IV. PARA DEWATA
32 (1) Ketekunan<1486>
Ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, [28] mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:
“Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru, penghormatan kepada Dhamma, penghormatan kepada Saṅgha, penghormatan kepada latihan, penghormatan kepada konsentrasi, penghormatan kepada ketekunan, penghormatan kepada keramahan. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.”
Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Sang Guru menyetujui. Kemudian dewata itu, [berpikir]: “Sang Guru setuju denganku,” bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan lenyap dari sana.
Kemudian, ketika malam telah berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Tadi malam, para bhikkhu, ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangiKu, bersujudKu, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadaKu: ‘Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru … penghormatan kepada keramahan. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.’ Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Kemudian dewata tersebut bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.
Hormat kepada Sang Guru,
Hormat kepada Dhamma,
Hormat kepada Saṅgha,
Hormat kepada konsentrasi, bersungguh-sungguh,
Sangat menghormati latihan,
Hormat kepada ketekunan,
Menggenggam keramahan dengan hormat:
Bhikkhu ini tidak akan jatuh,
Melainkan dekat pada nibbāna.
33 (2) Rasa Malu Bermoral <1487>
“Tadi malam, para bhikkhu, ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangiKu, bersujudKu, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadaKu: ‘Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru, penghormatan kepada Dhamma, penghormatan kepada Saṅgha, penghormatan kepada latihan, penghormatan kepada konsentrasi, penghormatan kepada rasa malu bermoral, dan penghormatan kepada rasa takut bermoral. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.’ Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Kemudian dewata tersebut bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.
Hormat kepada Sang Guru,
Hormat kepada Dhamma,
Hormat kepada Saṅgha,
Hormat kepada konsentrasi, bersungguh-sungguh,
Sangat menghormati latihan,
Memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral,
Sopan dan hormat:
Seorang demikian tidak akan jatuh,
Melainkan dekat pada nibbāna.
34 (3) Mudah diperbaiki (1)
“Tadi malam, para bhikkhu, ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangiKu, bersujudKu, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadaKu: ‘Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru, penghormatan kepada Dhamma, penghormatan kepada Saṅgha, penghormatan kepada latihan, penghormatan kepada konsentrasi, mudah diperbaiki, dan pertemanan yang baik. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.’ Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Kemudian dewata tersebut bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.
Hormat kepada Sang Guru,
Hormat kepada Dhamma,
Hormat kepada Saṅgha,
Hormat kepada konsentrasi, bersungguh-sungguh,
Sangat menghormati latihan,
Mempererat pertemanan yang baik,
Mudah diperbaiki,
Sopan dan hormat:
Seorang demikian tidak akan jatuh,
Melainkan dekat pada nibbāna. [30]
35 (4) Mudah diperbaiki (2) <1488>
“Tadi malam, para bhikkhu, ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangiKu, bersujudKu, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadaKu: ‘Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru, penghormatan kepada Dhamma, penghormatan kepada Saṅgha, penghormatan kepada latihan, penghormatan kepada konsentrasi, mudah diperbaiki, dan pertemanan yang baik. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.’ Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Kemudian dewata tersebut bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā:
“Bhante, aku memahami secara terperinci makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā sebagai berikut. Di sini, seorang bhikkhu menghormati Sang Guru dan memuji penghormatan kepada Sang Guru; ia mendorong para bhikkhu lain yang tidak menghormat Sang Guru agar mengembangkan penghormatan kepada Sang Guru dan, pada waktu yang tepat, dengan tulus dan bersungguh-sungguh, ia memuji para bhikkhu yang menghormat Sang Guru. Ia sendiri menghormati Dhamma … menghormati Saṅgha … menghormati latihan … menghormati konsentrasi … mudah diperbaiki … memiliki teman-teman yang baik dan memuji pertemanan yang baik; ia mendorong para bhikkhu lain yang tidak memiliki teman-teman yang baik agar mencari teman-teman yang baik dan, pada waktu yang tepat, dengan tulus dan bersungguh-sungguh, ia memuji para bhikkhu yang memiliki teman-teman yang baik. Dengan cara inilah, Bhante, aku memahami secara secara terperinci makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā.”
