//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Candra Taruna

Pages: [1] 2 3 4
1
Theravada / Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« on: 05 September 2019, 06:42:05 PM »
Tampaknya ada yang salah pada pemikiran anda sehingga jadi bingung dan anda memikir dari arah yang salah Nak ......
Coba perhatikan, renungkan, pikirkan, analisa, apa yang saya katakan berikut ini :

Pertama :
Semua yang terjadi, yang kemudian timbul, bentuk dan bukan bentuk, terwujud dari Kehendak Pikiran, dari Perbuatan yang dilakukan (Jasmani), dari Perkataan
Jadi seseorang terlahir jelek itu bukan kerjaan sesuatu Mahluk (atau bukan Mahluk) yang bernama Karma, tetapi karena dirinya sendiri yang pemarah, galak dan judes
Masih kurang paham?

Gini, Apapun yang dilakukan seseorang dengan (landasan) Pikiran, Perkataan dan Perbuatan badan jasmani, itu akan berbalik kembali untuk diterima oleh dirinya di Masa mendatang
Diterima kembali itu di Masa mendatang, cara kerja yang demikian itu, yang terjadi pada setiap Mahluk, disebut sebagai Hukum Karma (Hukum Sebab Akhibat)
Sampai disini ... Paham belon?

Belon ......
He..He..He.. Gini ... perhatikan lagi :

Jadi Karma/Kamma itu adalah Hukum atau tepatnya cara kerja sesuatu kejadian, dari kejadian A menjadi kejadian B, penamaan sebagai Karma itu hanya sebagai penamaan (anda bisa saja menamakannya yang lain), BUKAN sesuatu yang bisa memilih, semisalnya, anda melihat Kodok Menangkap Nyamuk, maka itu Kodok (dinamakan) menangkap Nyamuk, kalo anda bertanya bagaimana menangkap itu bisa memilih nyamuknya, itu jadi keblinger

Masih bingung?
Gini :

Pada saat timbul kehendak pikiran pada seseorang, seperti misalkan ingin menjadi Buddha, maka ia bisa saja menjadi Buddha di Masa mendatang (jika syarat²/faktor² pendukungnya terpenuhi), Pikiran seseorang, Perkataan seseorang, Perbuatan seseorang akan timbul di Masa Mendatang dalam Bentuk Jasmani dan Bathin (Bentuk ataupun Bukan Bentuk), Jadi semisalnya seseorang melakukan kejahatan tertentu (istilahkanlah A) maka itu akan timbul menjadi Jasmaninya dan Bathinnya di Masa Mendatang, merupakan perwujudan dari A tersebut, entah baik atau buruk, bahkan, Alam² saja, terbentuk karena kekuatan Perbuatan, Perkataan dan Pikiran ini ... dikatakan, ada Masanya beberapa Alam Dewa tertentu akan kosong dan Lenyap, karena tidak adanya Mahluk yang punya keselarasan dalam Perbuatan, Perkataan dan Pikiran untuk terlahir disana

Jadi ...

Tidak perlu, tidak ada Kamma yang mengenali si Pelaku dan menimpakan akhibat (seperti Hakim menghukum orang bersalah), tetapi orang itu dari si A menjadi B, dari si B terlahir lagi menjadi C, kemudian menjadi D, E, F, G, H ...... dst adalah sesuai dengan perbuatannya sendiri (secara pikiran, perkataan dan perbuatan Jasmani)
Jadi semisalkan, seseorang menyembelih Kambing, maka di Masa Mendatang, dia pasti akan menjadi Kambing yang disembelih secara begitu juga, tidak perlu si Karma yang memilih, atau dikenali sebagai acchhh ini nich si A yang dulu menyembelih ... sekarang udah mati dan terlahir sebagai B, dia harus terima balasan disembelih juga ... bukan begitu ... tetapi kemanapun si A terlahir dan sebagai siapapun, tanpa perlu si Karma memilihnya, maka dia pasti akan disembelih ... koncinya : semua perbuatannya pasti kembali padanya ... apapun ... baik atau buruk ... besar atau kecil (kecuali Ahosi)

Jadi sebenernya sangat mengerikan melakukan kejahatan itu, karena seperti Cermin yang merefleksikan secara tepat benda² yang tergambar disana, maka saat seseorang melakukan kejahatan, secara Jasmani, perkataan bahkan Pikiran, dia akan terima kembali itu di Masa Mendatang, tanpa tawar-menawar ! ... dan hasil di Masa mendatang, akan berkali² lipat dari yang sekarang karena ketambahan unsur² Bathin (dengan ajakan, tanpa ajakan, dengan pengertian, tanpa pengertian, dengan Metta, dengan Dosa, dengan Hormat, tanpa Hormat dll) yang walaupun tidak berwujud, tidak ketara, unsur² Bathin ini memainkan peran yang sangat hebat dan jauh lebih kuat, inilah sebabnya seseorang yang membunuh 1 domba, bisa terlahir 500x menjadi domba yang terbunuh, bisa 1000x, bahkan bisa sejumlah bulu² yang ada di domba tersebut ... mengerikan sekali penderitaan pelaku kejahatan

OK ... lanjut

Peristiwa terjadinya A menerima kembali perbuatannya dan dia disembelih juga (padahal di kehidupan akan datang itu dia sudah lupa dan tidak ingat, ingatannya beku karena tertutup Tumimbal Lahir) itu menjadi Hukum (cara kerja), bahwa setiap perbuatan apapun yang dilakukan oleh Pikiran, Perkataan dan Badan Jasmani itu menjadi Hukum dan oleh Buddha Gotama dinamakan Hukum Kamma atau Hukum Perbuatan (Kamma = perbuatan)

