transkripnya pls
Demikianlah yang terjadi (sesuai dengan yang masih diingat saja),
Awalnya saling menyapa dan bertanya tentang kegiatan, kemudian diskusi dimulai karena ada yang mengatakan 'bibit Buddha', jadi saya mulai dengan diskusi bahwa 'bibit Buddha' alias 'Bodhicitta' itu bukan sesuatu yang ada 'dengan sendirinya', tetapi hal yang kita kembangkan. Kalau kita melihat 'bibit Buddha' seperti 'inti diri' maka akan cenderung ke pandangan 'Samsara Suddhi' di mana ada satu 'inti yang bersih' yang dibungkus noda-noda, lalu noda-noda itu dihilangkan selama kita di samsara. Lalu ditanyakan lagi apakah berarti pandangan Mahayana itu salah, dan saya bilang karena Mahayana punya pengertian dasar yang agak berbeda (seperti seorang Buddha dibilang masih 'ada' dalam bentuk tubuh berbeda walaupun sudah parinibbana), maka tidak bisa dinilai begitu saja menurut sudut pandang Theravada.
Kemudian ada bahas tentang vinaya karena ada yang pernah lihat bhiksu punya kartu kredit. Yang lumayan banyak adalah tentang ritual & tradisi, sebab latar belakang yang hadir kebanyakan adalah Buddhisme Tradisi. Ada pertanyaan tentang "boleh atau tidak kalau memeluk aliran Theravada, masih sembahyang 'Mak Kwan Im'?" (serupa dengan pertanyaan rekan DC), yang saya katakan bahwa kalau kita melakukannya dengan pandangan benar (bukan meminta karena kita diwarisi kamma kita sendiri), dan sebatas perenungan (devanussati), hal tersebut malahan bagus.
Tentang minta petanda, ramal nasib dan sebagainya juga, saya bilang bukan masalah 'boleh atau tidak' tapi 'bermanfaat atau tidak', dan kita seharusnya memiliki pandangan yang realistis, jangan cuma mengandalkan hal yang kita sendiri tidak mengerti.
Kemudian ada sharing mengenai 'bagaimana bertemu Buddhisme Theravada', cukup menarik karena beberapa dari mereka benar-benar tidak sengaja terkondisi untuk 'bertemu'. Saya tidak cerita di sini karena ini pengalaman pribadi mereka dan saya tidak minta izin untuk menceritakan kembali. (Kalau mau tahu, lain kali ikut!
)
Menarik juga ada beberapa yang 'alumnus' IKT, jadi ada sedikit membahas tentang Lau Mu dan vegetarian. Topik vegetarian juga belum banyak dibahas padahal saya mau bahas tentang Amagandhasutta, Jivakasutta, dan tentang uposatha.
Dibahas juga tentang manfaat dari membaca paritta yang mengarahkan pikiran sesuai dengan isi paritta-nya. Jadi bukan susunan kata-katanya yang 'manjur', tapi tetap pikiran yang terarahkan itu yang bikin jadi manjur.
Sempat dibahas juga tentang orang yang melakukan satu ritual, lalu mendapatkan berkah, maka diklaimlah 'ritual' dan 'agamanya' sebagai kebenaran. Maka saya cerita tentang kisah di Jataka di mana ada pejabat pemerintah yang dipecat lalu bertemu dengan petapa, ia lempar tusuk gigi & meludahi petapa tersebut, dan 'ritual' itu 'manjur' mengembalikan posisinya. Maka kemudian ada wanita (gundik, kalau tidak salah) dianjurkan melakukan hal sama. Hal terdengar, dan ketika mau perang, beramai-ramailah Raja & pasukannya -kecuali seorang panglima bijak- lempar tusuk gigi & meludahi petapa terhormat itu. Maka binasalah seluruh kerajaan bodoh tersebut karena berpandangan salah, hanya menyisakan panglima bijak, dan beberapa pengikutnya. Petapa tersebut adalah Mahamoggallana, dan panglima itu adalah Sariputta. Jadi memang sebaiknya kita tidak mudah percaya, harus menyelidiki dan berpikiran logis.