//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Namo Rahula

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 [9] 10 11 12 13 14 15 16 17
121
"Seluruh makhluk surgawi akan hadir tiga kali demi melantunkan pujian, mengelilingi serta menghaturkan sembah sujud bagi tempat ini. Maharaja Sakradevanam Indra beserta dewi-dewi surgawi akan turun menghaturkan persembahan tiga kali seharian dan malam. Tempat ini diberkati oleh semua Buddha. Stupa ini memiliki kemuliaan seperti itu karena terdapat Sutra di dalamnya. Jika ada orang yang mendirikan sebuah stupa dengan tanah liat, batu, kayu, emas, perak, tembaga, atau timah hitam, lalu menuliskan dharani ini serta meletakkan di dalamnya, stupa tersebut akan berubah menjadi tujuh permata mulia begitu Dharani ini diletakkan di dalamnya. Anak tangga, piring, payung, tirai, genta, dan roda semuanya berubah menjadi tujuh pertama mulia. Tubuh-tubuh Buddha yang berada di empat penjuru Stupa ini akan melimpahkan perlindungannya seharian dan maupun malam karena Dharma ini."

"Stupa Tujuh Permata dengan dengan Sarira Seluruh Tubuh Buddha yang ajaib dan berharga akan bertumbuh dengan kekuatan Dharani ini hingga mencapai Surga Akanistha. Seluruh makhluk surgawi akan menghaturkan penghormatannya, melindungi, serta memberikan persembahan pada Stupa ini, baik seharian maupun malam,
saat tingginya mencapai alam surga. Vajrapani bertanya, Mengapakah Dharma ini begitu luar biasanya? Sang Buddha menjawab, Dikarenakan kekuatan batin
Dharani Meterai Peti tersebut."

Vajrapani berkata, "Kami berharap agar Buddha berbelas kasih pada kami dan sudi mengucapkan Dharani tersebut."

Buddha berkata, "Dengarlah dan hafalkan, jangan sampai lupa. Perwujudan gemilang Tubuh semua Buddha dari zaman sekarang dan akan datang beserta Sarira Seluruh Tubuh Buddha masa lampau terdapat dalam Dharani Meterai Peti ini. Selain itu, ketiga tubuh Buddha juga berada di dalamnya." Kemudian Buddha melafalkan dharani itu:





namahstriye dhvikanam sarvatathagatanam. om bhuvi bhavana vare vacare vacathai shruru shruru dhara dhara sarvatathagata dhatu dhare padmam bhavati jayavare mudre smaratathagata dharmacakrapravartane vajrabodhimanda alamkara alamkrite sarvatathagata adhishthite bodhaya bodhaya bodhi bodhi buddhya buddhya sambodhani sambodhaya cala cala calamtu sarvaavaranani sarvapapavigate huru huru sarvashokavigate sarvatathagata hridayavajrani sambhara sambhara sarvatathagata guhya dharani mudre buddhe subuddhe sarvatathagata adhishthite dhatugarbhe svaha; samayadhithite svaha; sarvatathagatahridayadhatumudre svaha; supratithitastupe tathagata adhishthite huru huru hum hum svaha.
om sarvatathagata ushnisha dhatu mudrani sarvatathagatam sadhatu vibhushita adhisthite hum hum svaha.


Ketika Sang Buddha selesai mengucapkan Dharani ini, semua Buddha melantunkan pujian dari dalam gundukan itu, "Baik sekali! Baik sekali! Sakyamuni, Engkau hadir di tengah kekeruhan dunia serta membabarkan Dharma mendalam ini demi kepentingan para makhluk yang tak memiliki sandaran hidup. Dharma penting ini akan bertahan di dunia ini demi melimpahkan kebajikan, kedamaian, serta kebahagiaan bagi semua makhluk dalam kurun waktu yang lama."

Pada saat itu, Sang Buddha memberitahu Vajrapani, "Dengarlah! Dengarlah! Dharma yang penting ini memiliki kekuatan batin dan manfaat yang tak terukur. Ini bagaikan mutiara berharga penghias pada sebuah panji. Ia laksana penyebar batu-batu permata berharga demi memenuhi semua dambaan.Yang Kubabarkan ini barulah sepersepuluh ribu bagian dari keseluruhan Dharma ini. Engkau hendaknya senantiasa mengingatnya demi keuntungan untuk semua makhluk. Jika ada pelaku kejahatan berat yang terjatuh ke dalam neraka, dia menjadi sangat menderita dan tidak mengetahui kapan dia dapat dibebaskan. Bila putera atau cucu orang ini menyebutkan nama orang yang meninggal itu dan melafalkan Dharani ini sebanyak tujuh kali. Cairan tembaga serta besi yang panas dan membara dengan sekejap akan berubah menjadi kolam menyejukkan dengan air astaguna, yang airnya memiliki delapan sifat menyenangkan. Sebuah bunga teratai dengan tudung mulia di atasnya akan muncul melindungi kepalanya. Pintu neraka akan pecah berantakan dan jalan menuju Bodhi akan terbuka lebar. Bunga teratai itu akan terbang dan mengantarnya menuju ke Tanah suci Buddha Sukhavatiloka. Seluruh kebijaksanaan akan muncul dengan sendirinya. Ia akan berbahagia karena memiliki kesempatan untuk mendengar Dharma serta berjumpa dengan seorang Buddha. Jika ada orang yang menderita beraneka ragam penyakit dan diserang oleh rasa sakit yang dashyat karena telah melakukan kesalahan berat; Jika ia melafalkan Dharani ini sebanyak duapuluh satu kali, seluruh penyakit dan kekhawatirannya akan lenyap. Ia akan menikmati tak terhitung berkah kebajikan dan berusia panjang. Jika seseorang terlahir di keluarga miskin karena kekikirannya, dimana pakaiannya tidak sanggup menutup seluruh tubuhnya. Selalu kekurangan makanan yang tak cukup untuk mempertahankan hidup. Penampilannya menjadi lemah dan kurus. Orang lain tidak suka berjumpa dengannya. Apabila orang ini merasa malu dan pergi ke sebuah gunung guna memetik beberapa bunga liar, menggiling beberapa batang kayu guna dijadikan dupa. Setelah itu, ia pergi ke hadapan Stupa ini untuk menghaturkan hormat serta persembahan, berjalan mengelilinginya tujuh kali searah dengan jarum jam; meneteskan air mata dan menyesali kesalahannya. Kemiskinan orang itu akan sirna dengan segera dan kemakmuran akan diperoleh. Tujuh Permata Berharga akan tercurah bagaikan derasnya hujan. Tidak ada kekurangan lagi. Tetapi mulai saat itu, ia harus menghaturkan persembahan pada Buddha dan Dharma, serta beramal pada orang miskin. Jika ia menjadi kikir, kemakmuran yang telah diperoleh akan lenyap dengan seketika. Jika seseorang mendirikan sebuah Stupa dengan tinggi empat jari tangan demi menanam benih kebajikan. Entah ia menggunakan tanah liat atau batu bata sesuai dengan kemampuannya, lalu menuliskan Dharani ini dan meletakkannya di dalam Stupa. Kemudian ia bernamaskara di hadapan Stupa itu sambil membawa bunga-bunga harum; maka awan harum akan memancar keluar dari stupa itu dikarenakan kekuatan dharani serta keyakinannya. Keharuman dan cahaya berwujud awan akan memancar menuju seluruh alam dharma (dharmadatu). Keharuman dan kegemilangan ini akan memanifestasikan aneka kebajikan. Pahala dan kebajikannya sama dengan yang telah disebutkan di atas. Terkatalah bahwa tidak ada harapan yang tak akan terpenuhi."

"Pada zaman kemerosotan, jika ada pria atau wanita berbudi dari kalangan empat kelompok umat Buddha, berusaha keras untuk membangun stupa-stupa semacam ini dan meletakkan dharani ajaib ini di dalamnya, jasa dan pahala kebajikan yang diperolehnya sungguh tak terukur. Jika ada orang yang mengunjungi Stupa itu dengan harapan memperoleh berkah, ia mempersembahkan setangkai bunga atau sebatang dupa, bernamaskara di hadapan Stupa tersebut lalu menghaturkan persembahan serta mengelilinginya searah jarum jam; dikarenakan kebajikan semacam itu, orang tersebut dengan sendirinya akan memperoleh kebahagiaan, kedudukan tinggi, dan kemakmuran tanpa perlu bersusah payah. Umur panjang dan kekayaan akan dimilikinya tanpa meminta; musuh dan pencuri dari berbagai penjuru akan dikalahkan tanpa perlu bertarung; kebencian dan kutukan akan sirna tanpa usaha apapun; terhindar dari penyakit dan wabah penyakit dengan sendirinya tanpa proses penyembuhan; suami yang mulia atau istri yang baik akan diperoleh tanpa mencari; putera cerdas serta puteri cantik akan diperoleh tanpa memohon dengan doa; dan seluruh dambaan akan terpenuhi."

"Jika terdapat burung-burung, burung dara, anjing, serigala, nyamuk, dan semut, terkena bayangan Stupa ini atau menginjak rerumputan di sekitarnya, halangan karma mereka akan lenyap serta terbebas dari ketidak tahuan. Mereka akan memasuki Tempat Tinggal Buddha dan menerima kekayaan Dharma. Jika ada orang melihat bentuk Stupa ini, atau dia mendengar suara dari genta-gentanya, atau mendengar nama Stupa ini, atau berada di bawah bayangan Stupa ini; seluruh hambatan akibat karma buruknya akan dilenyapkan. Dambaan-dambaan hatinya akan terpenuhi. Ia akan menikmati hidup yang tentram serta terlahir kembali di Tanah suci Buddha Sukhavati setelah kematiannya. Apabila ada orang yang menggunakan sedikit tanah untuk memperbaiki dinding Stupa yang rusak atau menggunakan sebongkah batu kecil untuk menyangga Stupa itu; berkah kebajikannya akan melimpah dan usianya akan bertambah panjang. Ia akan terlahir sebagai Raja Pemutar Roda Dharma setelah kehidupan ini. Setelah Aku parinirvana, jika ada salah seorang di antara empat kelompok penganut AjaranKu mempersembahkan dupa dan bunga, dengan tulus berikrar melafalkan Dharani ini di depan Stupa demi membebaskan para makhluk yang berada di alam penderitaan yang jahat; maka setiap kalimat yang diucapkannya akan memancarkan cahaya gemilang hingga menyinari tiga alam sengsara. Seluruh penderitaan akan berakhir. Para makhluk akan terbebas dari penderitaan dan benih Buddha akan bertunas. Mereka akan terlahir di Tanah Buddha manapun sesuai kehendak mereka. Jika ada orang yang berdiri di puncak gunung dan melantunkan Dharani ini dengan tulus, semua makhluk yang berada dalam jangkauan pandangan orang itu, baik yang berambut, berbulu, hidup di dalam tempurung, memiliki cangkang, yang hidup di gunung, hutan, sungai, dan lautan, akan terbebas dari belenggu karma buruk dan ketidak tahuan. Tiga hakekat alami Buddha akan muncul dalam dirinya. Mereka akan tinggal dalam kedamaian nirvana agung. Jika ada orang yang berjalan dengan orang ini di jalan yang sama, atau siapapun yang menyentuh bajunya, menapaki jejak kaki orang ini, atau siapapun yang berjumpa dan berbicara dengan orang ini; kejahatan berat mereka akan dimusnahkan dan selain itu mereka akan mencapai kesuksesan."

Pada saat itu Buddha memberitahu Vajrapani, "Kini Aku menyerahkan Sutra Dharani yang penuh misteri ini pada-Mu. Engkau hendaknya menghormati dan melindungi-Nya. Semoga Sutra Dharani ini dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia. Jangan biarkan para makhluk berhenti mempelajari-Nya.

Vajrapani berkata, "Sekarang Aku sangat beruntung dapat berjumpa dengan Bhagavan Buddha. Kami berikrar untuk melindungi dan menyebarkan Sutra ini seharian dan malam di dunia demi membalas budi kami pada Sang Buddha. Jika ada orang yang menyalin, mempertahankan, dan merenungkan terus menerus Sutra ini, kami akan meminta Mahadewa Sakra, Dewa Brahma, Empat Maharaja Langit (Catur Maharajika), seluruh naga, dan delapan kelompok makhluk surgawi untuk melindungi orang ini seharian dan malam tanpa pernah meninggalkannya barang sekejap-pun."

Buddha berkata, "Baik sekali, Vajrapani. Engkau melindungi Dharma ini dan jangan biarkan itu berhenti demi keuntungan semua makhluk di masa mendatang."

Pada saat itu, Yang Dijunjungi Dunia telah selesai mengucapkan Dharani Meterai Peti dan membabarkan Dharma. Kemudian mereka pergi mengunjungi rumah sang brahmana dan menerima persembahannya. Seluruh makhluk surgawi dan umat manusia memperoleh Manfaat yang sungguh besar. Mereka lalu pulang ke tempat kediamannya masing-masing.

Pada saat itu, seluruh bhikshu, bhikshuni, umat awam pria serta wanita(upasaka dan upasika), dewa,naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kinnara, mahoraga; manusia dan mahluk bukan manusia bersuka cita karena pembabaran Dharma ini. Mereka meyakini, menerima, mempertahankan, dan mempraktekkan apa yang baru saja dibabarkan oleh Sang Buddha tersebut.

122
Sutta Vinaya / Re: UDUMBARIKA SUTRAM
« on: 16 February 2009, 04:07:46 PM »
Setelah Ia melenyapkan Lima Rintangan Batin (nivarana) dan dengan Kebijaksanaan Ia melemahkan semua hal yang mengotori batinnya, Ia memenuhi batinnya dengan cinta kasih yang di pancarkannya ke satu jurusan, ke dua jurusan, ke tiga jurusan dan ke empat jurusan. Juga cinta kasihnya di pancarkannya ke atas, ke bawah, ke sekelilingnya dan ke seluruh dunia, dan dengan demikian Ia terus memancarkan cinta kasih dari batinnya yang penuh cinta kasih yang tak terbatas, luhur serta tak terukur dan yang bebas dari kebencian maupun dendam. Ia pun memenuhi batinnya dengan kasih sayang yang di pancarkannya ke satu jurusan, ke dua jurusan, ke tiga jurusan dan ke empat jurusan. Juga kasih sayangnya di pancarkannya ke atas, ke bawah, ke sekelilingnya dan ke seluruh dunia, dan dengan demikian Ia terus memancarkan kasih sayangnya dari batinnya yang penuh kasih sayang yang tak terbatas, luhur serta tak terukur dan yang bebas dari kebencian maupun dendam. Ia pun memenuhi batinnya dengan simpati atas keberhasilan orang lain yang di pancarkannya ke satu jurusan, ke dua jurusan, ke tiga jurusan dan ke empat jurusan. Juga simpati atas keberhasilan orang lain di pancarkannya ke atas, ke bawah, ke sekelilingnya dan ke seluruh dunia, dan dengan demikian Ia terus memancarkan simpati dari batinnya yang penuh simpati atas keberhasilan orang lain yang tak terbatas, luhur serta tak terukur dan yang bebas dari kebencian maupun dendam. Ia pun memenuhi batinnya dengan keseimbangan yang di pancarkannya ke satu jurusan, ke dua jurusan, ke tiga jurusan dan ke empat jurusan. Juga keseimbangannya di pancarkannya ke atas, ke bawah, ke sekelilingnya dan ke seluruh dunia, dan dengan demikian Ia terus memancarkan keseimbangannya dari batinnya yang penuh keseimbangan yang tak terbatas, luhur serta tak terukur dan yang bebas dari kebencian maupun dendam.

Nigrodha, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Apakah dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci atau tidak?"

"Bhante, tentu saja dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci dan bukan tidak suci, serta mencapai Tingkat Tertinggi dan mencapai Inti Kebenaran".

Nigrodha, tidak, Pertapaan seperti ini belum mencapai Tingkat Tertinggi, juga belum mencapai Inti Kebenaran, karena Cara ini baru mencapai Bagian Luarnya saja."

"Bhante, dengan Cara apa maka suatu Pertapaan mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran? Alangkah baiknya bila Sang Bhagava membimbingku sehingga dengan Pertapaanku, saya dapat mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran."