Arus yang bekerja sehingga seseorang harus menerima kembali apa yang dilakukannya (Baik atau Buruk) itu dinamakan arus Kamma, kekuatannya dinamakan kekuatan Kamma, kekuatan ini adalah merupakan kekuatan terbesar di Jagad ini, bahkan seseorang SammaSamBuddha, Paccekha Buddha dan Arahat seperti Mogalanna harus menerima kembali apa yang sudah diperbuatnya sebelum Beliau memasuki Nibbana, tanpa diterima kembali semua perbuatan ini maka seseorang belum dapat memasuki Nibbana

Kalo disetarakan dengan hukum Fisika, Hukum ini seperti Hukum Momentum dan Impuls, dimana suatu Daya yang dilepaskan di ruang hampa akan terus berlanjut kecuali bertemu dengan daya yang berlawanan yang besarnya setara untuk menghentikannya, jadi semua perbuatan² buruk yang dilakukan itu akan terus bergulir (Tumimbal Lahir), dari abad ke abad, dari Jaman ke Jaman, dalam bentuk Akhibat, terus dan terus, tanpa henti, sebelum seseorang itu melakukan Hal yang berlawanan (Parami) yang setara dengan kekuatan tersebut untuk memberhentikan bergulirnya, saat berhenti, itulah Nibbana, berhentinya Tumimbal Lahir, lenyapnya penderitaan ...

Ngai cape juga nicchhh ... kalo masih ga' paham juga coba pikir sendiri dalam meditasi yach  :))

2
Theravada / Re: Pengertian Nibbana
« on: 05 September 2019, 05:31:23 PM »
Saat anda mencapai keadaan putusnya kesadaran kelanjutan (Tumimbal Lahir) sehingga anda menjadi tidak mungkin untuk terlahir kembali maka dikatakan juga bahwa anda telah mencapai Nibbana pada saat anda masih hidup

Jika setelah mengalami Hal diatas, kemudian di akhir kehidupan anda di dunia ini, anda Parinibbana (memasuki Nibbana terakhir) atau meninggal/mati/tewas dan anda tidak terlahir kembali maka dikatakan bahwa anda telah mencapai Nibbana

Jadi, tidak terlahir kembali itu dinamakan mencapai Nibbana
Nibbana itu adalah Kondisi dimana seseorang tidak terlahir kembali, jadi BUKAN Alam atau nama tempat
dan kondisi tersebut hanya bisa dicapai dengan melenyapkan secara Total Lobha, Dosa dan Moha
Jalan atau Cara untuk melenyapkan secara Total Lobha, Dosa dan Moha itu adalah dengan melaksanakan Ariya Aṭṭhaṅgika Magga = jalan mulia berunsur delapan

Jikalau anda terbebas dari Kelahiran berulang² tersebut (terlahir di Neraka, menjadi Kucing, menjadi Anjing dlsb mengalami Tua, Sakit dan Mati) itu artinya anda terbebas dari Dukkha (penderitaan)

Begitu

Semoga Paham ...

Kalo ga' paham juga mending kursus yang dasar² dulu decchhh  :)

3
Meditasi / Re: Meditasi Buddhanusati
« on: 05 September 2019, 05:13:47 PM »
Ini ajaran yang tidak benar, salah kaprah, alias SESAT

Pertama : Jadi seseorang harus mencapai Jhana keempat dulu baru bisa melakukan perenungan terhadap Buddha?
Tentu ini SANGAT SALAH
Perenungan terhadap Buddha justru harus dilakukan saat-saat awal, sering-sering, agar tercapai kondisi² pikiran yang baik untuk mendukung pencapaian terhadap Jhana²

Kedua : Meditasi dengan Obyek Cahaya, ini ada 2 macam, yaitu
a). Pencerapan terhadap Cahaya di dalam pikiran (Perception of Inner Light)
b). Obyek Cahaya (termasuk salah satu Kasina), yang gunanya untuk membuka penglihatan Mata Dewa
Kedua macam ini sama² mendukung untuk membuka Mata Kedewaan dan keMahaTauan, untuk yang a). disarankan dilakukan untuk dilakukan pada awal latihan agar mudah mencapai Jhana² (dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan Sati Sampajjhana dan Sati Patthana 4 dalam kehidupan sehari² sehingga pikirannya tajam dan jernih jadi mampu mencapai Jhana), fungsi lain dari point a). ini adalah untuk menekan Kemalasan dan Kelesuan sehingga orang berhasil menindas Nivarana 5 ...... jadi BUKAN untuk memvisualisasikan Buddha

Ketiga : Patung Buddha tidak boleh dijadikan Obyek Meditasi (jangan membayangkan atau berpatokan pada Patung itu), karena apa? karena banyak banget (99%) Patung Buddha yang dibuat tidak sesuai, tidak mewakili Jasmani Buddha yang sebenarnya ... ada yang badannya panjang, ada yang jidatnya tidak rata, ada yang hidungnya tidak mancung, bahkan ada yang perutnya gendut ... parah khan kalo mesti ngebayangin Patung kaya' gitu sebagai Perwujudan Buddha?
Jadi yang benar gimana donnkkk?
Yang benar : Baca baik-baik mengenai 32 keajaiban Badan Jasmani seorang SammaSamBuddha (Bulu Mata Lentik, Jidat Tinggi dan Lurus, Kulitnya berwarna keemasan, rambut Hitam dan tumbuh melingkar ke kanan, Bola Mata Biru, Hidung Mancung dan Lurus, Alis seperti Bulan Sabit, Bibir Sempurna dan berwarna Merah, jumlah Giginya 40 dlsb ... Bla ... Bla) lalu bayangkan sosok seperti itu ! itu baru mewakili untuk sosok seorang SammaSamBuddha di pikiran anda !

