta

Dengan berpegangan pada dahan pohon sàla, Ratu Mahàmaya berdiri dengan anggun dengan berpakaian dari bahan kain brokat berbenang emas dan selendang bersulamkan hiasan-hiasan indah berwarna putih yang mirip mata ikan yang menutupi sampai ujung jari kakinya. Pada saat itu ia merasakan tanda-tanda kelahiran. Para pelayannya buru-buru membentuk lingkaran dan menutupi area tersebut dengan tirai.

Pada saat itu, tiba-tiba sepuluh ribu alam semesta bersama-sama dengan samudra raya bergolak, berguncang dan berputar bagaikan roda pembuat tembikar. Dewa dan brahmà berseru gembira dan menyiramkan bunga-bunga dari angkasa; segala alat musik secara otomatis memainkan lagu-lagu yang indah dan merdu. Seluruh semesta menjadi terlihat cerah dan jernih tanpa halangan di semua arah. Fenomena-fenomena ajaib ini yang seluruhnya berjumlah tiga puluh dua terjadi menyambut kelahiran Bodhisatta. ..., demikianlah Bodhisatta yang berhiaskan tanda-tanda fisik besar dan kecil dilahirkan bersih dan suci dari rahim teratai yang mirip stupa milik Mahàmàyà Devi, pada hari Jumat, malam purnama di bulan Vesàkha, bulan musim panas di tahun 68 Mahà Era, ketika bulan dalam posisi segaris dengan bintang Visàkhà.

Pada saat kelahiran Bodhisatta, dua mata air, hangat dan dingin mengalir dari angkasa dan jatuh di tubuh Bodhisatta yang memang telah bersih dan suci dan tubuh ibunya sebagai penghormatan, mereka dapat menyesuaikan panas dan dingin dari air tersebut yang jatuh ke tubuh mereka.

~RAPB I, p. 436~


 _/\_
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Seruan Berani
« Reply #171 on: 31 August 2008, 10:07:32 PM »
Sewaktu Bodhisatta berhenti setelah berjalan tujuh langkah ke arah utara, Bodhisatta menyerukan seruan berani yang terdengar oleh semua makhluk di seluruh sepuluh ribu alam semesta sebagai berikut:

“Aggo’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam.

“Jeññho’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam.

“Settho’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam.

“Ayaÿ antimà Jàti!”
Inilah kelahiran-Ku yang terakhir

“Natthi dàni punabhavo!”
Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku.


Sewaktu Bodhisatta menyerukan seruan ini, tidak ada seorang pun yang dapat membantahnya; seluruh brahmà, dewa, dan manusia mengucapkan selamat.

~RAPB I, p. 439~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Tiga Kelahiran di Mana Bodhisatta Langsung Berbicara Saat Terlahir
« Reply #172 on: 31 August 2008, 10:13:13 PM »
Bodhisatta langsung berbicara setelah lahir bukan hanya pada kelahirannya sebagai Pangeran Siddhattha, tetapi juga ketika Beliau terlahir sebagai Mahosadha Sang Bijaksana dan ketika Beliau terlahir sebagai Pangeran Vessantara. Dengan demikian ada tiga kelahiran di mana Bodhisatta langsung berbicara setelah terlahir.
 

Penjelasan singkat:
(1) Dalam kelahirannya sebagai Mahosadha Sang Bijaksana, Bodhisatta keluar dari rahim ibunya, sambil memegang sepotong kayu cendana yang diberikan oleh Dewa Sakka, raja dewa. Sang ibu yang menyaksikan benda yang dipegang oleh bayinya yang baru lahir bertanya, “Anakku, apa yang kau bawa di tanganmu?” “O Ibu, ini obat,” jawab Bodhisatta.

