//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - marcedes

Pages: 1 2 3 4 5 [6]
76
Theravada / mau jadi manakah dari ke-tujuh jenis istri?
« on: 03 April 2009, 06:47:25 PM »
Suatu ketika Yang Tercerahkan sedang membawakan kotbah di vihara Jetavana,di Savathi milik Saudagar Anathapindika. terdengar bentakan dan teriakan keras dari ruangan lain. Sang Guru menghentikan khotbahnya dan bertanya kepada Anāthapindika perihal sumber
keributan itu, yang terdengar seperti teriakan nyaring para nelayan.

Si perumahtangga menjawab bahwa sumbernya adalah menantu
perempuannya yang sedang membentak para pelayan.
Menantunya adalah orang yang pemarah, katanya, yang tidak
berperilaku semestinya terhadap suami ataupun mertuanya, yang
tidak berdana, tidak berkeyakinan, dan tidak percaya, yang selalu
menyebarkan konflik.

Hal yang aneh pun terjadi: Sang Buddha meminta agar
menantunya dipanggil. Ketika ia akhirnya muncul di hadapan
beliau, Sang Buddha bertanya kepadanya: ingin menjadi yang
manakah ia dari tujuh jenis istri. Ia menjawab bahwa ia tidak
memahami maksud beliau dan memohon penjelasan lebih lanjut.
Maka Yang Tercerahkan menjelaskan tujuh jenis istri kepadanya
dalam syair berikut:

“ Dengan pikiran yang membenci, dingin dan kejam,
Penuh nafsu terhadap pria lain, merendahkan suaminya,
Yang ingin membunuh orang yang telah meminangnya—
Istri demikian disebut pembantai.

Ketika suaminya mendapatkan kekayaan
Melalui keterampilan atau berdagang atau bertani
Ia berusaha untuk mencuri sedikit bagi dirinya
Istri demikian disebut pencuri.

Si rakus yang malas, suka bermalas-malasan
Keras, kejam, kasar dalam berbicara,
Seorang perempuan yang sewenang-wenang terhadap
bawahannya
Istri demikian disebut tiran.

Ia yang suka menolong dan baik hati,
Yang menjaga suaminya seperti seorang ibu terhadap
anaknya,
Yang berhati-hati melindungi kekayaan yang dikumpulkan
suaminya
Istri demikian disebut ibu.

Ia yang menghargai suaminya
Seperti adik menghargai kakaknya,
Yang dengan rendah hati menuruti keinginan suaminya—
Istri demikian disebut adik.

Ia yang bergembira dalam pandangan suaminya,
Seperti seorang teman menerima yang lainnya,
Dibesarkan dengan baik, bajik, taat
Istri demikian disebut teman.

Ia yang tanpa kemarahan, takut pada hukuman,
Yang terhadap suaminya bebas dari kebencian,
Yang dengan rendah hati menuruti keinginan suaminya
Istri demikian disebut pelayan.

Jenis-jenis istri yang disebut pembantai,
Pencuri dan istri seperti tiran,
Istri-istri demikian, dengan terurainya tubuh,
Akan terlahir di neraka yang dalam.

Tetapi istri seperti ibu, adik, teman
Dan istri yang dipanggil pelayan,
Mantap dalam kebajikan, tenang,
Dengan terurainya tubuh akan menuju surga.”
(AN 7:59)

Kemudian Sang Bhagavā langsung menanyainya: “Inilah,
Sujata, ketujuh jenis istri yang dapat dimiliki seorang pria. Yang
manakah dirimu?”
Dengan hati yang sangat tergerak, Sujata(menantu perempuan Anathapindika) menjawab
bahwa mulai saat ini ia akan berjuang untuk menjadi pelayan bagi
suaminya. Perkataan Yang Tercerahkan telah menunjukkan
kepadanya cara berperilaku sebagai seorang istri. Kemudian ia pun menjadi murid Sang Buddha yang taat, yang kepada Beliau
selamanya ia berterima kasih atas kebebasannya.

