Bagian Pertama :
Ungkapan Terima Kasih
Sebelumnya, saya ungkapan rasa terima kasih saya kepada Sang Budha, dimana ajarannya telah membawa diri saya kepada suatu pencerahan yang tinggi. Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada Para Bikhu, kaum Cendikiawan Budhis, umat Budhis dan kawan-kawan diskusi saya di media internet. Dimana, melalui merekalah ajaran sang budha telah sampai kepada saya, melalui naskah-naskah yang ditulis dan dipublikasikan di internet, dan naskah-naskah yang dibukukan, baik karya asli cendikiawan budhis Indonesia, maupun luar negeri yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya merasa sangat beruntung dapat mempelajari ajaran-ajaran mulia sang Budha.
Baik para bikhu, para cendikian budhis, dan kawan-kawan budhis yang yang selama ini sering berdiskusi dengan saya di internet, mereka semua saya anggap sebagai guru-guru saya, dimana saya belajar dan berkonsultasi tentang meditasi dan budhisme kepada mereka.
Perbedaan Faham
Tetapi, kemudian dalam diskusi, terasa bahwa saya memiliki banyak faham yang berbeda dengan umumnya umat budhis. Lalu, bagaimana bisa, bila saya belajar dari mereka, tapi kemudian bertentangan faham dengan mereka? Hal itu disebabkan oleh kesimpulan-kesimpulan yang saya buat dan pengalaman-pengalaman spiritual saya yang berbeda dengan kesimpulan dan pengalaman spiritual mereka.
Perbedaan faham sebenarnya bukanlah suatu masalah, karena setiap manusia satu sama lain sudah pasti memiliki perbedaan faham. Bahkan menurut seorang kawan budhis, 1000 kepala itu artinya 1000 pemahaman yang berbeda. Dan jika kita mau membesar-besarkan perbedaan, maka pipi kiri dan kanan sekalipun itu memiliki banyak perbedaan. Yang menjadi masalah bukanlah perbedaan faham tersebut, tapi “rasa pertentangan” yang muncul karena perbedaan. Saya pikir, rasa pertentangan ini dapat dihindari bila kita dapat melakukan diskusi dengan cara yang terbaik.
Sebuah Pengakuan
Belakangan ini, saya mengaku telah dapat menembus jhana ke-4. Dan saya tidak menyangka pengakuan saya tersebut mendorong kawan-kawan budhis di dhammacitta.org untuk menyelidiki kebenarannya secara lebih mendalam.
Penyelidikan Terhadap Diri Saya
Rupanya, kawan-kawan Budhis sangat tertarik dengan pengakuan saya, dan ingin memastikan benar atau kah salah pernyataan saya tersebut. Kemudian mereka berusaha mengidentifikasi, menganalisa dan menyimpulkan hasil dari penyelidikan terhadap saya. Di sini, saya merasa menjadi sebuah objek penyelidikan. Tak masalah, jika memang mereka menginginkan hal tersebut.
Beberapa kawan diskusi saya di dhammacitta tampaknya telah menyimpulkan bahwa saya bukanlah orang yang telah menembus jhana ke-4, dan ingin membuktikan kebenaran kesimpulannya tersebut. Sebenarnya, saya tidak terlalu peduli, apakah saya sudah mencapai jhana-jhana di dalam meditasi ataukah tidak. Seandainya mereka mempunya keyakinan bahwa saya bukanlah orang yang tembus hingga jhana ke-4, maka saya dapat menerima penilaian tersebut dengan berlapang dada. Tetapi, rupanya mereka juga bukan hanya sekedar menyatakan bahwa saya bukanlah seorang pencapai jhana ke-4, tetapi juga ingin meyakinkan diri saya tentang hal tersebut. Jika hal ini benar, maka tentulah mereka perlu mengemukakan argumentasi-argumentasi yang dapat meyakinkan diri saya. Tetapi jika mereka sekedar ingin menyampaikan pendapat dan hasil kesimpulan mereka tentang saya, tentu tidak perlulah mereka melelahkan diri dengan cara menyampaikan argument-argument yang meyakinkan diri saya.
bersambung.....
bagian dua :
Saksi
Ketika seorang bikhu telah tembus hingga jhana ke-4, siapa orang yang dapat dijadikan saksi, dan barang apa yang dapat dijadikan bukti, dan apakah mungkin orang-orang yang belum sampai ke tahapan jhana tersebut dapat menilai benar tidaknya pencapaian bikhu tersebut?