Keempat : Perhatikan tulisan ini :
Ketika pikirannya tenang dan terfokus pada sifat itu selama satu atau 2 jam tanpa ada gangguan apapun, maka ia harus melihat faktor² jhana. Dan dari sana ia menyadari bahwa ia telah mencapai upacara samadhi seperti ia dapat melihat faktor² jhana yang tenang dan berkembang dengan baik.
Faktor² Jhana dianalisa pada akhir Jhana pertama untuk persiapan memasuki Jhana kedua, setelah melalui Tahapan² sehingga mencapai Jhana Keempat, sebelum keluar atau setelah keluar si pencapai bisa melakukan analisa terhadap Jhana yang dicapainya, kalimat maka ia harus melihat faktor² jhana ini sungguh sangat ngaco dan bego (pake banget), kenapa?
sebab orang ini dengan Buddhanussati hanya mencapai Upacara Samadhi dan belum mencapai Jhana, jadi faktor Jhana mana yang bisa dilihat? orang belum mencapai khoq ... hanya sampai di Upacara Samadhi ... lagipula, ngapain meninjau Faktor Jhana diwaktu itu? Mao juga memperkuat Saddha dlsb ... kesimpulan yang jelas banget : si Penulis Sesat ini belum pernah mencapai keadaan yang ditulisnya (Jhana keempat + Upacara Samadhi melalui Buddhanussati) ... jadi apa yang ditulis ngambang ... hanya rekaan ... dan tolol

Dan tulisan diatas, bisa menyesatkan banyak orang Bodoh yang maen percaya dan maen ikut aja ...... Parah
Banyak Bikkhu, Romo dlsb yang cuma mereka² dengan pikiran mereka dan membuat orang menjadi tersesat atau salah paham, sehingga gagal dalam pencapaian, harus diakurkan kembali dengan Sabda Buddha yang asli (bukan cuma mengaku dikatakan oleh Buddha padahal bukan) atau Tipitaka yang Murni ...

Hati² Belajar Dhamma, seperti memegang Ular dengan cara yang salah, menekuni Dhamma yang salah tidak bermanfaat, melelahkan, sia-sia, mengajarkan Dhamma yang salah dapat menyebabkan terlahir di Neraka

4
Theravada / Re: Apa yang akan seorang sotapanna lakukan?
« on: 05 September 2019, 04:38:10 PM »
Pemikiran Khayalan ini disebut belukar Pikiran, pikiran yang ngaco dan lari kemana² ... hal yang anda pikirkan ini tidak akan pernah terjadi ...

Sebaiknya saya sarankan anda tidak berpikir seperti ini ... daripada berpikir seperti ini mending anda berjuang mencapai Sotapanna sendiri ... nanti anda tau sewaktu anda telah mencapainya ...  :)

Seseorang harus mempunyai timbunan Kamma Baik yang sangat banyak untuk mencapai Sotapanna (yang artinya terbebas dari penderitaan), saat mencapai Sotapanna pun si pencapai akan mengetahui kalo dirinya mencapai Sotapanna, bukan tidak tau atau seperti tidak mencapai apa-apa ... karena seseorang pencapai kesucian, mulai dari Sotapanna s/d Arahat, akan mengalami Nibbanic Bliss (pencerapan Nibbana) untuk sesaat waktu mencapai itu, ini sebabnya waktu Sariputta mencapai Sotapanna dia tau bahwa dia telah mencapainya dan akhirnya memberikan bait yang sama kepada temannya ... jadi, dengan keberuntungan yang sebegitu hebat, tidak mungkin ada peristiwa "serba salah" yang harus dialami, yang menyulitkan seorang Sotapanna untuk menjaga Silanya ... pasti semuanya sudah mendukung ...

Tetapi saya katakan, bahwa jikalau seorang Sotapanna diikat dengan Tali, diancam dengan kematian, untuk sengaja melanggar Sila, maka dia akan lebih memilih mati daripada melanggar Sila, Umat awam tidak akan mampu seperti ini dan sekuat ini (kecuali Boddhisatta dalam penyempurnaan Paraminya), kekuatan ini muncul karena pencapaian Sotapannanya ini yang mengkondisikannya demikian, kondisi yang sama juga muncul saat seorang Wanita yang Arahat diperkosa, dia benar² tidak ada perasaan dan tidak menikmati setitikpun (sama seperti kayu atau benda mati lainnya), ini semua terjadi karena pencapaian (Magga Phala)
Semoga dapat dimengerti  :)

5
Theravada / Re: Titik ukur pencaharian benar
« on: 05 September 2019, 04:22:50 PM »
Menurut saya, sebagai seorang umat Awam, maka asal tidak melanggar 5 macam perdagangan yang salah itu sudah Mata Pencaharian yang Benar
Dalam Hal membuat Hotel, kalo rencananya Hotel tersebut memang tidak diperuntukkan untuk perbuatan ASusila, maka tentunya bukan salah pemilik, itu merupakan Karma Buruk dari masing² pelaku, semua tergantung niat dan pikiran awalnya (benihnya)
Kecuali saat mengetahui Hotelnya menjadi tempat sarang esek² si Pemilik malah tutup mata, pura² ga' tau (yang penting gue dapet duit), apalagi sampai memfasilitasi, tentu dalam hal ini sudah ada unsur keterlibatan si Pemilik dalam Hal pelanggaran Sila ke 3
Tanpa adanya pikiran ke arah sana, apalagi tidak tau-menau, maka tidak bersalah, Karma ini berlaku sangat adil dan tidak bisa disiasati apalagi di sogok atau dikorupsi, semuanya bermula dari pikiran dan terbentuk dari pikiran
Jika tidak ada pikiran kesana, tidak berniat kesana, tidak ada kesalahan
Bahkan seorang Penjagal yang melakukan penjagalan atas perintah Raja tanpa keinginan menjagal dan tanpa kenikmatan (menikmati) waktu menjagal, ia tidak bersalah ...
jadi tenangkan dirimu, bebaskan pikiranmu dari kekhawatiran dan lakukanlah yang menurutmu baik  :)

6
Theravada / Re: betulkah karma bisa diturunkan?
« on: 01 September 2016, 07:55:12 PM »
betulkah karma itu bisa diturunkan kepada generasi kita yang akan datang?

seperti misalnya pernah saya dengar kalau seorang anak yg terlahir cacat tetapi yang di salahkan orang tua nya,
maksud nya bahwasanya dlu orang tua nya (dalam hal ini kita sebut saja ayahnya) pernah melakukan kejahatan atau perbuatan buruk sehingga anak nya yang terkena karma nya.