Nigrodha, perhatikanlah, Pertapa yang mengekang Diri dengan Empat Macam Pengekangan (Catu Yama Samvaro), bagi Dia yang telah mengekang Dirinya serta Pertapaannya di dasarkan pada Pengekangan seperti ini, Ia maju dan tidak akan kembali melakukan hal-hal rendah. Ia memilih tempat yang tenang untuk bermeditasi-- di dalam hutan, di bawah pohon, di lereng gunung, di celah gunung, dalam gua gunung, di tempat pembakaran mayat atau di atas tumpukan jerami yang berada di alam terbuka. Setelah kembali menerima dana makanan dan setelah makan, Ia duduk bersila dengan tubuh tegak, pikiran penuh semangat dan waspada, Ia melepaskan kehidupan duniawi, maka batinnya bebas dari ikatan kehidupan duniawi, Ia mensucikan batinnya dari keserakahan. Ia melenyapkan kebencian maka batinnya bebas dai kebencian dan batinnya di liputi oleh cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua mahluk, dan Ia mensucikan batinnya dari kejahatan. Ia melenyapkan kemalasan dan kelalaian, Ia sadar, waspada dengan pikiran terpusat, Ia mensucikan batinnya dari kemalasan dan kelalaian, Ia melenyapkan kegelisahan dan kekhawatiran maka Ia bebas dari perasaan tegang, dengan pikiran yang tenang Ia mensucikan batinnya dari kegelisahan dan kekhawatiran. Ia melenyapkan keragu-raguan, Ia hidup bagaikan orang yang telah bebas dari kekacauan batin dan batinnya dalam kebaikan, Ia mensucikan batinnya dari keragu-raguan dan Ia melenyapkan Lima Rintangan Batin (nivarana) serta dengan Kebijaksanaan Ia melemahkan semua hal yang mengotori batinnya, Ia memenuhi batinnya dengan Cinta Kasih, Kasih Sayang, Simpati dan Keseimbangan. Ia mengingat kehidupan-kehidupannya yang lampau-- satu kehidupan yang lampau, dua, tiga, empat, lima, sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, seratus, seribu, seratus ribu kehidupan yang lampau, kehidupan-kehidupan dalam satu kalpa leburnya bumi dan terjadinya bumi, kehidupan-kehidupan dalam banyak kalpa leburnya dan terjadinya bumi. Pada suatu tempat tertentu, begitu nama-Ku, begitu keluarga-Ku, begitulah kedudukan-Ku dalam masyarakat, begitulah makanan-Ku, begitulah pengalaman-Ku yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, dan begitulah batas usia-Ku. Ketika Saya meninggal dari suatu tempat, Saya terlahir lagi di tempat lain. Di tempa itu pula Saya memiliki nama, keluarga, kedudukan dalam masyarakat, makanan, pengalaman yang tidak menyenangkan dan yang menyenangkan serta begitu pula batas usiaku. Ketika Saya meninggal di alam itu, Saya terlahir lagi di sini. Di tempa ini pula Saya memiliki nama, keluarga, kedudukan dalam masyarakat, makanan, pengalaman yang tidak menyenangkan dan yang menyenangkan serta begitu pula batas usiaku.
Demikianlah Ia mengingat kembali kehidupan-kehidupan-Nya yang lampau dalam semua bentuk secara terrinci.

Nigrodha, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Apakah dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci atau tidak?"

"Bhante, tentu saja dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci dan bukan tidak suci, serta mencapai Tingkat Tertinggi dan mencapai Inti Kebenaran".

Nigrodha, tidak, Pertapaan seperti ini belum mencapai Tingkat Tertinggi, juga belum mencapai Inti Kebenaran, walaupun Pertapa ini telah mencapai Kulit Bagian Dalam."

"Bhante, dengan Cara apa maka suatu Pertapaan mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran? Alangkah baiknya bila Sang Bhagava membimbingku sehingga dengan vPertapaanku, saya dapat mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran."

Nigrodha, perhatikanlah, Pertapa yang mengekang Diri dengan Empat Macam Pengekangan (Catu Yama Samvaro), melenyapkan Lima Rintangan Batin (nivarana), telah memenuhi batinnya dengan Cinta Kasih (Maitri), Kasih Sayang (Karuna), Simpati (Mudita) dan Keseimbangan (Upekkha) yang di pancarkan ke seluruh dunia, dan sanggup mengingat kembali kehidupan-kehidupannya yang lampau dalam semua bentuk secara terrinci (pubbenivasanussatinana). Ia dengan Kekuatan Mata Sempurna (Dibba Cakkhu) Yang Suci, yang melampaui Kemampuan mata manusia biasa, melihat mahluk yang meninggal dari satu bentuk kehidupan dan terlahir kembali dalam bentuk kehidupan yang lain; Ia dapat mengenal kembali Orang Yang Luhur dan yang jahat,Orang Yang Baik dan yang buruk, Orang Yang Bahagiah dan orang yang menderita, yang meninggal dunia sesuai dengan perbuatan (Karma) mereka; Begitulah dan demikanlah orang-orang yang buruk, jahat dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, pencela Para Ariya, berpandangan sesat, mereka memperoleh Karma mereka sendiri yang di sebabkan oleh pandangan sesat, dan ketika mereka meninggal dunia, mereka terlahir kembali di beberapa alam, penuh penderitaan dan kesedihan. Tetapi bagi mahluk-mahluk yang baik dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, tidak mencela Para Ariya (Mahluk Suci), berpandangan benar, Mereka memperoleh Karma mereka sendiri yang di sebabkan oleh Pandangan Benar, dan ketika mereka meninggal dunia, mereka terlahir kembali di alam penuh bahagiah dan menyenangkan. Demikianlah dengan Kekuatan Mata Sempurna (Dibba Cakkhu) Yang Suci, yang melampaui Kemampuan mata manusia biasa, Ia melihat mahluk-mahluk yang meninggal dari suatu bentuk kehidupan dan terlahir kembali dalam bentuk kehidupan yang lain; Ia dapat mengenal kembali Orang Yang Luhur dan yang jahat, Orang Yang Baik dan yang buruk, Orang Yang Bahagiah dan orang yang menderita, yang meninggal dunia sesuai dengan perbuatan (Karma) mereka.

Nigrodha, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Apakah dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci atau tidak?"

"Bhante, tentu saja dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci dan bukan tidak suci, serta mencapai Tingkat Tertinggi dan mencapai Inti Kebenaran".

"Nigrodha, demikianlah Pertapaan mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran. Begitulah ketika engkau berkata kepada-Ku:'Bhante, apakah dalam Dhamma Sang Bhagava, dalam mana Ia melatih Para Siswa-Nya, Para Siswa Yang Terlatih itu mencapai Kebahagiaan dan menyatakan bahwa Dhamma Sang Bhagava merupakan penyokong Mereka Yang Paling Tinggi dan merupakan Prinsip Dasar Kebenaran? Saya katakan bahwa Dhamma itu merupakan Ajaran Tertinggi dan Paling Baik yang Saya Ajarkan kepada Para Siswa-Ku sehingga Mereka telah Saya latih mencapai Kebahagiaan dan menyatakan bahwa Dhamma Sang Bhagava merupakan penyokong Mereka Yang Paling Tinggi dan Prinsip Dasar dari Kebenaran."

Setelah Sang Bhagava berkata demikian, para pertapa pengembara menjadi ribut, berisik dan dengan riuh mereka berseru:"Dalam hal ini, kami dan para guru kami mengajarkan hal yang sia-sia. Kami tidak mengetahui apa-apa tentang Ajaran Mereka yang ternyata Lebih Tinggi dari ajaran kami."

Ketika Sandhana, Umat berumah tangga, menyadari:"Ternyata para pertapa pengembara ini walaupun menganut ajaran lain, namun mereka mengerti apa yang di katakan oleh Sang Bhagava". Lalu Sandhana berkata kepada nigrodha:"Baru saja kau berkata kepada-Ku:'Hai orang yang berumah tangga, perhatikanlah, kau tahu dengan siapa Samana Gotama bercakap-cakap? Dengan siapakah Ia berbincang-bincang? Berhubung dengan siapakah maka Ia mencapai Kebijaksanaan Yang Cemerlang? Kebijaksanaan Samana Gotama melemah karena kebiasaannya menyendiri. Ia tidak menguasai materi yang di bicarakan dalam pertemuan. Ia tidak siap bercakap-cakap. Ia hanya sibuk dengan hal-hal sepele. Bagai seekor sapi bermata satu yang berjalan melingkar-lingkar mengikuti tepian jalan saja, seperti itulah Samana Gotama, Sandhana, sesungguhnya bila Samana Gotama datang ke kelompok kami ini, dengan sebuah pertanyaan saja kami dapat mengalahkan-Nya. Ya, kami kira, kami dapat menggulingkan-Nya bagaikan tempa yang kosong."

Sekarang Sang Bhagava Arahat SamyakSamBuddha berada di antara Kita. Tunjukkanlah bahwa Beliau tidak menguasai materi yang di bicarakan dalam pertemuan. Tunjukkanlah bahwa Beliau bagaikan sapi bermata satu yang berjalan berputar-putar. Nyatakanlah bahwa dengan sebuah pertanyaan saja, kau dapat menundukkan Beliau dan dapat menggulingkan Beliau bagaikan tempa yang kosong."

Setelah Sandhana berkata demikian, Nigrodha duduk diam dengan perasaan kesal, membungkukkan badan serta kepala di tundukkan, terpekur dan membisu.

Ketika Sang Bhagava melihat keadaan nigrodha, Beliau berkata:"Nigrodha, apakah benar kau mengatakan hal-hal itu?"

"Bhante, benar. Saya mengatakan hal-hal itu, betapa bodoh saya ini, betapa dungu saya ini, saya salah".

"Nigrodha, bagaimana pendapatmu tentang hal-hal berikut ini? 'Apakah kau pernah mendengar dari para pertapa pengembara tua yang di hormati, guru-gurumu dan guru-guru dari para gurumu bahwa:'Mereka yang pada waktu yang lampau sebagai Arahat SamyakSamBuddha meramalkan bahwa Para Bhagava bila bertemu dalam suatu pertemuan biasanya berbicara dengan suara hiruk-pikuk, gaduh dan berisik, membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi pertapa seperti cerita tentang: raja-raja, politik, tentara, kepanikan, peperangan, minuman dan makanan, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kereta, desa, kampung, kota, negara, wanita, pahlawan, gosip pinggir jalan dan di tempat ambil air, hantu, iseng, spekulasi tentang dunia dan laut, serta tentang existensi dan non-existensi, seperti kamu sekalian dan guru-guru kamu sekalian lakukan sekarang?'
Atau apakah mereka berkata:'Para Bhagava menyenangi ketenangan dan tinggal di hutan di mana suara atau bunyi-bunyian tidak terdengar dan di mana angin dari padang rumput berhembus serta bebas dari keramaian orang-orang dan yang merupakan tempat yang sesuai untuk mengembangkan batin, seperti sekarang di lakukan oleh Sang Bhagava'.

123
Sutra Dharani Meterai Peti Sarira Seluruh Tubuh Rahasia Hati Semua Buddha

Sarvatathagatadhisthanahrdayaguhyadhatukaranndamudradharanisutra.

Demikianlah yang telah Kudengar. Sang Buddha sedang berdiam di Kolam Kegemilangan Berharga di Taman Tanpa Kekotoran, Negeri Magadha. Ia dikelilingi oleh kumpulan tak terhitung para bodhisattva serta pratyeka buddha tingkat tinggi, dewa, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kinnara, mahoraga, manusia, dan bukan manusia.

Pada saat itu hadirlah seorang Brahmana mulia dalam kumpulan itu yang bernama Tanpa Kekotoran dan Cahaya Mendalam. Ia merupakan seorang bijaksana dengan pengetahuan mendalam. Semua orang senang berjumpa dengannya. Ia telah berlindung pada Tiga Permata dan senantiasa melaksanakan sepuluh tindakan bajik. Hatinya selalu diliputi belas kasih dan bijaksana. Ia selalu berharap agar semua makhluk berada dalam keadaan sejahtera serta berkelimpahan.

Brahmana yang bernama Tanpa Kekotoran dan Cahaya Mendalam itu bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan mendekati Sang Buddha serta mengelilingi-Nya sebanyak tujuh kali (Pradaksina). Dipersembahkannya banyak bunga serta dupa pada Sang Buddha. Ia meletakkan jubah-jubah dan perhiasan sangat berharga di hadapan Sang Buddha. Ditundukkannya kepalanya sebagai tanda hormat ke Kaki Sang Buddha, lalu berdiri pada satu sisi seraya berkata, "Kami mengundang Yang Dijunjungi Dunia dan siapa saja yang hadir di tempat ini untuk menerima persembahan di tempat kediamanku besok pagi". Sang Buddha menerima undangan itu.

Sang brahmana memahami bahwa Sang Buddha menerima undangannya. Dengan segera ia kembali ke tempat kediamannya serta mempersiapkan seratus makanan dan minuman lezat malam itu. Dibersihkannya seluruh gedung dan ruangan, serta digantungkannya banyak panji-panji. Pagi berikutnya, ia membawa serta keluarganya sambil
membawa dupa dan bunga. Para pemain musik turut serta dalam rombongan tersebut. Mereka menghadap Sang Buddha dan berkata, "Telah tiba waktunya, silakan datang ke tempat kediamanku." Sang Buddha menyetujui apa yang dikatakan Brahmana Tanpa Kekotoran dan Suara Mendalam itu. Beliau mengumumkan pada semua yang hadir di tempat itu, Kalian semua hendaknya pergi ke rumah Brahmana ini guna menerima persembahan sehingga ia dapat memperoleh pahala Kebajikan Besar.Kemudian Buddha berdiri dari tempat duduk-Nya dan bersamaan dengan itu memancarlah cahaya aneka warna. Semua orang yang menyaksikannya ikut dan mulai berjalan.

Selanjutnya, sang Brahmana beserta keluarganya berjalan sambil membawa dupa serta bunga dengan penuh hormat. Demikian pula dengan naga surgawi, delapan kelompok makhluk dan Empat Maharaja Langit. Mereka berjalan di depan guna menjadi pembuka serta penunjuk jalan bagi Sang Buddha. Tidak berapa lama Sang Buddha berjalan, tibalah Ia di sebuah taman yang bernama Kaya.

Di sana terdapatlah Stupa tua yang rusak dan ditumbuhi oleh alang-alang dan rumput. Stupa itu terkubur dalam tumpukan ubin serta bebatuan. Ia nampak bagaikan seongok lumpur. Sang Buddha berjalan menuju stupa tersebut, yang memancarkan sinar gemilang. Terdengarlah suara pujian dari gundukan lumpur itu: "Bagus sekali, bagus sekali, Sakyamuni. Perjalanan-Mu hari ini merupakan saat yang sangat menguntungkan, dan engkau, wahai Brahmana, akan menerima pahala kebajikan luar biasa." Kemudian Sang Bhagava Buddha menghaturkan penghormatan pada Stupa itu dan berjalan mengelilingi-Nya searah jarum jam (Pradaksina). Sang Buddha mengambil jubah-Nya dan meletakkannya di atas gundukan lumpur tersebut. Ia menitikkan air mata dengan derasnya. Setelah menangis, Buddha tersenyum kembali. Pada saat itu, para Buddha dari sepuluh penjuru menyaksikan peristiwa tersebut dan meneteskan air mata pula. Mereka memancarkan sinar terang pada Stupa ini. Semua orang yang melihatnya menjadi gemetar dan bingung. Pada saat itu, Bodhisattva Vajrapani menitikkan air mata. Ia berjalan ke hadapan Sang Buddha dengan sikap hormat sambil membawa Vajranya dan bertanya:

"Mengapakah cahaya yang dipancarkannya begitu gemilang? Mengapakah Engkau menangis? Para Buddha dari sepuluh penjuru menampakkan diri dengan kecemerlangan yang sama. Kami berharap agar Tathagata menjawab pertanyaan-Ku di hadapan semua yang hadir di tempat ini."

Sang Bhagava memberitahu Vajrapani, "Tak terhingga Dharma Meterai Rahasia Dharani Hati terdapat dalam Stupa Kumpulan Sarira Seluruh Tubuh Buddha ini. Stupa ini benar-benar dipenuhi tanpa celah sedikitpun, sebanyak biji wijen; dengan ratusan dan ribuan koti Tubuh Buddha, yang banyak-Nya juga bagaikan biji wijen. Ratusan dan ribuan koti kumpulan Sarira seluruh Tubuh Buddha, bahkan 84.000 Dharma bersemayam dalam stupa ini. Sembilan juta sembilan ratus ribu  koti tak terhingga Sarira kepala Buddha juga terdapat di dalam-Nya. Karena musabab yang luar biasa inilah, tidak peduli di manapun Stupa ini berada, Ia memiliki daya batin yang manjur. Pahala kebajikannya sanggup mengabulkan seluruh dambaan duniawi."

Ketika hadirin mendengar apa yang dibabarkan Buddha tersebut. Mereka menghapuskan segenap kekotoran batin dan begitu pula dengan seluruh kekhawatiran dalam diri masing-masing. Mereka memperoleh mata Dharma yang murni. Mereka memperoleh buah hasil sesuai dengan kondisi batin dan timbunan pahala kebajikan mereka yang beraneka ragam. Beberapa orang mencapai tingkatan sakadagamin, shrotapanna, anagamin, arhat, pratyeka buddha, bodhisattva, avaivartas, serta kebijaksanaan sarvajnana. Selanjutnya ada pula yang mencapai tingkatan Bodhisattva pertama, kedua, hingga kesepuluh. Beberapa di antara mereka menyempurnakan enam paramita. Sang brahmana sendiri menghapuskan kekotoran batinnya dan merealisasi lima penembusan batin.

Ketika Bodhisattva Vajrapani menyaksikan hal yang ajaib ini, ia bertanya pada Sang Buddha, Bagus sekali, sungguh ajaib. Kami memperoleh manfaat pahala kebajikan luar biasa setelah mendengarnya. Jika kami mendengarkan Ajaran Kebenaran dan dengan segenap hati meyakininya, berapa besarkah jasa serta pahala kebajikan yang akan kami peroleh?