77
Sutta Vinaya / Sabasava Sutta
« on: 02 April 2009, 12:31:33 AM »
SABASAVA SUTTA (2)

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993
Demikian yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava tinggal di Jetavana, Anathapindika Arame, Savathi. Di sana Beliau menyapa para Bhikkhu: "Para bhikkhu."
"Ya, Bhante," jawab mereka. Selanjutnya Sang Bhagava berkata sebagai berikut:
"Para bhikkhu, aku akan menerangkan kepadamu tentang dukkha, dengar dan perhatikan baik-baik apa yang kukatakan."
"Baiklah, Bhante," jawab mereka. Lalu Sang Bhagava berkata:

"Para bhikkhu. Kukatakan bahwa dukkha itu akan terhenti pada diri seseorang yang mengerti dan melihat, bukan pada diri seseorang yang tidak mengerti dan tidak melihat. Apakah yang dimengerti dan dilihat? Perhatian yang benar dan perhatian yang tidak benar. Bila seorang tidak memperhatikan dengan benar, maka muncullah dukkha baru dan bertambahlah dukkha yang telah ada. Bila seorang memperhatikan dengan benar, dukkha yang akan timbul dapat dihindari dan dukkha yang telah ada dapat dilenyapkan.
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara). Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).
Dukkha apakah yang dapat dihilangkan dengan cara melihat? Para bhikkhu, begini, orang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai, tidak memahami dan tidak berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Tidak mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan.

Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia perhatikan.
Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia tidak perhatikan.
Dengan memperhatikan hal-hal yang tidak perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru muncul dan dukkha yang lama bertambah.

Beginilah caranya dia berpikir dengan tidak bijaksana: 'Apakah aku ada di masa lalu? Apakah aku tidak ada di masa lalu? Bagaimanakah aku di masa lalu? Menjalani apa dan bagaimanakah aku di masa lalu? Akankah aku ada di masa mendatang? Tidak adakah aku di masa mendatang? Menjadi apakah aku di masa mendatang? Bagaimanakah aku di masa mendatang? Mengalami apa dan bagaimanakah aku pada masa mendatang.'Atau dia merasa ragu-ragu tentang keberadaannya sekarang: 'Benarkah aku? Tidakkah aku ada? Sebagai apakah aku? Bagaimanakah aku? Kapankah keadaan ini muncul? Ke mana aku akan muncul?'
Bila ia berpikir demikian dengan kurang bijaksana, satu dari enam macam pandangan muncul pada dirinya:

1. 'Keakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
2. 'Ketidakakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
3. 'Aku mencerap keakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
4. 'Aku mencerap ketidakakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
5. 'Aku mencerap keakuan dan ketidakakuan' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
6. 'Aku mencerap ketidakakuan dan keakuan' sebagai suatu hal yang benar dan mutlak, atau dia akan berpandangan bahwa akulah yang bicara dan merasakan dan mengalami akibat dari perbuatan baik atau buruk: tetapi milikku ini adalah kekal, selama-lamanya, abadi, tak dapat berubah, dan akan berlangsung selamanya.

Pandangan macam ini disebut kekaburan pandangan, kebuasan pandangan, kerusakan pandangan, keragu-raguan pandangan, belenggu pandangan. Orang biasa yang tak terpelajar dan terikat dengan belenggu pandangan-pandangan ini, tidak akan ada yang terbebas dari kelahiran, umur tua dan kematian dengan penderitaan dan ratap tangis, rasa sakit, takut dan putus asa; dia tidak terbebas dari penderitaan.
Orang yang terpelajar, yang menghargai, memahami dan berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan.

Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang tidak seharusnya yang ia perhatikan.
Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang seharusnya yang ia perhatikan.
Dengan memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang tidak perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru tidak muncul dan dukkha yang lama dapat dihilangkan.
Beginilah bagaimana ia berpikir dengan bijaksana: 'Ini adalah dukkha (penderitaan), ini adalah asal mula dukkha, ini adalah terhentinya dukkha dan ini adalah jalan yang menuju terhentinya dukkha'.
Ketika dia memperhatikan jalan ini dengan bijaksana, tiga belenggu dapat ditinggalkannya: keinginan untuk bertumimbal lahir, ketidakpastian dan kemelekatan terhadap upacara-upacara.
Ini disebut sebagai dukkha yang dapat dihentikan dengar cara melihat.