ada yang bisa bantu jelaskan gak..
thanx


Saya dapat menjawab pertanyaan anda ini langsung tanpa mutar-muter, perhatikan apa yang saya katakan berikut ini :

Secara paling singkat jawaban dari "betulkah karma itu bisa diturunkan kepada generasi kita yang akan datang?" jawabannya adalah TIDAK

Tetapi saya akan memberikan ilustrasi agar anda dapat mengerti dan paham betul tentang kejadian sehari² yang tampak di depan anda yang 'seolah-olah' Karma itu memberikan efek pada keturunannya, anggaplah begini :

si A (Laki²) seorang Ayah, sewaktu istrinya sedang mengandung, ia melihat Tikus dan mengejarnya sampai ke lubang persembunyiaan Tikus tersebut, setelah di dapat lubang Tikus itu, si A kemudian membuat adonan Semen dan menutup Lubang Tikus itu dengan Semen sehingga seluruh Keluarga Tikus yang entah berapa puluh ekor tersebut MATI semua, secara ajaib, beberapa bulan kemudian si B (Wanita) istri si A melahirkan Anak (si C), ternyata anaknya Cacat, yaitu tidak ada Lubang Anusnya sehingga harus di operasi oleh dokter dan dibuatkan pembuangan, semua menganggap bahwa kelakuan si A itu yang menutup Lubang Tikus yang membuat Karma 'menurun' kepada si C (anaknya) sehingga terlahir Cacat, Hal itu indikasinya kuat karena dilakukan saat si B sedang Hamil Tua, semua orang menganggap bahwa Karma itu bisa menurun (dari Ayah/Ibu ke Anak atau ke Cucu) dlsb

PADAHAL kalo ada yang Maha Tau atau Dewa yang tau, melihat kejadian itu, yang sebenernya terjadi BUKAN BEGITU, tetapi begini :

si Tikus dan keluarganya dulu pernah terlahir menjadi orang yang mengurung Mahluk di suatu tempat sehingga meninggal, maka akhirnya saat sekarang ini Karmanya masih bersisa dan mereka sekeluarga harus mati terbunuh di dalam lubangnya karena ditutup Semen
si A dan si B dalam kelahiran terdahulu pernah membuat Cacat Bayi orang, bukannya merasa menyesal malah mereka sangat gembira melihat orang tua si Bayi bersedih atas kecacatan bayinya
si C (bayi tersebut) dulunya terlahir tidak ada hubungannya dengan keluarga itu (si A dan si B) tetapi dalam kelahiran terdahulu dia pernah menyumbat Anus seseorang sehingga orang tersebut sangat kesakitan dan berdarah²

Maka jadilah kisah berikutnya itu :
si Tikus dan keluarganya mati terbunuh di dalam lubangnya karena ditutup Semen
si A dan si B merasakan sedihnya mempunyai Bayi Cacat
si C merasakan menderitanya Lubang Anusnya tertutup dan harus di operasi sedemikian sengsara

Penggambaran diatas adalah menjelaskan bahwa Akhibat dari Perbuatan TETAP merupakan milik dari si Pelaku dan BUKAN menjadi milik mahluk lainnya YANG TIDAK MELAKUKAN APA-APA

Sedangkan Karma Kelompok itu adalah suatu Karma yang terjadi bersamaan kepada suatu Kelompok Mahluk dimana hal itu merupakan Buah (Akhibat) dari dulunya juga melakukan perbuatan itu bersama², contoh :

1.) Suku Sakya seluruhnya terbantai karena mereka bersama² pernah memBom Ikan² di Sungai dan melakukan pembunuhan besar²an Ikan² tersebut, waktu kejadian itu terjadi Calon Buddha Gotama tidak ikut membunuh, hanya tidak ikut melarang dan hanya menyaksikan saja, akhibatnya Suku Sakya terbantai semua dan Buddha hanya dapat menyaksikan peristiwa tersebut tetapi tidak dapat berbuat apa² (tidak berhasil mencegah)

2.) 33 orang yang melakukan perbuatan Baik bersama² akhirnya sama² terlahir di Alam Tavatimsa

Tetapi rangkaian Hukum Karma ini tidaklah dapat dimengerti dan ditelusuri oleh seorang Manusia Biasa (secara jelas dan terperinci) melulu hanya seorang SammaSamBuddha lah yang mengetahui secara jelas tentang Karma dan rangkaian sebab-akhibatnya yang terjadi secara terperinci, tetapi seseorang yang mempunyai kehalusan Bhatin akan mengerti secara garis besar bahwa setiap Akhibat pasti terjadi karena Sebab

Kalo sekarang saya tanya balik, kira² ada yang bisa jawab ga'? (ini masih soal Karma)

Pan Buddha Gotama harus menerima Karma Buruknya yang belum impas, yaitu terluka kakinya karena Pecahan Batu Besar karena dulu pernah mendorong adiknya masuk jurang karena keserakahannya ingin menguasai Warisannya, pertanyaannya adalah
KENAPA harus Devadatta yang menjadi Eksekutornya? Kenapa bukan yang lain? Apa yang menyebabkan Devadatta menjadi Pelaku Karma tersebut? padahal itu tentunya merugikan Devadatta, mengapa bukannya yang lain yang menjadi pelaku berbuahnya Karma Buruk Buddha Gotama tersebut? apa yang menentukan sehingga HARUS Devadatta yang menjadi Eksekutor?

Ada yang bisa jawab ?

7
Theravada / Re: Karma apa penyebab terlahir sebagai wanita atau pria?
« on: 01 September 2016, 06:57:27 PM »
mau nanya,apa yg menyebabkan seseorang terlahir sebagai pria atau wanita?

namaste...