Demikianlah, Beliau pada mulanya diberi nama Osadha Kumara, yang artinya, “Putra Obat.” Obat itu dengan hati-hati disimpan dalam sebuah kendi. Semua pasien dengan berbagai penyakit seperti buta, tuli, dan dapat disembuhkan dengan obat tersebut, pasien pertama adalah ayahnya yang kaya raya, yang menderita sakit kepala disembuhkannya. Karena kemujaraban obat yang Beliau miliki, Bodhisatta kemudian dikenal sebagai Mahosadha, artinya, pemuda yang memiliki obat yang paling manjur.

(2) Dalam kelahiran Bodhisatta sebagai Raja Vessantara, ketika Beliau terlahir, Beliau mengulurkan tangan kanan dengan telapak tangan terbuka dan berkata, “O Ibu, apa yang engkau miliki dalam istana emasmu yang dapat kudanakan?” Sang ibu menjawab, “Anakku, Engkau terlahir untuk menjadi kaya raya di dalam istana emas ini.” Kemudian sang ibu meraih tangan anaknya yang terbuka dan menyerahkan sekantung uang senilai seratus keping perak. Demikianlah, Bodhisatta berbicara saat kelahirannya sebagai Raja Vessantara.

(3) Seperti yang telah diceritakan di atas, dalam kehidupan terakhirnya sebagai Pangeran Siddhattha, Bodhisatta mengucapkan seruan berani begitu Beliau lahir.

Ini adalah tiga kelahiran di mana Bodhisatta langsung berbicara setelah ibu-Nya melahirkan-Nya.

~RAPB I, pp. 440-441~



Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #173 on: 01 September 2008, 12:50:50 PM »
pdhl bs jd bhikkhuni adalah impianku  :(

beneran nih? ???
bagus dong, ada calon bhikkhuni di DC.
 _/\_


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline CKRA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 919
  • Reputasi: 71
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #174 on: 03 September 2008, 10:22:26 AM »
Saya belum baca RAPB tapi saya sudah baca KHB yang juga terbitan Ehipassiko. Boleh minta bocoran apakah RAPB merupakan extended version dari KHB?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #175 on: 03 September 2008, 02:05:33 PM »
Saya belum baca RAPB tapi saya sudah baca KHB yang juga terbitan Ehipassiko. Boleh minta bocoran apakah RAPB merupakan extended version dari KHB?
Rekan CKRA, RAPB bisa/tidak bisa disebut sebagai extended version dari KHB, karena kedua buku ini ditulis dari sumber yg sama yaitu Tipitaka. dari penampilan secara fisik bukunya, yaitu ketebalannya, dapat diketahui bahwa KHB terlalu ringkas sedangkan RAPB jauh lebih lengkap dan komprehensif.

Silahkan rekan CKRA membaca RAPB yang sudah tersedia secara gratis di perpustakaan DC ini.

Offline CKRA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 919
  • Reputasi: 71
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #176 on: 03 September 2008, 02:29:18 PM »
Terima kasih informasinya rekan Indra. Kalau di KHB menceritakan riwayat Buddha Gotama mulai dari sebagai Sumedha langsung sebagai Siddhattha, apakah kalau di RAPB diceritakan lebih rinci riwayat Bodhisatta dalam kehidupan-kehidupan sebelum sebagai Siddhattha atau juga diceritakan riwayat Buddha Buddha lain selain Buddha Gotama, seperti Buddha Dipankara dll? Soalnya di resensi bukunya kurang jelas. Supaya ada ekspektasi sebelum membaca :)

 _/\_
CKRA

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #177 on: 04 September 2008, 10:23:57 AM »
CKRA,

Sesuai judul buku KRONOLOGI HIDUP BUDDHA, yang diceritakan hanya riwayat Buddha (Gotama) saja. pada RIWAYAT AGUNG "PARA BUDDHA", meceritakan Para Buddha, sejak dari Buddha Dipankara hingga Buddha Gotama, yg intinya menceritakan kisah pertemuan Sang Bodhisatta Gotama dengan Buddha-Buddha masa lampau.