[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, Sāriputta! Bagus sekali engkau memahami secara terperinci makna dari pernyataan yang Kuucapkan secara ringkas seperti demikian.”
[Sang Buddha di sini mengulangi keseluruhan pernyataan Sāriputta, diakhiri dengan:] [31]
“Seperti demikianlah, Sāriputta, makna dari pernyataan yang Kuucapkan secara ringkas harus dipahami secara terperinci.”
36 (5) Teman (1) <1489>
“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang memiliki tujuh faktor. Apakah tujuh ini? (1) Ia memberikan apa yang sulit diberikan. (2) Ia melakukan apa yang sulit dilakukan. (3) Ia dengan sabar menahankan apa yang sulit ditahankan. (4) Ia mengungkapkan rahasianya kepadamu. (5) Ia menjaga rahasiamu. (6) Ia tidak meninggalkanmu ketika engkau berada dalam kesulitan. (7) Ia tidak dengan kasar merendahkanmu.<1490> Seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang memiliki ketujuh faktor ini.”
Seorang teman memberikan apa yang sulit diberikan,
Dan ia melakukan apa yang sulit dilakukan.
Ia memaafkan engkau atas kata-katamu yang kasar
Dan menahankan apa yang sulit ditahankan.
Ia memberitahukan rahasianya kepadamu,
Namun ia menjaga rahasiamu.
Ia tidak meninggalkan engkau dalam kesulitan-kesulitan,
Ia juga tidak dengan kasar merendahkanmu.
Seseorang di sini yang padanya
Terdapat ketujuh kualitas ini adalah seorang teman.
Seorang yang menginginkan teman
Harus mendatangi orang demikian. [32]
37 (6) Teman (2)
“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan teman bhikkhu yang memiliki tujuh kualitas; seseorang harus mendatanginya dan melayaninya bahkan jika ia mengusirmu. Apakah tujuh ini? (1) Ia menyenangkan dan disukai; (2) ia terhormat dan (3) dihargai; (4) ia adalah seorang pembicara;<1491> (5) ia dengan sabar menahankan apa yang dikatakan kepadanya; (6) ia memberikan khotbah yang mendalam; dan (7) ia tidak menyuruh seseorang untuk melakukan apa yang salah.”
Ia disayangi, dihormati, dan dihargai,
Seorang pembicara dan seorang yang menahankan ucapan;
Ia memberikan khotbah yang mendalam dan tidak menyuruh seseorang
Untuk melakukan apa yang salah.
Orang ini di sini yang padanya
Terdapat kualitas-kualitas ini adalah seorang teman,
Baik hati dan berbelas kasihan.
Bahkan jika seseorang diusir olehnya,
Seseorang yang menginginkan teman
Harus mendatangi orang seperti itu.
38 (7) Pengetahuan Analitis (1)
“Para bhikkhu, ketika ia memiliki tujuh kualitas, seorang bhikkhu dapat segera merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu.<1492> Apakah tujuh ini?
“Di sini, (1) seorang bhikkhu memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah kelambanan pikiran dalam diriku.’<1493> (2) Atau ketika pikirannya mengerut secara internal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku mengerut secara internal.’ (3) Atau ketika pikirannya teralihkan secara eksternal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku teralihkan secara eksternal.’<1494> (4) Ia mengetahui perasaan-perasaan ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (5) Ia mengetahui persepsi-persepsi ketika munculnya, [33] ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (6) Ia mengetahui pikiran-pikiran ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya.<1495> (7) Kemudian, di antara kualitas-kualitas yang layak dan tidak layak, rendah dan unggul, gelap dan terang bersama dengan pendamping-pendampingnya, ia telah menangkap gambaran itu dengan baik, mengingatnya dengan baik, merefleksikannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan.<1496> Ketika ia memiilki ketujuh kualitas ini, seorang bhikkhu dapat segera merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu.”