Sebagian besar seorang Pria terlahir kembali menjadi Wanita karena Pelanggaran dalam Sila ketiga (di Kehidupan lampau Y.A Ananda Pernah Terlahir 7x menjadi Wanita karena Pelanggaran ini), tetapi biasanya kalo kasusnya seperti ini sifatnya tidak permanen, setelah Karma Buruk itu selesai maka ia akan kembali terlahir menjadi Pria (di kasus Y.A Ananda begitu)

Dalam kasus mereka yang menjadi Wanita terus-menerus adalah karena

1.) memang suka atau menimbulkan kepuasan dalam posisi itu (sudah puas dengan keadaan sebagai Wanita dan tidak ada keinginan menjadi Laki-Laki)

2.) adanya kecenderungan keWanitaan yang kuat dalam dirinya, yaitu sifat² Iri Hati, Egois, Cemburuan, Keterikatan Hasrat Sex yang kuat (Jadi kalo anda melihat Wanita yang gede Cemburunya atau gede rasa Iri Hatinya yach jangan heran ... karena memang itu sudah menjadi kecenderungannya ... justru karena itulah maka ia menjadi Wanita), jadi, selama, kecenderungan² kewanitaan di dalam diri orang itu besar (dominan) maka selama itu pula ia akan tetap terus terlahir menjadi Wanita

Seseorang Wanita yang ingin terlahir kembali menjadi Pria harus melaksanakan Sila dan tidak melanggar Sila ketiga, bertekad dalam laku Uposattha Sila ("Semoga dengan ini Aku akan terlahir menjadi Pria" Bla-Bla-Bla), tepatnya, Melakukan AtthaSila sembari bertekad (disini Tekadnya akan jauh lebih kuat karena didukung Attha Sila) dan selalu sadar serta semampunya menekan kecenderungan Hasrat Wanitanya (Kecemburuan, Irihati, Egois, Hasrat Sex yang Besar, Kesukaan akan keindahan/perhiasan/ketampanan dlsb)

Seseorang Pria dapat menjadi Wanita di Kelahiran berikutnya dan bahkan untuk seterusnya (dalam jangka waktu lama) jika kecenderungan kewanitaan di dalam dirinya besar, yaitu : Cemburuan, Iri Hati, Egois, keterikatan pada Sex dan Hasrat Sex yang tinggi (dan ini biasanya diikuti pelanggaran Sila ketiga) dan sebab Karma Buruk, seperti a.l : Menertawakan/Menghina seorang Wanita tentang kelemahan kewanitaannya tersebut (saat Haid, Hamil dlsb)

Ada juga karena suatu sebab atau kondisi khusus maka orang itu akan secara terus-menerus menjadi Wanita atau menjadi Pria, a.l :

1.) Calon Yasodhara tetap terlahir menjadi Wanita selama 4 Asankheyya Kappa + 100.000 Kappa (bayangkan berapa Trilyun Kelahiran tucchhh...) hal itu terjadi karena sebelumnya ia telah bertekad untuk terus mendampingi Sumedha sampai mencapai Tingkat SammaSamBuddha, padahal jika tanpa tekad itu, dengan kelakuannya yang Baik (tidak menyeleweng, menjaga Sila, melakukan Uposattha Sila dlsb) maka Calon Yasodhara bisa saja terlahir menjadi Pria jika ia menghendaki

2.) Sumedha (Calon SammaSamBuddha Gotama) terlahir menjadi Pria terus-menerus sejak dinyatakan pasti akan menjadi SammaSamBuddha oleh SammaSamBuddha Dipankhara, padahal pada kelahiran² sebelumnya yang tidak terhitung, tentu saja Beliau pernah juga melakukan Pelanggaran Sila ketiga dan pernah menjadi Wanita

Demikian maka pertanyaan ini telah dijawab dengan jelas

Semoga bermanfaat ......

8
Diskusi Umum / Re: Kurasa, beginilah cara melihat kehidupan lampau
« on: 16 February 2016, 10:12:26 PM »
Jiiaaacccchhhhh ......  :o :o :o
udeh nicchhh??? selesai gitu doannkkk..???  :)) :)) :))

9
Studi Sutta/Sutra / Re: Seperti apakah Jhana itu (Menurut Sutta) ?
« on: 11 September 2015, 11:44:17 PM »
Masih lanjut aja ini Post sampe sekarang..?  #:-S
Kebetulan saya lagi iseng, maka saya komentarin yacchhh ......

Sebenernya Intinya Jhana itu adalah Pemusatan, dari Jhana Pertama s/d keempat semuanya ada unsur Pemusatan, sedangkan unsur lainnya (Vittakha, Vicara, Piti, Sukkha) itu bervariasi dari Jhana pertama s/d keempat

Jadi Jhana itu harus ada Pemusatan, merupakan pewujudan dari Pemusatan

Kedalaman dan kondisi Jhana buat seseorang yang belum mengalami sendiri sangat sulit untuk dijelaskan, ini seperti juga akhibat Kamma, kedalaman jangkauan pikiran seorang SammaSamBuddha dan asal-usul Alam Semesta adalah Hal yang bila dipikirkan bisa Gila (Acinteyya Sutta - Anguttara Nikaya 4.77)

Inilah 4 hal yang para bhikkhu tidak seharusnya pikirkan, memikirkannya hanya akan membawa kepada kesedihan dan gila. Apakah ke 4 hal itu ?

(1) Isi pikiran seorang SammaSamBuddha, oh para bhikkhu,
memikirkan kualitas seorang Buddha adalah satu hal yang tidak seharusnya dipikirkan,
memikirkan ini hanya akan membuat sedih dan gila.

(2) Kondisi mental saat mencapai jhana, oh para bhikkhu,
memikirkan kualitas jhana adalah satu hal yang tidak seharusnya dipikirkan,
memikirkan ini hanya akan membuat sedih dan gila.

(3) Hasil akibat dari sebuah kamma, oh para bhikkhu,
adalah satu hal yang tidak seharusnya dipikirkan,
memikirkan ini hanya akan membuat sedih dan gila.

