1. Salah tulis sepertinya. Semua sutta/ sutra itu ditulis lama setelah Buddha parinibbana.
Ketika mereka menulis sutra, periode tsb sudah jadi pengetahuan umum bahwa Ananda adalah arahat
Jadi waktu sutra tsb ditulis, si penulis tanpa sadar menulis daftar arahat seperti yang umum diketahui.
2. tidak benar.
- perpecahan mengenai vinaya itu berbeda menurut catatan masing-masing sekte. Menurut mahasanghika, justru mereka yang mau mempertahankan vinaya. Jika ada yang berkata sebaliknya, itu menurut catatan versi lawannya mahasanghika.
Lebih lengkap ada di
https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=25572.0Mahadeva adalah tokoh legenda yang disalahkan atas penyimpangan ajaran. Kebanyakan sumber cerita ini adalah dari teks propaganda dari satu aliran yang menyerang aliran lain.
lebih lengkap
https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=23774.msg433813#msg433813saya ambil dari tulisan Bhikkhu Sujato dari link pertama, bagian kesimpulan
Mahayana
Banyak pembaca mungkin bertanya-tanya: tetapi bagaimana dengan Mahayana? Kemana mereka ketika hal ini berlangsung? Penting untuk disadari bahwa tidak ada yang disebut Vinaya khas ‘Mahayana’. Para Mahayanis selalu mengikuti Vinaya dasar yang sama seperti halnya para biksu dan biksuni lainnya. Tidak pernah diabaikan, namun dilengkapi dengan satu set aturan atau prinsip yang dikenal sebagai “sumpah-sumpah Bodhisattva” , yang adalah bonus terhadap Vinaya yang umum. Saya tidak familiar dengan sumpah-sumpah tersebut, sehingga saya akan menyerahkan pada teman-teman Mahayana untuk menjelaskan arti dan cara kerjanya.
Para sarjana modern sering berkata bahwa Mahayana diturunkan dari Mahāsaṅghika mula-mula, dan Mahāsaṅghika dipersamakan dengan Vajjiputtaka dari Konsili Kedua; karena itu, Mahayana, dikatakan, mewakili pergerakan meninggalkan aturan-aturan monastik yang kaku. Namun, sangat sedikit bukti terhadap rantai penalaran ini. Seperti telah kita saksikan, terdapat alasan untuk meyakini bahwa Vajjiputtaka tidak memiliki kaitan dengan Mahāsaṅghika, dan Vinaya Mahāsaṅghika menunjukkan mereka memiliki sikap yang sama berkenaan Vinaya seperti halnya kelompok-kelompok lainnya. Selain itu, sumber-sumber primer mengkaitkan perpecahan pertama terhadap doktrin, bukan Vinaya. Sumber-sumber yang mengkaitkan Vajjiputtaka dengan Mahasanghika cenderung terlambat, dan kita dapat menduga mereka berniatan polemik.
Saya juga berpikir bahwa keterkaitan antara Mahāsaṅghika dan Mahayana telah dilebih-lebihkan. Bukti-bukti dari naskah-naskah, jurnal-jurnal, dan para penulis Mahayana menunjukkan bahwa Mahāsaṅghika masih ada sebagai sebuah sekte yang berbeda hingga di akhir Agama Buddha India; mereka bukan sekedar melebur ke dalam Mahayana. Sementara doktrin utama Mahāsaṅghika – kesempurnaan Arahat yang tidak sepenuhnya – digemakan dalam banyak karya Mahayana, namun Mahayana tetap berutang banyak pada Sarvāstivāda. Karenanya tradisi Tibet menyuarakan “empat aliran” Agama Buddha India (Sarvāstivāda, Sautrāntika, Cittamātra, Mādhyamaka), dan mengabaikan Mahāsaṅghika. China menerima versi Sarvāstivādin berkenaan kisah kehidupan Buddha, Lalitavistara, sebagai salah satu sutra utamanya, dibandingkan Mahavastu milik Mahāsaṅghika. Abhidharma dari Sarvāstivāda secara luas dipelajari di Tibet dan China, tetapi kita sedikit mendengar tentang Abhidharma Mahāsaṅghika. Debat-debat dari para filsuf Mahayana adalah dengan Sarvāstivāda, bukan dengan Mahāsaṅghika. Mungkin, untuk selanjutnya, kita harus menganggap Mahayana muncul dari trend-trend tertentu yang ditemukan di seluruh aliran, dan bukan diturunkan dari satu aliran spesifik tertentu. Hal ini menjelaskan referensi Hiuen Tsang [Xuan Zang / yang populer dalam kisah perjalanan ke barat] yang menyebutkan “Theravādin Mahāyāna” yang kemungkinan besar adalah para Theravādin yang mengikuti jalan Bodhisattva.