Apakah dukkha yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri?
Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana dapat mengendalikan kesulitan matanya. Bila dukkha jasmani dan perasaan bisa timbul pada seorang bhikkhu yang tidak dapat mengendalikan kesulitan matanya, maka tidak ada dukkha atau beban emosi yang timbul jika dia dapat mengendalikan kesulitan matanya. Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan matanya ...
... kesulitan penciumannya ....
... kesulitan pengecapannya ....
... kesulitan pendengarannya ....
... kesulitan badannya ....
Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan pikirannya... tak ada dukkha jasmani dan perasaan yang timbul bila pikirannya terkendali. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya tidak terkendali, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya terkendali. Inilah yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menggunakan sebuah jubah sebagai pelindung dari dingin, panas dan untuk melindungi diri dari lalat, angin, panas yang membakar serta serangga tanah, juga hanya bertujuan untuk menutupi bagian tubuh yang vital.
Berpikir dengan bijaksana dia tidak menggunakan patta (mangkuk)-nya untuk hiburan atau kesombongan, tidak pula untuk keelokan dan hiasan. Tetapi sekedar untuk kelangsungan hidupnya, untuk menghilangkan rasa sakit dan membantu perkembangan batin (berpikir): 'Beginilah aku akan menghentikan kesadaran lama tanpa menimbulkan kesadaran baru dan terhindar dari kesalahan, aku akan hidup dengan benar dan sehat'.
Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan tempat peristirahatan untuk melindungi diri dari dingin, gangguan lalat, angin, panas terik dan serangga tanah. Dan hanya sekedar menghindar dari bahaya-bahaya cuaca dalam menikmati istirahat.
Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan obat-obatan untuk menyembuhkan diri dari sakit, sekedar untuk melindungi diri dari rasa sakit yang timbul dan mengurangi rasa sakit itu.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak menggunakan segala sesuatunya dengan baik, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang menggunakan segala sesuatunya dengan baik.
Ini yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penahanan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menahan dingin, panas lapar, haus dan gangguan dari lalat, angin, panas dan serangga tanah, dia menahan diri dari menghina, kata-kata kasar dan perasaan yang menyakitkan, menyiksa, yang menusuk hati, yang mengkhawatirkan, mengancam dan membahayakan kehidupan.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menahan, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menahan.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghindaran? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menghindar dari seekor gajah liar, kuda liar, banteng liar, anjing liar, ular, batang pohon yang roboh, semak belukar, tanah berlubang, tebing batu, lubang dan lubang bawah tanah; berpikir dengan bijaksana untuk menghindar: duduk di kursi yang tidak menyenangkan, berkelana di tempat yang tidak cocok, bergaul dengan orang bodoh; yang mana hal-hal ini dianggap merupakan perbuatan salah oleh orang bijaksana. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghindar, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghindar.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghapusan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana tidak membiarkan pikiran yang ditimbulkan oleh nafsu indera ... oleh kekesalan ... oleh penderitaan; dia tinggalkan, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkannya. Dia tidak membiarkan hal-hal yang salah dan tidak berguna untuk timbul; ditinggalkannya, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkan hal-hal itu.
Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghapus pikiran-pikiran ini, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghapus mereka.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengembangan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana, mengembangkan perhatian dari faktor-faktor penerangan sempurna (satisambojjhanga) yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu dan menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.
Dia mengembangkan penelitian Dhamma dari faktor-faktor penerangan sempurna (dhammavicayasambojjhanga)
... faktor semangat (viriya) penerangan sempurna ....
... faktor kegiuran (piti) penerangan sempurna ....
... faktor ketenangan (passaddhi) penerangan sempurna ....
... faktor konsentrasi (samadhi) penerangan sempurna ....
... faktor keseimbangan batin (upekha) penerangan sempurna, yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu, menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.

Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat mengembangkan hal-hal itu, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang mengembangkannya.
Segera setelah penderitaan seorang bhikkhu dapat ditinggalkan dengan cara melihat (ke dalam) (dassana), menahan, menggunakan, menghindar, menghilangkan dan mengembangkan telah dapat ditinggalkan, dia akan disebut sebagai seorang bhikkhu yang dapat menghentikan semua penderitaan: dia menghentikan keinginan (tanha), melepaskan belenggu (samyojana) dan telah mengakhiri penderitaan dengan penembusan kesombongan (mana)."
Demikian yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan gembira dengan kata-kata Sang Bhagava.

78
Studi Sutta/Sutra / brahmajala sutta - pandangan berbelit2
« on: 30 March 2009, 05:31:03 PM »
4 PANDANGAN BERBELIT-BELIT

17. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan dengan bersikap “berbelit-belit”. Seandainya suatu hal ditanyakan, mereka akan menjawab dengan berbelit-belit sehingga membingungkan. Pandangan ini diuraikan dalam empat cara. Apakah asal mula dan dasarnya maka mereka berpandangan demikian?”