(4) Asal mula terjadinya alam semesta, oh para bhikkhu,
adalah satu hal yang tidak seharusnya dipikirkan,
memikirkan ini hanya akan membuat sedih dan gila.

Cuma disini saya usahakan bisa membantu memberikan sedikit gambaran dengan perumpamaan tentang bagaimana Jhana itu, anggaplah Ruang Pikiran anda itu pada awalnya adalah seperti sebuah Ruangan yang Kumuh penuh sampah² (ada Lampu, Kartu, Kaleng Bekas, barang rongsokan dlsb) dan anda ingin 'menyulapnya' menjadi Ruangan dengan Isi yang sama sekali baru, maka langkah yang pertama-kali anda lakukan adalah MENYAPU seluruh Sampah Tadi sehingga tidak berantakan dimana² mengumpulkannya pada sebuah Pengki lalu membuangnya sepengki demi sepengki (anggap sampahnya banyak banget), setelah sampah itu tersapu semua, maka anda Pel agar bener² bersih, kemudian anda letakan barang baru yang anda ingin letakan di dalam ruangan itu, Pada saat itu telah rampung dilakukan maka Ruangan Kumuh itu telah menjadi Ruangan yang sama-sekali Baru dan berbeda dengan Ruangan awal (yang kumuh), WALAU tidak terlepas kemungkinan si Ruangan bisa perlahan² menjadi kumuh lagi dengan berjalannya waktu jika tidak dibersihkan dan tingkat 'kebersihan' ini juga berbeda persepsinya bagi masing² orang, ada yang menganggap segini udah bersih, ada juga yang menganggap segini belum bersih dlsb

Ruang Kumuh penuh sampah² = Pikiran Awal yang belum terlatih

Sampah² = Semua Obyek Pikiran tidak berguna, Nivarana 5

Usaha mengumpulkan sampah pada suatu Pengki = berusaha mengembalikan pikiran yang lari, pelan² belajar memusatkan pikiran pada Obyek (perhatian yang terus-menerus, Usaha Benar 4)

Membuang sepengki demi sepengki (usaha melenyapkan Nivarana 5, Usaha Benar 4)

Usaha membersihkan Ruangan dari awal sampai akhirnya bersih = Usaha si Meditator yang terus-menerus, termasuk munculnya Nimitta 3

Isi yang sama-sekali Baru = Obyek Meditasi (semisal : Kasina 10)

Ruangan yang sama-sekali Baru dan berbeda dengan Ruangan awal = Kondisi Tercapainya Jhana (Pertama s/d Keempat)

Ruangan bisa perlahan² menjadi kumuh lagi = Jhana bisa jatuh atau lenyap karena kondisi tertentu

Tingkat 'kebersihan' ini juga berbeda persepsinya bagi masing² orang = Kemurnian suatu Jhana berbeda antara seseorang dengan orang lainnya (dan ini menentukan Kekuatan Bhatin/Abhinna dari si pencapainya)

Bukan hanya dikalangan para pencapai sebagai orang biasa, bahkan diantara mereka yang tinggi² atau tertinggipun masih ada perbedaannya (maksudnya disini Pacekkha Buddha dan SammaSamBuddha), sedemikian maka Kemurnian Jhana ini akan menentukan Kekuatan Bhatin dari si Pencapai, dalam Hal ini Buddha pernah mengatakan : "Bahkan diantara yang tertinggipun ada perbedaan", yang membuat perbedaan ini adalah PARAMI, jadi bahkan dalam tingkatan SammaSamBuddha, Mereka yang melakukan Parami selama 16 Asankheyya Kappa + 100.000 Kappa pasti telah memurnikan arus tersebut (karena lamanya waktu penyempurnaan Parami) dan mempunyai Kekuatan Bhatin yang lebih Dasyath (termasuk Cahaya Tubuh yang dipancarkan), ketimbang Para Buddha yang mencapai KeBuddhaan dengan Parami 4 Asankheyya Kappa + 100.000 Kappa, Tetapi Buddha Gotama (yang mencapai KeBuddhaan dengan Parami 4 Asankheyya Kappa + 100.000 Kappa) mempunyai KELEBIHAN yaitu Beliau Lebih di Kebijaksanaan (Boddhisatta Pannadhika), itu sebabnya Beliau sanggup muncul di usia manusia paling rendah untuk munculnya seorang Buddha, yaitu 100 Tahun (dimana Moral saat itu sudah sangat merosot), sedangkan Buddha yang muncul di Usia panjang (seperti Buddha Mettaya kelak) mengajarkan Dhamma adalah lebih mudah, karena saat itu Moral sangat tinggi (seluruh Manusianya tidak melanggar Pancasila), ini juga salah-satu sebab Buddha Gotama mengajarkan Tehnik tercepat mencapai Kesucian (walau kering dari Jhana) yaitu : Satipatthana 4 (Vipassana), dalam mengajarkan Tehnik ini, Buddha Gotama mempertimbangkan usia Manusia yang singkat, maka diberikan Tehnik tersingkat yang akan dapat mencapai Hasil paling lama adalah 7 Tahun saja (jika dilaksanakan secara rutin dan tekun/gigih)

Penting untuk diketahui :

Pikiran hanya bisa berisi 1 (satu) Obyek saja pada suatu saat, jadi, jika benar si Pikiran telah Memusat pada 1 (satu) Obyek saja dan tidak ada yang lainnya atau lari² ke Obyek lainnya maka Ruang Pikiran hanya akan diisi PENUH oleh si Obyek, ini dikatakan oleh Vissudhi Magga sebagai "Seperti Berada di Dalam itu (Obyek)"
Jadi tegasnya : Ruang Pikiran terisi Penuh oleh si Obyek, TIDAK ADA hal apapun lagi, jadi karena terisi penuh oleh si Obyek, maka di Pemeditator akan 'merasa seolah-olah' BERADA DI DALAM Obyek tersebut

