//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN  (Read 8546 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« on: 12 August 2013, 10:32:04 PM »
[150] BUKU KELOMPOK DELAPAN

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #1 on: 12 August 2013, 10:32:42 PM »
LIMA PULUH PERTAMA


I. CINTA-KASIH

1 (1) Cinta-Kasih

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti. Apakah delapan ini?

(1) “Seseorang tidur dengan lelap; (2) ia terjaga dengan bahagia; (3) ia tidak bermimpi buruk; (4) ia disukai oleh manusia-manusia; (5) ia disukai oleh makhluk-makhluk halus;<1615> (6) para dewata melindunginya; (7) api, racun, dan senjata tidak melukainya; dan (8 ) jika ia tidak menembus lebih jauh lagi, maka ia mengarah menuju alam brahmā.

“Ketika, para bhikkhu kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti.”

   Bagi seseorang yang senantiasa penuh perhatian, mengembangkan
   Cinta kasih yang tanpa batas,
   Belenggu-belenggunya menipis ketika ia melihat
   Hancurnya perolehan-perolehan. [151]

   Jika, dengan pikiran yang bebas dari kebencian,
   Ia membangkitkan cinta terhadap hanya satu makhluk,
   Karena itu ia menjadi baik.
   Berbelas kasih dalam pikiran terhadap semua makhluk,<1616>
   Yang mulia menghasilkan jasa berlimpah.

   Para bangsawan bijaksana itu yang menaklukkan bumi
   Dengan banyak makhluknya
   Mengembara ke sekeliling melakukan pengorbanan:
   Pengorbanan kuda,<1617> pengorbanan orang,
   Sammāpāsa, vājapeyya, niraggaḷa.<1618>

   Semua ini tidak sebanding dengan seper enam belas bagian
   Dari pikiran cinta yang terkembang dengan baik,
   Seperti halnya sekumpulan bintang<1619> tidak dapat menandingi
   Seper enam belas bagian dari sinar rembulan.

   Ia yang tidak membunuh atau menyuruh untuk membunuh,
   Yang tidak menaklukkan atau menyuruh  untuk menaklukkan,
   Ia yang memiliki cinta-kasih terhadap semua makhluk<1620>
   Tidak memendam permusuhan terhadap siapa pun.

2 (2) Kebijaksanaan

“Para bhikkhu, ada delapan penyebab dan kondisi ini yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual<1621> jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu hidup dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan. Ini adalah penyebab dan kondisi pertama yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh. [152]

(2) “Ketika ia sedang menetap dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan, ia dari waktu ke waktu menemui mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari ini?’ Para mulia itu mengungkapkan kepadanya apa yang belum diungkapkan, menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghalau kebingungan sehubungan dengan banyak hal-hal yang membingungkan. Ini adalah penyebab dan kondisi ke dua yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(3) “Setelah mendengarkan Dhamma itu, ia melakukan dua jenis pengasingan: pengasingan dalam jasmani dan pengasingan dalam pikiran. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tiga yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(4) “Ia bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Ini adalah penyebab dan kondisi ke empat yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(5) “Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Ini adalah penyebab dan kondisi ke lima yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual … [153]

(6) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat; ia kuat, teguh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Ini adalah penyebab dan kondisi ke enam yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(7) “Di tengah-tengah Saṅgha, ia tidak terlibat dalam obrolan tanpa tujuan dan tanpa arah. Apakah ia sendiri yang membicarakan Dhamma, atau ia meminta seseorang lainnya untuk melakukannya, atau ia berdiam dalam keheningan mulia.<1622> Ini adalah penyebab dan kondisi ke tujuh yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(8 ) “Ia berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan … demikianlah persepsi … demikianlah aktivitas-aktivitas berkehendak … demikianlah kesadaran, demikian asal-mulanya, demikianlah lenyapnya.’ Ini adalah penyebab dan kondisi ke delapan yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh.

(1) “Teman-temannya para bhikkhu menghargainya sebagai berikut: ‘Yang mulia ini hidup dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.<1623>

(2) “‘Ketika yang mulia ini sedang menetap dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru … [154] … Para mulia itu … menghalau kebingungan sehubungan dengan banyak hal-hal yang membingungkan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(3) “‘Setelah mendengarkan Dhamma itu, yang mulia ini melakukan dua jenis pengasingan: pengasingan dalam jasmani dan pengasingan dalam pikiran. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(4) “‘Yang mulia ini bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(5) “‘Yang mulia ini telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(6) “‘Yang mulia ini telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat; ia kuat, teguh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan. [155]

(7) “Di tengah-tengah Saṅgha, yang mulia ini tidak terlibat dalam obrolan tanpa tujuan dan tanpa arah ... atau ia berdiam dalam keheningan mulia. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(8 ) “Yang mulia ini berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan … Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

“Ini, para bhikkhu, adalah delapan penyebab dan kondisi ini yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh.”

3 (3) Disenangi (1) <1624>

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, (1) seorang bhikkhu memuji mereka yang tercela dan (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3) ia menginginkan keuntungan dan (4) kehormatan; (5) ia secara moral tidak tahu malu dan (6) bermoral sembrono; (7) ia memiliki keinginan jahat dan (8 ) menganut pandangan salah. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? [156] Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak memuji mereka yang tidak menyenangkan atau (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3) ia tidak menginginkan keuntungan atau (4) kehormatan; (5) ia memiliki rasa malu bermoral dan (6) rasa takut bermoral; (7) ia memiliki sedikit keinginan dan (8 ) menganut pandangan benar. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka.”

4 (4) Menyenangkan (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) menginginkan keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia tidak mengetahui waktu yang tepat dan (5) tidak mengetahui kecukupan; (6) ia tidak murni;<1625> (7) ia banyak berbicara; (8 ) ia menghina dan mencaci teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) tidak menginginkan keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia mengetahui waktu yang tepat dan (5) mengetahui kecukupan; (6) ia murni; (7) ia tidak banyak berbicara; (8 ) ia tidak menghina dan tidak mencaci teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka.

5 (5) Dunia (1)

“Para bhikkhu, delapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling delapan kondisi duniawi ini. Apakah delapan ini? [157] Untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Kedelapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling kedelapan kondisi duniawi ini.”

   Keuntungan dan kerugian, kehinaan dan kemasyhuran,
   Celaan dan pujian, kenikmatan dan kesakitan:
   Kondisi-kondisi ini yang ditemui oleh orang-orang
   Adalah tidak kekal, sementara, dan tunduk pada perubahan.

   Seorang yang bijaksana dan penuh perhatian mengetahui hal-hal ini
   Dan melihat bahwa hal-hal ini tunduk pada perubahan.
   Kondisi-kondisi yang disenangi tidak menggairahkan pikirannya
   Juga ia tidak mundur oleh kondisi-kondisi yang tidak disenangi.

   Ia telah menghalau ketertarikan dan penolakan;
   Hal-hal itu telah pergi dan tidak ada lagi.
   Setelah mengetahui keadaan yang tanpa debu dan tanpa dukacita,
   Ia dengan benar memahami dan telah melampaui penjelmaan.

6 (6) Dunia (2)

“Para bhikkhu, delapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling delapan kondisi duniawi ini. Apakah delapan ini? [157] Untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Kedelapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling kedelapan kondisi duniawi ini.”

“Para bhikkhu, seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar mengalami untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Seorang siswa mulia yang terpelajar juga mengalami untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Apakah [158] kesenjangan, disparitas, perbedaan antara seorang siswa mulia yang terpelajar dan seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar sehubungan dengan hal ini?”

“Bhante, ajaran kami berakar pada Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarnya dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

‘Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“(1) Para bhikkhu, ketika seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar menemui keuntungan, ia tidak merefleksikan sebagai berikut:  “Keuntungan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Ia tidak memahami sebagaimana adanya. (2) Ketika ia mengalami kerugian … (3) … kemasyhuran … (4) … kehinaan … (5) … celaan … (6) … pujian … (7) … kenikmatan … (8 ) … kesakitan, ia tidak merefleksikan sebagai berikut:  “Kesakitan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Ia tidak memahami sebagaimana adanya.

“Keuntungan menguasai pikirannya, dan kerugian menguasai pikirannya. Kemasyhuran menguasai pikirannya, dan kehinaan mengusai pikirannya. Celaan menguasai pikirannya, dan pujian menguasai pikirannya. Kenikmatan menguasai pikirannya, dan kesakitan menguasai pikirannya. Ia tertarik pada keuntungan dan menolak kerugian. Ia tertarik pada kemasyhuran dan menolak kehinaan. Ia tertarik pada pujian dan menolak celaan. Ia tertarik pada kenikmatan dan menolak kesakitan. Demikianlah dengan terlibat dalam ketertarikan dan penolakan, ia tidak terbebas dari kelahiran, dari penuaan dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan; ia tidak terbebas dari penderitaan, Aku katakan.

“Tetapi, para bhikkhu, (1) ketika seorang siswa mulia yang terpelajar mengalami keuntungan, ia merefleksikan sebagai berikut:  “Keuntungan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Demikianlah ia memahami sebagaimana adanya. (2) Ketika ia mengalami kerugian … (3) … kemasyhuran … (4) … [159] kehinaan … (5) … celaan … (6) … pujian … (7) … kenikmatan … (8 ) … kesakitan, ia merefleksikan sebagai berikut:  “Kesakitan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Demikianlah ia memahami sebagaimana adanya.

“Keuntungan tidak menguasai pikirannya, dan kerugian tidak menguasai pikirannya. Kemasyhuran tidak menguasai pikirannya, dan kehinaan tidak mengusai pikirannya. Celaan tidak menguasai pikirannya, dan pujian tidak menguasai pikirannya. Kenikmatan tidak menguasai pikirannya, dan kesakitan tidak menguasai pikirannya. Ia tidak tertarik pada keuntungan dan tidak menolak kerugian. Ia tidak tertarik pada kemasyhuran dan tidak menolak kehinaan. Ia tidak tertarik pada pujian dan tidak menolak celaan. Ia tidak tertarik pada kenikmatan dan tidak menolak kesakitan. Demikianlah setelah meninggalkan ketertarikan dan penolakan, ia terbebas dari kelahiran, dari penuaan dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan; ia terbebas dari penderitaan, Aku katakan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesenjangan, disparitas, perbedaan antara seorang siswa mulia yang terpelajar dan seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar.”

[Syairnya identik dengan syair pada b:5.] [160]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #2 on: 12 August 2013, 10:33:10 PM »
7 (7) Kegagalan Devadatta

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Nasar tidak lama setelah Devadatta pergi.<1626> Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta:

“Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain. Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh delapan kondisi buruk, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. Apakah delapan ini?

“(1) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh keuntungan, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. (2) karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kerugian … (3) … oleh kemasyhuran … (4) … oleh kehinaan … (5) … oleh kehormatan … (6) … oleh ketiadaan kehormatan … (7) … oleh keinginan jahat … (8 ) … oleh pertemanan yang buruk, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kedelapan kondisi buruk ini, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus.

“Adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Adalah baik baginya untuk mengatasi kerugian kapan pun kerugian itu muncul … mengatasi kemasyhuran … kehinaan … kehormatan [161] … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Dan karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul? Karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... Kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul? Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang belum mengatasi keuntungan yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengatasinya. Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang tidak mengatasi kerugian yang telah muncul … kemasyhuran yang telah muncul … kehinaan yang telah muncul …kehormatan yang telah muncul … ketiadaan kehormatan yang telah muncul … keinginan jahat yang telah muncul … pertemanan buruk yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengatasinya. Karena alasan inilah maka seorang bhikkhu harus mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Ia harus mengatatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... Kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Kami akan mengatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan … kehormatan … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan buruk kapan pun perstemanan buruk itu muncul.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [162]

8 (8 ) Uttara tentang Kegagalan

Pada suatu ketika Yang Mulia Uttara sedang menetap di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkhyeyya. Di sana Yang Mulia Uttara berkata kepada para bhiikkhu …

“Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain.”

Pada saat itu Raja [Deva] Vessavaṇa sedang melakukan perjalanan dari utara menuju selatan untuk suatu urusan. Ia mendengar Yang Mulia Uttara di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, sedang mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’ Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Vessavaṇa lenyap dari Gunung Saṅkheyya dan muncul kembali di antara para deva Tāvatiṃsa.

Ia menghadap Sakka, penguasa para deva, dan berkata kepadanya: “Tuan yang terhormat, engkau harus mengetahui bahwa Yang Mulia Uttara, di Mahisavatthu, [163] di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’”

Kemudian, Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sakka lenyap dari antara para deva Tāvatiṃsaa dan muncul kembali di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, di hadapan Yang Mulia Uttara. Ia menghadap Yang Mulia Uttara, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Benarkah, Bhante, seperti dikatakan, bahwa engkau telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’?”