Di zaman sang budha, tidak ada yang lebih terampil dan lebih objektif dalam menilai sampai dimana tahap pencapaian para bikhu, selain dari sang Budha sendiri sebagai orang yang waspada dan “yang tercerahkan sepenuhnya”. Bila saja masih ada kekotoran di dalam batin kita, maka mungkinkah kita dapat menilai secara objektif sampai di mana tahap pencapaian jhana seseorang? Prinspinya, seseorang yang memiliki kebijaksaan yang tinggi dapat menilai dengan tepat orang yang kualitas batinya lebih rendah, tetapi sseorang tidak akan dapat menilai dengan benar orang yang kualitas batinnya lebih tinggi.
Sang Budha adalah orang yang memiliki “pandangan yang menembus”. Dan sang Budha menilai tahap pencapai para bikhu melalui pandangan yang menembus tersebut, dan tidak semata-mata menilainya dari apa yang dikatakan dan dilakukan oleh bikhu tersebut. Banyaklah orang yang tampak “jahat” dalam lahirnya, tetapi sang Budha menyatakan kesucian bathinnya. Maka, ketika ada orang menilai keadaan bathin saya, melalui apa yang saya katakan di forum diskusi, sungguh itu tidak sesuai dengan bagaimana cara sang Budha melakukan penilaian. Mereka harus memiliki pandangan bathin yang menembus ke dalam batin saya sendiri dan kepada kehidupan lampau, untuk melihat kebenaran, apakah betul atau tidak saya telah mencapai jhana ke-4, dan tidak semata-mata menjadikan “apa yang nyatakan di forum” sebagai tolak ukur benar tidaknya pencapaian jhana ke 4. tetapi, untuk memenuhi rasa ingin tahu seseorang, saya mempersilahkan mereka untuk menganalisa keadaan batin saya melalui kata-kata yang saya sampaikan. Sayapun tidak mengharapkan hasil penilaian yang objektif dan adil. Saya pasrah saja dengan apapun dari hasil penilaian mereka terhdap saya.
bagian tiga :
Tidak Terampil Menyenangkan Orang Lain
Berikut ini, terlebih dahulu saya menceritakan perasaan saya. Sekali lagi, ini soal perasaan, yang belum tentu benar dan objektif. Tetapi apa yang dirasakan oleh saya, belum tentu pula salah. Tapi saya mohon maaf, bila apa yang dirasakan oleh saya, jauhlah ari kebenaran.
Pendapat umat budhis terhadap saya itu berubah-ubah dan berbeda-beda. Dalam suatu diskusi, kadang mereka percaya bahwa saya telah mencapai jhana-jhana. Di lain diskusi, mereka sangat tidak percaya kalau saya sudah mencapai jhana. Dan saya merasa bahwa standar mereka untuk percaya atau tidak itu bergantung dari “apakah mereka sedang menyukai saya atau tidak”. Hal yang sama terjadi pada persoalan “ingatan saya tentang kehidupan masa lampau”. Thread pertama saya di forum budhis mengupas tentang kemampuan saya mengingat kehidupan lampau. Hampir semua kawan budhis yang diskusi dengan saya waktu itu mendukung, setuju dan percaya bahwa saya memang dapat mengingat kehidupan lampau. Tapi, belakangan, setelah “mereka tidak suka dengan saya” karena perdebatan saya yang kasar dengan beberapa orang, kepercayaan mereka berubah menjadi ketidak percayaan, dan ingatan saya terhadap kehidupan lampau dianggap sebagai khayalan saja.