39 (8 ) Pengetahuan Analitis (2) <1497>
“Para bhikkhu, ketika ia memiliki tujuh kualitas, Sāriputta merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu. Apakah tujuh ini?
“Di sini, (1) Sāriputta memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah kelambanan pikiran dalam diriku.’<1498> (2) Atau ketika pikirannya mengerut secara internal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku mengerut secara internal.’ (3) Atau ketika pikirannya teralihkan secara eksternal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku teralihkan secara eksternal.’ (4) Baginya, perasaan-perasaan diketahui ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (5) Persepsi-persepsi diketahui ketika munculnya, ketika berlangsung, ketika lenyapnya; (6) Pikiran-pikiran diketahui ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya. (7) Kemudian, di antara kualitas-kualitas yang layak dan tidak layak, rendah dan unggul, gelap dan terang bersama dengan pendamping-pendampingnya, ia telah menangkap gambaran itu dengan baik, mengingatnya dengan baik, merefleksikannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan. Ketika ia memiilki ketujuh kualitas ini, Sāriputta merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu.” [34]
40 (10) Kemahiran (1)
“Para bhikkhu, dengan memiliki tujuh kualitas, seorang bhikkhu mengerahkan kendali atas pikirannya dan bukan pelayan bagi pikirannya. Apakah tujuh ini? Di sini, (1) seorang bhikkhu terampil dalam konsentrasi, (2) terampil dalam pencapaian konsentrasi, (3) terampil dalam durasi konsentrasi, (4) terampil dalam keluar dari konsentrasi, (5) terampil dalam kesesuaian untuk konsentrasi, (6) terampil dalam wilayah konsentrasi, dan (7) terampil dalam keteguhan sehubungan dengan konsentrasi.<1499> Dengan memiliki ketujuh kualitas ini, seorang bhikkhu mengerahkan kendali atas pikirannya dan bukan pelayan bagi pikirannya.”
41 (10) Kemahiran (2) <1500>
“Para bhikkhu, dengan memiliki tujuh kualitas, Sāriputta mengerahkan kendali atas pikirannya dan bukan pelayan bagi pikirannya. Apakah tujuh ini? Di sini, (1) Sāriputta terampil dalam konsentrasi, (2) terampil dalam pencapaian konsentrasi, (3) terampil dalam durasi konsentrasi, (4) terampil dalam keluar dari konsentrasi, (5) terampil dalam kesesuaian untuk konsentrasi, (6) terampil dalam wilayah konsentrasi, dan (7) terampil dalam keteguhan sehubungan dengan konsentrasi. Dengan memiliki ketujuh kualitas ini, Sāriputta mengerahkan kendali atas pikirannya dan bukan pelayan bagi pikirannya.”
42 (11) Landasan bagi [Makhluk] “Tanpa-Sepuluh” (1)
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada pagi harinya, Yang Mulia Sāriputta merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Kemudian ia berpikir: [35] “Masih terlalu pagi untuk berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī. Biarlah aku pergi ke taman para pengembara sekte lain.”
Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendatangi taman para pengembara sekte lain. Ia saling bertukar sapa dengan para pengembara itu dan, ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi. Pada saat itu paar pengembara telah berkumpul dan duduk bersama ketika percakapan ini berlangsung di antara mereka: “Teman-teman, Siapa pun juga yang menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama dua belas tahun adalah layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’”
Kemudian Yang Mulia Sāriputta tidak menerima juga tidak menolak pernyataan para pengembara itu, melainkan bangkit dari duduknya dan pergi, [dengan berpikir]: “Aku akan mengetahui apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan pernyataan ini.”
Kemudian, ketika Yang Mulia Sāriputta telah berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī, setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. [Di sini ia menceritakan kata demi kata keseluruhan perbincangan itu dan menanyakan:] [36] “Mungkinkah, Bhante, dalam Dhamma dan disiplin ini menggambarkan seorang bhikkhu sebagai ‘tanpa-sepuluh’ hanya dengan menghitung tahun-tahunnya?”