“Benar, penguasa para deva.”

“Tetapi, Bhante, apakah ini adalah pemahamanmu sendiri, atau apakah ini adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna?”

“Baiklah, penguasa para deva, aku akan memberikan sebuah perumpamaan kepadamu; bahkan dengan sebuah perumpamaan, seorang yang cerdas dapat memahami makna dari apa yang telah dikatakan. Misalkan tidak jauh dari sebuah desa terdapat tumpukan besar padi, dan sekumpulan besar orang-orang mengambil padi-padi tersebut dengan tongkat pikulan, keranjang, kantung pinggang, [164] dan dengan kedua tangan mereka. Jika seseorang mendatangi kumpulan orang-orang itu dan bertanya kepada mereka: ‘Dari manakah kalian mendapatkan padi-padi ini?’ Bagaimanakah mereka harus menjawab?”

“Bhante, orang-orang itu harus menjawab: ‘Kami mendapatkannya dari tumpukan besar padi itu.’”

“Demikian pula, penguasa para deva, Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.’<1627>

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Bhante, betapa baiknya engkau menyatakan hal ini: ‘Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.’

“Pada suatu ketika, Bhante Uttara, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, di Gunung Puncak Nasar, tidak lama setelah Devadatta pergi. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta: ‘Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … [di sini Sakka mengulangi keseluruhan khotbah 8:7, hingga:] [165-66] … Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih.’<1628>

“Bhante Uttara, pembabaran Dhamma ini belum dikenal luas di antara empat kumpulan manusia: yaitu, di antara para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan.<1629> Bhante, pelajarilah pembabaran Dhamma ini, kuasailah pembabaran Dhamma ini, dan ingatlah pembabaran Dhamma ini. Pembabaran Dhamma ini adalah bermanfaat; pembabaran Dhamma ini berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan spiritual.”

9 (9) Nanda

“Para bhikkhu, (1) seseorang yang berkata benar akan mengatakan tentang Nanda bahwa ia adalah seorang anggota keluarga, (2) bahwa ia kuat, (3) bahwa ia anggun, dan (4) bahwa ia sangat rentan pada nafsu.<1630> Bagaimana lagi Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika (5) ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, (6) tidak menjalankan praktik makan secukupnya, (7) tidak bertekad pada keawasan, dan (8 ) tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?

“Para bhikkhu, beginilah Nanda menjaga pintu-pintu indrianya: [167] Jika ia harus melihat ke arah timur, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah timur, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Jika ia harus melihat ke arah barat … ke arah utara … ke arah selatan … ke atas … ke bawah … mengamati arah-arah di antaranya, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah-arah di antaranya, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjaga pintu-pintu indrianya.

“Beginilah Nanda menjalankan praktik makan secukupnya: Di sini, setelah merefleksikan dengan seksama, Nanda mengkonsumsi makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk kemabukan juga bukan demi kecanttikan fisik dan kemenarikan, melainkan hanya untuk mendukung pemeliharaan tubuh ini, untuk menghindari bahaya, dan untuk membantu kehidupan spiritual, dengan pertimbangan: ‘Dengan demikian aku akan menghentikan perasaan lama dan tidak membangkitkan perasaan baru, dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan berdiam dengan nyaman.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjalankan praktik makan secukupnya.

“Beginilah Nanda bertekad pada keawasan: [168] selama siang hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, Nanda memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertama malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertengahan malam hari, ia berbaring pada sisi kanan dalam postur singa dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah mencatat dalam pikirannya gagasan untuk terjaga. Setelah terjaga, pada jaga terakhir malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang bhikkhu memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Ini adalah bagaimana Nanda bertekad pada keawasan.

“Beginilah perhatian dan pemahaman jernih Nanda: Nanda mengetahui perasaan-perasaan ketika perasaan-perasaan itu muncul, ketika perasaan-perasaan itu berlangsung, ketika perasaan-perasaan itu lenyap; ia mengetahui persepsi-persepsi ketika persepsi-persepsi itu muncul, ketika persepsi-persepsi itu berlangsung, ketika persepsi-persepsi itu lenyap; ia mengetahui pikiran-pikiran ketika pikiran-pikiran itu muncul, ketika pikiran-pikiran itu berlangsung, ketika pikiran-pikiran itu lenyap.<1631> Ini adalah bagaimana perhatian dan pemahaman jernih Nanda.

“Bagaimana lagi, para bhikkhu, Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, jika ia tidak menjalankan praktik makan secukupnya, jika ia tidak bertekad pada keawasan, dan jila ia tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?

10 (10) Sampah

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Campā di tepi Kolam Teratai Gaggārā. Pada saat itu para bhikkhu sedang mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran. Ketika sedang dikecam, bhikkhu itu menjawab dengan cara mengelak, mengalihkan pembicaraan pada topik yang tidak berhubungan, dan memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.<1632> Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: [169] “Para bhikkhu, usir orang ini! Para bhikkhu, usir orang ini!<1633> Orang ini harus diusir. Mengapakan putra orang lain harus menjengkelkan kalian?<1634>

“Di sini, para bihkkhu, selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu memiliki gaya yang sama dalam hal (1) berjalan maju dan (2) berjalan kembali, (3) melihat ke depan dan (4) melihat ke samping, (5) membungkukkan badan dan (6) menegakkan bagian-bagian tubuhnya, dan (7) mengenakan jubah dan (8 ) membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya.<1635> Akan tetapi, ketika ia melihat pelanggarannya, maka mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, bagaikan sekam dan sampah di antara para petapa. Kemudian mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan ketika sebuah lahan jali-jali sedang tumbuh, setangkai jali-jali yang rusak akan muncul yang hanya berupa sekam dan sampah di antara jali-jali lainnya. Selama buahnya belum muncul, akarnya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik; tangkainya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik; dedaunannya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik. Akan tetapi, ketika buahnya muncul, mereka mengenalinya sebagai jali-jali rusak, hanya sekam [170] dan sampah di antara jali-jali lainnya. Maka mereka mencabutnya di akarnya dan membuangnya keluar dari lahan jali-jali. Karena alasan apakah? Agar jali-jali rusak itu tidak merusak jali-jali yang baik.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjalan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan ketika sebuah tumpukan besar padi sedang ditampi, padi-padi yang utuh dan berbiji membentuk suatu tumpukan di satu sisi, dan angin meniup padi-padi yang rusak dan sekam ke sisi lainnya. Kemudian si pemilik mengambil sapu dan menyapunya lebih jauh lagi. Karena alasan apakah? Agar padi-padi rusak dan sekam itu tidak merusak padi-padi yang baik.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjaan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai [171] kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan seseorang memerlukan sebuah saluran untuk sumur. Ia akan membawa kapak tajam dan pergi ke hutan. Ia akan memukul sejumlah pohon dengan bilah kapaknya.<1636> Ketika dipukul, pohon yang kokoh dan padat akan memberikan suara yang padat, tetapi pohon yang lapuk, rusak, dan membusuk di dalam akan memberikan suara yang kosong. Orang itu akan memotong pohon itu pada akarnya, memotong pucuknya, dan membersihkannya dengan seksama, dan menggunakannya sebagai saluran pada sumurnya.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjaan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik. [172]

   Dengan hidup bersama dengannya, mengenalinya sebagai
   Seorang pemarah yang berkeinginan jahat;
   Seorang pencemar, keras kepala, dan kurang-ajr,
   Iri, kikir, dan menipu.

   Ia berbicara kepada orang-orang bagaikan seorang petapa,
   [berkata kepada mereka] dengan suara tenang,
   Tetapi diam-diam ia melakukan perbuatan jahat,
   Menganut pandangan sesat, dan tidak hormat.

   Walaupun ia penuh tipu daya, pengucap kebohongan;
   Kalian harus mengenalinya sebagaimana adanya ia sesungguhnya;
   Kemudian kalian seluruhnya harus berkumpul dalam kerukunan
   Dan dengan tegas mengusirnya.

   Tinggalkanlah sampah!
   Lenyapkan teman-teman yang rusak!
   Sapulah sekam, bukan-petapa
   Yang menganggap diri mereka sendiri adalah para petapa!

   Setelah mengusir mereka yang berkenginan jahat,
   Yang berperilaku dan memiliki tempat kunjungan yang buruk,
   Berdiam dalam kerukunan, senantiasa penuh perhatian,
   Yang murni dengan yang murni;
   Maka, dalam kerukunan, awas,
   Kalian akan mengakhiri penderitaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #3 on: 12 August 2013, 10:34:07 PM »
II. BAB BESAR

11 (1) Verañja

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Verañja di bawah pohon neem Naḷeru.<1637> Kemudian Brahmana Verañja [173] mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ia telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Aku telah mendengar, Guru Gotama: ‘Petapa Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka.’ Hal ini memang benar, karena Guru Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka. Hal ini tidak selayaknya, Guru Gotama.”<1638>

“Brahmana, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat seorang yang padanya Aku harus memberi hormat, atau yang padanya Aku harus berdiri, atau yang padanya Aku harus menawarkan tempat duduk. Karena jika Sang Tathāgata memberi hormat kepada siapa pun, atau berdiri untuknya, atau menawarkan tempat duduk kepadanya, maka kepala orang itu akan pecah.”

(1)   “Guru Gotama tidak memiliki rasa.”<1639>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak memiliki rasa.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan rasaNya pada bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak memiliki rasa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.” [174]

(2) “Guru Gotama tidak ramah.”<1640>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak ramah.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan keramahan pada bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak ramah.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(3) “Guru Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.”<1641>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.’ Karena Aku mengajarkan tidak-berbuat buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(4) “Guru Gotama adalah seorang nihilis.”<1642>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihlis.’ Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(5) “Guru Gotama adalah seorang penolak.”<1643>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’ Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak berbagai jenis kualitas buruk [175] yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(6) “Guru Gotama adalah seorang pembasmi.”<1644>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(7) “Guru Gotama adalah seorang penyiksa.”<1645>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa.’ Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(8 ) “Guru Gotama sedang pensiun.”<1646>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama sedang pensiun’ Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga [176] tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

“Misalkan, Brahmana, ada seekor ayam betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, dierami, dan dipelihara dengan baik. Anak ayam pertama di antara anak-anak ayam itu menusuk cangkangnya dengan ujung cakar atau paruhnya dan dengan menetas dengan selamat, apakah ia disebut yang tertua atau yang termuda?”

“Ia disebut yang tertua, Guru Gotama. Demikianlah ia adalah yang tertua di antara anak-anak ayam itu.”

“Demikianlah pula, Brahmana, dalam populasi yang terbenam dalam ketidak-tahuan, menjadi seperti sebutir telur, sepenuhnya terbungkus,<1647> Aku telah menusuk cangkang ketidak-tahuan. Aku adalah satu-satunya orang di dunia ini yang telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada taranya. Maka aku adalah yang tertua, yang terbaik di dunia ini.

“KegigihanKu, Brahmana, telah dibangkitkan tanpa mengendur; perhatianku ditegakkan tanpa kekacauan; tubuhku tenang tanpa gangguan; pikiranku terkonsentrasi dan terpusat. Dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan. Dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan. [177] Dengan memudarnya sukacita, Aku berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, Aku mengalami kenikmatan pada jasmani; Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan.

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau.<1648> Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananKu seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Aku mengingat banyak kehidupan lampauKu dengan aspek-aspek dan rinciannya.

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati pertama yang Kucapai pada jaga pertama malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang pertama, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya. [178]

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati ke dua yang Kucapai pada jaga pertengahan malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang ke dua, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya.

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’. [179] Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’. Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.’

“Ketika Aku mengetahui dan melihat demikian, pikiranKu terbebas dari noda indriawi, dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidak-tahuan.<1649> Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Aku secara langsung mengetahi ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali pada kondisi makhluk apa pun.’

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati ke tiga yang Kucapai pada jaga terakhir malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang ke tiga, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya.

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Verañja berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama adalah yang tertua! Guru Gotama adalah yang terbaik! Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memegang pelita di dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung pada Guru Gotama, pada Dhamma, dan pada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama meganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung mulai hari ini hingga seumur hidup.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #4 on: 12 August 2013, 10:34:19 PM »
12 (2) Siha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. [180] Pada saat itu Jenderal Sīha, seorang siswa Nigaṇṭha, sedang duduk dalam pertemuan itu. Kemudian ia berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Biarlah Aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”

Kemudian Sīha mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta dan berkata kepadanya: “Bhante, aku ingin pergi menemui Petapa Gotama.”