Sang Budha mengatakan bahwa kalau orang merasa suka terhadap sesuatu, maka ia akan menilainya baik dan benar. Semakin suka, berarti semakin baik dan benar. Kalau orang benci sesuatu, maka ia akan menilainya buruk dan salah. Semakin benci pada sesuatu itu, berari sesuatu itu dinilainya lebih buruk dan salah. Dan benarlah kata sang Budha, seharusnya kita menjelaskan dhamma dengan cara yang menyenangkan. Tetapi saya tidak terlalu terampil dalam hal ini.
bagian keempat :
Sebagian umat budhis juga kadang-kadang memiliki persepsi yang berlebihan tentang seseorang yang telah mencapai jhana ke-4. ini bukan kata saya saja, dalam suatu naskah budhis, sya membaca bahwa seorang bikhu pun menyatakan hal serupa itu. seakan-akan orang yang telah mencapai jhana ke-4 harus sehebat superman. Atau memiliki suatu perilaku yang sangat sempurna. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kisah-kisah tentang para bikhu yang telah mencapai tahapan meditasi yang tinggi. Tapi mungkin mereka tidak begitu menyadari bahwa tentunya dalam kisah-kisah tersebut, hanya bagian-bagian hebatnya saja yang ditampilkan ke permukaan. faktanya, seseorang yang telah tembus hingga jhana ke-4 juga masih memiliki banyak kelemahan sebagai manusia, tetapi tentunya tidak perlu dicatat dalam kisah-kisah. Hanya hal-hal baik itu saja yang harus diangkat agar menjadi contoh bagi umat.
Memang benar, orang dengan jhana ke-4 itu memiliki kekuatan-kekuatan adhie alami, tapi tidaklah sehebat dalam khayalan umat yang tidak tahu keadaan sebenarnya. Kalaulah seseorang tidak sehabat yang dibayangkan umat, maka umat akan dinilainya “belum tembus hingga ke jhana ke-4”.
Mungkin juga diantara mereka jarang yang bisa tembus hingga jhana ke-4, karena mereka sendiri yang medudukan jhana ke – 4 di tempat yang terlalu tinggi. Dan mungkin juga sebenarnya lebih banyak orang / bikhu yang telah mencapai jhana ke -4 dari yang diketahui umat, tetapi mereka lebih suka merahasiakannya dari pada mengemukakannya, menimbang persepsi yang berlebihan dari umat tentang kehebatan orang dengan jhana ke-4.
tapi ini hnya dugaan-dugaan saya. mohon maaf apabila tidak ssuai dengan kenyataannya.
bersambung.....bagian kelima :
Kesimpulan bahwa saya telah sampai ke jhana ke – 4 tidak saya buat sendiri, tetapi melalui proses diskusi dan konsultasi dengan kawan-kawan budhis yang berada di dhammacitta.org dan vihara.com. suatu waktu, saya menceritakan pengalaman meditasi saya kepada salah satu kawan diskusi saya, kemudian mereka menyimpulkan bahwa saya telah mencapai jhana pertama. Saya masih ingat-ingat yang dia katakan kepada saya, “memang seperti itulah pengalaman jhana”. Intinya, mereka setuju bahwa saya telah mencapai jhana. Sedangkan pengalaman yang saya ceritakan tersebut bukanlah pengalaman meditasi saya yang tertinggi. Dengan demikian, maka saya menyimpulkan bahwa pencapaian konsentrasi saya telah lebih dari jhana pertama.
Tetapi, kesetjuan dan kepercayaan kawan diskusi tersebut, bukan satu-satunya premis bagi kesimpulan saya, masih banyak premis-premis lainnya. Diantaranya, melalui studi banding antara pengalaman meditasi saya dengan teori-teori jhana dalam budhisme, maka dapat saya simpulkan bahwa saya telah mencapai jhana ke – 4.
Jauh-jauh sebelum mengenal istilah jhana-jhana, saya sudah menekuni meditasi dan mencapai tahapan-tahapan yang tinggi dan puncak konsentrasi, dalam aliran meditasi tersebut konsentrasi dibagai kepada 7 tahapan konsentrasi. Dan saya telah mencapai konsentrasi tahap ke 7. hal ini berdasarkan perrnyataan dari guru meditasi saya sendiri. Suatu ketika, ketika saya usai bermeditasi, beliau berkata kepada saya, “masih tersisa 5 % lagi”. Maksudnya, jika saya dapat meningkatkan konsentrasi sedikit lagi, maka saya berada di puncak konsentrasi tahap ke 7. dalam istilah jhana, itu artinya saya telah mencapai jhana ke 3, sedang menuju jhana ke 4.