Buddha berkata, "Dengarlah wahai Vajrapani. Jika ada pria atau wanita serta empat kelompok siswa-Ku yang memiliki keyakinan di masa mendatang menuliskan Sutra ini, maka tindakan itu dapat disamakan dengan menyalin seluruh Sutra yang dibabarkan sembilan juta sembilan ratus ribu koti Buddha. Semua Buddha akan menjaganya laksana melindungi mata-Nya sendiri, atau bagaikan seorang ibu yang penuh belas kasih merawat anaknya. Apabila seseorang membaca Sutra ini, maka tindakan itu dapat disamakan dengan membaca semua Sutra yang dibabarkan para Buddha di masa lampau, sekarang, dan mendatang. Oleh karena itulah, sembilan juta sembilan ratus ribu koti Buddha, Yang Tercerahi, sebanyak biji wijen hadir semua-Nya tanpa celah sedikitpun. Mereka menampakkan diri guna melimpahkan berkah baik siang maupun malam pada orang ini. Semua Buddha yang jumlah-Nya bagaikan butiran pasir di sungai Ganga akan hadir, kendati para Buddha yang telah hadir sebelumnya masih belum meninggalkan tempat tersebut. Mereka datang bergiliran bagaikan pasir yang bergerak memutar dalam pusaran air. Mereka datang dan pergi tanpa henti. Jika seseorang mempersembahkan dupa, bunga, jubah indah, serta perhiasan yang elok dipandang pada Sutra ini, maka seluruh persembahan itu akan berubah menjadi bunga-bunga surgawi, jubah serta perhiasannya akan berubah menjadi benda-benda yang terbuat dari tujuh jenis permata di hadapan sembilan juta sembilan ratus ribu koti Buddha dari sepuluh penjuru alam semesta. Benda-benda ini akan berlipat ganda bagaikan Gunung Sumeru untuk dipersembahkan. Benih kebajikan yang mereka tanam juga sungguhlah besar."

Pada saat itu, para dewa, naga, delapan kelompok makhluk (Asta-Gatyah), manusia dan bukan manusia mendengar mengenai hal ini. Mereka merasa keheranan dan berkata satu sama lain, Begitu anehnya gundukan lumpur terbengkalai ini. Ia telah berubah wujud secara batin karena berkah para Buddha. Vajrapani bertanya pada Buddha kembali, "Yang Dijunjungi Dunia, mengapa Stupa Tujuh Permata itu menjadi gundukan lumpur sekarang?"

Buddha berkata pada Vajrapani, "Ini bukanlah gundukan lumpur sama sekali. Ia merupakan Stupa Agung Yang Sangat Indah. Stupa itu tidak muncul karena pengaruh karma buruk orang yang melihatnya. Stupa itu tak terlihat tetapi keseluruhan tubuh Buddha yang tersimpan di dalamnya tidak dapat rusak. Bagaimana mungkin Tubuh Vajra seorang Buddha dapat dihancurkan? Setelah Aku parinirvana, pada masa kemerosotan dan kekacauan; jika umat manusia melakukan tindakan-tindakan jahat, mereka akan terjerumus ke neraka. Mereka tidak meyakini Tiga Permata. Mereka tidak menanam akar kebajikan. Buddhadharma akan hilang karena hal ini. Tetapi Stupa yang kuat dan kokoh ini tidak akan hancur karena berkah kekuatan batin semua Buddha. Para makhluk yang diliputi pandangan salah diselubungi oleh karma buruk. Mereka menyia-nyiakan permata berharga dan tidak tahu bagaimana memanfaatkannya. Itulah yang menyebabkan aku menangis hari ini dan begitu pula dengan semua Buddha lainnya."

Buddha memberitahu lebih jauh pada Vajrapani, "Jika ada orang yang menyalin sutra ini dan meletakkannya ke dalam sebuah stupa, maka stupa itu akan menjadi Stupa Gudang Vajra semua Buddha. Ia juga merupakan Stupa Berkah Rahasia Hati Dharani Semua Buddha. Ia merupakan Stupa sembilan juta sembilan ratus ribu koti Buddha. Ia juga merupakan stupa puncak mahkota (usnisha) dan Mata Semua Buddha. Stupa ini akan dilindungi oleh kekuatan batin semua Buddha. Apabila ada orang yang meletakkan Sutra ini ke dalam suatu stupa atau patung Buddha, patung itu akan menjadi terbuat dari tujuh permata, serta memiliki daya kekuatan sehingga dapat mengabulkan semua dambaan. Payung, tirai, jala, roda, piring, genta, alas, dan anak tangga akan tercipta dengan kekuatan. Benda-benda yang terbuat dari lumpur, kayu, batu, atau bata akan berubah menjadi Tujuh Permata berharga karena kekuatan Sutra ini. Semua Buddha akan menambahkan daya kekuatan-Nya yang tak terhingga dan tanpa henti memberkahi Sutra ini dengan sabda-sabda murni.Jika ada orang yang menghaturkan hormat di hadapan Stupa ini lalu mempersembahkan dupa dan bunga pada Stupa ini, kesalahan berat selama delapan juta kalpa akan dihapuskan. Ia akan terhindar dari semua bencana dalam kehidupannya. Ia akan terlahir kembali dalam keluarga yang beragama Buddha setelah akhir hidupnya. Apabila ada orang yang seharusnya terjerumus ke dalam neraka Avici, namun menghaturkan penghormatan pada Stupa ini satu kali saja atau berjalan mengelilingi-Nya searah jaruh jam, maka gerbang neraka akan tertutup baginya dan jalan menuju Bodhi akan terbuka. Semua Buddha akan memberkahi dengan kekuatan batin-Nya pada tempat-tempat di mana terdapat stupa-stupa atau gambar Buddha. Tidak ada angin topan, badai, dan halilintar yang membahayakan akan menimpa. Tidak ada ular berbisa, cacing berbahaya, serta hewan beracun lainnya akan dapat melukai. Tidak ada singa, gajah gila, harimau, serigala, dan lebah liar akan melukai. Tidak ada kepanikan yang disebabkan oleh makhluk halus yaksha, raksasa, putana, kritya, khumbandas, preta, pisacasa, mahluk mengerikan, atau penyakit ayan. Tidak akan ada penyakit baik karena serangan hawa dingin atau panas, tidak pula berjangkit penyakit lilou, tanzhu, borok, atau skabies. Seseorang akan terhindar dari bencana hanya dengan semata-mata memandang pada Stupa ini. Tidak ada wabah penyakit yang akan menimpa manusia, kuda, hewan, anak laki-laki dan perempuan. Mereka tak akan mengalami kematian tak wajar. Mareka tak akan terluka oleh senjata tajam, air, dan api. Mereka tidak akan dicelakai oleh para perampok, pencuri, ataupun musuh. Mereka tak akan menderita karena kelaparan atau kemiskinan. Tidak ada serangan gaib dan makhluk halus jahat serta mengerikan yang sanggup mencelakakan mereka. Empat Maharaja Langit beserta pengikutnya akan melindungi mereka seharian dan malam. Para Jenderal yaksha dari keduapuluh delapan bagian beserta matahari, rembulan, panji lima bintang, dan bintang-bintang berekor akan melindungi mereka seharian dan malam. Seluruh raja naga akan mengumpulkan uap air untuk membuat hujan turun pada waktunya. Seluruh makhluk surgawi, termasuk dari Surga Tavatimsa akan datang tiga kali guna menghaturkan persembahan."

124
Sutta Vinaya / Re: UDUMBARIKA SUTRAM
« on: 16 February 2009, 04:03:22 PM »
Demikian pula, karena ia mendapat hadiah-hadiah, perhatian dan kemasyuran, ia mabuk dan menjadi ketagihan, ia lambat laun menjadi lalai. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan. Nigrodha, begitu pula, ketika seseorang pertapa melaksanakan pertapaan, ia membeda-bedakan makanan dengan berkata:"Ini sesuai untukku, itu tidak sesuai untukku. Itu saya tolak. Dengan adanya makanan yang di sukainya itu, ia bertambah rakus dan ketagihan, terikat pada makanan seperti itu, tidak melihat adanya bahaya dengan sikapnya ini, berpendapat bahwa sikapnya ini tidak berbahaya dan ia menikmatinya. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

"Nigrodha, demikian pula, karena keinginannya untuk mendapat hadiah, perhatian dan kemasyuran, ia berpikir:'Para Raja akan memperhatikanku, dan begitu pula dengan para menteri mereka, juga para bangsawan, para brahmana, para pendiri sekolah-sekolah dan para keluarga yang ada dalam kerajaan raja-raja itu. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Demikian pula, nigrodha, ada pertapa yang kesal terhadap beberapa brahmana dan pertapa tertentu dengan berkata:'Orang itu hidup dari berbagai hasil tumbuh-tumbuhan seperti umbi-umbian, buah yang muncul dari batang pohon, buah yang muncul dari bonggol pohon, buah yang berbuah dari ranting dan biji-bijian, ke lima macam buah ini di makannya dengan di kunyah. Berdasarkan hal-hal ini, orang-orang menyebutnya 'orang suci' (samana). Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, begitu pula, seorang pertapa melihat brahmana dan pertapa tertentu menerima perhatian, penghormatan, pelayanan serta mendapat dana dari para penduduk, setelah melihat hal ini, pertapa tersebut berpikir:'Para penduduk memperhatikan orang yang hidup berfoya-foya, mereka menghormat dan melayaninya serta memberinya dana. Sedangkan saya seorang pertapa yang hidup dalam pertapaan tidak di perhatikan, tidak di hormati, tidak dilayani serta tidak di beri dana oleh mereka'. Karena itu, ia merasa iri dan benci kepada para penduduk. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, begitu pula, seorang pertapa yang mencari-cari perhatian dalam masyarakat umum merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, juga, pertapa yang pada waktu menerima dana makanan dengan cara menyelinap di antara orang-orang, seolah-olah mau menyatakan:'Cara ini merupakan bagian dari pertapaanku'. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, begitu pula dengan para pertapa yang bersifat sembunyi. Karena bila di tanya:'Apakah anda menyetujui hal ini?' Sesungguhnya ia tidak setuju, tetapi ia berkata:'Ya'. Atau ia setuju, tetapi ia berkata:'Tidak setuju'. Jadi ia dengan sadar berdusta mengatakan yang sebaliknya dari apa yang di pikirkannya. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, demikian pula ketika Tathagata atau Siswa Tathagata menguraikan Dharma dengan cara yang patut di perhatikan, tetapi para pertapa tertentu itu tidak memperhatikan-Nya. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, ada pula pertapa yang mudah marah dan membenci. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, ada juga pertapa yang bersifat munafik, penipu, pendendam dan iri, ia licik, curang, keras kepala dan congkak, ia senang dengan keinginan-keinginan jahat dan di kuasai oleh sifat-sifat jahat itu. Ia berpandangan sesat, mempercayai ajaran agama yang meta-empiris, salah mengerti dengan apa yang di alaminya, ia tamak dan bertindak bertentangan dengan kehidupan pertapaan. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

Nigrodha, dalam hal ini, bagaimana pendapatmu? Apakah hal-hal ini merupakan hal-hal yang salah dalam pertapaan menyiksa diri atau tidak?

"Bhante, sesungguhnya hal-hal ini merupakan kesalahan-kesalahan dalam pertapaan menyiksa diri. Bhante mungkin sekali seorang pertapa memiliki semua macam kesalahan ini, atau memiliki beberapa kesalahan, atau hanya memiliki satu kesalahan".

Nigrodha, sekarang Kita lihat hal-hal yang sebaliknya, yang ada pada pertapa yang melaksanakan Pertapaan. Dengan melaksanakan Pertapaan, Ia tidak sombong dan begitu pula ketika tujuannya tercapai. Demikianlah Ia pada tingkat itu menjadi suci. Begitu pula ketika Pertapa berhasil dalam Pertapaannya, Ia tidak menjadi congkak atau merendahkan orang lain. Ia tidak mabuk, kecanduan maupun kurang waspada. Ia tidak membanggakan dirinya atau terpengaruh oleh hadiah-hadiah, perhatian maupun pujian; Ia tidak memuji dirinya sendiri atau menghina orang lain atau pun Ia menjadi tergila-gila, ketagihan atau lalai. Ia tidak membeda-bedakan makanan dengan berkata:'Ini cocok untukku, ini tidak cocok untukku'. Menolak makanan yang tidak di sukai tetapi rakus pada makanan yang disukai serta melekat dan menikmati makanan itu tanpa melihat bahaya dari makanan itu atau memikirkan bahwa makanan itu dapat mencelakakannya. Ia tidak berkeinginan untuk mendapat hadiah, perhatian, kemasyuran serta penghormatan dari raja dan para menteri, bangsawan, brahmana, para pemuka masyarakat atau para pendiri kelompok keAgamaan.

Demikian pula Ia tidak merasa kesal terhadap brahmana dan pertapa tertentu dengan berkata:"Orang itu hidup dari berbagai hasil tumbuh-tumbuhan seperti umbi-umbian, buah yang muncul dari batang, buah yang muncul dari bonggol, ranting dan biji-bijian, ke lima macam buah ini di makannya dengan di kunyah, dan berdasarkan hal ini, orang-orang menyebutnya 'orang suci' (samana). Ketika Ia melihat beberapa brahmana dan pertapa tertentu menerima perhatian, penghormatan, pelayanan dan dana dari para penduduk, setelah melihat hal-hal ini, Ia tidak berpikir:'Para penduduk memperhatikan orang yang hidup berfoya-foya, mereka menghormat dan melayani serta memberinya dana. Sedangkan saya seorang pertapa yang hidup dalam pertapaan tidak di perhatikan, tidak di hormati, tidak dilayani dan tidak di beri dana oleh mereka'. Ia tidak merasa iri atau pun benci kepada penduduk. Ia tidak mencari perhatian dari masyarakat. Ia tidak pernah pergi menyelinap di antara orang-orang dengan seolah-olah menyatakan:'Cara ini merupakan bagian dari cara pertapaanku'. Ia tidak bersifat sembunyi. Karena bila di tanya jika Ia setuju, Ia menjawab setuju sebab Ia memang setuju; sedangkan bila Ia tidak setuju maka Ia menjawab tidak setuju. Ia menghindarkan Dirinya dari kebohongan".

Begitu pula ketika Tathagata atau Siswa Tathagata menguraikan Dhamma dengan cara yang patut di perhatikan, Ia memperhatikan-Nya. Ia pun tidak mudah marah dan membenci. Ia tidak munafik, tidak menipu, tidak mendendam dan tidak iri, ia tidak licik, ia tidak curang, tidak keras kepala dan tidak sombong. Ia tidak menyukai pikiran-pikiran jahat dan tidak dikuasai oleh sifat-sifat jahat. Ia tidak berpandangan sesat, tidak mempercayai ajaran agama yang meta-empiris, tidak salah mengerti dengan apa yang di alaminya, Ia tidak tamak dan tidak bertindak bertentangan dengan kehidupan sebagai pertapa.

Nigrodha, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Apakah dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci atau tidak?"

"Bhante, tentu saja dengan hal-hal ini Pertapaan menjadi Suci dan bukan tidak suci, serta mencapai Tingkat Tertinggi dan mencapai Inti Kebenaran".

Nigrodha, tidak, Pertapaan seperti ini belum mencapai Tingkat Tertinggi, juga belum mencapai Inti Kebenaran, karena Cara ini baru mencapai Bagian Luar saja."

"Bhante, dengan Cara apa maka suatu Pertapaan mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran? Alangkah baiknya bila Sang Bhagava membimbingku sehingga dengan Pertapaanku, saya dapat mencapai Tingkat Tertinggi serta mencapai Inti Kebenaran."

Nigrodha, perhatikanlah, Pertapa yang mengekang Diri dengan Empat Macam Pengekangan (Catu Yama Samvaro), dan apakah Empat Macam Pengekangan itu? Itu adalah jika Seorang Pertapa tidak melukai mahluk hidup atau menyebabkan mahluk hidup terluka, maupun Ia menyetujui mahluk hidup di lukai. Ia tidak mengambil barang yang tidak di berikan atau menyetujui orang lain melakukannya. Ia tidak berdusta, atau pun menyebabkan kebohongan, maupun menyetujui orang lain berdusta. Ia tidak ingin memuaskan nafsu inderiyanya maupun menyetujui orang lain melakukannya. Nigrodha, dengan memenuhi Empat Macam Pengekangan ini, maka Ia telah mengekang dirinya.

Bagi Dia yang telah mengekang Dirinya dan Pertapaannya di dasarkan pada Pengekangan Diri seperti ini, Ia maju dan tidak akan kembali melakukan hal-hal rendah. Ia memilih tempat tenang untuk bermeditasi-- dalam hutan, di bawah pohon, di lereng gunung, di celah gunung, dalam gua gunung, di tempat pembakaran mayat atau di atas tumpukan jerami yang berada di tempat terbuka. Setelah kembali menerima dana makanan dan setelah makan, Ia duduk bersila dengan tubuh tegak, pikiran penuh semangat dan waspada, Ia melepaskan kehidupan duniawi, maka batinnya bebas dari ikatan kehidupan duniawi, Ia mensucikan batinnya dari keserakahan. Ia melenyapkan kebencian maka batinnya bebas dai kebencian dan batinnya di liputi oleh cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua mahluk, dan Ia mensucikan batinnya dari kejahatan. Ia melenyapkan kemalasan dan kelalaian, Ia sadar, waspada dengan pikiran terpusat, Ia mensucikan batinnya dari kemalasan dan kelalaian, Ia melenyapkan kegelisahan dan kekhawatiran maka Ia bebas dari perasaan tegang, dengan pikiran yang tenang Ia mensucikan batinnya dari kegelisahan dan kekhawatiran. Ia melenyapkan keragu-raguan, Ia hidup bagaikan orang yang telah bebas dari kekacauan batin dan batinnya dalam kebaikan, Ia mensucikan batinnya dari keragu-raguan.

125
Sutra Mahayana / Anuparindana Parivartah Dharmaparyaya Suttram
« on: 16 February 2009, 04:00:07 PM »
SUTTA BUNGA TERATAI DARI KEGHAIBAN HUKUM KESUNYATAAN YANG MENAKJUBKAN

BAB XXVII


Namo Bhagavate Arya Tara
AKHIR PASAMUAN

Pada saat itu Sang Sakyamuni Buddha bangkit dari tempat duduk Hukum-Nya untuk memperlihatkan Kekuatan Ghaib, dan meletakkan Tangan kanan-Nya diatas kepala-kepala dari Para Bodhisattva-Mahasattva yang tak terhitung jumlah-Nya serta bersabda demikian :
“Selama ratusan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tanpa hitungan, Aku telah melaksanakan Hukum Kesunyataan Penerangan Agung yang aneh ini. Sekarang Aku percayakan kepada kalian. Sebar luaskanlah Hukum Kesunyataan ini dengan sepenuh hati Kalian dan tingkatkan serta suburkanlah di seluruh pelosok alam semesta.”