“Karena engkau adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan, Sīha, mengapa menemui Petapa Gotama, seorang penganut tidak-berbuat? Karena Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.”<1650>

Demikianlah tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke dua kalinya sejumlah Licchavi terkenal berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha … [Semuanya sama seperti di atas, kecuali di sini dikatakan “untuk ke dua kalinya.”] [181] … Untuk ke dua kalinya, tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke tiga kalinya, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Kemudian Sīha berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Apakah yang dapat dilakukan para Nigaṇṭha padaku apakah aku mendapatkan izin dari mereka atau tidak? Tanpa sebelumnya meminta izin dari para Nigaṇṭha, biarlah aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”<1651>

Kemudian, bersama dengan lima ratus kereta, Jenderal Sīha  pergi dari Vesālī di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Ia mengendarai kereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari kereta dan memasuki halaman vihara dengan berjalan kaki. Ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Aku telah mendengar, Bhante: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’ Apakah mereka yang berkata demikian mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang Bhagavā dan tidak salah menafsirkan Beliau dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai Dhamma sehingga mereka tidak menimbulkan kritikan yang logis atau dasar bagi celaan?<1652> Karena kami tidak ingin salah menafsirkan Sang Bhagavā.”

(1) “Ada, Sīha, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’<1653>

(2) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(6) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8 ) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur<1654> yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(1) “Dan dengan cara bagaimanakah, Sīha, seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [183] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(2) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan untuk berbuat berbagai jenis perbuatan baik yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’

(5) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; [184] Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(6) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8 ) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? karena Aku [185] adalah seorang penghibur dengan penghiburan tertinggi; Aku mengajarkan Dhamma demi penghiburan dan dengan itu Aku membimbing para siswaKu. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’”<1655>

Ketika hal ini dikatakan, Jenderal Sīha  berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.”<1656>

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira dengan Bhante memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Karena jika para anggota sekte lain mendapatkan aku sebagai siswa mereka, maka mereka akan membawa bendera ke seluruh Vesālī mengumumkan: ‘Jenderal Sīha telah menjadi siswa kami.’ Tetapi sebaliknya Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Untuk ke dua kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.”

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira dengan Bhante memberitahuku: ‘Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.’ Karena aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: [186] “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, bukan kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para siswaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.”’<1657> Namun Sang Bhagavā mendorongku untuk memberi kepada para Nigaṇṭha, juga. Kami akan mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Maka untuk ke tiga kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepada Jenderal Sīha, yaitu, khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiran Sīha telah lentur, lunak, bebas dari rintangan, gembira, dan percaya, maka Beliau mengungkapkan ajaran Dhamma yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dengan mudah menerima warna celupan, demikian pula, selagi Jenderal Sīha  duduk di tempat duduk yang sama itu, muncullah padanya mata-Dhamma yang bebas dari debu dan tanpa noda: ‘Segala sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada pelenyapan.’ Jenderal Sīha  menjadi seorang yang telah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, sudilah Sang Bhagavā [187] bersama dengan Saṅgha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok.”

Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Setelah memahami bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Sīha bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Kemudian Sīha berkata kepada seseorang: “Pergilah, engkau, temukan daging yang siap untuk dijual.”

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Jenderal Sīha  ṃempersiapkan berbagai jenis makanan baik di kediamannya, setelah itu ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Bhante, makanan telah siap.”

Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, pergi ke kediaman Sīha bersama dengan Saṅgha para bhikkhu, dan duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau. Pada saat itu sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: “Hari ini Jenderal Sīha  telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, tindakan yang dilakukan karena Beliau.”

Kemudian seseorang mendatangi Jenderal Sīha  dan membisikkan ke telinganya: “Tuan, engkau harus tahu bahwa sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: ‘Hari ini Jenderal Sīha  telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, [188] tindakan yang dilakukan karena Beliau.’

“Cukup, teman. Sejak lama para mulia itu telah ingin mencemarkan reputasi Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Mereka tidak akan pernah berhenti<1658> secara keliru menafsirkan Sang Bhagavā dengan apa yang tidak benar, tanpa dasar, yang salah, dan berlawanan dengan fakta, dan kami tidak akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami.”<1659>

Kemudian, dengan kedua tangannya, Jenderal Sīha  melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan baik. Kemudian, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah mengesampingkan mangkuknya, Sīha duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Sīha dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #5 on: 12 August 2013, 10:35:16 PM »
13 (3) Berdarah Murni

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap sebagai satu faktor kerajaan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah berkelahiran baik dari kedua pihak, ibu dan ayah; ia dilahirkan di tempat mana pun kuda yang baik yang berdarah murni lainnya dilahirkan. (2) Ia dengan hormat memakan makanan apa pun yang diberikan kepadanya, apakah basah atau kering, tanpa menebarkannya kesana-sini. (3) Ia menolak untuk duduk atau berbaring di dekat kotoran tinja atau air kencing. (4) Ia lembut<1660> [189] dan ia menyenangkan untuk hidup bersama, dan ia tidak mengganggu kuda-kuda lainnya. (5) Ia mengungkapkan muslihatnya, kecerdikannya, siasatnya, dan akalnya sebagaimana adanya kepada pelatihnya agar pelatihnya dapat mengendalikannya. (6) Ia mengangkut beban, dengan tekad: ‘Apakah kuda-kuda lain mengangkut beban atau tidak, aku sendiri akan mengangkutnya.’ (7) Ketika berjalan, ia hanya berjalan di sepanjang jalan yang lurus. (8 ) ia kuat, dan ia menunjukkan kekuatannya hingga akhir hidupnya. Dengan memiliki kedelapan faktor ini seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap sebagai satu faktor kerajaan.

“Demikian pula, para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian … lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (2) Ia dengan hormat memakan makanan apa pun yang mereka berikan, apakah kasar atau baik, tanpa merasa terganggu. (3) Ia menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; ia menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. (4) ia lembut dan menyenangkan untuk hidup bersama, dan ia tidak mengganggu para bhikkhu lain. (5) Ia mengungkapkan muslihatnya, [190] kecerdikannya, siasatnya, dan akalnya sebagaimana adanya kepada Sang Guru atau teman-temannya para bhikkhu agar mereka dapat mengendalikannya. (6) Ia adalah seorang yang menjalani latihan, dengan bertekad: ‘Apakah para bhikkhu lainnya berlatih atau tidak, aku akan berlatih.’ (7) Ketika berjalan, ia hanya berjalan di sepanjang jalan yang lurus. Sehubungan dengan hal ini, jalan yang lurus adalah: pandangan benar … konsentrasi benar. (8 ) Ia telah membangkitkan kegigihan sebagai berikut: ‘Dengan rela, biarpun hanya kulit, urat, dan tulangku yang tersisa, dan biarpun daging dan darahku mengering dalam tubuhku, aku tidak akan mengendurkan kegigihanku selama aku belum mencapai apa yang dapat dicapai melalui kekuatan, kegigihan, dan usaha manusia.’<1661> Dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian … lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

14 (4) Anak Kuda Liar

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda, dan Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda?

(1) “Di sini, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur [191] dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya.<1662> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat pertama seekor kuda.

(2) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak jeruji dan mematahkan tongkat tiga.<1663> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke dua seekor kuda.

(3) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan ṃenabrak tiang kereta.<1664> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tiga seekor kuda.

(4) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke empat seekor kuda.

(5) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengaduk udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke lima seekor kuda.

(6) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali<1665> melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya [192] dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke enam seekor kuda.

(7) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tujuh seekor kuda.

(8 ) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke delapan seekor kuda.

“Ini adalah kedelapan jenis anak kuda liar itu dan kedelapan cacat seekor kuda itu.

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang?

(1) “Di sini, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berdalih dengan alasan tidak ingat, dengan mengatakan: ‘Aku tidak ingat [telah melakukan pelanggaran demikian].’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur  dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat pertama seseorang.

(2) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, [193] ia balik memarahi si pengecam: ‘Hak apa yang engkau, seorang dungu yang tidak kompeten, miliki untuk berbicara? Apakah engkau benar-benar berpikir bahwa engkau boleh mengatakan sesuatu?’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak jeruji dan mematahkan tongkat tiga. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke dua seseorang.

(3) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia ṃembalikkan pelanggaran itu pada si pengecam, dengan mengatakan: ‘Engkau telah melakukan pelanggaran itu. Perbaikilah itu terlebih dulu.’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan ṃenabrak tiang kereta. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tiga seseorang.

(4) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia menjawab dengan cara mengelak, mengalihkan pembicaraan pada topik yang tidak berhubungan, dan memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke empat seseorang.

(5) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berbicara sambil melambai-lambaikan tangannya di tengah-tengah Saṅgha. Aku katakan orang ini serupa dengan [194] anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengaduk udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke lima seseorang.

(6) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mematuhi Saṅgha atau pengecamnya melainkan pergi ke manapun yang ia suka sambil masih membawa pelanggarannya. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke enam seseorang.

(7) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mengatakan, ‘aku melakukan pelanggaran,’ ia juga tidak mengatakan, ‘aku tidak melakukan pelanggaran,’ melainkan ia menjengkelkan Saṅgha dengan berdiam diri. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tujuh seseorang.

(8 ) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia mengatakan: [195] ‘Mengapa engkau begitu cerewet tentang aku? Sekarang aku akan menolak latihan dan kembali kepada kehidupan rendah.’ Kemudian ia menolak latihan, kembali kepada kehidupan rendah, dan mengatakan: ‘Sekarang kalian boleh puas!’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke delapan seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis orang itu yang serupa dengan anak kuda liar dan kedelapan cacat seseorang itu.”

15 (5) Noda

“Para bhikkhu, ada delapan noda ini. Apakah delapan ini? (1) Tidak melafalkan adalah noda bagi hymne-hymne. (2) Noda bagi perumahan adalah tidak ada pemeliharaan.<1666> (3) Noda bagi kecantikan adalah kemalasan. (4) Kelengahan adalah noda bagi seorang penjaga. (5) Noda bagi seorang perempuan adalah perbuatan buruk. (6) Kekikiran adalah noda bagi seorang penyumbang. (7) Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat adalah noda-noda di dunia ini dan dunia berikutnya. (8 ) Noda yang lebih berat dari ini adalah ketidak-tahuan, noda yang paling buruk. Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan noda itu.”

   Tidak-melafalkan adalah noda bagi hymne-hymne;<1667>
   Noda bagi perumahan adalah tidak ada pemeliharaan;
   Noda bagi kecantikan adalah kemalasan,
   Kelengahan adalah noda bagi seoang penjaga.

   Noda bagi seorang perempuan adalah perbuatan buruk,
   Kekikiran adalah noda bagi seorang penyumbang;
   Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat adalah noda-noda
   Di dunia ini dan dunia berikutnya.
   Noda yang lebih berat daripada noda-noda ini
   Adalah ketidak-tahuan, noda terburuk. [196]

16 (6) Tugas

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak untuk mengemban suatu tugas. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) – (2) seorang bhikkhu adalah seorang yang mendengar dan membuat orang lain mendengar; (3) – (4) ia adalah seorang yang belajar dengan baik dan membuat orang lain belajar; (5) – (6) ia adalah seorang yang memahami dan berkomunikasi dengan baik; (7) ia mahir dalam [mengetahui] apa yang berhubungan dan apa yang tidak berhubungan; dan (8 ) ia tidak menimbulkan pertengkaran. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu adalah layak untuk mengemban suatu tugas.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, Sāriputta adalah layak untuk mengemban suatu tugas. Apakah delapan ini?

“Di sini, Sāriputta adalah seorang yang mendengar dan yang membuat orang lain mendengar … ia tidak menimbulkan pertengkaran. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, Sāriputta adalah layak untuk mengemban suatu tugas.”

   Seorang yang tidak gemetar ketika ia tiba
   Pada suatu kumpulan dengan para pendebat yang ganas;
   Yang tidak menghilangkan kata-kata
   Atau menyembunyikan pesannya;
   Yang tidak segan berbicara,
   Dan tidak goyah ketika ditanya suatu pertanyaan;
   Seorang bhikkhu seperti ini adalah layak
   Mengemban suatu tugas.

17 (7) Ikatan (1)

“Para bhikkhu, seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dalam delapan cara. Apakah delapan ini? Seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dengan bentuknya … dengan senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya [197] … dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah hadiah<1668> … dengan sentuhannya.<1669> Seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”<1670>

18 (8 ) Ikatan (2)

“Para bhikkhu, seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dalam delapan cara. Apakah delapan ini? Seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dengan bentuknya … dengan senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya … dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah hadiah … dengan sentuhannya. Seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #6 on: 12 August 2013, 10:35:54 PM »
19 (9) Pahārāda

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Verañja di bawah pohon neem Naḷeru. Kemudian Pahārāda, penguasa para asura, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan berdiri di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [198]

“Pahārāda, apakah para asura bersenang di samudra raya”

“Bhante, para asura bersenang-senang di samudra raya.”