Pandangan Ketigabelas

18. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik, hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan “baik” atau “buruk”. Ia menyadari, “Saya tidak mengerti dengan jelas hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan baik atau buruk. Demikianlah, seandainya saya menyatakan bahwa “ini baik” atau “itu buruk”, maka saya akan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan, keinginan, penolakan dan ketidaksukaan. Berdasarkan pada hal tersebut, saya akan salah, dan kesalahan tersebut menyebabkan saya menyesal, dan perasaan menyesal ini menyebabkan suatu penghalang bagiku.” Demikianlah, karena rasa takut atau tidak suka pada kesalahan disebabkan menyatakan pandangan, ia tidak akan menyatakan sesuatu itu baik atau buruk. Seandainya suatu pertanyaan diajukan kepadanya, ia akan menjawab dengan berbelit-belit dan membingungkan, dengan menyatakan: saya tidak mengatakan demikian, saya tidak mengatakan yang lainnya, saya tidak mengatakan berbeda pendapat, saya tidak menolak pendapatmu, saya tidak mengatakan begini atau begitu.”

Pandangan Keempatbelas

19. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik, hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan “baik” atau “buruk”. Ia menyadari, “Saya tidak mengerti dengan jelas hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan baik atau buruk. Demikianlah, seandainya saya menyatakan bahwa “ini baik” atau “itu buruk”, maka saya akan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan, keinginan, penolakan dan ketidaksukaan. Berdasarkan pada hal tersebut, saya akan terikat pada keadaan batin yang menyebabkan kelahiran kembali, dan ikatan itu akan menyebabkan saya menyesal, dan perasaan menyesal ini menyebabkan suatu penghalang bagiku.” Demikianlah, karena rasa takut atau tidak suka pada kesalahan disebabkan menyatakan pandangan, ia tidak akan menyatakan sesuatu itu baik atau buruk. Seandainya suatu pertanyaan diajukan kepadanya, ia akan menjawab dengan berbelit-belit dan membingungkan, dengan menyatakan: saya tidak mengatakan demikian, saya tidak mengatakan yang lainnya, saya tidak mengatakan berbeda pendapat, saya tidak menolak pendapatmu, saya tidak mengatakan begini atau begitu.”

Pandangan Kelimabelas

20. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik, hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan “baik” atau “buruk”. Ia menyadari: saya tidak mengerti dengan jelas hal sesungguhnya yang dimaksudkan dengan baik atau buruk. Tetapi, ada pertapa dan brahmana yang pandai, cerdik, pengalaman dalam berdebat, pintar mencari kesalahan, pandai mengelak, yang mampu mematahkan pandangan orang lain dengan kebijaksanaan mereka. Maka, seandainya saya menyatakan ini baik atau itu buruk, mereka datang padaku, meminta pendapatku, dan menunjukkan kesalahan-kesalahanku. Karena mereka bersikap begitu padaku, saya tidak sanggup memberikan jawaban. Dan, hal ini akan menyebabkan saya menyesal, dan rasa penyesalan ini akan menjadi suatu penghalang bagiku.”

Pandangan Keenambelas

21. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang bodoh dan dungu. Dan karena kebodohan dan kedunguannya, maka seandainya ada pertanyaan yang diajukan kepadanya, ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan, dengan menyatakan, bahwa seandainya ada pertanyaan kepadaku:

• Apakah ada dunia lain? Jikalau saya pikir ada, saya akan menjawab begitu. Tetapi, saya tidak mengatakan demikian. Saya tidak berpandangan begini atau begitu. Saya pun tidak berpandangan “bukan kedua-duanya”. Saya tidak membantahnya. Saya tidak mengatakan ada atau tidak ada dunia lain. Demikianlah, ia bersikap berbelit-belit. Begitu pula sikap dan jawabannya kalau ditanyakan masalah-masalah:
• Tidak ada dunia lain.
• Ada atau tidak ada dunia lain.
• Bukan ada dan bukan tidak ada dunia lain.

• Ada makhluk yang terlahir secara spontan [langsung], tanpa melalui rahim ibu (opapatika).
• Tidak ada makhluk opapatika.
• Ada atau tidak ada makhluk opapatika.
• Bukan ada dan bukan tidak ada makhluk opapatika.

• Ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
• Tidak ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
• Ada atau tidak ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
• Bukan ada dan bukan tidak ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.

• Setelah meninggal, Tathagata tetap ada.
• Setelah meninggal, Tathagata tidak ada.
• Setelah meninggal, Tathagata ada atau tidak ada.
• Setelah meninggal, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada.”