Dengan sikap yang sama, sebanyak tiga kali Beliau meletakkan Tangan-Nya diatas kepala Para Bodhisattva-Mahasattva dan bersabda demikian :”Selama ratusan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tanpa hitungan telah Aku jalankan Hukum Kesunyataan Penerangan Agung yang aneh ini. Sekarang Aku percayakan Hukum Kesunyataan itu kepada kalian. Terimalah dan peliharalah, baca dan hafalkanlah serta maklumkanlah Sutra ini secara luas sehingga semua umat seluruhnya dapat mendengar dan mengetahui-Nya. Karena Sang Tathagata adalah Maha Pengasih dan Penyayang, tidak loba dan tidak kikir, Beliau mampu dengan tiada gentar memberikan Kebijaksanaan Sang Buddha, Kebijaksanaan Sang Tathagata, dan Kebijaksanaan Pribadi Diri kepada semua mahluk hidup. Ikutilah dan pelajarilah juga contoh-contoh Sang Tathagata untuk tidak menjadi manusia loba dan kikir.

Jika didalam masa-masa yang mendatang terdapat putera maupun puteri yang baik yang mempercayai Kebijaksanaan Tathagata, maka maklumkanlah Sutra Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini kepada mereka sehingga mereka dapat mendengar dan mengetahui-Nya supaya mereka semua dapat memperoleh Kebijaksanaan Sang Buddha. Seandainya terdapat para umat yang tidak mempercayai-Nya, kalian perlihatkanlah dan ajarilah, selamatkan dan gembirakanlah mereka dengan Hukum-Hukum Kesunyataan Sang Tathagata lainnya yang penuh Kebijaksanaan. Jika kalian mampu berbuat demikian, maka kalian telah membalas kemarahan Para Buddha.”

Setelah Para Bodhisattva-Mahasattva ini mendengar Wejangan yang diberikan oleh Sang Buddha itu, Mereka diliputi kegembiraan yang meluap-luap serta menghormati-Nya dengan membungkukkan tubuh dan menundukkan kepala, dan dengan tangan terkatup Mereka memuji Sang Buddha dengan berbareng :” Kami semua akan melaksanakan apa yang Engkau Titahkan. Wahai Yang Maha Agung ! Janganlah Engkau khawatir.” Dengan sikap yang sama, Para Bodhisattva-Mahasattva ini berkata dengan suara bulat sebanyak tiga kali:” Kami akan melaksanakan apa yang Engkau Titahkan. Wahai Yang Maha Agung ! Janganlah Engkau khawatir.”

Kemudian Sang Sakyamuni Tathagata Arhan SamyakSamBuddha menitahkan Semua Tathagata Arhat SamyakSamBuddha yang telah datang dari segala penjuru agar masing-masing kembali keTanah-Nya Sendiri-Sendiri seraya bersabda : “Wahai Para Tathagata ! Sejahteralah Kalian. Biarlah Stupa dari Prabhutaratna berlimpah kembali seperti semula.”

Ketika kata-kata ini terucapkan, Ribuan Para Buddha yang telah datang dari segala penjuru yang sedang duduk diatas Tahta-Tahta Singa dibawah Pepohonan Permata begitu juga Sang Buddha Prabhutaratna, kelompok para Bodhisatva yang jumlah-Nya sebanyak asamkhyeya yang tak terbatas, Sang Visishtakaritra serta asamkhyeya Bodhisattva Mahasattva lain-Nya, juga Para Maha Sravaka dan keempat Kelompok Pendengar, Sang Sariputra dan lain-lain-Nya, serta seluruh dunia para dewa, manusia, asura dan sebagainya, demi mendengar khotbah Sang Buddha itu, semua-Nya sangat bersuka-cita.

Demikianlah Yang Maha Suci  Sutra Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Akhir Pesamuan, Bab 27.

126
Sutta Vinaya / UDUMBARIKA SUTRAM
« on: 16 February 2009, 03:56:54 PM »
Suttantapitake, Dighanikayo, Tatiya Bhago, Pathikavaggo 1

Namo tassa bhagavato arahato sammà sambuddhassa

UDUMBARIKA SUTTA

Demikian yang telah Kami dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Puncak Gijjhakuta dekat Rajagaha. Ketika itu, pertapa pengembara Nigrodha bersama 3.000 muridnya tinggal sementara di Aramaparibbajaka Udumbarika. Pada waktu itu pula, di sore hari Sandhana keluar dari Rajagaha untuk menemui Bhagava. Tapi sementara berjalan Ia berpikir: Tidak tepat bagi-Ku untuk menemui Bhagava sekarang karena Beliau sedang istirahat. Begitu pula Para Bhikkhu sedang bermeditasi. Lebih baik Saya pergi ke Aramaparibbajaka Udumbarika untuk menemui pertapa nigrodha. Demikian itu yang dilakukan Sandhana.

Pada waktu itu pertapa nigrodha sedang duduk dengan sejumlah besar pengikutnya yang sedang bercakap-cakap dengan ribut dan berteriak-teriak, mereka membicarakan hal-hal yang tak bermanfaat bagi pertapa seperti cerita tentang: raja-raja, politik, tentara, kepanikan, peperangan, minuman dan makanan, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kereta, desa, kampung, kota, negara, wanita, pahlawan, gosip pinggir jalan dan di tempat ambil air, hantu, iseng, spekulasi tentang dunia dan laut, serta tentang adanya kehidupan dan tidak adanya kehidupan.

Ketika pertapa pengembara nigrodha melihat Sandhana yang sedang mendatanginya, ia memerintahkan para pengikutnya dengan berkata:"Saudara-saudara, diam dan jangan ribut, lihatlah Sandhana, Murid Samana Gotama, datang. Sandhana adalah salah Seorang Siswa berbaju putih dari Samana Gotama yang tinggal di Rajagaha, Siswa-Siswa Samana Gotama menyukai Ketenangan, mereka dilatih dalam Ketenangan, mereka memuji Ketenangan. Alangkah baiknya jika Ia melihat betapa tenang kelompok kita, Ia akan merasa cocok dan akan mengikuti kita." Setelah ia berkata demikian, para pertapa itu diam.

Sandhana berjalan mendekati pertapa pengembara nigrodha dan ketika mereka bertemu Ia memberi salam kepada pertapa pengembara nigrodha lalu duduk di sampingnya. Setelah duduk Sandhana berkata kepada pertapa pengembara nigrodha:"Cara bicara dalam pertemuan dan pandangan para pertapa yang mulia berbeda dengan apa yang dilakukan dan dianut oleh Sang Bhagava. Mereka bercakap-cakap dengan ribut dan berteriak-teriak, mereka membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi pertapa seperti cerita tentang:raja-raja, politik, tentara, kepanikan, peperangan, minuman dan makanan, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kereta, desa, kampung, kota, negara, wanita, pahlawan, gosip pinggir jalan dan di tempat ambil air, hantu, iseng, spekulasi tentang dunia dan laut, serta tentang existensi dan non-existensi. Tetapi Sang Bhagava menyenangi Ketenangan dan tinggal di hutan dimana suara atau bunyi-bunyian tidak terdengar dan dimana angin dari padang rumput  berhembus serta bebas dari keramaian orang-orang yang merupakan tempat yang sesuai untuk mengembangkan batin bagi setiap orang."

Setelah Sandhana bicara, nigrodha menjawab:"Hai orang yang berumah tangga, perhatikanlah, kau tahu dengan siapa Samana Gotama bercakap-cakap? Dengan siapakah Ia berbincang-bincang? Berhubung dengan siapakah maka Ia mencapai Kebijaksanaan Yang Cemerlang? Kebijaksanaan Samana Gotama melemah karena kebiasaannya menyendiri. Ia tidak menguasai materi yang di bicarakan dalam pertemuan. Ia tidak siap bercakap-cakap. Ia hanya sibuk dengan hal-hal sepele. Bagai seekor sapi bermata satu yang berjalan melingkar-lingkar mengikuti tepian jalan saja, seperti itulah Samana Gotama, Sandhana, sesungguhnya bila Samana Gotama datang ke kelompok kami ini, dengan sebuah pertanyaan saja kami dapat mengalahkan-Nya. Ya, kami kira, kami dapat menggulingkan-Nya bagaikan tempa yang kosong."

Pada saat itu dengan Telinga Sempurna (Dibba Sota) yang melampaui kemampuan manusia biasa Sang Bhagava mendengar percakapan antara Sandhana dan pertapa pengembara nigrodha. Beliau turun dari puncak Gijjhakuta pergi ke Moranivago yang terletak di tepi sungai Sumagadha, di tempat yang terbuka ini, Beliau berjalan ke sana ke mari. Pertapa pengembara nigrodha melihat Sang Bhagava yang sedang berjalan-jalan itu dan memerintahkan para pengikutnya dengan berkata:"Saudara-saudara, diam dan jangan bersuara. Samana Gotama sedang berjalan-jalan di Moranivago di tepi sungai Sumagadha. Pertapa itu menyukai Ketenangan, Mereka memuji Ketenangan. Alangkah baiknya jika Ia melihat kelompok kita yang tenang, Ia akan merasa cocok dan menjadi anggota kita. Jika Samana Gotama datang ke sini, kita dapat menanyakan pertanyaan berikut ini:' Bhante, Ajaran Dhamma apakah yang Sang Bhagava ajarkan kepada Para Siswa Beliau sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan, dan menyatakan Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya).' "
Setelah ia mengatakan hal itu, para pertapa diam.

Kemudian Sang Bhagava mendatangi pertapa pengembara nigrodha yang lalu segera berkata kepada Beliau:"Selamat datang Sang Bhagava, Sang Bhagava silakan ke mari, lama sekali bagi Sang Bhagava untuk mendapatkan kesempatan ke sini. Bhante, silakan duduk di Tempat duduk yang telah tersedia dan pertapa pengembara nigrodha duduk disebuah tempat yang lebih rendah di samping Beliau. Setelah pertapa pengembara nigrodha duduk, Sang Bhagava berkata kepadanya:"Nigrodha, apakah yang anda sekalian bicarakan dengan duduk bersama-sama di sini yang telah terhenti karena Saya ke sini?"

Pertapa pengembara nigrodha menjawab pertanyaan Sang Bhagava dengan berkata:"Bhante, baru saja kami melihat Sang Bhagava berjalan-jalan di Moranivago di tepi sungai Sumagadha. Setelah melihat Sang Bhagava, kami berkata:'Jika Samana Gotama datang ke sini, kami akan bertanya kepada-Nya, 'Bhante, Ajaran Dhamma apakah yang Sang Bhagava ajarkan kepada Siswa Beliau sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan dan menyatakan bahwa Mereka memiliki Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya)?' "

"Nigrodha, sulit sekali bagi seseorang yang berpandangan lain, memiliki kepercayaan lain, memiliki keyakinan lain, dan yang tanpa memiliki Ajaran dan Cara Saya mengajar Para Siswa-Ku sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan dan menyatakan bahwa Mereka memiliki Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya). Nigrodha, sebaiknya Kita membicarakan ajaranmu yang berkenaan dengan pelaksanaannya dalam kehidupan, yaitu:'Apa yang dicapai dan apa yang tidak dicapai dalam melaksanakan pertapaan dengan menyiksa diri."

Setelah Sang Bhagava berkata demikian, para pertapa pengembara dengan nyaring berseru:"Bhante, hebat sekali ! Bhante, menakjubkan sekali Kemampuan dan Kehebatan Samana Gotama yang memiliki Ajaran Sendiri dan mengajak membicarakan ajaran orang lain !"

Pertapa pengembara nigrodha menyuruh para pertapa itu diam, dan ia berkata kepada Sang Bhagava:"Bhante, kami melaksanakan pertapaan menyiksa diri dan kami berpendapat bahwa cara ini akan merupakan inti ajaran serta kami patuh pada ajaran ini. Apakah yang di capai dan apakah yang tidak di capai dengan pertapaan menyiksa diri ini?"

"Nigrodha, misalnya ada seorang pertapa telanjang yang memiliki kebiasaan yang tak teratur, menjilati tangannya, ia tidak belajar atau tinggal bersama seorang guru, ia tidak menerima sesuatu yang langsung di berikan kepadanya, ia tidak menerima makanan yang di masak dalam belanga, makanan yang di hasilkan dari bahan yang di tumbuk dengan menggunakan lesung dan alu atau makanan yang di buat dari tepung yang di giling. Ia tidak menerima makanan dari tempat makanan yang di pakai bersama oleh dua orang. Ia tidak menerima makanan dari wanita hamil, dari ibu yang masih menyusui anak, atau dari wanita yang masih di liputi oleh nafsu berahi. Ia tidak menerima makanan yang di kumpulkan pada musim panas. Ia tidak menerima makanan di tempat ada anjing dan lalat berkerumun. Ia tidak menerima ikan atau daging. Ia tidak menerima atau minum minuman keras, alkohol, atau minuman yang di buat dari biji-bijian. Ia menerima makanan dari satu keluarga saja atau ia hanya makan sesuap nasi; Ia menerima makanan dari dua keluarga atau hanya makan dua suap nasi; Ia menerima makanan dari tujuh keluarga atau hanya makan tujuh suap nasi. Ia mempertahankan hidupnya hanya dengan menerima dana makanan satu, dua atau tujuh kali. Ia makan sekali sehari, makan sekali dua hari, atau makan sekali seminggu. Demikianlah caranya ia terikat dengan peraturan makan pada waktu tertentu sampai pada hanya makan sekali dalam tiap minggu. Ia makan sayur-sayuran, nasi kasar, biji-bijian berminyak, rumput, tahi sapi, buah-buahan, akar-akaran di hutan atau buah yang jatuh. Ia mengenakan pakaian dari kain yang kasar, kain halus bercampur dengan kain kasar, kain yang diambil dari sisa pembakaran mayat, potongan-potongan kain sisa, pakaian yang di buat dari kulit pohon tirita; atau ia mengenakan kulit kijang, kulit berbelang, pakaian yang di buat dari rumput kusa
, kulit pohon atau potongan-potongan kain kecil. Ia mengenakan pakaian yang di buat dari rambut manusia, rambut kuda atau pakaian yang di buat dari bulu burung hantu. Ia adalah orang yang mencabuti janggut dan rambutnya. Ia melaksanakan cara berdiri tegak dan jongkok yang lama, ia terikat dengan melaksanakan cara berdiri dan jongkok. Ia tidur diatas dipan berduri, dipan di beri paku atau duri. Ia tidur di dipan papan, di atas tanah, atau ia tidur hanya pada satu sisi. Ia adalah orang yang menutupi dirinya dengan debu atau lumpur. Ia tinggal di alam terbuka. Ia duduk di mana saja. Ia makan kotoran dan ia terikat pada cara makan kotoran. Ia tidak minum air dingin dan ia terikat pada cara tidak minum air dingin. Ia hanya tidur pada masa ke tiga (pukul 02.00 - 06.00). Bagaimana pendapatmu tentang hal ini, nigrodha? Jika hal-hal ini benar, apakah pertapaan menyiksa diri dilaksanakan atau tidak?"

"Bhante, sesungguhnya bila hal-hal ini benar, maka pertapaan menyiksa diri telah dilaksanakan dan bukan sebaliknya."

"Nigrodha, Saya tegaskan bahwa pertapaan menyiksa diri yang dilaksanakan seperti itu ada beberapa kesalahan."

"Bhante, dengan cara apa Saudara menegaskan bahwa hal itu ada kesalahan?"

"Nigrodha, ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan, dan setelah ia melaksanakannya, ia merasa puas, karena tujuannya terpenuhi. Hal ini merupakan suatu kesalahan dalam pertapaan. Nigrodha, demikian pula ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan dan setelah melaksanakannya ia memuji dirinya sendiri serta memandang rendah pertapa lain. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan. Nigrodha, begitu pula ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan, ia mendapat hadiah-hadiah, perhatian dan kemasyuran. Karena itu, ia merasa puas karena tujuannya tercapai. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan. Juga, setelah ia mendapat hadiah-hadiah, perhatian dan kemasyuran, ia memuji dirinya sendiri dan memandang rendah pertapa lain. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.

127
Sutra Mahayana / Re: Punyaparyaya Parivartah Dharmaparyaya Suttram
« on: 16 February 2009, 03:54:44 PM »
Atau ia yang selalu rajin dan bersemangat,
Senantiasa teguh kemauan dan ingatannya,
Dan selama ribuan koti kalpa yang tanpa batas
Dengan seluruh jiwa yang tidak pernah menyerah,
Dan selama kalpa-kalpa yang tanpa hitungan,
Berdiam di tempat yang terpencil,
Baik tinggal maupun berkelana,
Mencegah tidur dan senantiasa memusatkan jiwanya;
Dialah yang dengan sarana ini
Mampu menguasai meditasi
Dan selama 80 ribu koti kalpa
Dengan tenang tinggal disitu dengan jiwa yang teguh;

Dia yang memelihara kebahagiaan rasa tunggal ini,
Dengan rela hati rnencari Jalan Agung seraya berkata:
“Aku akan mencapai segala pengetahuan.
Dan maju terus sampai titik meditasi yang tertinggi.”