“Tetapi, Pahārāda, berapa banyakkah kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya?”

“Para asura melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Samudra raya, Bhante, miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba.<1671> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

(2) “Kemudian, samudra raya stabil dan tidak meluapi perbatasannya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(3) “Kemudian, samudra raya tidak bergaul dengan bangkai, namun dengan cepat membawanya ke pantai dan menyapunya ke daratan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(4) “Kemudian, ketika sungai-sungai besar – Gangga, Yamunā, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī – mencapai samudra raya, sungai-sungai itu meninggalkan nama dan sebutannya [199] dan hanya disebut sebagai samudra raya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(5) “Kemudian, arus apa pun di dunia ini yang mengalir masuk ke samudra raya dan berapa pun banyaknya hujan turun dari langit, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat di samudra raya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(6) “Kemudian, samudra raya hanya memiliki satu rasa, rasa asin. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(7) “Kemudian, samudra raya berisikan banyak materi berharga, seperti mutiara, permata, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, batu delima, dan batu mata-kucing. Ini [200] adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(8 ) “Kemudian, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar seperti timi, timiṅgala, timirapiṇgala, asura, nāga, dan gandhabba.<1672> Ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan tubuh sepanjang seratus yojana, dua ratus, tiga ratus, empat ratus, dan lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas itu yang menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Tetapi apakah para bhikkhu bersenang dalam Dhamma dan disiplin ini?”

“Para bhikkhu melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Seperti halnya, Pahārāda, samudra raya yang miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba, [201] demikian pula, dalam Dhamma dan disiplin ini penembusan pada pengetahuan akhir terjadi melalui latihan bertahap, aktivitas bertahap, dan praktik bertahap, bukan secara tiba-tiba.<1673> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

(2) “Seperti halnya, samudra raya yang stabil dan tidak meluapi perbatasannya, demikian pula, ketika Aku telah menetapkan aturan latihan untuk para siswaKu, maka mereka tidak akan melanggarnya bahkan demi hidup mereka. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(3) “Seperti halnya, samudra raya yang tidak bergaul dengan bangkai, namun dengan cepat membawanya ke pantai dan menyapunya ke daratan, demikian pula, Saṅgha tidak bergaul dengan orang yang tidak bermoral, berkarakter buruk, tidak murni, berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak; melainkan, dengan cepat berkumpul dan mengusirnya. Walaupun ia duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu, namun  ia jauh dari Saṅgha dan Saṅgha jauh darinya. [202] Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(4) “Seperti halnya, ketika sungai-sungai besar …  sungai-sungai itu meninggalkan nama dan sebutannya dan hanya disebut sebagai samudra raya, demikian pula, ketika anggota-anggota dari empat kelompok sosial – khattiya, brahmana, vessa, dan sudda – meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, mereka meninggalkan nama dan suku sebelumnya dan hanya disebut sebagai para petapa yang mengikuti putra Sakya.  Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(5) “Seperti halnya, arus apa pun di dunia ini yang mengalir masuk ke samudra raya dan berapa pun banyaknya hujan turun dari langit, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat di samudra raya, demikian pula, bahkan jika banyak bhikkhu yang mencapai nibbāna akhir melalui elemen nibbāna tanpa sisa, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat dalam elemen nibbāna.<1674> [203] Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(6) “Seperti halnya, samudra raya hanya memiliki satu rasa, rasa asin, demikian pula, Dhamma dan disiplin ini hanya memiliki satu rasa, rasa kebebasan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(7) “Seperti halnya, , samudra raya berisikan banyak materi berharga seperti mutiara … batu mata-kucing, demikian pula, Dhamma dan disiplin ini berisikan banyak materi berharga: empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria spiritual, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan sempurna, jalan mulia berunsur delapan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(8 ) “Seperti halnya, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar seperti timi … [204] … gandhabba; dan ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan tubuh sepanjang seratus yojana … lima ratus yojana, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin ini terdapat makhluk-makhluk agung: pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus, yang-kembali-sekali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-kembali-sekali; yang-tidak-kembali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-tidak-kembali; Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, Parāhāda, adalah kedelapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan itu yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.”

20 (10) Uposatha <1675>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Pada saat itu, pada hari uposatha, Sang Bhagavā sedang duduk dikelilingi oleh Saṅgha para bhikkhu. Kemudian, pada larut malam, ketika jaga pertama telah berlalu, Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah larut; jaga pertama telah berlalu; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berdiam diri: [205]

Ketika malam [semakin] larut, ketika jaga pertengahan telah berlalu, , Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya untuk ke dua kalinya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah [semakin] larut; jaga pertengahan telah berlalu; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Bhante, sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berdiam diri.

Ketika malam [semakin] larut [lagi], ketika jaga terakhir telah berlalu, ketika fajar menyingsing dan berkas cahaya kemerahan muncul di cakrawala, Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah [semakin] larut [lagi]; jaga terakhir telah berlalu; fajar telah menyingsing dan berkas cahaya kemerahan telah muncul di cakrawala; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Kumpulan ini tidak murni, Ānanda.”

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berpikir: “Siapakah yang dirujuk oleh Sang Bhagavā ketika Beliau berkata: ‘Kumpulan ini tidak murni, Ānanda.’?” Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna memusatkan perhatiannya pada keseluruhan Saṅgha para bhikkhu, melingkupi pikiran mereka dengan pikirannya sendiri. Kemudian ia melihat orang itu duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu: seorang yang tidak bermoral, berkarakter buruk, tidak murni, berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak. Setelah melihatnya, ia bangkit dari duduknya, mendatangi orang itu, dan berkata kepadanya: “Bangkitlah, teman. Sang Bhagavā telah melihatmu. Engkau tidak boleh hidup bersama dengan para bhikkhu.” Ketika hal ini dikatakan, orang itu berdiam diri.

Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata kepada orang itu: [206] “Bangkitlah, teman. Sang Bhagavā telah melihatmu. Engkau tidak boleh hidup bersama dengan para bhikkhu.” Untuk ke tiga kalinya orang itu berdiam diri.

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna mencengkeram orang itu pada lengannya, mengeluarkannya melalui gerbang luar rumah itu, dan mengunci pintu. Kemudian ia kembali kepada Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau: “Aku telah mengeluarkan orang itu, Bhante. Kumpulan ini sudah murni. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Moggallāna, bagaimana manusia kosong itu menunggu<1676> hingga ia dicengkeram pada lengannya.” Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Sekarang, para bhikkhu, kalian sendiri yang harus mengadakan uposatha dan melafalkan Pātimokkha. Sejak hari ini dan seterusnya, Aku tidak akan lagi melakukannya. Adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa Sang Tathāgata dapat mengadakan uposatha dan melafalkan Pātimokkha dalam sebuah kumpulan yang tidak murni.

“Para asura, para bhikkhu, melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Samudra raya, para bhikkhu, miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya …

[Semuanya sama seperti 8:19, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.]

(8 ) “Kemudian, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar … [207] … lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kualitas itu yang menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Demikian pula, para bhikkhu melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Seperti halnya, para bhikkhu, samudra raya yang miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba, demikian pula, dalam Dhamma dan disiplin ini penembusan pada pengetahuan akhir terjadi melalui latihan bertahap, aktivitas bertahap, dan praktik bertahap, bukan secara tiba-tiba. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

[Semuanya sama seperti 8:19, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.]

(8 ) “Seperti halnya, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar … lima ratus yojana [208], demikian pula dalam Dhamma dan disiplin ini terdapat makhluk-makhluk agung: pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus … Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan itu yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #7 on: 12 August 2013, 10:36:27 PM »
III. PARA PERUMAH TANGGA

21 (1) Ugga (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan.”<1677> [209] Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian perumah tangga Ugga dari Vesālī mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya:

“Perumah tangga, Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah itu?”

“Aku tidak tahu, Bhante, delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā. Akan tetapi, ada padaku delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, perumah tangga,” bhikkhu itu menjawab. Perumah tangga Ugga dari Vesālī berkata sebagai berikut:

(1) “Ketika, Bhante, pertama kali aku melihat Sang Bhagavā dari kejauhan, segera ketika aku melihat Beliau pikiranku memperoleh keyakinan pada Beliau. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terdapat dalam diriku.

(2) “Dengan pikiran penuh keyakinan, aku menantikan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepadaku, yaitu khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan-kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiranku telah lunak, lembut, bebas dari rintangan, gembira, dan penuh keyakinan, Beliau [210] mengungkapkan ajaran Dhamma itu yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dapat menyerap celupan, demikian pula, selagi aku duduk di tempat duduk yang sama itu, mata-Dhamma yang tanpa noda, bebas dari debu, muncul dalam diriku: ‘Apa pun yang tunduk pada kemunculan semuanya tunduk pada kelenyapan.’ Aku melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Di sana juga aku menyatakan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima.<1678> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terdapat dalam diriku.

(3) “Aku memiliki empat istri yang masih muda. Aku kemudian mendatangi mereka dan berkata: ‘Saudari-saudari, aku telah menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Jika kalian mau, kalian dapat menikmati kekayaan di sini dan melakukan jasa, atau kembali kepada lingkaran keluarga kalian, atau memberitahukan kepadaku jika kalian ingin agar aku menyerahkan kalian kepada laki-laki lain.’ Kemudian istriku yang tertua berkata kepadaku: ‘Tuan muda, serahkanlah aku kepada laki-laki itu.’ Aku memanggil laki-laki itu, dan dengan tangan kiriku memegang istriku, dengan tangan kananku memegang kendi upacara, aku menyerahkannya kepada laki-laki itu. Tetapi bahkan selagi menyerahkan istriku yang masih muda, aku tidak ingat ada terjadi perubahan dalam pikiranku. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terdapat dalam diriku.

(4) “Keluargaku kaya tetapi kekayaan itu dibagikan secara tanpa syarat dengan orang-orang bermoral dan berkarakter baik. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terdapat dalam diriku.

(5) “Kapan pun aku melayani seorang bhikkhu, aku melayaninya dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang terdapat dalam diriku.

(6) “Jika yang mulia itu mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mendengarkan dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika ia tidak mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang terdapat dalam diriku.

(7) “Bukanlah tidak biasa bagi para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Perumah tangga, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Kemudian aku berkata kepada para dewata itu: ‘Apakah engkau mengatakannya atau tidak, tetapi Dhamma memang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Namun, aku tidak ingat kegirangan pernah muncul karena para dewata mendatangiku atau karena aku berbicara dengan para dewata itu. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang terdapat dalam diriku.

(8 ) “Dari kelima belenggu yang lebih rendah yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, aku tidak melihat satu pun belum kutinggalkan.<1679> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. [212]

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. Tetapi aku tidak mengetahui delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Beliau seluruh pembicaraannya dengan perumah tangga Ugga dari Vesālī.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Aku telah menyatakan bahwa perumah tangga Ugga dari Vesālī memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini yang sama dengan yang ia jelaskan kepadamu. Engkau harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki  delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

22 (2) Ugga (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Vajji di Hatthigāma. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu …

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat perumah tangga Ugga dari Hatthigāma sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan.” Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Ugga dari Hatthigāma. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian perumah tangga Ugga dari Hatthigāma mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya: [213]

“Perumah tangga, Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah itu?”

“Aku tidak tahu, Bhante, delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā. Akan tetapi, ada padaku delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, perumah tangga,” bhikkhu itu menjawab. Perumah tangga Ugga dari Hatthigāma berkata sebagai berikut:

(1) “Bhante, aku sedang bermabuk-mabukan di Hutan Nāga ketika pertama kali aku melihat Sang Bhagavā dari kejauhan. Segera setelah aku melihat Beliau pikiranku memperoleh keyakinan pada Beliau dan kemabukanku lenyap. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terdapat dalam diriku.

(2) “Dengan pikiran penuh keyakinan, aku menantikan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepadaku … [seperti pada 8:21] … Di sana juga [214] aku menyatakan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terdapat dalam diriku.

(3) “Aku memiliki empat istri yang masih muda. Aku kemudian mendatangi mereka … [seperti pada 8:21] … Tetapi bahkan selagi menyerahkan istriku yang masih muda, aku tidak ingat ada terjadi perubahan dalam pikiranku. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terdapat dalam diriku.

(4) “Keluargaku kaya tetapi kekayaan itu dibagikan secara tanpa syarat dengan orang-orang bermoral dan berkarakter baik. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terdapat dalam diriku. [215]

(5) “Kapan pun aku melayani seorang bhikkhu, aku melayaninya dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika yang mulia itu mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mendengarkan dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika ia tidak mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang terdapat dalam diriku.