Onepointedness = Pemusatan = Ekagatta
adalah bukan berarti anda melototin si Obyek atau berpikir tentang si Obyek, itu bukan Ekagatta, tetapi bila semua Ruangan Pikiran isinya hanya si Obyek (tidak ada sisa lagi barang sedikitpun) maka kondisi Pikiran seperti itu yang dibilang pemusatan

Untuk mendukung tercapainya Jhana

- Harus melakukan Sila/Vinaya yang sempurna (sebelumnya Devadatta sendiri taat Vinaya sehingga Beliau bisa mencapai Jhana keempat)

- Melakukan Satipatthana 4, kegunaannya : menahan Emosi Jasmani, menetralkan Perasaan yang berlebihan, untuk memahami Ruang Pikiran, membaca Fenomena Pikiran, memperkuat konsentrasi

- Meditasi Pencerapan Terhadap Sinar didalam (Perception of Inner Light), kegunaannya : Membuat Semangat, Pikiran yang jelas menangkap Obyek, menyingkirkan Thina-Middha

- Mempertahankan dengan seimbang antara : Konsentrasi, Ketenangan dan Semangat

- Melakukan Meditasi dengan gigih (sehari 8 jam minimum) secara rutin setiap hari

- Berada dalam Kondisi tempat yang TIDAK berisik (Hambatan Utama Jhana Pertama adalah SUARA)

- Tidak dikagetkan atau menjadi kaget (ada dalam salah-satu uraian Sang Bhagava), karena kaget ini akan membuat buyarnya konsentrasi dan munculnya kondisi bhatin yang buruk

Demikian saya menerangkan Hal ini secara singkat tentang Jhana
Semoga ini dapat menjawab pertanyaan dan menjadi jelas serta bermanfaat bagi anda semuanya  _/\_

10
Aturan mainnya adalah 1 set untuk 1 member, karena stocknya bukan tidak terbatas. Bagi yg memerlukan lebih dari satu, misalnya utk perpustakaan yg sangat ramai, bisa request langsung ke pimpinan DC (SUMEDHO), karena saya tidak berwenang untuk hal itu."

Jikalau demikian, maka kirimkanlah pada saya yang satu itu dulu, jangan sampe nanti 10 kagak, 1 juga kagak (= kehabisan)......

 :))

11
Request 10 buat dikirim ke Vihara-Vihara, temen-temen Para Donatur dan Vihara di daerah yang saya datangi

Anumodana

12
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 28 November 2013, 09:20:35 AM »
Uuufff... komennya udah banyak kali... ga' sempet baca semua...
BTW udah dicoba 'Teratai Salju' ?
Mungkin tidak melenyapkan, tetapi bisa menahan laju pertumbuhannya atau malah mengecilkan... tidak ada salahnya untuk dicoba...

Saran : untuk pengiriman, sebaiknya formatnya TIDAK seperti ini :
DCPeduli Nama JlhDana NamaRekTransfer/­Setor Alamat
karena banyak orang keberatan dengan RekTransfer apalagi Setor Alamat
Jadi cukup begini :
DCPeduli Nama JlhDana

 :)

13
bagi yg menganut pandangan "bahwa Sang Buddha tidak mengajarkan vipassanā" saya sarankan agar lebih banyak membaca sutta, berikut saya copas satu dari banyak sutta di mana terdapat kata "vipassanā", kutipan ini saya ambil dari Majjhima Nikāya


‘‘Ākaṅkheyya ce, bhikkhave, bhikkhu – ‘sabrahmacārīnaṃ piyo ca assaṃ manāpo ca garu ca bhāvanīyo cā’ti [manāpo garubhāvaniyo cāti (sī.)], sīlesvevassa paripūrakārī ajjhattaṃ cetosamathamanuyutto anirākatajjhāno vipassanāya samannāgato brūhetā suññāgārānaṃ.

‘‘Ākaṅkheyya ce, bhikkhave, bhikkhu – ‘lābhī assaṃ cīvarapiṇḍapātasenāsanagilānappaccayabhesajjaparikkhārāna’nti, sīlesvevassa paripūrakārī ajjhattaṃ cetosamathamanuyutto anirākatajjhāno vipassanāya samannāgato brūhetā suññāgārānaṃ.

‘‘Ākaṅkheyya ce, bhikkhave, bhikkhu – ‘yesāhaṃ cīvarapiṇḍapātasenāsana gilānappaccayabhesajjaparikkhāraṃ paribhuñjāmi tesaṃ te kārā mahapphalā assu mahānisaṃsā’ti, sīlesvevassa paripūrakārī ajjhattaṃ cetosamathamanuyutto anirākatajjhāno vipassanāya samannāgato brūhetā suññāgārānaṃ.

‘‘Ākaṅkheyya ce, bhikkhave, bhikkhu – ‘ye maṃ [ye me (sī. syā.)] ñātī sālohitā petā kālaṅkatā [kālakatā (sī. syā. pī.)] pasannacittā anussaranti tesaṃ taṃ mahapphalaṃ assa mahānisaṃsa’nti, sīlesvevassa paripūrakārī ajjhattaṃ cetosamathamanuyutto anirākatajjhāno vipassanāya samannāgato brūhetā suññāgārānaṃ.


Tapi perlu diketahui dan di Mengerti, bahwa kata "vipassanā" diatas berbeda dengan apa yang dilakukan dan dilatih orang sebagai Vipassana Jaman sekarang, untuk yang Jaman sekarang dikenal sebagai Meditasi Vipassana, itu adalah apa yg di Jaman Sang Buddha diajarkan sebagai Sati Patthana 4

Jadi, Apa yang dikenal di Jaman sekarang sebagai Meditasi Vipassana, memang di Jaman Buddha tidak dikenal, yg digunakan waktu itu adalah Sati Patthana 4, sedangkan KATA "vipassanā" memang telah muncul, dan kata itulah yang dicatut, diambil dan angkat sebagai pengganti Sati Patthana 4

 :)

14
Sutta yang mana, bro CT? Bisa dicopas ke sini?

Langsung aja ke Paticca Samuppada 12
coba akurin dengan Kalimat ini :

"Hanya dalam tubuh yang berukuran satu depa ini, dengan persepsi dan daya pikir, Aku menyatakan bahwa terdapat dunia, awal mula dunia, lenyapnya dunia, dan jalan menuju lenyapnya dunia"

Masa ga' paham?