-----------------------
23. Mereka semua menerima perasaan-perasaan tersebut melalui kontak yang berlangsung terus menerus dengan (saraf) penerima (dari indera-indera). Berdasarkan pada perasaan-perasaan (vedana) muncul keinginan (tanha), karena adanya keinginan muncul kemelekatan (upadana), karena adanya kemelekatan muncul proses menjadi (bhava), karena adanya proses menjadi muncul kelahiran (jati), karena adanya kelahiran terjadi kematian (marana), kesedihan, ratap tangis, kesakitan, kesusahan dan putus asa (soka parideva dukkha domanassa upayasa). Tatkala seorang bhikkhu mengerti hal itu sebagaimana hakekatnya, asal mula dan akhirnya, kenikmatan, bahaya dan cara membebaskan diri dari pemuasan enam inderanya, maka ia dapat mengetahui segala yang termulia dan tertinggi dari semuanya itu.

24. “Para bhikkhu, siapa pun, apakah ia pertapa dan brahmana yang ajaran atau paham mereka berkenaan dengan keadaan masa lampau atau berkenaan dengan keadaan masa yang akan datang, atau pun berpaham kedua-duanya, berspekulasi mengenai keadaan yang lampau dan yang akan datang, yang dengan bermacam-macam dalil menerangkan tentang keadaan yang lampau dan yang akan datang, mereka semua telah terjerat di dalam jala 62 pandangan ini. Dengan berbagai keadaan mereka jatuh dan berada di dalamnya, dan dengan berbagai cara mereka berusaha melepaskan diri, tetapi sia-sia belaka karena mereka terjerat di dalamnya. Bagaikan seorang penjala ikan yang pandai akan menjala di sebuah kolam kecil dengan sebuah jala yang baik, berpikir: ikan apa pun yang berada dalam kolam ini, walaupun berusaha membebaskan diri, tetap semuanya akan terperangkap di dalam jala ini.”


25. “Para bhikkhu, bagi Dia yang di luar jala, Ia yang telah mencapai kesempurnaan, Tathagata, yang sedang berada di hadapan kamu, karena segala belenggu pengikat penyebab kelahiran kembali telah diputuskannya. Selama kehidupan jasmaninya masih ada, maka selama itu para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi tatkala kehidupan jasmaninya terputus di akhir masa kehidupannya, maka para dewa dan manusia tidak dapat lagi melihatnya. Bagaikan sebatang pohon mangga yang ditebang, maka semua buah yang ada di pohon mengikutinya. Demikian pula, walaupun tubuh jasmani dari Dia yang telah mencapai kesempurnaan, Tathagata, masih berada di depan kamu, namun demikian semua belenggu penyebab kelahiran kembali telah diputuskannya. Selama kehidupan jasmaninya masih ada, maka selama itu para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi tatkala kehidupan jasmaninya terputus di akhir masa kehidupannya, maka para dewa dan manusia tidak dapat lagi melihatnya.”


semoga kita semua tidak berada dalam jala-jala ini....dan mencapai nibbana. "akhir dari derita"

salam metta.

79
Kesehatan / masalah kulit
« on: 17 February 2009, 09:02:51 AM »
rekan-rekan DC,
bisa minta resep perawatan sederhana ttg kulit, buat cowok.........
soalnya kulit saya dah hampir mirip kulit predator...kasar nya bukan main...tugas lapangan sih..
keringat campur matahari campur polusi.....

soalnya rejeki/peluang bisnis juga bisa hilang kalau tampang kek predator begini...

_/\_

80
Theravada / mohon info nya tentang pembacaan ******
« on: 16 February 2009, 06:26:20 PM »
maaf,mungkin postingan saya ini memicu kontroversi...tetapi di satu sisi sy jadi ingin bertanya....
oleh sebab itu saya post di sub Theravada dan berharap yang "mempratekkan" memberi info.
saya sendiri sudah pernah post di sebuah forum, akan tetapi tidak pernah saya mendapat alasan....
kalau se-andainya melanggar forum...saya minta maaf...

tetapi semoga apa yang layak dipikirkan ini sebagai bahan pemikiran dan pengetahuan.


kita tahu banyak sutta-sutta dalam aliran mahayan ...ini merupakan kutipan dari

Quote
Atau ada yang membuat sebuah Stupa baik itu kecil maupun besar dalam bentuk apapun, dan dia memuja-Nya, melakukan Pradaksina mengelilingi Dharani ini searah jarum jam tujuh kali, maka siswa Sang Buddha tanpa ragu mengatakan, Dia adalah seorang yang telah melihat Sapta Koti Budd**.