(6) “Bukanlah tidak biasa ketika aku mengundang Saṅgha [untuk makan], para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Bhikkhu itu, perumah tangga, telah terbebaskan dalam kedua cara. Yang itu terbebaskan melalui kebijaksanaan. Yang itu adalah seorang saksi tubuh. Yang itu telah mencapai pandangan. Yang itu telah terbebaskan melalui keyakinan. Yang itu adalah pengikut Dhamma. Yang itu adalah pengikut keyakinan. Yang itu bermoral, berkarakter baik. Yang itu tidak bermoral, berkarakter buruk.’ Namun, ketika aku sedang melayani Saṅgha, aku tidak ingat pernah berpikir: ‘Biarlah aku memberikan sedikit kepada yang ini, biarlah aku memberikan banyak kepada yang itu.’ Sebaliknya, aku memberikan dengan pikiran seimbang. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang terdapat dalam diriku.

(7) “Bukanlah tidak biasa bagi para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Perumah tangga, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Kemudian aku berkata kepada para dewata itu: ‘Apakah engkau mengatakannya atau tidak, tetapi Dhamma memang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Namun, aku tidak ingat kegirangan pernah muncul karena para dewata mendatangiku atau karena aku berbicara dengan para dewata itu. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang terdapat dalam diriku. [216]

(8 ) “Jika aku meninggal dunia sebelum Sang Bhagavā, tidaklah mengherankan jika Sang Bhagavā akan menyatakan tentang aku: ‘Tidak ada belenggu yang mengikat yang karenanya perumah tangga Ugga dari Hatthigāma dapat kembali ke alam ini.’<1680> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku.

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. Tetapi aku tidak mengetahui delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman perumah tangga Ugga dari Hatthigāma, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Beliau seluruh pembicaraannya dengan perumah tangga Ugga dari Hatthigāma.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Aku telah menyatakan bahwa perumah tangga Ugga dari Hatthigāma memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini yang sama dengan yang ia jelaskan kepadamu. Engkau harus mengingat perumah tangga Ugga dari Hatthigāma sebagai seorang yang memiliki  delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

23 (3) Hatthaka (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu … [217]

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki tujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah tujuh ini? (1) Hatthaka dari Āḷavī memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu bermoral dan (4) rasa takut bermoral. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. Kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari duduknya dan memasuki kediamannya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Hatthaka dari Āḷavī. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian Hatthaka dari Āḷavī mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya:

“Teman,<1681> Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki tujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah tujuh ini? ‘Para bhikkhu, Hatthaka dari Āḷavī memiliki keyakinan. Ia bermoral dan memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral. Ia terpelajar,  dermawan, dan bijaksana.’ Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

“Kuharap, Bhante, tidak ada umat awam berjubah putih yang hadir?”

“Tidak, teman. Tidak ada umat awam berjubah putih yang hadir.”

“Itu bagus, Bhante.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman Hatthaka dari Āḷavī, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, [218] bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, [dan melaporkan kepada Beliau tentang semua yang telah terjadi].<1682>

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Anggota keluarga itu memiliki sedikit keinginan, karena ia tidak ingin kualitas-kualitas baiknya diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu, bhikkhu, engkau harus mengingat kediaman Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan ini, yaitu (8 ) keinginan yang sedikit.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #8 on: 12 August 2013, 10:36:57 PM »
24 (4) Hatthaka (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava. Kemudian Hatthaka dari Āḷavī, disertai dengan lima ratus umat awam, [219] mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Pengikutmu banyak, Hatthaka. Bagaimanakah engkau mempertahankan pengikut yang banyak ini?”

“Aku melakukannya, Bhante, dengan empat cara mempertahankan hubungan yang baik yang diajarkan oleh Sang Bhagavā.<1683> Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan pemberian,’ maka aku mempertahankannya dengan pemberian. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan kata-kata kasih sayang,’ maka aku mempertahankannya dengan kata-kata kasih sayang. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan perbuatan dermawan,’ maka aku mempertahankannya dengan perbuatan dermawan. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan ketidak-memihakan,’ maka aku mempertahankannya dengan ketidak-memihakan. Ada kekayaan dalam keluargaku, Bhante. Mereka tidak berpikir bahwa mereka harus mendengarkan aku seolah-olah aku miskin.”<1684>

“Bagus, bagus, Hatthaka! Ini adalah metode yang dengannya engkau dapat mempertahankan banyak pengikut. Karena mereka semua di masa lampau yang mempertahankan pengikut yang banyak melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini. Mereka semua di masa depan yang akan mempertahankan pengikut yang banyak akan melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini. Dan mereka semua di masa sekarang yang mempertahankan pengikut yang banyak melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini.”

Kemudian, setelah Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Hatthaka dari Āḷavī dengan khotbah Dhamma, Hatthaka dari Āḷavī bangkit dari duduknya, bersujud kepada Beliau, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, [220] dan pergi.

Kemudian, tidak lama setelah Hatthaka dari Āḷavī pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah delapan ini? (1) Ia memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu bermoral dan (4) rasa takut bermoral. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. (8 ) Ia memiliki sedikit keinginan. Kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

25 (5) Mahānāma

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Kemudian Mahānāma orang Sakya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seseorang adalah seorang umat awam?”

“Ketika, Mahānāma, ia telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dengan cara demikian seseorang adalah seorang umat awam?”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam adalah bermoral?”

“Ketika, Mahānāma, seorang umat awam menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan., dengan cara demikian seorang umat awam adalah bermoral.”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam berlatih demi kesejahteraannya sendiri tetapi tidak demi kesejahteraan orang lain?” [221]

(1) “Ketika, Mahānāma, seorang umat awam sempurna dalam keyakinan tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam keyakinan; (2) ketika ia sendiri sempurna dalam perilaku bermoral tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam perilaku bermoral; (3) ketika ia sendiri sempurna dalam kedermawanan tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam kedermawanan; (4) ketika ia sendiri ingin menemui para bhikkhu tetapi tidak mendorong orang lain untuk menemui para bhikkhu; (5) ketika ia sendiri ingin mendengarkan Dhamma sejati tetapi tidak mendorong orang lain untuk mendengar Dhamma sejati; (6) ketika ia sendiri mengingat ajaran yang telah ia dengar tetapi tidak mendorong orang lain untuk mengingat ajaran; (7) ketika ia sendiri memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang ia ingat tetapi tidak mendorong orang lain untuk memeriksa makna-maknanya; (8 ) ketika ia sendiri telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma, tetapi tidak mendorong orang lain agar melakukan hal serupa; dengan cara inilah, Mahānāma, umat awam itu berlatih demi kesejahteraannya sendiri tetapi tidak demi kesejahteraan orang lain.”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam berlatih demi kesejahteraannya sendiri dan juga demi kesejahteraan orang lain?”

(1) “Ketika, Mahānāma, seorang umat awam sempurna dalam keyakinan dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam keyakinan; (2) ketika ia sendiri sempurna dalam perilaku bermoral dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam perilaku bermoral; (3) ketika ia sendiri sempurna dalam kedermawanan dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam kedermawanan; (4) ketika ia sendiri ingin menemui para bhikkhu dan juga mendorong orang lain untuk menemui para bhikkhu; (5) ketika ia sendiri ingin mendengarkan Dhamma sejati dan juga mendorong orang lain untuk mendengar Dhamma sejati; (6) ketika ia sendiri mengingat ajaran yang telah ia dengar dan juga mendorong orang lain untuk mengingat ajaran; (7) ketika ia sendiri memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang ia ingat dan juga mendorong orang lain untuk memeriksa makna-maknanya; (8 ) ketika ia sendiri telah memahami makna [222] dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma dan juga mendorong orang lain agar melakukan hal serupa; dengan cara inilah, Mahānāma, umat awam itu berlatih demi kesejahteraannya sendiri dan juga demi kesejahteraan orang lain.”

26 (6) Jīvaka

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di hutan mangga Jīvaka. Kemudian Jīvaka Komārabhacca mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:<1685>

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seseorang adalah seorang umat awam?”

[Selanjutnya seperti pada 8:25.] [223]

27 (9) Kekuatan (1)

“Para bhikkhu, ada delapan kekuatan ini. Apakah delapan ini? (1) Kekuatan anak-anak adalah menangis; (2) kekuatan para perempuan adalah kemarahan; (3) kekuatan para pencuri adalah senjata; (4) kekuatan raja-raja adalah kekuasaan; (5) kekuatan orang-orang dungu adalah mengeluh; (6) kekuatan para bijaksana adalah kehati-hatian;<1686> (7) kekuatan para terpelajar adalah refleksi; (8 ) kekuatan para petapa dan brahmana adalah kesabaran. Ini adalah kedelapan kekuatan itu.”

28 (8 ) Kekuatan (2)

Yang Mulia Sāriputta mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [224]

“Sāriputta, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, berapa banyakkah kekuatan yang ia miliki yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan’?”

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki delapan kekuatan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’ Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, Bhante, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat segala fenomena terkondisi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai tidak kekal. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat kenikmatan-kenikmatan indriawi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai serupa dengan lubang arang membara. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(3) “Kemudian, pikiran seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan miring, melandai, dan condong pada kesendirian; pikirannya terasing,<1687> bersenang dalam pelepasan keduniawian, dan sepenuhnya selesai dengan segala sesuatu yang menjadi landasan bagi noda-noda. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat penegakan perhatian. Karena [225] itu, ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(5) – (8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat landasan kekuatan batin … kelima indria spiritual … ketujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur delapan. . Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki kedelapan kekuatan ini yang dengan berlandaskan pada kekuatan-kekuatan ini ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

29 (9) Momen yang Tidak Menguntungkan

“Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terpelajar mengatakan: ‘Dunia telah memperoleh kesempatan! Dunia telah memperoleh kesempatan!’<1688> tetapi ia tidak mengetahui apa yang merupakan kesempatan dan apa yang bukan kesempatan. Ada, para bhikkhu, delapan momen tidak menguntungkan ini yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di neraka. Ini adalah momen pertama yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. [226]

(2) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam binatang. Ini adalah momen ke dua yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(3) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam hantu menderita. Ini adalah momen ke tiga yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(4) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam para deva berumur panjang tertentu.<1689> Ini adalah momen ke empat yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(5) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di propinsi terpencil di antara orang-orang asing yang kasar, [suatu tempat] di mana para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan tidak berkunjung ke sana. Ini adalah momen ke lima yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(6) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia menganut pandangan salah dan memiliki perspektif menyimpang: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buat atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana berperilaku baik dan berpraktik benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri melalui pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ini adalah momen ke enam yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(7) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia tidak bijaksana, bodoh, tumpul, tidak mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke tujuh yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(8 ) “Kemudian, seorang Tathāgata tidak  muncul di dunia … dan Dhamma [227] mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan tidak diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke delapan yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ini adalah kedelapan momen tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ada, para bhikkhu, satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah ini? Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Dan seseorang telah terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini, para bhikkhu, adalah satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.”

   Setelah mendapatkan kelahiran sebagai manusia
   Ketika Dhamma sejati telah dinyatakan dengan sempurna,
   Mereka yang tidak menangkap momen ini
   Telah melewatkan momen yang tepat.

   Karena banyak saat tidak menguntungkan yang dibicarakan,
   Kesempatan-kesempatan yang menghalangi sang jalan;
   Karena hanya kadang-kadang, sekali-sekali,
   Para Tathāgata muncul di dunia.

   Jika seseorang telah secara langsung bertemu Mereka,
   [keberuntungan] yang jarang diperoleh di dunia ini,
   Jika seseorang memperoleh kelahiran sebagai manusia,
   Dan Dhamma sejati sedang diajarkan,
   Bagi seorang yang menginginkan kebaikannya sendiri,
   Ini adalah dorongan yang cukup untuk berusaha. [228]

   Bagaimana seseorang dapat memahami Dhamma sejati,
   Sehingga momen itu tidak terlewatkan?
   Karena mereka yang melewatkan momen ini bersedih
   Ketika mereka terlahir kembali di neraka.

   Seseorang di sini yang telah gagal mendapatkan
   Jalan pasti dari Dhamma sejati,<1690>
   Akan menyesalinya dalam waktu yang lama
   Bagaikan pedagang yang kehilangan keuntungan.

   Seseorang yang terhalangi oleh ketidak-tahuan
   Yang telah gagal dalam Dhamma sejati
   Akan lama mengalami pengembaraan
   Dalam [lingkaran] kelahiran dan kematian.

   Tetapi mereka yang mendapatkan kelahiran sebagai manusia
   Ketika Dhamma sejati dinyatakan dengan sempurna,
   Telah memenuhi kata-kata Sang Guru,
   Atau akan memenuhinya, atau sedang memenuhinya sekarang.