'Dunia' di kalimat itu bukan pengertian Dunia sebagai Alam Semesta dengan berbagai Galaksi lho......

Kalo ga' paham tanya ama yg bisa paham dech......

 :)

15
Mengenai Maha Satipatthana Sutta, ekayano maggo kurang tepat diartikan sebagai jalan satu-satunya. Menurut Ajahn Brahm, ekayano maggo memiliki arti jalan yang hanya menuju satu arah. Jadi pengembangan 4 Satipatthana (Vipassana Bhavana) adalah jalan yang (pasti) menuju satu arah yakni pembebasan, bukan yang lain.


Bro Utphala Dhamma yang baik,
Saya tidak setuju dengan pernyataan Ajahn Brahm, karena dengan pernyataan tersebut maka implikasinya berarti pencapaian ke arah pembebasan bisa dilakukan dengan cara lain. Bukan hanya dengan Jalan Ariya Berunsur Delapan.

Bila pernyataan Ajahn Brahm benar maka,
- Kepercayaan Hindu Bali bahwa pencerahan bisa dicapai dari dua arah, yaitu dengan melakukan kebajikan atau melakukan kejahatan, kedua-duanya akan bermuara ke arah yang sama, mungkin benar juga.
- barangkali mencapai pencerahan dengan membaca Namo Tassa terus-terusan hingga suatu ketika mencapai Pencerahan, mungkin bisa juga.
- Atau pernyataan bahwa tanpa meditasi suatu ketika bisa mencapai pencerahan barangkali bisa terjadi.
- Atau tanpa belajar Dhamma sekalipun suatu ketika akan mencapai Pencerahan.
Intinya bila Jalan Ariya Berunsur Delapan bukan jalan satu-satunya, berarti ada banyak jalan ke Roma.

Saya rasa penerjemahan yang lebih tepat dari ekayano maggo adalah: jalan tunggal. Pengertian jalan tunggal agak sejalan dengan pengertian jalan satu-satunya.

 _/\_

Pengertian jalan tunggal dan jalan satu-satunya adalah SALAH BESAR atau SESAT atau menyesatkan orang banyak, Pencapaian Kesucian bisa tercapai dengan 2 cara, yaitu Kesucian Melalui Kebijaksanaan dan Kesucian Melalui Konsentrasi
paham ga' apa yg dimaksud dengan ini? ga' tau?
Belajar lagi decchhhh......

Sekarang gampang aje dech......
Sang Buddha mencapai keBuddhaan atau keArahatan melalui Jhana khan?
Jadi dimana itu "jalan satu-satunya" ?

Meditasi Jhana dengan mencapai 8 Pencapaian (4 Rupa dan 4 Arupa Jhana) dilanjutkan dengan Pencapaian ke sembilan "Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan" ini akan membuat si Pencapai mencapai KeArahatan, TIDAK ADA unsur yg namanya Vipassana disitu..!

Justru, dengan pandangan salah anda dan kesesatan anda selama ini seperti inilah maka anda puluhan Tahun berkutet dengan Vipassana TANPA ada kemajuan !
Masih belon sadar juga...?

Kasiiaaannnn dech Looo...... 'ampe Tua di Vipassana tanpa hasil......

dari Jalan Utama berruas 8, maka faktor : Konsentrasi Benar jelas adalah Jhana yg di wanti-wanti oleh Sang Bhagava untuk dilatih ! BUKAN Vipassana !
BAHKAN... istilah Vipassana waktu itu dikenal pun TIDAK
yg ada adalah Satipatthana 4 yg bersanding dengan Sati-Sampajjana yang harus dilatih untuk mempertajam kesadaran agar lebih mudah memasuki keadaan Konsentrasi (Jhana)

Fabian ini kagak sadar-sadar udah kejeblok di Pandangan salah puluhan Tahun...!
kasian ammaaatttt......

Terjemahan : 'Jalan Satu Arah' untuk "Eka Maggo Vissudhiya" sudah benar, dalam artikata :
Pelaksana Satipatthana 4 (BUKAN Vipassana) hanya menuju ke Pencapaian Kesucian (jalan hanya ke satu arah, yaitu kesucian) sedang mereka yang melatih Samatha, jika tidak berhasil mencapai tingkat ke 9 (Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan) atau memusnahkan kekotoran Bhatin dengan Asavakayanana (= Abhinna, yang bisa ditimbulkan mulai Jhana ke 4) sehingga menjadi Arahat, maka orang ini hanya akan menjadi sesosok Brahma biasa (terlahir ke Alam Brahma), jadi, jalan Samatha mempunyai 2 arah :
Nibbana (sebagai Arahat) atau Brahma
sedangkan Satipatthana 4 hanya 1 arah, yaitu Kesucian (Sotapana s/d Arahat)
TAPI jadi BEDA JAUH kalo dibilang SATU-SATUNYA !

Pemelencengan pengertian ini menjadi : Jalan SATU-SATUNYA merupakan salah kaprah yg Besar, sangat besar, kemunduran yg sangat Besar, itulah sebabnya jarang sekali atau Hampir tidak ada, pencapai Kesucian di Jaman ini, karena DIRACUNI oleh paham Vipassana yg salah ini
Paham salah ini membuat orang menjauh melatih Jhana, menganggap Jhana tidak penting, ini yang dikatakan tidak menghormati Meditasi/Konsentrasi yg membuat kemunduran dari Dhamma yang sangat Parah......

Saya sangat menyesalkan dipeliharanya pandangan-pandangan salah dan sesat seperti ini di Kalangan Buddhist

Demikian Kataku


Pages: [1] 2 3 4