Atau ada seseorang yang dilanda kemalangan, Dia kehilangan sanak saudara atau orang terkasih, dan Dia memuja Dharani ini, membuat sebuah altar stupa khusus untuk Dharani ini di rumahnya dan menulis Dharani ini lagi yang kemudian langsung dikuburkan ke dalam kuburan orang yang diikasihinya, maka siswa Sang Buddha tanpa ragu mengatakan, Sanak saudara atau orang terkasih yang beruntung itu akan segera menaiki Maha Padma dan langsung naik ke Buddhaloka.

sebenarnya ada pula yang menyatakan bahwa membaca sebanyak  ****kali bisa membawa pada **** atau semacam nya.

misalkan kalau membaca amitofo dengan sungguh - sungguh bisa terlahir dialam buddha amitabha..oke lah ga di bahas lagi..

tapi kalau contoh di atas...bukannya merujuk pada SILABATAPARAMASA...
dan kalau di teliti...bagian mana yang membawa ke arah kebijaksanaan?

dengan cara demikian( yang saya bold )...maka dengan mudah nya menolong orang tersebut ke alam bahagia.
mengapa sang buddha tidak mengajarkan murid-murid nya cukup baca paritta..
dan mengapa Sangha konsili ke - 1 isi nya hanya dharani ini ...bukankah simple...tidak perlu 7 bulan...capek-capek mengulangi semua dhamma vinaya...yang notabane nya demi "kebahagian makhluk hidup"
ada cara gampang pake cara susah.?

saya rasa buddha menyebarkan tubuh kloningan nya dimana-mana dan membuat sebuah altar stupa khusus untuk Dharani ini di sebuah rumah dan menulis Dharani ini lagi yang kemudian langsung dikuburkan ke dalam kuburan semua orang....simple gampang dan cepat ke alam bahagia, maka bahagialah orang yang mati pada saat itu.......

dan lagi buddha tidak ada kesulitan membuat sebuah altar stupa atau sebagai nya....

mohon jangan di pikirkan dengan emosi...tetapi tenang dan teliti.....

81
Theravada / pertanyaan mengenai kemampuan seorang buddha.
« on: 13 February 2009, 03:22:52 PM »
dulu katanya ketika SangBuddha Gotama mengajarkan Abhidhamma dialam dewa....beliau menggunakan tubuh aslinya untuk mandi,makan,dsb-nya di alam manusia...sedangkan tubuh manifestasi atau kloningan masih ada dialam dewa tetap mengajarkan dhamma.

pertanyaannya...mengapa sang buddha tidak melakukan kesaktian hingga mencetak 10 hingga 100.000 atau lebih lagi. hingga mampu mengajarkan seluruh pelosok bumi?

mengapa hanya menyebarkan ajaran di India saja?

coba kita telusuri ketika sang buddha kegiatan rutinnya dimana beliau mengamati Mata-Buddha-nya kepada di Dunia dan melihat makhluk-makhluk yang dapat diselamatkan....
mengapa beliau repot-repot jalan kaki ke sini kemari.?

pakai kemampuan iddhi saja menciptakan badan jalan ke sana...dan badan lainnya bisa ke tempat lain....misalkan indo ^^

dan lagi bisa menjangkau tata-surya lain.....

mohon penjelasan kalau ada mengenai ini dalam kitab komentar

memang sih kedengarannya menjadi Tuhan ada dimana-mana.. ^^
yah kalau tidak bisa 100.000 paling tidak 3 atau 5 kloning lah.

82
Theravada / [ask] relik mahakassapa
« on: 07 February 2009, 04:21:00 PM »
saya sendiri sudah pernah melihat beberapa relik dari murid-murid utama...seperti Ananda yang berbentuk hati........sariputta,dsb-nya..

tapi relik MahaKassapa atau kassapa bersaudara dimana yah?...ada yang bilang kalau memang relik nya belum ditemukan sampai sekarang...dan katanya menunggu buddha metteya untuk diperabukan?........mohon info nya.

83
Diskusi Umum / Tidur
« on: 24 December 2008, 12:30:07 PM »
manusia normal kadang tidur hingga 6-8jam....
tapi seorang bikkhu tidur kadang hanya 4 jam...bahkan sang buddha tidur cuma 1 jam.

nah, sekarang orang menilai tidur bukanlah dari banyak jam...melainkan kualitas tidur.
jadi....bagaimana cara membangun kualitas tidur...bisa beri info?

Pages: 1 2 3 4 5 [6]