   Mereka yang telah mempraktikkan sang jalan,
   Yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata,
   Telah menembus momen yang tepat di dunia ini
   Kehidupan spiritual yang tiada taranya.

   Engkau harus berdiam tanpa kebocoran,
   Terjaga, senantiasa penuh perhatian dalam pengendalian
   Yang diajarkan oleh Ia Yang Berpenglihatan,
   Sang Kerabat Matahari.

   Setelah memotong semua kecenderungan tersembunyi
   Yang mengikuti seseorang yang hanyut dalam wilayah Māra,<1691>
   Mereka yang mencapai hancurnya noda-noda,
   Walaupun berada di dunia ini, tetapi telah menyeberang.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #9 on: 12 August 2013, 10:37:20 PM »
30 (10) Anuruddha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Bhagga di Suṃsumāragira di taman rusa Hutan Bhesakalā. Pada saat itu Yang Mulia Anuruddha menetap di antara penduduk Ceti di taman bambu timur. Sewaktu Yang Mulia Anuruddha sedang sendirian dalam keterasingan, seuatu pemikiran muncul dalam pikirannya sebagai berikut:<1692>

(1) “Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma [229] ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.”

Dengan pikiranNya Sang Bhagavā mengetahui jalannya pemikiran dalam pikiran Yang Mulia Anuruddha. Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari antara para penduduk Bhagga di Suṃsumāragira, di taman rusa di Hutan Bhesakalā, dan muncul kembali di hadapan Yang Mulia Anuruddha di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur. Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah dipersiapkan untukNya. Kemudian Yang Mulia Anuruddha bersujud kepada Beliau dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Bagus, bagus, Anuruddha! Bagus sekali engkau telah merefleksikan pemikiran-pemikiran tentang orang mulia ini, yaitu: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat … Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.’ Oleh karena itu, refleksikan jugalah pemikiran ke delapan tentang orang mulia ini: (8 ) ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi.’<1693>
   
“Ketika, Anuruddha, engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, [230] engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan memudarnya sukacita, engkau akan berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, mengalami kenikmatan pada jasmani; engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini, maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, jubah kain usangmu akan tampak bagimu seperti selemari penuh pakaian warna-warni bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna. [231]

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, sisa makananmu akan tampak bagimu seperti sepiring nasi yang telah dibersihkan dari butiran-butiran hitam dan disajikan dengan kuah daging dan kari bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, tempat tinggalmu di bawah pohon akan tampak seperti sebuah rumah beratap lancip, yang diplester bagian dalam dan luarnya, tanpa-lubang, dengan pintu dan jendela tertutup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, alas tidur dan tempat dudukmu yang terbuat dari jerami akan tampak seperti sebuah dipan yang dilapisi permadani, selimut, dan penutup, dengan penutup yang bagus terbuat dari kulit rusa, dengan kanopi di atas dan bantal guling merah di kedua ujungnya bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna. [232]

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, obat-obatanmu yang terbuat dari fermentasi air kencing sapi akan tampak bagimu seperti berbagai obat-obatan ghee, mentega, minyak, madu, dan sirup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Oleh karena itu, Anuruddha, engkau harus melewatkan kediaman musim hujan berikutnya di sini lagi di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur.”

“Baik, Bhante.” Yang Mulia Anuruddha menjawab.

Kemudian, setelah menasihati Yang Mulia Anuruddha, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari hadapan Yang Mulia Anuruddha di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur dan muncul kembali di antara para penduduk Bhagga di Suṃsumāragira. Kemudian Beliau duduk di tempat duduk yang dipersiapkan untuk Beliau dan berkata kepada para bhikkhu: ‘Aku akan mengajarkan kepada kalian, para bhikkhu, tentang delapan pemikiran orang mulia. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan pemikiran orang mulia? (1) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, [233] bukan untuk seorang yang tidak bijaksana. (8 ) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi.

(1) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, ketika seorang bhikkhu adalah seorang dengan sedikit keinginan, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang dengan sedikit keinginan.’ Ketika ia puas, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang puas.’ Ketika ia mendatangi kesendirian, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang menyukai kesendirian.’ Ketika ia bersemangat, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang bersemangat.’ Ketika ia penuh perhatian, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang penuh perhatian.’ Ketika ia terkonsentrasi, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang terkonsentrasi.’ Ketika ia bijaksana, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang bijaksana.’ Ketika ia menyukai ketiadaan proliferasi, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi.’ Ketika dikatakan: : ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(2) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(3) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, ketika seorang bhikkhu mendatangi kesendirian, para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, umat awam perempuan, raja-raja, para menteri kerajaan, para pemimpin sekte lain, dan para murid dari sekte lain mendatanginya. Dalam setiap kasus, dengan pikiran yang miring, melandai, dan condong pada kesendirian, terasing,<1694> bersenang dalam pelepasan keduniawian, ia membabarkan khotbah secara tanpa kecuali hanya untuk membubarkan mereka. [234] Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat, ia kuat, kokoh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan keawasan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria … seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu adalah bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan. [235]

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, pikiran seorang bhikkhu meluncur keluar pada lenyapnya proliferasi, menjadi tenang, diam, dan terbebaskan di dalamnya. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.”

Kemudian Yang Mulia Anuruddha melewatkan kediaman musim hujannya di sana di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur. Dengan berdiam sendirian, terasing, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, dalam waktu tidak lama Yang Mulia Anuruddha merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kesempurnaan kehidupan spiritual yang tiada taranya yang karenanya para anggota keluarga dengan benar pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ia secara langsung mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.” Dan Yang Mulia Anuruddha menadi salah satu di antara para Arahant.

Pada kesempatan itu, ketika ia telah mencapai Kearahattaan, Yang Mulia Anuruddha mengucapkan syair ini:<1695>

   “Setelah memahami pemikiran-pemikiranku,
   Guru yang tiada taranya di dunia
   Mendatangiku melalui kekuatan batin
   Dalam tubuh ciptaan-pikiran.

   “Beliau mengajarkan aku lebih
   Dari apa yang ada dalam pikiranku:
   Sang Buddha, yang bersenang dalam ketiadaan-proliferasi,
   Mengajariku dalam ketiadaan-proliferasi.

   “Setelah memperlajari DhammaNya,
   Aku bersenang dalam ajaranNya.
   Aku telah mendapatkan tiga pengetahuan sejati;
   Ajaran Sang Buddha telah selesai.” [236]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #10 on: 12 August 2013, 10:37:44 PM »
IV. MEMBERI

31 (1) Memberi (1)

“Para bhikkhu, ada delapan pemberian ini.<1696> Apakah delapan ini? (1) Setelah menghina [si penerima], seseorang memberikan suatu pemberian.<1697> (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena takut. (3) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia memberi padaku.’ (4) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia akan memberi padaku.’ (5) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi adalah baik.’ (6) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Aku memasak; orang-orang ini tidak memasak. Tidaklah benar jika aku yang memasak tidak memberikan kepada mereka yang tidak memasak.’ (7) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Karena aku telah memberikan pemberian ini, maka aku akan memperoleh reputasi baik.’ (8 ) Seseorang memberikan suatu pemberian dengan tujuan untuk menghias pikirannya, melengkapi pikirannya.”<1698>

32 (2) Memberi (2) <1699>

   Keyakinan, rasa takut bermoral, dan tindakan bermanfaat memberi
   Adalah kualitas-kualitas yang dikejar oleh orang baik;
   Karena ini, mereka mengatakan, adalah jalan surgawi
   Yang dengannya seseorang pergi ke alam para deva.

33 (3) Landasan

“para bhikkhu, ada delapan landasan untuk memberi ini.<1700> Apakah delapan ini? (1) Seseorang memberikan suatu pemberian karena keinginan. (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena kebencian. (3) Seseorang memberikan pemberian karena delusi. (4) Seseorang memberikan pemberian karena takut.<1701> (5) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi telah dipraktikkan sebelumnya oleh ayahku dan leluhurku; aku tidak boleh meninggalkan kebiasaan keluarga yang sudah berlangsung sejak lama ini.’ (6) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Setelah memberikan pemberian ini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, aku akan terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.’ (7) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ketika aku sedang memberikan pemberian ini pikiranku menjadi tenang, [237] dan kegirangan dan kegembiraan muncul.’ (8 ) Seseorang memberikan pemberian dengan tujuan menghias pikiran, melengkapi pikiran. Ini adalah kedelapan landasan untuk memberi itu.”

34 (4) Lahan

“Para bhikkhu, sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki delapan faktor tidak akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan keuntungan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) ada banyak gundukan dan parit di lahan itu; (2) ada banyak batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu mengandung garam; (4) lahan itu tidak dibajak cukup dalam; (5) tidak ada jalan masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) tidak ada jalan keluar [bagi air untuk mengalir keluar]; (7) tidak ada saluran irigasi; dan (8 ) tidak ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki kedelapan faktor ini tidak akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan keuntungan.

“Demikian pula, para bhikkhu, suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki delapan faktor adalah tidak berbuah dan tidak bermanfaat, dan tidak sangat cemerlang atau menyebar. Apakah delapan faktor ini? Di sini, para petapa dan brahmana itu memiliki pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, dan konsentrasi salah. Suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki kedelapan faktor ini adalah tidak berbuah dan tidak bermanfaat, dan tidak sangat cemerlang atau menyebar.

“Para bhikkhu, sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki delapan faktor akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya lezat, dan menghasilkan keuntungan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) tidak ada gundukan dan parit di lahan itu; (2) tidak ada batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu tidak mengandung garam; (4) lahan itu dibajak cukup [238] dalam; (5) ada jalan masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) ada jalan keluar [bagi air untuk mengalir keluar]; (7) ada saluran irigasi; dan (8 ) ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki kedelapan faktor ini akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya lezat, dan menghasilkan keuntungan.

“Demikian pula, para bhikkhu, suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki delapan faktor adalah berbuah dan bermanfaat, dan sangat cemerlang dan menyebar. Apakah delapan faktor ini? Di sini, para petapa dan brahmana itu memiliki pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki kedelapan faktor ini adalah berbuah dan bermanfaat, dan sangat cemerlang dan menyebar.”

   Ketika lahannya baik,
   Dan benih yang ditanam juga baik,
   Dan ada curah hujan yang cukup,
   Maka hasil panennya juga baik.<1702>

   Kesehatannya baik;
   Pertumbuhannya [juga] baik;
   Kematangannya juga baik;
   Buahnya sungguh baik.

   Demikian pula ketika seseorang memberikan makanan yang baik
   Kepada mereka yang sempurna dalam perilaku bermoral.
   Pemberian itu akan tiba pada beberapa jenis kebaikan,
   Karena apa yang dilakukan adalah baik.

   Oleh karena itu jika seseorang menginginkan kebaikan
   Biarlah seseorang di sini sempurna;
   Seseorang harus mendatangi mereka yang sempurna dalam kebijaksanaan;
   Dengan demikian kesempurnaannya akan berkembang.

   Seseorang yang sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku,
   Setelah memperoleh kesempurnaan pikiran,
   Melakukan perbuatan yang sempurna
   Dan menyempurnakan yang baik.

   Setelah mengetahui dunia ini sebagaimana adanya,
   Seseorang harus mencapai kesempurnaan dalam pandangan.
   Seseorang yang sempurna dalam pikiran maju
   Dengan mengandalkan kesempurnaan dalam sang jalan. [239]

   Setelah menggosok segala noda,
   Setelah mencapai nibbāna,
   Maka seseorang terbebas dari segala penderitaan:
   Ini adalah kesempurnaan sepenuhnya.

35 (5) Kelahiran Kembali Karena Memberi

“Para bhikkhu, ada delapan jenis kelahiran kembali karena memberi. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seseorang memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wewanginan, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia melihat para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya memiliki dan menikmati kelima objek kenikmatan indria. Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu,<1703> yang ditekadkan pada apa yang rendah,<1704> tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(2) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa [240] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa kaya – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(3) – (7) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva Tāvatiṃsa … para deva Yāma … para deva Tusita … para deva yang bersenang dalam penciptaan … para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(8 )  “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva kumpulan Brahmā [241] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral; untuk seorang yang tanpa nafsu, bukan untuk seorang yang bernafsu.<1705> Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis kelahiran kembali karena memberi itu.”

36 (6) Aktivitas

“Para bhikkhu, ada tiga landasan aktivitas berjasa ini. Apakah tiga ini? Landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi; landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral; dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif.

(1) “Di sini, para bhikkhu, seseorang telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan terbatas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan terbatas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang kurang menguntungkan.

(2) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan menengah; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan menengah; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang menguntungkan.

(3) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral [242] dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa. Di sana keempat raja dewa, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva [yang dimpin oleh] Empat Raja Dewa dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi, kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi; dan dalam bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan surgawi.