Orang seperti inilah yang selama ratusan ribu Koti kalpa,
Menjalankan perbuatan-perbuatan mulia
Seperti yang telah dijelaskan diatas;
Seandainya terdapat putera-puteri yang baik
Yang mendengarkan Aku menyatakan keabadian hidup-Ku,
Mempercayai-Nya meskipun dengan secuil keyakinan saja,

Pahala orang ini melampauinya
Jika seseorang bebas sepenuhnya
Dari segala bimbang dan kekhawatiran
Dan didalam relung hatinya mempercayai-Nya
meskipun hanya sekejap,
Sedemikian jugalah pahalanya.

Jika terdapat para Bodhisattva yang
Telah mengikuti Jalan Mulia selama banyak kalpa yang tak terhitung
Dan mendengar permakluman-Ku tentang Keabadian hidup-Ku,
Mereka akan mampu mempercayai-Nya dengan penuh keyakinan;
Orang-orang semacam ini
Akan menundukkan kepala-Nya untuk menerima Sutra Dharmaparyaya ini
Dan berkata “Semoga Kita di masa mendatang, Berusia panjang untuk
menyelamatkan semua mahluk.”

Seperti Sang Buddha sekarang ini
Yang menjadi Raja dari para Sakya,
Diatas teras kebijaksanaan-Nya mengangkat suara nyaring,
Mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan tanpa merasa gentar,

Semoga demikianlah juga Kita dimasa yang mendatang,
Dimuliakan dan dipuja oleh semua umat,
Bila duduk diatas teras kebijaksanaan,
Dengan cara yang serupa Kita nyatakan lamanya masa hidup !“

Seandainya terdapat seseorang yang berjiwa mulia,
Suci dan luhur,
Terpelajar dan mampu memelihara Kebenaran,
Yang memahami makna Ajaran-Ajaran Sang Buddha,
Orang-orang seperti ini
Tidak akan memiliki keraguan tentang Ajaran ini”

“Lagi, wahai Ajita ! Seandainya seseorang mendengar tentang lamanya masa hidup Sang Buddha dan mengetahui makna-Nya, maka Pahala yang diperoleh orang ini sangat tak terbatas dan ia akan mencapai Kebijaksanaan Agung dari Para Tathagata, betapa akan lebih banyak lagi orang yang mencurahkan diri untuk mendengarkan Sutra Dharmaparyaya ini, atau membuat orang lain mendengar-Nya, atau ia sendiri memeliharanya, ataupun membuat orang lain memelihara-Nya, atau ia sendiri menurun-Nya, ataupun membuat orang lain menurun-Nya, ataupun dengan bebungaan, dedupaan, karangan-karangan bunga, panji-panji, bendera, tirai-tirai sutera dan lampu berminyak harum serta berminyak susu lembu, ia menghormati Sutra Dharmaparyaya ini, maka Pahala orang ini akan menjadi tak terhingga dan tak terbatas dan ia akan mampu mencapai Pengetahuan Yang Sempurna. Wahai Ajita ! Jika terdapat seorang putera maupun puteri yang baik yang ketika mendengar pernyataan-Ku tentang lamanya masa hidupKu, kemudian ia mempercayai dan meyakini-Nya dengan perasaan hatinya yang paling dalam, maka orang seperti ini akan selalu melihat Sang Buddha berada diatas Gunung Grdhrakuta dikelilingi oleh para Bodhisattva Agung dan para Sravaka, sedang mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan. Dan ia akan melihat dunia saha ini yang buminya terdiri dari lapis lazuli, rata dan datar dengan 8 jalannya yang ditandai emas jambunada, dibatasi dengan pepohonan permata. Dunia saha ini mempunyai menara-menara, aula-aula dan serambi-serambi yang seluruhnya terdiri dari permata-permata dimana kelompok para Bodhisattva tinggal bersama-sama didalamnya. Jika seseorang dapat melihat demikian itu, maka ketahuilah bahwa inilah tanda-tanda Kepercayaan dan Keyakinan Yang Mendalam.

“Dan lagi, jika terdapat seseorang yang sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti mendengar Sutra Dharmaparyaya ini dan tidak merusak-Nya tetapi bahkan bergembira, maka ketahuilah bahwa ia telah memiliki tanda-tanda Kepercayaan dan Keyakinan Yang Dalam. Betapa lebih banyak lagi orang-orang yang membaca dan menghafalkan. menerima dan memelihara-Nya, maka orang ini menjunjung Sang Tathagata diatas kepalanya. Wahai Ajita, putera-puteri yang baik seperti itu tidak perlu lagi mendirikan stupa-stupa, candi-candi, maupun vihara-vihara untuk-Ku, ataupun membuat persembahan kepada para biarawan dengan keempat kebutuhan. Karena betapapun juga putera-puteri yang baik yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Sutra ini, telah mendirikan stupa-stupa, membangun sanggar-sanggar parmujan dan membuat persembahan-persembahan kepada para biarawan. Katakanlah saja bahwa ia telah mendirikan stupa-stupa dari 7 benda berharga bagi peninggalan suci Sang Buddha, tinggi dan lebar serta menjulang sarnpai ke Brahmaloka, digantungi bendera-bendera dan tirai-tirai, genta-genta Indah dan bebungaan, wewangian, karangan-karangan bunga, bubuk cendana, salep-salep harum, dedupaan, genderang-genderang, alat-alat musik, seruling, peluit, harpa, dan segala jenis tarian serta sandiwara, yaitu nyanyian dan sanjungan dengan nada yang sempurna. Ia telah membuat persembahan-persembahan ini selama beribu koti kalpa yang tak terhitung.

Wahai Ajita ! Sesudah kemokshaan-Ku nanti, jika terdapat seseorang yang mendengar Sutra Dharmaparyaya ini dan dapat menerima serta memelihara-Nya atau ia sendiri menurun, atau membuat orang lain menurun-Nya, maka ia telah mendirikan Vhiara-Vihara dan membangun candi-candi kayu cendana merah dari 32 candi kecil, setinggi 8 pohon tala, menjulang, besar dan megah dimana didalamnya tinggal ratusan dan ribuan bhiksu. Stupa-stupa dan Vihara-Vihara itu juga terhiasi dengan petamanan, sesemakan, kolam-kolam mandi, tempat berjalan-jalan, ruang-ruang meditasi, dan perangkat-perangkat pakaian, makanan, tempat-tempat tidur, obat-obatan serta segala macam hiburan terdapat didalamnya. Sejumlah sanggar-sanggar pemujaan dan candi-candi itu yang jumlahnya sangat tak terhingga, telah berada disini dihadapan-Ku dan dipersembahkan kepada-Ku dan kepada semua Viharawan-Viharawan bhiksu. Oleh karenanya Aku sabdakan bahwa, seandainya terdapat seseorang yang sesudah kemokshaan-Ku nanti menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Sutra Dharmaparyaya ini, mengkhotbahkan-Nya kepada umat yang lain, menurun-Nya sendiri atau membuat orang lain menurun-Nya, dan memuliakan Sutra Dharmaparyaya ini maka ia tidak perlu lagi mendirikan stupa-stupa dan candi-candi, atau membangun vihara-vihara maupun membuat persembahan-persembahan kepada para Viharawan. Betapa sedikitnya orang yang mampu memelihara Sutra Dharmaparyaya ini, memperbesar pemberian derma, moral, kesabaran, semangat, konsentrasi dan kebijaksanaan. Pahalanya akan menjadi sangat sempurna, tak terhingga dan tak terbatas bahkan seperti angkasa sebelah timur, barat, selatan dan utara, keempat penjuru antara, sebelah atas dan bawah, yang tak terhingga dan tanpa batasan. Begitu jugalah Pahala orang ini yang akan menjadi tak terhingga dan tak terbatas, serta ia akan mencapai Pengetahuan Sempurna dengan segera.
Jika seseorang membaca dan menghafalkan, menerima dan memelihara Sutra Dharmaparyaya ini, mengkhotbahkan-Nya kepada orang lain, atau dia sendiri menurun-Nya, atau membuat orang lain menurun-Nya, lebih-lebih lagi kalau ia mampu mendirikan caitya-caitya dan membangun vihara-vihara, melayani dan memuliakan para Viharawan-Viharawan, Sravaka, serta dengan ratusan ribu koti cara pemujaan memuji jasa-jasa dari para Bodhisattva; pun pula jika ia mampu mengkhotbahkan Sutra Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini kepada orang lain dengan berbagai dasar sesuai dengan maksudnya, lagi jika Ia mampu memelihara Titah-Titah dengan ketulusan, dengan damai tinggal secara tenang, menahan hinaan tanpa marah, berteguh hati dan pikiran, selalu mengindahkan meditasi, mencapai konsentrasi yang dalam, menegakkan kebajikan dengan penuh semangat dan dengan berani, cerdik dan bijaksana didalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sulit;

Lagi wahai Ajita, jika terdapat putera-puteri yang baik yang setelah kemokshaan-Ku nanti menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Sutra Dharmaparyaya ini, dan mereka yang memiliki. jasa-jasa seperti ini, maka ketahuilah bahwa orang-orang itu telah melangkah maju kearah Teras Kebijaksanaan dan dekat dengan Penerangan Agung ketika duduk dibawah Pohon Penerangan Bodhi.

Wahai Ajita! Dimanapun juga putera-puteri itu duduk, berdiri ataupun berjalan di tempat itu, maka engkau haruslah mendirikan sebuah caitya dan seluruh para dewa serta manusia harus pula memuliakannya seperti Stupa peninggalan-peninggalan suci Sang Buddha.”

Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan Ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam syair:

“Seandainya terdapat seseorang yang setelah kemokshaan-Ku nanti,
Mampu memelihara Sutra Dharmaparyaya ini dengan penuh rasa hormat,
Kebahagiaan orang ini akan menjadi tak terhingga seperti yang dijelaskan diatas.
Orang seperti ini akan membuat Segala macam persembahan yang sempurna,
Dan mendirikan stupa-stupa bagi peninggalan-peninggalan suci,
Dihiasi dengan 7 benda berharga,
Dengan menara panji-panji, tinggi dan lebar,
Menjulang sampai ke surga kabrahman,
Dengan ratusan ribu koti genta-genta permata,
Tergoyang angin melagukan irama-irama mistik.
Selama ribuan kalpa yang tak terhitung
Ia telah memuliakan Stupa-Stupa ini
Dengan bebungaan, dedupaan dan permainan musik,
Dengan lampu-lampu berminyak wangi yang sedang menyala,
Dan menerangi sekelilingnya.

Didalam masa jahat dari sirnanya Hukum Kesunyataan,
Dia yang mampu memelihara Sutra Dharmaparyaya ini,
Akan seperti apa yang telah dijelaskan diatas,
Membuat segala macam persembahan dengan sempurna.
Jika seseorang dapat memelihara Sutra Dharmaparyaya ini,
Maka Sang Buddha seakan-akan hadir
Dan dia, dengan kayu cendana kepala lembu,
Membangun vihara untuk memuliakan-Nya,
Terdiri dari 32 ruangan, Setinggi 8 pohon tala,
Dengan makanan-makanan lezat dan pakaian-pakaian yang istimewa,
Tempat-tempat tidur dan segalanya,
Dengan tempat tinggal untuk ratusan dan ribuan orang;
Dengan petamanan, sesemakan dan kolam-kolam mandi,
Dengan lapang untuk berjalan-jalan dan kamar-kamar meditasi,
Semuanya dihias dengan indahnya.

Jika seseorang mempunyai rasa kepercayaan dan keyakinan,
Menerima, memelihara, membaca, menghafalkan dan menurun,
Ataupun membuat orang lain menurun,
Dan memuliakan Sutra Dharmaparyaya ini,
Dengan menaburkan bebungaan, dedupaan, dan bubuk cendana,
Serta memakai minyak wangi bunga sumana
Dan campaka serta atimuktaka
Agar dapat menyala terus;
Dia yang memuliakan-Nya seperti itu,
Akan mendapatkan Pahala yang tak terhingga;
Seperti angkasa yang tak terbatas, Begitulah pahalanya;
Betapa banyaknya orang yang memelihara Sutra Dharmaparyaya ini,
Memberi derma dan menjaga sabda-sabda,
Tahan penderitaan dan menguasai meditasi,
Tidak lekas marah dan tidak mengucap kata-kata hina,
Menghormati caitya dan sanggar-sanggar pemujaan,
Berendah hati pada para bhiksu,
Jauh dari kesombongan,
Selalu merenungkan Kebijaksanaan,
Tidak marah jika ditanya mengenai kesulitan-kesulitan,
Tetapi dengan ikhlas menjelaskannya;
Jika ia mampu melaksanakan perbuatan ini semua,
Maka pahalanya tak dapat dilukiskan.

Jika seseorang menjumpai seorang guru Hukum Kesunyataan seperti itu
Yang telah mencapai Keluhuran tadi,
Biarlah ia menaburkan bunga-bunga indah kepadanya,
Menyelimutinya dengan pakaian-pakaian yang indah,
Dan menghormatinya dengan menunduk dalam-dalam.
Menganggapnya seolah-olah Sang Buddha sendiri.
Lebilh-lebih lagi, biarlah ia berpikir begini “Dengan segera ia akan menuju Pohon Bodhi
Dan mencapai Kesempurnaan serta Kemudahan,
Tanpa rintangan menyelamatkan para dewa dan manusia.”
Dimanapun jua ia tinggal dan berdiam, Berjalan, duduk ataupun berbaring,
Dan berkhotbah meskipun hanya sebait Sutra Dharmaparyaya ini,
Di tempat itu dirikanlah stupa, Hiasilah dan buatlah indah.
Dan muliakanlah dengan segala cara.
Jika seorang putera Buddha berdiam di tempat yang demikian itu.
Ini berarti bahwa Sang Buddha sendirilah yang menggunakannya,
Dan senantiasa berdiam didalamnya, Sedang berjalan, ataupun duduk, maupun sedang merebahkan diri.”

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Kesucian, Bab 16

128
Sutra Mahayana / Punyaparyaya Parivartah Dharmaparyaya Suttram
« on: 16 February 2009, 03:50:02 PM »
SUTTA BUNGA TERATAI DARI KEGHAIBAN HUKUM KESUNYATAAN YANG MENAKJUBKAN

 BAB XVI


Namo Bhagavate Amogha Siddhi Buddhaya
KESUCIAN

Pada saat itu, ketika persidangan agung mendengar sabda Sang Buddha bahwa sampai sedeimikianlah jumlah kalpa dan panjang masa hidup-Nya, maka asamkhyeya mahluk hidup yang tanpa hitungan jumlahnya memperoleh manfaat yang besar.

Kemudian Yang Maha Agung bersabda kepada Sang Bodhisattva-Mahasattva Maitreya “Wahai Ajita, ketika Aku maklumkan jangka hidup Sang Tathagata itu, maka 68 ratus ribu koti nayuta urnat yang banyaknya seperti pasir sungai-sungai Gangga, mendapatkan penetapan untuk tidak terlahir kembali. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seribu kali lebih banyak, telah mencapai kekuatan dharani dari pendengaran dan pemeliharaan Hukum Kesunyataan. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlahn-Nya seperti atom-atom dari sebuah dunia telah mencapai kemampuan diskusi yang fasih dan tidak meragukan lagi. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom dari sebuah dunia telah mencapai ratusan ribu koti dharani perubahan yang tak terhingga. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti jutaan dunia telah mampu memutar Roda Hukum Kesunyataan yang tidak pernah surut. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom dari jutaan dunia sedang telah mampu memutar Roda Hukum Kesunyataan Yang Suci. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom dari jutaan dunia kecil, setelah kelahiran yang kedelapan akan mencapai Penerangan Agung. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom empat dunia dari empat benua, sesudah kelahiran yang keempat akan mencapai Penerangan Agung. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom tiga dunia dari empat benua, sesudah kelahiran yang ketiga akan mencapai Penerangan Agung. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom dua dunia dari empat benua, sesudah kelahiran yang kedua akan mencapai Penerangan Agung. Lagi, para Bodhisattva-Mahasattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom sebuah dunia dari empat benua, sesudah satu kelahiran akan mencapai Penerangan Agung. Lagi, para umat yang jumlahnya seperti atom-atom dari delapan dunia, telah terberkahi untuk mencapai Penerangan Agung.”

Setelah Sang Buddha selesai mengisahkan tentang para Bodhisattva-Mahasattva yang telah memperoleh kemanfaatan yang besar dari Hukum Kesunyataan itu, kemudian dari atas langit bertaburan bunga-bunga mandarava dan maha mandarava yang tersebar diatas ratusan ribu koti para Buddha yang tanpa bilangan yang sedang duduk diatas tahta-tahta singa dibawah pohon-pohon permata. Bebungaan itu juga tersebar diatas Sang Sakyamuni Tathagata Arahat SamyakSamBuddha dan Sang Prabhutaratna Tathagata Arahat SamyakSamBuddha yang telah lama moksha dimana pada saat itu Beliau duduk didalam stupa dari 7 Benda Berharga, dan bebungaan itu juga tertabur diatas seluruh Bodhisattva-Bodhisattva Agung serta diatas kelompok dari keempat kumpulan. Tertabur juga dedupaan dari kayu cendana yang baik, kayu gaharu dan lain-lainnya. Diatas angkasa genderang-genderang kasurgan bertabuhan sendiri dengan gaung yang nyaring dan merdu dan dari sana bertaburan pula ribuan ragam pakaian-pakaian surga, dan di segala penjuru bergelantungan kalung-kalung, kalung-kalung permata, kalung-kalung manik, dan kalung-kalung mutiara indah. Anglo-anglo pedupaan dari aneka permata yang sedang membakar dupa yang tiada tara, bergerak kemana saja semaunya sendiri, untuk menghormati persidangan agung itu.