“Dalam Dhamma dan disiplin ini, Sāriputta, tidaklah mungkin untuk menggambarkan seorang bhikkhu sebagai ‘tanpa-sepuluh’ hanya dengan menghitung tahun-tahunnya. Ada, Sāriputta, tujuh landasan ini bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh’ yang telah Kunyatakan setelah merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung.<1501> Apakah tujuh ini? Di sini, (1) seorang bhikkhu memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dan tidak kehilangan kegemarannya untuk menjalankan latihan di masa depan. (2) Ia memiliki keinginan kuat untuk mengingat Dhamma dan tidak kehilangan kegemarannya untuk mengingat Dhamma di masa depan. (3) Ia memiliki keinginan kuat untuk melenyapkan keinginan sia-sia dan tidak kehilangan kegemarannya untuk melenyapkan keinginan sia-sia di masa depan. (4) Ia memiliki keinginan kuat pada keterasingan dan tidak kehilangan kegemarannya pada keterasingan di masa depan. (5) Ia memiliki keinginan kuat untuk membangkitkan kegigihan dan tidak kehilangan kegemarannya untuk membangkitkan kegigihan di masa depan. (6) Ia memiliki keinginan kuat pada perhatian dan keawasan dan tidak kehilangan kegemarannya pada perhatian dan keawasan di masa depan. (7) Ia memiliki keinginan kuat untuk menembus melalui pandangan dan tidak kehilangan kegemarannya untuk menembus melalui pandangan di masa depan. Ini adalah ketujuh landasan bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh’ yang telah Kunyatakan setelah merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung.
“Sāriputta, jika seorang bhikkhu memiliki ketujuh landasan bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh,’ ini, maka, jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama dua belas tahun, maka ia layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama dua puluh empat tahun, maka ia juga [37] layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama tiga puluh enam tahun, maka ia juga layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama empat puluh delapan tahun, maka ia juga layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’”
43 (12) Landasan bagi [Makhluk] “Tanpa-Sepuluh” (2)
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambi di Taman Ghosita. Kemudian, pada pagi harinya, Yang Mulia Ānanda merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Kosambi untuk menerima dana makanan. Kemudian ia berpikir: [35] “Masih terlalu pagi untuk berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī. Biarlah aku pergi ke taman para pengembara sekte lain.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi taman para pengembara sekte lain … [seperti pada 7:42, dengan menggantikan Sāriputta dengan Ānanda dan Sāvatthī dengan Kosambi] [38] … “Mungkinkah, Bhante, dalam Dhamma dan disiplin ini menggambarkan seorang bhikkhu sebagai ‘tanpa-sepuluh’ hanya dengan menghitung tahun-tahunnya?”
“Dalam Dhamma dan disiplin ini, Ānanda, tidaklah mungkin untuk menggambarkan seorang bhikkhu sebagai ‘tanpa-sepuluh’ hanya dengan menghitung tahun-tahunnya. Ada, Ānanda, tujuh landasan ini bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh’ yang telah Kunyatakan setelah merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung. Apakah tujuh ini? Di sini, seorang bhikkhu memiliki (1) keyakinan, (2) rasa malu bermoral, (3) rasa takut bermoral; (4) ia terpelajar, (5) bersemangat, (6) penuh perhatian, dan (7) bijaksana. Ini adalah ketujuh landasan bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh’ yang telah Kunyatakan setelah merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung. [39]
“Ānanda, jika seorang bhikkhu memiliki ketujuh landasan bagi [makhluk] ‘tanpa-sepuluh’ ini, maka, jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama dua belas tahun, maka ia layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama dua puluh empat tahun, maka ia juga layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama tiga puluh enam tahun, maka ia juga layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’ Jika ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni selama empat puluh delapan tahun, maka ia juga layak disebut seorang bhikkhu ‘tanpa-sepuluh.’”