(4) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Tāvatiṃsa. Di sana Sakka, penguasa para deva, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Tāvatiṃsa dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(5) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Yāma. Di sana deva muda Suyāma, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Yāma dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(6) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Tusita. [243] Di sana deva muda Santusita, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Tusita dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(7) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva yang bersenang dalam penciptaan. Di sana deva muda Sunimitta, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva yang bersenang dalam penciptaan dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(8 ) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lainnya. Di sana deva muda Vasavattī, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva yang yang mengendalikan ciptaan para deva lainnya dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi, kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi; dan dalam bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan surgawi.

“Ini, para bhikkhu, adalah ketiga landasan aktivitas berjasa itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #11 on: 12 August 2013, 10:38:08 PM »
37 (7) Pemberian Orang Baik

“Para bhikkhu, ada delapan pemberian orang baik ini.<1706> Apakah delapan ini? [244] (1) Ia memberikan apa yang murni; (2) ia memberikan apa yang baik; (3) ia memberikan pemberian yang tepat waktu; (4) ia memberikan apa yang diperbolehkan; (5) ia memberi setelah menyelidiki; (6) ia sering memberi; (7) sewaktu memberi ia mengokohkan pikirannya dalam keyakinan; dan (8 ) setelah memberi, ia bergembira. Ini adalah kedelapan pemberian orang baik itu.”

   Ia memberikan apa yang murni dan baik,
   Minuman dan makanan yang diperbolehkan pada waktu yang tepat;
   Ia sering memberi kepada lahan jasa yang subur,
   Kepada mereka yang menjalani kehidupan spiritual.

   Ia tidak merasa menyesal,
   Setelah memberikan banyak benda-benda materi.
   Mereka yang berpandangan terang yang mendalam memuji
   Pemberian yang diberikan dengan cara ini.

   Setelah mempraktikkan kedermawanan demikian
   Dengan pikiran yang dermawan dengan bebas,
   Seorang yang cerdas dan bijaksana, kaya dalam keyakinan,
   Terlahir kembali di alam yang menyenangkan, tanpa kesengsaraan.

38 (8 ) Orang Baik <1707>

“Para bhikkhu, ketika seorang yang baik terlahir pada sebuah keluarga, itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang. Itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan (1) ibu dan ayahnya, (2) istri dan anak-anaknya, (3) para budak, pekerja, dan pelayannya, (4) teman-teman dan kerabatnya, (5) para leluhurnya yang telah meninggal dunia, (6) raja, (7) para dewata, dan (8 ) para petapa dan brahmana. Seperti halnya hujan deras yang turun, memelihara semua tanaman, muncul demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, demikian pula, ketika seorang yang baik terlahir pada sebuah keluarga, itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang. Itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan ibu dan ayahnya … [245] … para petapa dan brahmana.”

   Orang bijaksana, berdiam di rumah,
   Sesungguhnya hidup demi kebaikan banyak orang.
   Siang dan malam dengan tekun terhadap
   Ibu, ayah, dan para leluhurnya,<1708>
   Ia menghormati mereka sesuai Dhamma,
   Mengingat apa yang telah mereka lakukan [untuknya] di masa lalu.<1709>

   Kokoh dalam keyakinan, orang yang religius,
   Setelah mengetahui kualitas-kualitas baiknya,<1710>
   Menghormati mereka yang meninggalkan kehidupan rumah tangga,
   Para pengemis yang menjalani kehidupan spiritual.<1711>

   Berguna bagi raja dan para deva,
   Berguna bagi sanak-saudara dan teman-temannya,
   Sebenarnya, berguna bagi semuanya,
   Tegak dengan kokoh dalam Dhamma sejati,
   Ia telah melenyapkan noda kekikiran
   Dan mengembara menuju alam yang menguntungkan.

39 (9) Arus

“Para bhikkhu, ada delapan arus jasa ini, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.<1712> Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang siswa mulia telah berlindung pada Sang Buddha. Ini adalah arus jasa pertama, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(2) “Kemudian, seorang siswa mulia telah berlindung pada Dhamma. Ini adalah arus jasa ke dua … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(3) “Kemudian, seorang siswa mulia telah berlindung pada Saṅgha. Ini adalah arus jasa ke tiga … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. [246]

(4) “Di sini, seorang siswa mulia, setelah meninggalkan pembunuhan, menghindari pembunuhan. Dengan menghindari pembunuhan, siswa mulia itu memberikan kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas kepada tidak terhitung banyaknya makhluk. Ia sendiri pada gilirannya juga menikmati kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas. Ini adalah pemberian pertama, pemberian besar, yang utama, telah berlangsung sejak lama, tradisional, primitif, tidak dapat dipalsukan, dan belum pernah dipalsukan, yang tidak dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak dibantah oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Ini adalah arus jasa ke empat … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(5) – (8 ) “Kemudian, seorang siswa mulia, setelah meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan … menghindari hubungan seksual yang salah … menghindari berbohong … menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, siswa mulia itu memberikan kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan dari kesengsaraan yang tidak terbatas kepada tidak terhitung banyaknya makhluk. Ia sendiri pada gilirannya juga menikmati kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas. Ini adalah pemberian ke lima, pemberian besar, yang utama, telah berlangsung sejak lama, tradisional, primitif, tidak dapat dipalsukan, dan belum pernah dipalsukan, yang tidak dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak dibantah oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Ini adalah arus jasa ke delapan [247] … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan arus jasa itu, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.”

40 (10) Kondusif

(1) “Para bhikkhu, pembunuhan, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, pembunuhan paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan umur kehidupan yang singkat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, mengambil apa yang tidak diberikan paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami kehilangan kekayaan.

(3) “Hubungan seksual yang salah, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, melakukan hubungan seksual yang salah paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan permusuhan dan persaingan.

(4) “Berbohong, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, berbohong paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan tuduhan palsu.

(5) “Ucapan memecah-belah, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, ucapan memecah-belah paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami perpecahan dengan teman. [248]

(6) “Ucapan kasar, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, ucapan kasar paling sedikit adalah kondusif untuk mendengar suara-suara yang tidak menyenangkan.

(7) “Bergosip, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, bergosip paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami ketidak-percayaan orang lain atas kata-katanya.

(8 ) “Meminum minuman keras dan anggur, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, meminum minuman keras dan anggur paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami kegilaan.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #12 on: 12 August 2013, 10:39:47 PM »
V. UPOSATHA

43 (1) Secara Ringkas

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?<1713> [249]

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, mereka berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, aku juga akan berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor pertama ini.

(2) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; mereka hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran untuk mencuri. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; aku hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran untuk mencuri. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke dua ini.

(3) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan aktivitas seksual dan menjalankan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan aktivitas seksual dan menjalankan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tiga ini.

(4) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari berbohong; mereka mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; mereka dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari berbohong; [250] Aku akan mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; aku akan dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke empat ini.

(5) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke lima ini.

(6) “‘Seumur hidupnya para Arahant makan sekali sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan makan sekali sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke enam ini.

(7) “‘Seumur hidupnya para Arahant menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik diri dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan salep. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik diriku dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan salep. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tujuh ini.

(8 ) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; mereka berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; aku akan berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini [251] dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke delapan ini.

“Adalah dengan cara ini, para bhikkhu, maka uposatha dijalankan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar.”

42 (2) Secara Terperinci

“Para bhikkhu, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, mereka berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, aku juga akan berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor pertama ini.

[Seperti pada 8:41 hingga:] …

(8 ) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; mereka berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; aku akan berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini [251] dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke delapan ini.

“Adalah dengan cara ini, para bhikkhu, maka uposatha dijalankan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. [252]

“Sejauh apakah hal ini berbuah dan bermanfaat besar? Sejauh apakah hal ini luar biasa cemerlang dan menyebar? Misalkan seseorang menguasai dan memerintah enam belas negeri besar ini dalam hal yang dipenuhi dengan tujuh benda berharga, yaitu, [negeri-negeri] Aṅga, Magadha, Kāsi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vaṅga, Kuru, Pañcala, Maccha, Sūrasena, Assaka, Avanti, Gandhāra, dan Kamboja. Hal ini tidak sebanding dengan seper enam belas bagian dari pelaksanaan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor itu. Karena alasan apakah? Karena kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva [yang diperintah oleh] empat raja dewa, sehari semalam adalah setara dengan lima puluh tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah lima ratus tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang diperintah oleh] empat raja dewa. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Tāvatiṃsa sehari semalam adalah setara dengan seratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah seribu tahun surgawi.  [253] Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Tāvatiṃsa. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Yāma sehari semalam adalah setara dengan dua ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah dua ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Yāma. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Tusita sehari semalam adalah setara dengan empat ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah empat ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Tusita. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan, sehari semalam adalah setara dengan delapan ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah delapan ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki [254] yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain, sehari semalam adalah setara dengan seribu enam  ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah enam belas ribu tahun surgawi itu. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki di sini yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.”

Seseorang tidak boleh membunuh makhluk-makhluk hidup atau mengambil apa yang tidak diberikan;<1714>
Ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman memabukkan;
Ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-sucian;
Ia tidak boleh makan di malam hari atau pada waktu yang tidak tepat.

Ia tidak boleh mengenakan kalung bunga atau mengoleskan wangi-wangian;
Ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di lantai;
Ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
Yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
Yang telah mencapai akhir penderitaan.

Sejauh matahari dan rembulan berputar,
Memancarkan cahaya, begitu indah dipandang,
Penghalau kegelapan, bergerak di sepanjang cakrawala,
Bersinar di angkasa, menerangi segala penjuru. [255]

Kekayaan apa pun yang ada di sini –
Mutiara, permata, dan beryl yang baik,
Emas tanduk dan emas gunung,
Dan emas alami yang disebut haṭaka

Semua itu tidak sebanding dengan seper enam belas bagian
Dari uposatha yang lengkap dengan delapan faktor,
Seperti halnya sekumpulan bintang
[tidak dapat menandingi] cahaya rembulan.

Oleh karena itu seorang perempuan atau laki-laki yang bermoral
Setelah menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor,
Dan setelah melakukan jasa yang menghasilkan kebahagiaan,
Pergi tanpa cela menuju alam surga.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #13 on: 12 August 2013, 10:40:38 PM »
43 (3) Visākhā (1)

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau¸dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?”

[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.] [256-258]

44 (4) Vāseṭṭha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian seorang umat awam laki-laki bernama Vāseṭṭha mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Vāsaṭṭha, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?”
 
[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.]

Ketika hal ini dikatakan, umat laki-laki Vāseṭṭha berkata kepada Sang Bhagavā: [259] “Bhante, jika sanak-saudaraku dan anggota-anggota keluargaku yang tercinta menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua khattiya menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua brahmana … vessa … sudda menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.

“Demikianlah, Vāseṭṭha, demikianlah! Jika semua khattiya menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua brahmana … vessa … sudda menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika pepohonan sal besar ini menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan pepohonan sal besar ini untuk waktu yang lama, [jika mereka dapat memilih].<1715> Apalagi manusia!”

45 (5) Bojjhā

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian seorang umat awam laki-laki bernama Bojjhā mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Bojjhā, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar …” [260]
 
[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.] [261-62]

46 (6) Anuruddha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Anuruddha telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan ketika sejumlah dewata dengan tubuh menyenangkan mendatanginya, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:<1716>

“Bhante Anuruddha, kami [263] para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan tiga hal. Kami dengan segera memperoleh warna apa pun yang kami inginkan. Kami dengan segera memperoleh kesenangan apa pun yang kami inginkan. Dan kami dengan segera memperoleh suara apa pun yang kami inginkan. Kami para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan ketiga hal ini.”

Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: ‘Semoga semua dewata ini menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: ‘Semoga semua dewata ini menjadi kuning … merah … putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu menjadi putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.

Kemudian satu di antara para dewata itu bernyanyi, satu menari, dan satu menjentikkan jarinya. Seperti halnya sebuah kwintet musik yang terlatih baik dan iramanya terkoordinasi dengan baik,<1717> dan terdiri dari para musisi terampil, musiknya indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan, [264] demikian pula pertunjukan para dewata itu indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan. Selanjutnya Yang Mulia Anuruddha menarik organ-organ indrianya. Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] “Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],” lenyap dari sana.<1718>

Kemudian, pada malam harinya, Yang Mulia Anuruddha keluar dari keterasingan dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Di sini, Bhante, aku telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan … [Ia melaporkan segala yang terjadi hingga:] [265] … Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] “Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],” lenyap dari sana.

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang perempuan sehingga, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan?”