Diatas masing-masing Buddha, para Bodhisatva memegang tirai-tirai dengan susunan yang satu diatas yang lainnya, menjulang keatas sampai mencapai Brahmaloka. Semua para Bodhisattva ini menyanyikan lagu-lagu pujian dengan suara yang indah untuk memuja para Buddha.
Kemudian Sang Bodhisatva Maitreya bangkit dari tempat duduk-Nya dan menutup pundak kanan-Nya dengan sopan, mengatupkan kedua tangan-Nya kearah Sang Buddha dan berkata dalam syair :

“Sang Buddha telah mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan yang aneh
Yang belum pernah Kita dengar sebelumnya.
Betapa besar-Nya kekuasaan Yang Maha Agung
Dan masa hidup-Nya tak dapat dibayangkan.

Putera-putera Buddha yang tak terhitung jumlah-Nya,
Mendengarkan Yang Maha Agung secara terperinci
Mengisahkan mereka yang telah memperoleh manfaat Hukum Kesunyataan,
Semuanya terpenuhi rasa suka cita.

Sementara orang bertabah hati didalam tingkatan yang tidak pernah surut,
Sementara ada yang telah mencapai dharani,
Beberapa telah mencapai kefasihan yang tidak meragukan,
Atau menguasai ribuan koti perubahan,

Terdapat para Bodhisattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom
Dari jutaan dunia besar,
Masing-masing dari Mereka mampu memutar
Roda Hukum Kesunyataan yang tidak pernah surut.

Dan para Bodhisattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom
Dari jutaan dunia sedang,
Masing-masing dari Mereka mampu memutar
Roda Hukum Kesunyataan yang tidak pernah surut,

Dan para Bodhisattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom
Dari jutaan dunia kecil,
Masing-masing dan Mereka, sesudah delapan kelahiran kembali,
Akan mencapai jalan KeBuddhaan.

Lagi terdapat para Bodhisattva,
Yang jumlah-Nya seperti atom-atom dari 4, 3, 2
Dunia dari empat benua semacam ini.
Akan menjadi para Buddha setelah junlah-jumlah kelahiran itu.

Ataupun para Bodhisattva yang jumlah-Nya seperti atom-atom
Dari satu dunia dari 4 benua,
Yang sesudah satu kelahiran lagi,
Akan mencapai pengetahuan sempurna.

Mahluk-mahluk hidup seperti ini,
Setelah mendengar masa hidup Sang Buddha,
Akan memperoleh Pahala yang tak terhingga
Sempurna dan suci.

Terdapat juga para mahluk yang jumlah-Nya
Seperti atom-atom dari 8 dunia, yang
Sesudah mendengar permakluman Sang Buddha mengenai masa hidupNya,
Semuanya telah diilhami untuk mencapai Penerangan Agung.
Yang Maha Agung dengan jalan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan
Yang tak terhingga dan tak terbatas jumlah-Nya,
Tiada batasnya seperti angkasa dan
Berlimpah ruah manfaat-Nya.

Bunga-bunga mandarava yang indah bertaburan turun
Dan bunga-bunga maha-mandarava,

Para Sakra dan Brahma sejumlah pasir sungai Gangga
Telah berdatangan dari seluruh tanah-tanah Buddha yang tak terbilang,
Menaburkan cendana dan gaharu, yang
Jatuh terpadu dan tercampur

Seperti burung yang terbang rendah di angkasa
Dengan takzimnya mereka menaburi para Buddha.
Genderang-genderang surga di angkasa
Mengumandang sendiri suaranya yang menakjubkan.

Ribuan ragam jubah-jubah yang indah
Bertebaran turun.
Anglo-anglo yang bertatah manikam asli,
Membakar dupa yang tiada tara,
Seluruhnya bergerak berputaran
Didalam menghormati para Buddha.

Kelompok-kelompok para Bodhisattva Agung,
Memegang tirai-tirai dari 7 benda berharga,
Dengan ketinggian yang mengagumkan dan dengan beribu koti warna,
Yang satu diatas lainnya sampai mencapai puncak Surga Brahma.

Dihadapan masing-masing Buddha,
Pita-pita berhias permata tergantung berkibaran;
Juga dengan ribuan untaian bait
Mereka memuja para Tathagata dalam dendang.

Beraneka ragam hal yang seperti ini,
Belum pernah Kita ketahui sebelumnya.
Ketika mendengar bahwa masa hidup Sang Buddha sangat tak terhingga,
Semua umat menjadi gembira.

Kemasjhuran Sang Buddha diseluruh alam semesta,
Secara luas menyegarkan akar-akar kebajikan.
Dan semua mahluk hidup,
Mendorong hasrat mereka untuk mencapai Kebenaran Agung.”

Kemudian Sang Buddha menyapa Sang Bodhisattva Mahasattva Maitreya, “Wahai Ajita ! Para umat yang telah mendengar bahwa masa hidup Sang Buddha sangat begitu panjang dan mereka yang dapat menerima-Nya meskipun hanya dengan sekelumit kepercayaan dan keyakinan, maka Pahala yang akan mereka peroleh adalah tak terhingga dan tak terbatas. Bayangkanlah seandainya terdapat putera-puteri yang baik yang demi Penerangan Agung, selama 800 ribu koti nayuta kalpa telah melaksanakan ke 5 Paramita yaitu, Dana-Paramita, Sila-Paramita, Kshanti-Paramita, Virya-Paramita, Dhyana Paramita, semua ini kecuali Prajna-Paramita. Jika jasa-jasa ini dibandingkan dengan jasa-jasa yang telah disebutkan diatas, maka kedua-Nya tidak akan seimbang bahkan sampai keseratus bagian, keseribu bagian ataupun satu bagian dari seratus ribu koti daripada-Nya. Sesungguhnyalah tidak ada angka ataupun perbandingan yang dapat menunjukkan-Nya. Jika terdapat putera-puteri yang baik yang memiliki jasa-jasa seperti ini, maka tiada sesuatupun lagi yang dapat merintangi pencapaian Penerangan Agung.” Kemudian Yang Maha Agung yang ingin memaklumkan Ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam syair :

“Meskipun seseorang yang sedang mencari kebijaksanaan Sang Buddha,
Selama 80 ribu koti
Nayuta kalpa, Melaksanakan kelima Paramita,
Dan selama kalpa itu
Memberikan dana dan persembahan kepada para Buddha,
Pratyekabuddha dan para pengikut,
Begitu juga kepada berkoti-koti Para Bodhisattva.

Dengan makanan dan minuman yang jarang dan lezat,
Pakaian-pakaian yang indah dan perabot-perabot tidur,
Vihara-vihara yang dibangun dari kayu cendana dan
Terhiasi petamanan serta sesemakan;

Pemberian-pemberian dana semacam ini,
Ragamnya sangat mengagumkan,
Dia yang melaksanakannya selama kalpa-kalpa itu,
Merupakan persembahan yang berharga pada jalan KeBuddhaan;

Lagi pula, meskipun ia harus rnemelihara sabda-sabda
Dengan tulus hati tanpa cela dan tanpa kekeliruan,
Dan mencari Jalan Agung
Yang selalu dipuja oleh para Buddha;
Atau dengan sabar ia menahan hinaan,
Teguh berdiri didalam tingkatan kewelas-asihan,

Dan meskipun kedurhakaan datang kepadanya,
Untuk menjaga pikirannya jangan sampai tergoda;
Dia yang oleh penganut-penganut kepercayaan lain
Yang terpenuhi kecongkakan yang sangat
Dicemooh dan disakiti,
Namun mampu menahannya meskipun semacam ini;

129
Mahayana / Mahayana Karandra Mudra Namah Dharani
« on: 15 November 2008, 10:19:13 PM »

Arya Sarva Tathagata Adhistana Hrdaya Guhya Dhatu Karandra Mudra Namah Dharani

Namahstriye dhvikanam sarva Tathagatanam. Om bhuvi bhavana vare vacare vacathai shuru shuru dhara dhara sarva Tathagata dhatu dhare padmam bhavati jayavare mudre smara sarva Tathagata Dharmacakrapravartane vajrabodhimanda alamkara alamkrite sarva Tathagata adhishthite bodhaya bodhaya bodhi bodhi buddhya buddhya sambhodani sambhodaya cala cala calam tu sarva avaranani sarva papavigate huru-huru sarvashokavigate sarva Tathagata hrdayavajrani sambhara sambhara sarva Tathagata guhya dharani mudre buddhe subuddhe sarva Tathagata adhishthite dhatugarbhe svaha, samayadhithite svaha, sarva Tathagata hrdaya dhatu mudre svaha, supratithitastupe Tathagata adhishthite huru huru hum hum svaha. Om sarva Tathagata ushnisha dhatu mudrani sarva Tathagatam sadhatu vibhus**ta adhishthite hum hum svaha.

Dharani ini merupakan Dharani yang dianugrahkan dengan air mata semua Tathagata. Yang merupakan perwujudan kemuliaan dari Sarira semua Buddha.
Apabila ada seseorang yang memuja Dharani ini, katakanlah Dia membaca-Nya tujuh kali, ataupun hanya sekali, atau melihat-Nya, atau terkena hembusan debu-Nya, maka siswa Sang Buddha tanpa ragu mengatakan, Dia beserta dengan sanak keluarga leluhurnya akan menitis di Tanah Suci Buddha.

Atau ada yang membuat sebuah Stupa baik itu kecil maupun besar dalam bentuk apapun, dan dia memuja-Nya, melakukan Pradaksina mengelilingi Dharani ini searah jarum jam tujuh kali, maka siswa Sang Buddha tanpa ragu mengatakan, Dia adalah seorang yang telah melihat Sapta Koti Buddha.

Atau ada seseorang yang dilanda kemalangan, Dia kehilangan sanak saudara atau orang terkasih, dan Dia memuja Dharani ini, membuat sebuah altar stupa khusus untuk Dharani ini di rumahnya dan menulis Dharani ini lagi yang kemudian langsung dikuburkan ke dalam kuburan orang yang diikasihinya, maka siswa Sang Buddha tanpa ragu mengatakan, Sanak saudara atau orang terkasih yang beruntung itu akan segera menaiki Maha Padma dan langsung naik ke Buddhaloka.

Setelah mengetahui keberkesanan Dharani ini, seorang bijaksana tidak akan melewatkan kesempatan ini. Kebajikan Dharani Agung ini sungguh tak terbatas. Jika dibabarkan secara penuh, waktu satu kalpa pun tidak akan cukup untuk mencapai batas Kebajikan-Nya. Inilah Anugrah Sang Tathagata Yang Maha Menakjubkan, Panji Sarira semua Buddha, marilah kita bersujud kepada-Nya.

Namo Triratna

130
Mahayana Arya SriSaddharma Pundarika Dharmaparyaya Suttram

Om AmoghaSiddhi Hum
Devadatta Parivartah

atha khalu bhagavān kṛtsnaṁ bodhisattvagaṇaṁ sasurāsuraṁ ca lokamāmantraya etadavocat-bhūtapūrvaṁ bhikṣavo'tīte'dhvani ahamaprameyāsaṁkhyeyān kalpān saddharmapuṇḍarīkaṁ sūtraṁ paryeṣitavānakhinno'viśrāntaḥ| pūrvaṁ ca ahamanekān kalpānanekāni kalpaśatasahasrāṇi rājābhūvamanuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau kṛtapraṇidhānaḥ| na ca me cittavyāvṛttirabhūt| ṣaṇṇāṁ ca pāramitānāṁ paripūryā udyukto'bhūvamaprameyadānapradaḥ suvarṇamaṇimuktāvaidūryaśaṅkhaśilāpravālajātarūpar ajatāśmagarbhamusāragalvalohitamuktāgrāmanagaranig amajanapadarāṣṭrarājadhānībhāryāputraduhitṛdāsīdās akarmakarapauruṣeyahastyaśvarathaṁ yāvadātmaśarīraparityāgī karacaraṇaśirottamāṅgapratyaṅgajīvitadātā| na ca me kadācidāgrahacittamutpannam| tena ca samayena ayaṁ loko dīrghāyurabhat| anekavarṣaśatasahasrajīvitena ca ahaṁ kālena dharmārthaṁ rājyaṁ kāritavān, na viṣayārtham| so'haṁ jyeṣṭhaṁ kumāraṁ rājye'bhiṣicya caturdiśaṁ jyeṣṭhadharmagaveṣaṇāya udyukto'bhūvam| evaṁ ghaṇṭayā ghoṣāpayitavān-yo me jyeṣṭhaṁ dharmamanupradāsyati, arthaṁ cākhyāsyati, tasyāhaṁ dāso bhūyāsam| tena ca kālena ṛṣirabhūt| sa māmetadavocat-asti mahārāja saddharmapuṇḍarīkaṁ nāma sutraṁ jyeṣṭhadharmanirdeśakam| tadyadi dāsyamabhyupagacchasi, tataste'haṁ taṁ dharmaṁ śrāvayiṣyāmi| so'haṁ śrutvā tasyarṣervacanaṁ hṛṣṭastuṣṭa udagra āttamanāḥ prītisaumanasyajāto yena sa ṛṣistenopeyivān| upetyāvocat-yatte dāsena karma karaṇīyaṁ tatkaromi| so'haṁ tasyarṣerdāsabhāvamabhyupetya tṛṇakāṣṭhapānīyakandamūlaphalādīni preṣyakarmāṇi kṛtavān, yāvad dvārādhyakṣo'pyahamāsam| divasaṁ caivaṁvidhaṁ karma kṛtvā rātrau śayānasya mañcake pādān dhārayāmi| na ca me kāyaklamo na cetasi klamo'bhūt| evaṁ ca me kurvataḥ paripūrṇaṁ varṣāsahasraṁ gatam||

atha khalu bhagavāṁstasyāṁ velāyāmetamevārthaṁ paridyotayannimā gāthā abhāṣata—

kalpānatītān samanusmarāmi
yadāhamāsaṁ dhārmiko dharmarājā|
rājyaṁ came dharmahetoḥ kṛtaṁ ta-
nna ca kāmahetorjyeṣṭhadharmahetoḥ||42||

caturdiśaṁ me kṛta ghoṣaṇo'yaṁ
dharmaṁ vadedyastasya dāsyaṁ vrajeyam|
āsīdṛṣistena kālena dhīmān
sūtrasya saddharmanāmnaḥ pravaktāḥ||43||

sa māmavocadyadi te dharmakāṅkṣā
upehi dāsyaṁ dharmamataḥ pravakṣye|
tuṣṭaścāhaṁ vacanaṁ taṁ niśāmya
karmākaroddāsayogyaṁ tadā yam||44||

na kāyacittaklamatho spṛśenmāṁ
saddharmahetordāsamāgatasya|
praṇidhistadā me bhavi sattvaheto-
rnātmānamuddiśya na kāmahetoḥ||45||

sa rāja āsīttadā abdhavīryo
ananyakarmāṇi daśaddiśāsu|
paripūrṇa kalpāna sahasrakhinno
yāvatsūtraṁ labdhavān dharmanāmam||46||

tatkiṁ manyadhve bhikṣavaḥ anyaḥ sa tena kālena tena samayena rājābhūt? na khalu punarevaṁ draṣṭavyam| tatkasya hetoḥ? ahaṁ sa tena kālena tena samayena rājābhūvam| syātkhalu punarbhikṣavo'nyaḥ sa tena kālena tena samayenarṣirabhūt? na khalu punarevaṁ draṣṭavyam| ayameva sa tena kālena tena samayena devadatto bhikṣurṛṣirabhut| devadatto hi bhikṣavo mama kalyāṇamitram| devadattameva cāgamya mayā ṣaṭū pāramitāḥ paripūritāḥ, mahāmaitrī mahākaruṇā mahāmuditā mahopekṣā| dvātriṁśanmahāpuruṣalakṣaṇāni aśītyanuvyañjanāni suvarṇavarṇacchavitā daśa balāni catvāri vaiśāradyāni catvāri saṁgrahavastūni aṣṭādaśāveṇikabuddhadharmā maharddhibalatā daśadiksattvanistāraṇatā, sarvametaddevadattamāgasya| ārocayāmi vo bhikṣavaḥ, prativedayāmi- eṣa devadatto bhikṣuranāgate'dhvani aprameyaiḥ kalpairasaṁkhyeyairdevarājo nāma tathāgato'rhan samyaksaṁbuddho bhaviṣyati vidyācaraṇasaṁpannaḥ sugato lokavidanuttaraḥ puruṣadamyasārathiḥ śāstā devānāṁ ca manuṣyāṇāṁ ca bhagavān devasopānāyāṁ lokadhātau| devarājasya khalu punarbhikṣavastathāgatasya viṁśatyantarakalpānāyuṣpramāṇaṁ bhaviṣyati| vistareṇa ca dharmaṁ deśayiṣyati| gaṅgānadīvālukāsamāśca sattvāḥ sarvakleśaprahāṇādarhattvaṁ sākṣātkariṣyanti|

aneke ca sattvāḥ pratyekabodhau cittamutpādayiṣyanti| gaṅgānadīvālukāsamāśca sattvā anuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau cittamutpādayiṣyanti, avaivartikakṣāntipratilabdhāśca bhaviṣyanti| devarājasya khalu punarbhikṣavastathāgatasya parinirvṛtasya viṁśatyantarakalpān saddharmaḥ sthāsyati| na ca śarīraṁ dhātubhedena bhetsyate| ekaghanaṁ cāsya śarīraṁ bhaviṣyati saptaratnastūpaṁ praviṣṭam| sa ca stūpaḥ ṣaṣṭiyojanaśatānyuccaistvena bhaviṣyati, catvāriṁśadyojanānyāyāmena| sarve ca tatra devamanuṣyāḥ pūjāṁ kariṣyanti puṣpadhūpagandhamālyavilepanacūrṇacīvaracchatradhv ajapatākābhirgāthābhiḥ| tena cābhiṣṭoṣyanti| ye ca taṁ stūpaṁ pradakṣiṇaṁ kariṣyanti praṇāmaṁ vā, teṣāṁ kecidagraphalamarhattvaṁ sākṣātkariṣyanti kecit pratyekabodhimanuprāpsyante acintyācāścāprameyā devamanuṣyā anuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau cittānyutpādya avinivartanīyā bhaviṣyanti||

