6. “Aku mendengar dan mempelajari ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: ‘Dengan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan Sang Bodhisatta meninggal dunia dari alam surga Tusita dan masuk ke dalam rahim ibunya.’ Ini juga kuingat sebagai satu kualitas mengagumkan dan menakjubkan dari Sang Bhagavā.
7. “Aku mendengar dan mempelajari ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: ‘Ketika Sang Bodhisatta meninggal dunia dari alam surga Tusita dan masuk ke dalam rahim ibunya, suatu cahaya yang tidak terukur yang melampaui para dewa muncul di dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, dengan para raja dan rakyatnya. Dan alam ruang antara yang tanpa dasar, kelam, gelap gulita, di mana bulan dan matahari, yang kuat dan perkasa, tidak dapat menjangkaunya – cahaya terang yang tidak terukur melampaui kemegahan para dewa juga muncul di sana. Dan makhluk-makhluk yang terlahir kembali di sana dapat saling melihat karena cahaya itu: “Sesungguhnya, Tuan, ada makhluk-makhluk lain yang terlahir kembali di sini!” Dan sepuluh ribu sistem dunia ini bergoyang dan bergoncang dan bergetar, dan di sana juga muncul cahaya terang yang tidak terukur melampaui kemegahan para dewa.’ Ini juga kuingat sebagai satu kualitas mengagumkan dan menakjubkan dari Sang Bhagavā.
Itu kutipan dari mn 123....
Dari sana kurasa ga ada jeda antara meninggal di alam tusita dan masuk kerahim...krn bukan suatu "perjalanan" fisik..dari surga tusina ..trus jalan ke alam manusia..baru kemudian masuk ke rahim....tp berupa pikiran.
Kalo soal fisik, itu memang jelas bukan. Tapi kalau dari Pali, memang diterjemahkan 'setelah meninggalkan tubuh Tusita, memasuki rahim ibu", jadi terlepas dari itu kesadaran, antarabhava, atau apapun juga, tetap ada momen di mana telah meninggal namun belum terlahir kembali.
Kemudian muncul juga pertanyaan..jika memang saat sperma bertemu ovum... maka langsung ada mahluk yg terkandung....berarti...gempa bumi itu terjadi pada saat malam melakukan hub seks? ( soalnya aku berpikir ada kemungkinan..terjadi pembuahan..tunggu sampe kondisi embrionya cocok...baru ada mahluk yg menempati embrio tsb)
Ya, itu juga mirip topik yang saya singgung sebelumnya, kalau tidak ada antarabhava, berarti bodhisatta harus mampu melihat perjalanan sperma menuju ovum, lalu mati di saat tepat pembuahan. Bagaimanapun juga penjelasannya yang benar, menurut saya pribadi tidak penting karena tidak bisa dibuktikan juga. Apalagi dengan perkembangan sains, akhirnya interpretasi begini juga akan terus berubah ataupun dicocologi.
-------
Mengenai antaraparinibbayi, ini tidak menyinggung 'antarabhava' juga, ini hanyalah kondisi 'kedekatan' seseorang dengan pencerahan akhir pada saat kematian. Anagami dibagi menjadi 5, yang pertama inilah 'antaraparinibbayi' di mana waktu kematian ia belum menghilangkan noda, tapi begitu terlahir kembali, ia langsung mencapai Arahatta. Momen kematian sesaat itu yang menjadi jarak antara anagami & arahatta.
Empat berikutnya adalah yang 'memotong waktu', yaitu yang mencapai arahatta pada masa awal kehidupan, lalu ada 'tanpa pengerahan' dan 'dengan pengerahan', dan terakhir yang memang harus terlahir berkali-kali di Suddhavasa dan naik sampai tingkat Akanittha.