Offline CKRA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 919
  • Reputasi: 71
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #178 on: 04 September 2008, 01:08:37 PM »
Terima kasih informasinya rekan Indra  _/\_

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Ayu vematta: perbedaan umur kehidupan manusia saat munculnya Buddha
« Reply #179 on: 10 September 2008, 10:46:46 PM »
Buddha Dipankarà, Kondanna, Anomadassi, Paduma, Padumuttara, Atthadassi, Dhammadhassi, Siddhatta, dan Tissa—sembilan Buddha ini muncul dalam kappa saat umur kehidupan manusia adalah seratus ribu tahun.

Buddha Mangala, Sumanà, Sobhita, Nàrada, Sumedhà, Sujàta, Piyadassi, dan Phussa—delapan Buddha ini muncul saat umur kehidupan manusia adalah sembilan puluh ribu tahun.

Buddha Revata dan Vessabhu--dua Buddha ini muncul saat umur kehidupan manusia adalah enam puluh ribu tahun.

Buddha Vipassi muncul saat umur kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun. Buddha Sikhi muncul saat umur kehidupan manusia adalah tujuh puluh ribu tahun. Buddha Kakusandha muncul saat umur kehidupan manusia adalah empat puluh ribu tahun. Buddha Konàgamana muncul saat umur kehidupan manusia adalah tiga puluh ribu tahun. Buddha Kassapa muncul saat umur kehidupan manusia adalah dua puluh ribu tahun. Dan Buddha Gotama muncul saat umur kehidupan manusia adalah seratus tahun.

Bukankah, para Buddha seharusnya muncul pada umur kehidupan manusia yang sama, karena mereka adalah makhluk agung yang telah memenuhi Kesempurnaan dengan tingkat yang tertinggi?

Sehubungan dengan hal ini, ada penjelasan singkat berdasarkan Komentar Mahà Padana Sutta dari Sutta Mahà Vagga Atthakathà. Umur kehidupan manusia tergantung dari kebajikan yang dilakukan oleh penguasanya. Jika ia melakukan kebajikan, semua rakyatnya juga melakukan kebajikan, juga para dewa yang memberikan hujan dan makhluk-makhluk lain yang turut membantu. Hal ini menyebabkan cuaca menjadi teratur sehingga menghasilkan tanaman-tanaman dan sayur-mayur yang sehat dan bergizi untuk umat manusia, sehingga manusia dapat berumur panjang dan sehat. Jika penguasa tidak melakukan kebajikan, rakyatnya juga tidak; dewa-dewa yang memberikan hujan dan hal-hal pendukung lainnya juga tidak melakukan kebajikan. Sehingga buah-buahan dan sayur-mayur menjadi kekurangan gizi dan cuaca tidak menentu. Akibatnya, manusia menjadi gampang sakit dan berumur pendek.   :-?

Demikianlah, Buddha yang muncul pada saat umur kehidupan manusia yang panjang memperoleh umur yang panjang, sedangkan Buddha yang muncul pada saat umur kehidupan manusia pendek juga berumur pendek.

Meskipun semua Buddha mampu untuk memperpanjang umur-Nya sebagai akibat dari kebajikan masa lampau-Nya, umur-Nya berbeda sesuai Komentar Buddhavamsa yang mengatakan, “upacita punnasambhàrànam dighayukasamvattanika - kammasamupetànam pi buddhànam yuga - vasena àyuppamànam asamanam ahosi,” meskipun mereka memiliki jasa masa lampau yang dapat memperpanjang umur-Nya, para Buddha tetap berbeda umur-Nya sesuai àyu kappa (umur kehidupan manusia).”

Contohnya: jika benih pohon jati yang umurnya dapat mencapai ratusan tahun ditanam di daerah yang kering yang tanahnya keras dan gersang, ia tidak akan hidup lama; demikian pula halnya, meskipun kebajikan para Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya yang meyebabkan kelahiran dan kemampuan untuk memperpanjang umurnya, jika mereka mencapai Kebuddhaan dalam suatu periode yang pendek dari suatu àyu kappa, hal ini bagaikan lahan yang kering dan gersang, hidup mereka akan menjadi pendek sesuai àyu kappa tersebut.

~RAPB I, pp. 397-398~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~