atha khalu bhagavān punareva bhikṣusaṁghamāmantrayate sma-yaḥ kaścit bhikṣavo'nāgate'dhvani kulaputro vā kuladuhitā vā imaṁ saddharmapuṇḍarīkaṁ sūtraparivartaṁ śroṣyati, śrutvā ca na kāṅkṣiṣyati na vicikitsiṣyati, viśuddhacittaścādhimokṣyate, tena tisṛṇāṁ durgatīnāṁ dvāraṁ pithitaṁ bhaviṣyati narakatiryagyoniyamalokopapattiṣu na patiṣyati| daśadigbuddhakṣetropapannaścedameva sūtraṁ janmani janmani śroṣyati| devamanuṣyalokopapannasya cāsya viśiṣṭasthānaprāptirbhaviṣyati| yasmiṁśca buddhakṣetra upapatsyate, tasminnaupapāduke saptaratnamaye padme upapatsyate tathāgatasya saṁmukham||

atha khalu tasyāṁ velāyāmadhastāddiśaḥ prabhūtaratnasya tathāgatasya buddhakṣetrādāgataḥ prajñākūṭo nāma bodhisattvaḥ| sa taṁ prabhūtaratnaṁ tathāgatametadavocat-gacchāmo bhagavan svakaṁ buddhakṣetram| atha khalu bhagavān śākyamunistathāgataḥ prajñākūṭaṁ bodhisattvametadavocat-muhūrtaṁ tāvat kulaputra āgamayasva yāvanmadīyena bodhisattvena mañjuśriyā kumārabhūtena sārdhaṁ kaṁcideva dharmaviniścayaṁ kṛtvā paścāt svakaṁ buddhakṣetraṁ gamiṣyasi| atha khalu tasyāṁ velāyāṁ mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ sahasrapatre padme śakaṭacakrapramāṇamātre niṣaṇṇo'nekabodhisattvaparivṛtaḥ puraskṛtaḥ samudramadhyāt sāgaranāgarājabhavanādabhyudgamya upari vaihāyasaṁ khagapathena gṛdhrakūṭe parvate bhagavato'ntikamupasaṁkrāntaḥ| atha mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ padmādavatīrya bhagavataḥ śākyamuneḥ prabhūtaratnasya ca tathāgatasya pādau śirasābhivanditvā yena prajñākūṭo bodhisattvastenopasaṁkrāntaḥ| upasaṁkramya prajñākūṭena bodhisattvena sārdhaṁ saṁmukhaṁ saṁmodanīṁ saṁrañjanīṁ vividhāṁ kathāmupasaṁgṛhya ekānte nyaṣīdat| atha khalu prajñākūṭo bodhisattvo mañjuśriyaṁ kumārabhūtametadavocat-samudramadhyagatena tvayā mañjuśrīḥ kiyān sattvadhāturvinītaḥ? mañjuśrīrāha-anekānyaprameyāṇyasaṁkhyeyāni sattvāni vinītāni| tāvadaprameyāṇyasaṁkhyeyāni yāvadvācā na śakyaṁ vijñāpayituṁ cittena vā cintayitum|

muhūrtaṁ tāvat kulaputra āgamayasva yāvat pūrvanimittaṁ drakṣyasi| samanantarabhāṣitā ceyaṁ mañjuśriyā kumārabhūtena vāk, tasyāṁ velāyāmanekāni padmasahasrāṇi samudramadhyādabhyudgatāni upari vaihāyasam| teṣu ca padmeṣvanekāni bodhisattvasahasrāṇi saṁniṣaṇṇāni| atha te bodhisattvāstenaiva khagapathena yena gṛdhrakūṭaḥ parvatastenopasaṁkrāntāḥ| upasaṁkramya tataścopari vaihāyasaṁ sthitāḥ saṁdṛśyante sma| sarve ca te mañjuśriyā kumārabhūtena vinītā anuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau| tatra ye bodhisattvā mahāyānasaṁprasthitāḥ pūrvamabhūvan, te mahāyānaguṇān ṣaṭ pāramitāḥ saṁvarṇayanti| ye śrāvakapūrvā bodhisattvāste śrāvakayānameva saṁvarṇayanti| sarve ca te sarvadharmān śūnyāniti saṁjānanti sma, mahāyānagūṇāṁśca| atha khalu mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ prajñākūṭaṁ bodhisattvametadavocat-sarvo'yaṁ kulaputra mayā samudramadhyagatena sattvavinayaḥ kṛtaḥ| sa cāyaṁ saṁdṛśyate| atha khalu prajñākūṭo bodhisattvo mañjuśriyaṁ kumārabhūtaṁ gāthābhigītena paripṛcchati—

mahābhadra prajñayā sūranāman
asaṁkhyeyā ye vinītāstvayādya|
sattvā amī kasya cāyaṁ prabhāva-
stadbūhi pṛṣṭo naradeva tvametat||47||

kaṁ vā dharmaṁ deśitavānasi tvaṁ
kiṁ vā sūtraṁ bodhimārgopadeśam|
yacchrutvāmī bodhaye jātacittāḥ
sarvajñatve niścitaṁ labdhagādhāḥ||48||

mañjuśrīrāha-samudramadhye saddharmapuṇḍarīkaṁ sūtraṁ bhāṣitavān, na cānyat| prajñākūṭa āha-idaṁ sūtraṁ gambhīraṁ sūkṣmaṁ durdṛśam, na cānena sutreṇa kiṁcidanyat sūtraṁ samamasti| asti kaścit sattvo ya idaṁ sūtraratnaṁ satkuryādavaboddhumanuttarāṁ samyaksaṁbodhimabhisaṁboddhum? mañjuśrīrāha-asti kulaputra sāgarasya nāgarājño duhitā aṣṭavarṣā jātyā mahāprajñā tīkṣṇendriyā jñānapūrvaṁgamena kāyavāṅmanaskarmaṇā samanvāgatā sarvatathāgatabhāṣitavyañjanārthodgrahaṇe dhāraṇīpratilabdhā sarvadharmasattvasamādhānasamādhisahasraikakṣaṇapr atilābhinī| bodhicittāvinivartinī vistīrṇapraṇidhānā sarvasattveṣvātmapremānugatā guṇotpādane ca samarthā| na ca tebhyaḥ parihīyate| smitamukhī paramayā śubhavarṇapuṣkalatayā samanvāgatā maitracittā karuṇāṁ ca vācaṁ bhāṣate| sā samyaksaṁbodhimabhisaṁboddhuṁ samarthāṁ| prajñākūṭo bodhisattva āha-dṛṣṭo mayā bhagavān śākyamunistathāgato bodhāya ghaṭamāno bodhisattvabhūto'nekāni puṇyāni kṛtavān| anekāni ca kalpasahasrāṇi na kadācid vīryaṁ sraṁsitavān| trisāhasramahāsāhasrāyāṁ lokadhātau nāsti kaścidantaśaḥ sarṣapamātro'pi pṛthivīpradeśaḥ yatrānena śarīraṁ na nikṣiptaṁ sattvahitahetoḥ| paścād bodhimabhisaṁbuddha| ka evaṁ śraddadhyāt, yadanayā śakyaṁ muhūrtena anuttarāṁ samyaksaṁbodhimabhisaṁboddhum?

atha khalu tasyāṁ velāyāṁ sāgaranāgarājaduhitā agrataḥ sthitā saṁdṛśyate sma| sā bhagavataḥ pādau śirasābhivandya ekānte'sthāt| tasyāṁ velāyāmimā gāthā abhāṣata—

puṇyaṁ puṇyaṁ gabhīraṁ ca diśaḥ sphurati sarvaśaḥ|
sūkṣmaṁ śarīraṁ dvātriṁśallakṣaṇaiḥ samalaṁkṛtam||49||

anuvyajanayuktaṁ ca sarvasattvanamaskṛtam|
sarvasattvābhigamyaṁ ca antarāpaṇavadyathā||50||

yathecchayā me saṁbodhiḥ sākṣī me'tra tathāgataḥ|
vistīrṇaṁ deśayiṣyāmi dharmaṁ duḥkhapramocanam||51||

atha khalu tasyāṁ velāyāmāyuṣmān śāriputrastāṁ sāgaranāgarājaduhitarametadavocat-kevalaṁ kulaputri bodhāya cittamutpannam| avivartyāprameyaprajñā cāsi| samyaksaṁbuddhatvaṁ tu durlabham| asti kulaputri strī na ca vīryaṁ sraṁsayati, anekāni ca kalpaśatānyanekāni ca kalpasahasrāṇi puṇyāni karoti, ṣaṭ pāramitāḥ paripūrayati, na cādyāpi buddhatvaṁ prāpnoti| kiṁ kāraṇam? pañca sthānāni strī adyāpi na prāpnoti| katamāni pañca? prathamaṁ brahmasthānaṁ dvitīyaṁ śakrasthānaṁ tṛtīyaṁ mahārājasthānaṁ caturthaṁ cakravartisthānaṁ pañcamamavaivartikabodhisattvasthānam||

atha khalu tasyāṁ velāyāṁ sāgaranāgarājaduhitureko maṇirasti, yaḥ kṛtsnāṁ mahāsāhasrāṁ lokadhātuṁ mūlyaṁ kṣamate| sa ca maṇistayā sāgaranāgarājaduhitrā bhagavate dattaḥ| sa bhagavatā ca anukampāmupādāya pratigṛhītaḥ| atha sāgaranāgarājaduhitā prajñākūṭaṁ bodhisattvaṁ sthaviraṁ ca śāriputrametadavocat-yo'yaṁ maṇirmayā bhagavato dattaḥ, sa ca bhagavatā śīrghraṁ pratigṛhīto veti? sthavira āha-tvayā ca śīghraṁ datto bhagavatā ca śīghraṁ pratigṛhītaḥ| sāgaranāgarājaduhitā āha-yadyahaṁ bhadanta śāriputra maharddhikī syām, śīghrataraṁ samyaksaṁbodhimabhisaṁbudhyeyam| na cāsya maṇeḥ pratigrāhakaḥ syāt||

atha tasyāṁ velāyāṁ sāgaranāgarājaduhitā sarvalokapratyakṣaṁ sthavirasya ca śāriputrasya pratyakṣaṁ tat strīndriyamantarhitaṁ puruṣendriyaṁ ca prādurbhūtaṁ bodhisattvabhūtaṁ cātmānaṁ saṁdarśayati| tasyāṁ velāyāṁ dakṣiṇāṁ diśaṁ prakrāntaḥ| atha dakṣiṇasyāṁ diśi vimalā nāma lokadhātuḥ| tatra saptaratnamaye bodhivṛkṣamūle niṣaṇṇamabhisaṁbuddhamātmānaṁ saṁdarśayati sma, dvātriṁśallakṣaṇadharaṁ sarvānuvyajanarūpaṁ prabhayā ca daśadiśaṁ sphuritvā dharmadeśanāṁ kurvāṇam| ye ca sahāyāṁ lokadhātau sattvāḥ, te sarve taṁ tathāgataṁ paśyanti sma, sarvaiśca devanāgayakṣagandharvāsuragaruḍakinnaramanuṣyāmanu ṣyairnamasyamānaṁ dharmadeśanāṁ ca kurvantam| ye ca sattvāstasya tathāgatasya dharmadeśanāṁ śṛṇvanti, sarve te'vinivartanīyā bhavantyanuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau| sā ca vimalā lokadhātuḥ, iyaṁ ca sahā lokadhātuḥ ṣaḍvikāraṁ prākampat| bhagavataśca śākyamuneḥ parṣanmaṇḍalānāṁ trayāṇāṁ prāṇisahasrāṇāmanutpattikadharmakṣāntipratilābho'b hūt| trayāṇāṁ ca prāṇiśatasahasrāṇāmanuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau vyākaraṇapratilābho'bhūt| atha prajñākūṭo bodhisattvo mahāsattvaḥ sthaviraśca śāriputrastūṣṇīmabhūtām||

ityaryasaddharmapuṇḍarike dharmaparyaye stupasamdarsanaparivarto namaikadasamah

131
Postingan yang terakhir ini sebenarnya adalah bagian dari Devadatta Parivartah. Saya lupa mengoreksi postingan saya. Mohon maaf atas kesalahan ini. Sebenarnya saya lupa memisahkan text sanskrit yang dibawah setelah akhir Syair StupaSamdarsanah. Saya ceroboh karena lupa memisahkan antara Bab Stupasamdarsanah dengan Devadatta Parivartah. Bagi yang bingung mengapa text sanskrit diatas, pada bagian bawah ada sambungan langsung ke Devadatta Parivartah, itu adalah kesalahan saya.

132
Pada saat itu Sang Buddha menyapa Para Bodhisattva, mahluk-mahluk Kasurgan dan Keempat Kelompok itu dengan bersabda:"Melalui banyak kalpa yang tak terhitung yang telah lewat, Aku telah mencari Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai itu dengan tiada henti-hentinya. Selama banyak kalpa lamanya, Aku menjadi Seorang Raja dan berPrasetya untuk mencari Penerangan Agung dengan hati yang tiada pernah ragu. Karena ingin untuk mewujudkan Keenam Paramita, maka sungguh-sungguh Aku berdana dengan setulus hati; Gajah-Gajah, Kuda, Istri-Istri, Anak-Anak, Budak Laki-Laki dan Perempuan, Pelayan-Pelayan dan Pengikut, Kepala, Mata, Sumsum, Otak, Daging Tubuh-Ku, Kaki dan Tangan serta seluruh Jiwa Raga Aku danakan. Pada waktu itu masa hidup manusia adalah tanpa batas. Demi untuk Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini, Aku tinggalkan Tahta Negeri-Ku dan Aku serahkan Pemerintahan-Ku kepada Pangeran Agung. Dengan tetabuhan genderang dan pemakluman yang menyeluruh, Aku mencari Kebenaran dimanapun jua dengan menjanjikan :"Siapakah gerangan yang dapat mengajarkan sebuah Kendaraan Agung Kepada-Ku, maka kepada-Nya Aku akan mempersembahkan seluruh Hidup-ku dan menjadi Pelayan-Nya." Ketika itu Seorang Pertapa datang Kepada-Ku, Sang Raja
dan berkata:"Hamba mempunyai Satu Kendaraan Agung yang disebut Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan. Jika Paduka mematuhi Hamba, maka Hamba akan mengajarkan-Nya kepada Paduka." Aku, Sang Raja, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Sang Pertapa itu, menjadi berdebar karena Kegembiraan yang meluap-luap dan segera Aku mengikuti-Nya, melayani segala kebutuhan-Nya, mengumpulkan bebuahan, mengangsu air, mengumpulkan bahan bakar, mempersiapkan daharnya dan bahkan menjadikan Tubuh-Ku sebagai tempat duduk dan tempat tidur-Nya, tetapi meskipun demikian Jiwa dan Raga-Ku tidak pernah merasa letih. Pada saat Aku melayani demikian itu, seribu tahun telah berlalu dan karena demi Hukum itu, Aku melayani-Nya dengan bersemangat sehingga Ia tidak kekurangan apapun jua."

Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan makna ini sekali lagi, kemudian bersabdalah Beliau dalam Syair:

Teringat Aku di kalpa-kalpa yang telah lalu
Ketika Aku mencari Hukum Kesunyataan nan Agung
Meskipun Aku sebagai Raja di mayapada ini
Namun Aku tiada mendambakan kelima keinginan

Dengan dentangan genta kemaklumkan
Hukum Kesunyataan ini kesegala penjuru alam
Siapapun yang memiliki Hukum Kesunyataan ini
Sekiranya Ia bersedia mengajarkan-Nya Kepada-Ku
Aku rela mengabdi kepada-Nya sebagai Pelayan-Nya

Kemudian datanglah Seorang Bijak Bestari
Bernama Asita yang datang kepada Sang Raja
Menyatakan bahwa Ia memiliki Hukum Kesunyataan tersebut
Yang menakjubkan yang jarang ada di dunia ini
Jika sekiranya Paduka bersedia melaksanakan-Nya
Akan Hamba khotbahkan Hukum Kesunyataan itu kepada Paduka

Setelah mendengar pernyataan Pertapa Bijak Bestari
Terasa kegembiraan bergelora di dalam Hati-Nya
Kemudian Ia mengikuti Pertapa itu melayani-Nya
Mempersiapkan segala kebutuhan-Nya segala rupa
Bahan bakar, buah-buahan, dan makanan
Dipersembahkan-Nya dengan Hormat dan Sujud

Aku senantiasa memelihara Hukum Kesunyataan itu
Jiwa dan Raga-Ku tiada merasa letih dalam Pengabdian-Ku
Hukum Kesunyataan yang dicari oleh semua mahluk
Kini telah Kutemui dan ini bukan untuk Pribadi-Ku
Juga bukan semata-mata untuk memuaskan keinginan-Ku

Aku Raja dari wilayah yang besar
Melalui pencarian penuh semangat
Kini telah menemui Hukum Kesunyataan
Sehingga akhirnya Aku menjadi Seorang Buddha
Karena itu Aku khotbahkan pada Kalian
Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini

Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.
Aku nyatakan kepada Kalian Keempat Kelompok: Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna. Pada saat itu Sang Devaraja akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang Beliau akan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan secara luas kepada seluruh umat, dan para mahluk hidup yang banyaknya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga yang akan mencapai KeArhatan; Para Umat yang tanpa terhitung jumlah-Nya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga, mencurahkan Diri Pada Jalan Agung, akan mencapai Kepastian untuk tidak terlahir kembali dan Mereka akan mencapai Tingkatan yang tiada akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal.