“Jika ia memiliki delapan kualitas, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?<1719>

(1) “Di sini, Anuruddha, kepada suami mana pun orang tuanya menyerahkannya – yang melakukannya karena menginginkan kebaikannya, mengusahakan kesejahteraannya, berbelas kasih padanya, bertindak demi belas kasihan padanya – seorang perempuan bangun sebelum suaminya dan pergi tidur setelah suaminya, melakukan apa pun yang perlu dilakukan, menyenangkan dalam perilakunya dan disukai dalam ucapannya.

(2) “Ia menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakan siapa pun yang dihormati oleh suaminya – ibu dan ayahnya, para petapa dan brahmana – dan ketika mereka datang ia mempersembahkan tempat duduk dan air kepada mereka.

(3) “Ia terampil dan rajin dalam mengerjakan urusan-urusan rumah tangga suaminya, apakah merajut atau menenun; ia memiliki penilaian yang baik atas urusan-urusan itu untuk dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar.

(4) “Ia mencari tahu apa yang telah dilakukan dan belum dilakukan oleh para pembantu rumah tangga suaminya [266] – apakah budak-budak, utusan-utusan, atau para pekerja; ia mencari tahu kondisi dari mereka yang sakit; dan ia membagikan porsi makanan yang selayaknya bagi mereka masing-masing.

(5) “Ia menjaga dan melindungi pendapatan apa pun yang dibawa pulang oleh suaminya – apakah uang, padi, perak, atau emas<1720> - dan ia tidak menghambur-hamburkan, mencuri, memboroskan, atau menyia-nyiakan pendapatannya itu.

(6) “Ia adalah seorng umat awam perempuan yang telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.

(7) “Ia bermoral, menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan.

(8 ) “Ia dermawan, seorang yang berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi.

“Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan.”

   Ia tidak memandang rendah suaminya,
   Orang yang terus-menerus menyokongnya,
   Yang dengan tekun dan bersemangat
   Selalu membawakan apa pun yang ia inginkan.<1721>

   Seorang perempuan yang baik juga tidak memarahi suaminya
   Dengan ucapan yang disebabkan oleh kecemburuan;<1722>
   Perempuan bijaksana memperlihatkan penghormatan
   Kepada mereka semua yang dihormati oleh suaminya.

   Ia bangun lebih awal, bekerja dengan rajin,
   Mengatur bantuan rumah tangga;
   Ia memperlakukan suaminya dengan cara-cara yang menyenangkan
   Dan menjaga harta yang ia dapatkan.

   Perempuan yang memenuhi tugas-tugasnya demikian,
   Mengikuti kehendak dan keinginan suaminya,
   Terlahir kembali di antara para deva
   Yang disebut “mereka yang menyenangkan.” [267]

47 (7) Visākhā (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā …  Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan memiliki delapan kualitas, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?”

[Seperti pada 8:46, termasuk syairnya.] [268]

48 (8 ) Nakula

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Bhagga di Suṃsumāragira di taman rusa di Hutan Bhesakalā. Kemudian ibu rumah tangga Nakulamātā mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Nakulamātā, dengan memiliki delapan kualitas, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?”

[Seperti pada 8:46, termasuk syairnya.] [269]

49 (9) Dunia Sekarang (1) <1723>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan memiliki empat kualitas, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya.<1724> Apakah empat ini? Di sini, seorang perempuan mampu melakukan pekerjaannya; ia mengatur bantuan rumah tangga; ia bersikap menyenangkan bagi suaminya, dan ia menjaga pendapatan suaminya.

(1) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan mampu melakukan pekerjaannya? Di sini, seorang perempuan terampil dan rajin dalam mengerjakan urusan-urusan rumah tangga suaminya, apakah merajut atau menenun; ia memiliki penilaian yang baik atas urusan-urusan itu untuk dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar. Adalah dengan cara ini seorang perempuan [270] mampu melakukan pekerjaannya.

(2) “Dan bagaimanakah seorang perempuan mengatur bantuan rumah tangga? Di sini, seorang perempuan mencari tahu apa yang telah dilakukan dan belum dilakukan oleh para pembantu rumah tangga suaminya – apakah budak-budak, utusan-utusan, atau para pekerja; ia mencari tahu kondisi dari mereka yang sakit; dan ia membagikan porsi makanan yang selayaknya bagi mereka masing-masing. Adalah dengan cara ini seorang perempuan mengatur bantuan rumah tangga.

(3) “Dan bagaimanakah seorang perempuan bersikap menyenangkan bagi suaminya? Di sini, bahkan dengan taruhan hidupnya seorang perempuan tidak melakukan perbuatan buruk yang oleh suaminya dianggap tidak menyenangkan. Adalah dengan cara ini seorang perempuan bersikap menyenangkan bagi suaminya.

(4) “Dan bagaimanakah seorang perempuan menjaga pendapatan suaminya?Di sini, seorang perempuan menjaga dan melindungi pendapatan apa pun yang dibawa pulang oleh suaminya – apakah uang, padi, perak, atau emas - dan ia tidak menghambur-hamburkan, mencuri, memboroskan, atau menyia-nyiakan pendapatannya itu. Adalah dengan cara ini seorang perempuan menjaga pendapatan suaminya.

“Dengan memiliki keempat kualitas ini, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya.

“Dengan memiliki empat kualitas [lainnya], Visākhā, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan kehidupannya di dunia berikutnya. Apakah empat ini? Di sini, seorang perempuan sempurna dalam keyakinan, sempurna dalam perilaku bermoral, sempurna dalam kedermawanan, dan sempurna dalam kebijaksanaan.

(5) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan sempurna dalam keyakinan? Di sini, seorang perempuan memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, Yang Berbahagia pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam keyakinan.

(6) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan sempurna dalam perilaku bermoral? [271] Di sini, seorang perempuan menghindari pembunuhan … menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam perilaku bermoral.

(7) “Dan bagaimanakah seorang perempuan sempurna dalam kedermawanan? Di sini, seorang perempuan berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi. Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam kedermawanan.

(8 ) “Dan bagaimanakah seorang perempuan sempurna dalam kebijaksanaan? Di sini, seorang perempuan adalah bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.<1725> Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam kebijaksanaan.

“Dengan memiliki keempat kualitas ini, Visākhā, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan kehidupannya di dunia berikutnya.”

   Mampu melakukan pekerjaannya,
   Mengatur bantuan rumah tangga,
   Ia memperlakukan suaminya dalam cara-cara yang menyenangkan
   Dan menjaga kekayaan yang diperoleh suaminya

   Kaya dalam keyakinan, memiliki moralitas,
   Dermawan dan hampa dari kekikiran,
   Ia terus-menerus memurnikan sang jalan
   Yang mengarah pada keamanan dalam kehidupan mendatang.

   Mereka menyebut perempuan mana pun
   Yang memiliki kedelapan kualitas ini,
   Yang bermoral, kokoh dalam Dhamma,
   Seorang pengucap kebenaran.

   Sempurna dalam enam belas aspek,<1726>
   Lengkap dalam delapan faktor,
   Umat awam perempuan yang bermoral demikian
   Terlahir kembali di alam deva yang menyenangkan.

50 (10) Dunia Sekarang (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya. Apakah empat ini? [272]

[Berikutnya identik dengan 8:49, termasuk syairnya, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.] [273-74]


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #14 on: 12 August 2013, 10:41:34 PM »
LIMA PULUH PERTAMA

I. GOTAMĪ

51 (1) Gotamī <1727>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan.<1728> Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”<1729>

“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Mahāpajāpatī Gotamī berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”<1730>

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah,” menjadi nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, Sang Bhagavā pergi melakukan perjalanan menuju Vesālī. Sambil mengembara dalam perjalanan itu, Beliau akhirnya tiba di Vesālī, di mana Beliau menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar.

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuning, dan bersama dengan sejumlah para perempuan Sakya,<1731> [275] melakukan perjalanan menuju Vesālī. Akhirnya, ia tiba di Vesālī dan [mendatangi] aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia berdiri di luar gerbang. Yang Mulia Ānanda melihatnya berdiri di sana dalam kondisi demikian dan berkata kepadanya:

“Gotamī, mengapakah engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata?”

“Aku melakukan ini, Bhante Ānanda, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.”

“Baiklah, Gotamī, engkau tunggulah di sini [sebentar]<1732> sementara aku memohon pada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī sedang engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan. Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.” [276]
 
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Biarlah aku memohon pada Sang Bhagavā agar memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dengan cara lain.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, jika seorang perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā, mungkinkah baginya untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan?”

“Mungkin saja, Ānanda.”

“Jika, Bhante, adalah mungkin bagi seorang perempuan untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan, [dan dengan mempertimbangkan bahwa] Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat membantu bagi Sang Bhagavā – telah menjadi bibiNya, menjadi ibu Susu bagiNya, dan menjadi ibu angkat yang mengasuhNya dengan susu dari dadanya ketika ibu kandungNya meninggal dunia - baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan prinsip penghormatan,<1733> biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.<1734>

(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Prinsip ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.<1735>

(2) “Seorang bhikkhunī tidak boleh memasuki masa pengasingan musim hujan di tempat di mana tidak ada bhikkhu.<1736> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(3) “Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus menanyakan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: tentang [hari] uposatha, dan tentang kunjungan untuk memberikan nasihat.<1737> [277] Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(4) “Ketika seorang bhikkhunī telah melaksanakan masa pengasingan musim hujan, ia harus mengundang koreksi dari kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: sehubungan dengan apa yang  dilihat, didengar, atau dicurigai.<1738> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(5) “Seorang bhikkhunī yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani periode hukuman selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha.<1739> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(6) “Seorang yang menjalani masa percobaan yang telah menyelesaikan masa dua tahun latihan dalam enam prinsip boleh memohon penahbisan penuh dari kedua Saṅgha.<1740> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(7) “Seorang bhikkhunī tidak boleh dengan alasan apa pun menghina atau mencaci seorang bhikkhu. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(8 ) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan prinsip penghormatan, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.”<1741>

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah mempelajari kedelapan prinsip penghormatan ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Mahāpajāpatī Gotamī dan berkata kepadanya: “Jika, Gotamī, engkau menerima delapan prinsip penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu:

(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Prinsip ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya …

(8 ) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, [278] tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Gotamī, engkau menerima delapan prinsip penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu.”

“Bhante, Ānanda, jika seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan, dengan kepala dicuci – memperoleh kalung bunga dari teratai biru, bunga melati, atau bakung,<1742> ia akan menerimanya dengan kedua tangannya dan meletakkannya di atas kepalanya. Dengan cara yang sama, aku menerima kedelapan prinsip penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī telah menerima kedelapan prinsip penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”

“Jika, Ānanda, para perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka kehidupan spiritual ini akan bertahan lama; Dhamma sejati akan berdiri kokoh selama seribu tahun. Akan tetapi, Ānanda, para perempuan telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka sekarang kehidupan spiritual tidak akan bertahan lama; Dhamma sejati hanya akan bertahan lima ratus tahun.<1743>

“Seperti halnya, Ānanda, para perampok yang sedang mencari mangsa<1744> akan dengan mudah menyerang keluarga-keluarga itu yang memiliki banyak perempuan dan sedikit laki-laki, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan padi gunung telah masak, [279] jika penyakit keputihan menyerangnya,<1745> maka lahan padi itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan tebu telah masak, jika penyakit karat menyerangnya,<1746> maka lahan tebu itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, seorang laki-laki dapat membangun sebuah tanggul di sekeliling waduk sebagai pencegahan agar air tidak meluap, demikian pula, sebagai pencegahan Aku telah menetapkan kedelapan prinsip penghormatan ini untuk para bhikkhunī agar tidak dilanggar seumur hidup.”<1747>

52 (2) Nasihat

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar dapat ditunjuk menasihati para bhikkhunī?”<1748>

“Āṅanda, seorang bhikkhu harus memiliki delapan kualitas agar dapat ditunjuk untuk menasihati para bhikkhumī. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu bermoral … [seperti pada 8:2 §4] … setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2)   “Ia telah banyak belajar … [seperti pada 8:2 §5] … dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3)   “Kedua Pātimokkha telah dengan baik disampaikan kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya.

(4)   “Ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna.

(5)   “Ia mampu [280] mengajari, mendorong, menginspirasi, dan menggembirkan Saṅgha para bhikkhunī dengan khotbah Dhamma.

(6)   “Ia menyenangkan dan disukai sebagian besar Saṅgha para bhikkhunī.

(7)   “Ia belum pernah melakukan pelanggaran berat terhadap seorang perempuan yang mengenakan jubah kuning yang telah meninggalkan keduniawian di bawah Sang Bhagavā.

(8)   “Ia memiliki senioritas dua puluh tahun atau lebih.


“Seorang bhikkhu yang memiliki kedelapan kualitas ini boleh ditunjuk untuk menasihati para bhikkhunī.”