Kemudian sesudah Parinirvana dari Sang Devaraja, Hukum Yang Benar ini akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang. Sebuah Stupa dari 7 Benda Berharga akan didirikan setinggi 60 yojana, dengan lebar dan panjang 40 yojana bagi abu relic seluruh Badan-Nya. Semua para dewa dan manusia akan memberikan Penghormatan dengan takzim dan memuja Stupa dari 7 Benda Berharga itu dengan beranekaragam Bebungaan, Bubuk Cendana, Dedupaan, Minyak Harum, Pakaian-Pakaian, Karangan-Karangan Bunga, Panji-Panji, Bendera-Bendera, Tirai-Tirai Bertatah Manikam, dendang dan lagu. Beribu-ribu Mahluk yang tak terhitung jumlah-Nya akan mencapai KeArhatan; Para Mahluk hidup akan tergugah untuk menjalankan KePratyekaBuddhaan; dan Para Mahluk yang tak terbilang banyak-Nya akan bangkit menuju Bodhi serta tidak akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal."

Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini. Dan jika Ia terlahir diantara Para Dewa dan Manusia, maka Ia akan menikmati Kebahagiaan yang tiada taranya. Bagi Sang Buddha yang menyaksikan Kelahiran-Nya haruslah melalui permunculan dari sebuah Bunga Teratai."

Pada saat itu Seorang Pelayan Bodhisattva yang bernama Pragnakuta dari Kawasan Bumi yang bernama Prabhutaratna, berkata Pada Sang Buddha :
"Marilah Kita kembali ke Negeri Kita Sendiri !" Tetapi Sang Buddha Sakyamuni bersabda pada Sang Pragnakuta:"Putera yang baik ! Tunggulah sebentar ! Inilah Sang Bodhisattva Manjusri. Temuilah Dia dan berdiskusilah dengan-Nya mengenai Hukum Yang Menakjubkan dan setelah itu kembalilah ke Negeri-Mu Sendiri."

Kemudian Sang Manjusri, sambil duduk diatas Setangkai Daun Bunga Teratai sebesar roda kereta dengan ditemani oleh Para Bodhisattva Mahasattva yang juga duduk diatas Bunga-Bunga Teratai bertahta Permata, tanpa dibantu Siapapun muncul dari Samudera Luas keluar dari Istana Raja Naga Sagara. Dengan membumbungkan Tempat-Nya ke atas angkasa, Ia menuju ke Puncak Gunung Gridhrakuta, kemudian Ia turun dari Daun Bunga Teratai-Nya dan pergi menghadap Sang Buddha Sakyamuni dan Sang Buddha Prabhutaratna serta dengan takzimnya bersujud di Kaki KeDua Yang Maha Agung itu. Ketika Ia telah selesai menyatakan Penghormatan-Nya, kemudian Ia menemui Sang Bodhisattva Pragnakuta. Dan sesudah saling menanyakan Kesehatan masing-masing, kemudian Mereka mengundurkan Diri dan duduk pada satu sisi. Sang Bodhisattva Pragnakuta bertanya pada Sang Manjusri:"Tuan Yang Bijaksana ! Sejak Engkau pergi ke Istana Naga, berapa banyak mahlukkah yang telah Engkau Takbiskan?" Sang Manjusri menjawab:"Jumlah Mereka tidak terbatas, tiada lagi dapat dihitung ataupun diutarakan dalam kata-kata, maupun dibayangkan. Tunggu sajalah sebentar ! Seseorang pasti datang membawa Bukti." Belum selesai Ia berbicara Para Bodhisattva yang tak terhitung jumlah-Nya, sambil duduk diatas Bunga-Bunga Teratai Bertahta Manikam muncul dari dalam Samudra menuju Puncak Gunung Gridhrakuta dan terbang ke atas angkasa. Semua Bodhisattva-Bodhisattva ini telah ditakbiskan dan diselamatkan oleh Sang Manjusri dan seluruh-Nya telah menjadi sempurna dalam Dharma Bodhisattva dan Mereka bersama-sama membicarakan serta mengajarkan ke 6 Paramita. Mereka yang berada di langit yang semula menjadi Sravaka, masing-masing mengisahkan Perbuatan-Perbuatan Sravaka Mereka yang terdahulu. Sekarang Mereka Semua telah melaksanakan Prinsip-Prinsip KeAgamaan dari Kendaraan Agung. Kemudian berkatalah Sang Manjusri pada Sang Bodhisattva Pragnakuta :"Demikianlah hasil Ceramah Ajaran-Ku di dalam Samudera."

Kemudian Sang Bodhisattva Pragnakuta memuja-Nya dalam Syair:

"Paduka Yang Maha Bijak, Arif, Berani serta Perkasa !
Engkau telah mentakbiskan Para Umat yang tak terhitung jumlah-Nya,
Seperti Pertemuan Agung sekarang ini
Telah Aku lihat seluruh-Nya.
Mewejangkan Pokok-Pokok Kesunyataan
Dan mengajarkan Hukum Kendaraan Tunggal,
Begitu besarnya jumlah Mahluk yang telah Engkau Pimpin
Untuk mencapai Bodhi dengan cepat."

Sang Manjusri menjawab :"Yang selalu Aku permaklumkan di tengah-tengah samudera tiada lain kecuali Hukum Kesunyataan Bunga Teratai Yang Menakjubkan." Sang Pragnakuta bertanya Pada Sang Manjusri :"Sutta ini sangat dalam dan halus serta merupakan mutiara dari segala Sutta, suatu hal yang langka didalam dunia. Apakah terdapat Seorang yang dengan rajin dan bersemangat menjalankan Sutta ini dapat mencapai KeBuddhaan dengan cepat ?" Sang Manjusri memberi jawaban :"Adalah Seorang Puteri dari Raja Naga Sagara yang baru berusia 8 tahun, Bijak dan Cerdas, memahami dengan baik tentang Karma yang timbul dari akar-akar tindakan seluruh mahluk. Dia telah mencapai Dharani dan telah mampu menerima serta memelihara segala Kekayaan Yang Paling Dalam dan Yang Bersifat Kebatinan yang telah Di Ajarkan oleh Para Buddha, dan Dia telah pula menguasai Meditasi dengan dalam serta meresapi seluruh Hukum-Hukum Kesunyataan. Dalam sekejap mata Dia mencapai Bodhi dan mencapai Tingkat Yang Tidak Pernah Akan Terlahir Kembali. Ia memiliki Daya Penjelasan yang tidak meragukan lagi dan memiliki Jiwa Yang Welas Asih kepada semua umat seakan-akan Mereka itu Putera-Nya Sendiri. Jasa-Jasa-Nya sangat sempurna dan perasaan Jiwa serta Uraian-Uraian yang keluar dari Mulut-Nya, Keduanya sangat Halus dan Agung. Dia berwatak lemah lembut dan Welas Asih, Arif dan Sederhana, Luhur dan Berbudi dan Ia telah dapat mencapai Bodhi."

Sang Bodhisattva Pragnakuta berkata:"Aku telah menyaksikan Betapa Sang Sakyamuni Buddha selama berkalpa-kalpa yang tanpa hitungan telah melakukan Dharma berat dan penuh derita, menimbun Jasa dan menumpuk Kearifan, mencari Jalan Bodhi dengan tiada henti-hentinya serta tanpa istirahat. Aku telah mengetahui bahwa didalam jutaan dunia tidak terdapat setitikpun Kawasan walau sebesar biji benih dimana Beliau tidak mencurahkan Jiwa dan Raga-Nya sebagai Seorang Bodhisattva, yang semuanya ini karena demi para umat. Dan hanya sesudah melaksanakan Hal demikianlah Beliau baru mencapai Bodhi. Jadi merupakan hal yang sulit dipercaya bahwa gadis ini dapat mencapai Penerangan Agung hanya dalam waktu yang begitu singkatnya." Sebelum Ia selesai berkata, Puteri dari Sang Raja Naga tiba-tiba muncul dihadapan Mereka dan setelah menghormat Sang Buddha dengan Takzimnya, kemudian menarik Diri kesamping dan memuja-Nya dalam Syair :

Betapa dalam-Nya Pandangan-Nya
Tentang dosa dan Kemarahan
Namun Beliau terus menerangi semesta ini
Dengan Jiwa-Nya yang demikian Halus dan suci
Memiliki 32 Tanda Yang Maha Sempurna
Bersama ke 80 jenis Keistimewaan
Demikianlah Rohani-Nya telah dihiasi-Nya

Kepada-Nya Para Dewa dan Manusia memuja
Para Naga dan Mahluk Halus bersujud
Segala macam Mahluk Hidup memuliakan-Nya
Kemudian setelah mendengar Kebenaran itu
Aku akhirnya mencapai Penerangan Agung
Yang hanya disaksikan oleh Sang Buddha
Akan Kubabarkan Ajaran Kendaraan Agung ini
Untuk membebaskan semua umat dari derita

Kemudian Sang Sariputra berkata kepada Puteri Naga itu:" Engkau menyatakan bahwa dalam waktu singkat Engkau telah mencapai Kebijaksanaan Agung. Hal ini sangat sulit dipercaya, karena betapapun juga tubuh Seorang Wanita adalah kotor dan tidak merupakan Kendaraan dari Hukum Kesunyataan ini. Bagaimana mungkin Ia dapat mencapai Bodhi Agung ? Jalan KeBuddhaan adalah sangat luas sehingga hanya setelah melewati banyak kalpa yang tanpa hitungan, menahan kesengsaraan, mengumpulkan Dharma-Dharma baik, dan melaksanakan Kesempurnaan dengan Sempurna, maka barulah Bodhi Agung itu dapat dicapai. Apalagi Seorang Wanita yang Tubuh-Nya masih mempunyai 5 rintangan: yaitu pertama Ia tidak dapat mencapai Tingkat KeBrahman, kedua Ia tidak dapat mencapai Tingkat Indra, ketiga yaitu raja mara, keempat yaitu raja tingkat Cakravartin, dan kelima adalah Seorang Buddha. Lalu bagaimana mungkin Tubuh Seorang Wanita dapat menjadi Seorang Buddha dengan begitu cepatnya?"

Pada saat itu Sang Puteri Naga mempunyai sebuah Mutiara indah seharga Jutaan Dunia yang Ia Acungkan dan Ia Persembahkan kepada Sang Buddha dan Sang Buddha pun menerima-Nya dengan segera. Kemudian Sang Puteri Naga berkata pada Bodhisattva Pragnakuta dan pada Sariputra Yang Agung :"Aku telah mempersembahkan Mutiara-Ku dan Yang Maha Agung pun telah menerima-Nya. Apakah Tindakan tadi berjalan dengan cepat ? Mereka menjawab:"Sangat cepat." Sang Puteri Naga berkata pula :"Dengan Kekuatan Ghaib Kalian lihatlah Aku menjadi Seorang Buddha yang bahkan lebih cepat dari Tindakan tadi !"

Pada saat itu seluruh Pertemuan melihat Sang Puteri Naga menjelma dengan tiba-tiba menjadi Seorang Pria Yang Sempurna Dharma Bodhisattva-Nya, Yang Dengan Segera Pergi Ke Dunia Yang Tiada Berbatas di Kawasan Selatan, dimana Ia duduk diatas sebuah Bunga Teratai Indah Dan Mencapai Penerangan Agung Dengan 32 Tanda Serta 80 Jenis Keistimewaan Dan Secara Menyeluruh Memaklumkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan Kepada Semua Umat Di Alam Semesta.

Kemudian Alam Semesta Para Bodhisattva, Sravaka, 8 Kelompok dari Para Dewa dan Para Naga, Manusia dan Yang Bukan Manusia, Semua-Nya melihat dari Kejauhan Puteri Naga menjadi Seorang Buddha dan secara menyeluruh mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan kepada Para Dewa, Manusia dan lain-lain-Nya diantara Pertemuan itu. Semua-Nya diliputi Kegembiraan Yang Besar dan melakukan Penghormatan dari Kejahuan.
Orang-Orang yang tak terhitung Jumlah-Nya ketika mendengar Khotbah-Nya tentang Hukum Kesunyataan itu, semuanya menjadi Paham dan mencapai Tingkatan yang tidak akan lahir kembali ke kehidupan yang tidak kekal. Orang-Orang yang tak terhitung jumlah-Nya itu juga menerima Penetapan Mereka untuk mencapai Jalan Agung. Dunia Yang Tanpa Batas itu membuat gerakan 6 kali lipatan. Tiga Ribu Umat didalam alam semesta mendapatkan kepuasannya dalam Anutpattika Dharmahsanti, sedangkan tiga ribu Umat mencurahkan Pikiran Mereka pada Bodhi serta memperoleh Penetapannya.
Sang Bodhisattva Pragnakuta dan Sang Sariputra serta seluruh Pertemuan itu, Semuanya mempercayai-Nya diam-diam.

133
Saudara/ri yang beruntung, janganlah berkata demikian. Hendaknya dapat meneladani salah satu sifat Sang Tathagata. Cintailah Persatuan. Jangan mencintai perpecahan. Adalah salah bila melakukan perpecahan hubungan keluarga sendiri, tetapi lebih bersalahlah dia yang memecah belah hubungan keluarga orang lain. Banyak kejadian yang tidak menyenangkan terjadi, hal itu bukanlah merupakan harapan penderita. Seperti bencana tenggelamnya tujuh kota besar yang sekarang menjadi laut China Selatan, Gempa Bumi Daerah Sinkiang, daerah yang tidak tenang. Dan baru-baru ini juga ada gempa di China yang menelan korban jiwa ratusan ribu. Bukankah itu juga sebuah hal yang tak diinginkan oleh mereka yang baik dan tentunya warga RRC sendiri. Untuk Dalai lama, jika anda bersedia, berdoalah untuknya, salurkanlah jasa kebajikan untuknya, demi kebahagiaan dan keselamatannya. Karena saya melihat bahwa anda mencintai Dalai Lama. Dan untuk negara RRC, doakanlah semoga segala bentuk perpecahan dan bencara segera dimusnahkan. Dua hal inilah yang sepantasnya dikerjakan. Dan jika bisa, janganlah melakukan perbuatan mara dalam Dharmaparyaya. Kesalahan seperti ini dapat menimbulkan bencana.

Om Hanu Phasa Bhara Heye Svaha.

Mantra ini dapat menolong anda.

134


Namo Bhagavate Avalokitesvara Bodhisattva Mahasattva
(Terpujilah Bodhisattva Mahasattva Yang Maha Suci Raja Tiga Dunia Yang Melihat Kebawah)

135
Sutra Mahayana / Re: Namo Sukhaviharaparivartah Dharmaparyaya Suttram
« on: 01 October 2008, 09:35:32 PM »
"Wahai Manjusri ! Ketika Bodhisattva Mahasattva ini, di dalam akhir masa ketika Hukum Kesunyataan ini akan musnah, telah dapat menyempurnakan Tingkat Ketiga Dari Pelaksanaan Yang Damai dan mengkhotbahkan Sutta ini, maka tidak akan ada sesuatu pun yang dapat mengganggu-Nya lagi. Dia akan mendapatkan teman-teman belajar yang baik, yang akan membaca dan menghafalkan Sutta ini bersama-Nya. Dia juga akan mendapatkan orang-orang yang sangat banyak, yang berdatangan dan mendengar-Nya, yang setelah mendengar-Nya kemudian menghafalkan-Nya, setelah menghafalkan-Nya kemudian dapat mengkhotbahkan-Nya, setelah mengkhotbahkan-Nya kemudian dapat menyalin-Nya atau membuat orang lain mampu menyalin-Nya dan Mereka yang menghormati Sutta ini, Mereka itu akan memuja, memuliakan dan memuji-Nya."

Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan Ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam Syair :
 
"Jika Seseorang hendak mengkhotbahkan Sutta ini,
Haruslah Ia meninggalkan jiwa yang iri, marah dan sombong,
Bujukan, pikiran yang dusta dan palsu,
Dan selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang jujur.
Dia tidak boleh meremehkan siapapun,
Dan sekali-sekali tidak boleh membicarakan Hukum Kesunyataan untuk hiburan,
Ataupun menyebabkan orang lain bimbang maupun menyesal,
Dengan berkata :"Kalian tidak akan dapat menjadi Buddha."
Putera Sang Buddha ini di dalam mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan
Akan selalu lemah lembut, sabar,
Serta Welas Asih pada semua
Dengan tidak pernah merasa malas.

Kepada Para Bodhisattva Agung di manapun jua,
Yang melaksanakan Jalan Agung dengan Kasih Sayang pada semua,
Dia harus menaruh rasa hormat
Dengan berpikir :"Inilah Guru-Guru Agung-Ku."

Kepada seluruh Para Buddha Yang Agung
Ia harus menganggap-Nya sebagai Ayahnya Yang Sangat Bijaksana,
Dan dengan menghapus jiwa congkaknya,
Harus dapat mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan tanpa halangan.

Itulah Cara Yang Ketiga, Pelaksanaan Penuh Ketenangan.
Seorang Yang Bijaksana hendaknya melaksanakan semua ini,
Seorang Pengkhotbah yang tekun dan penuh rasa pengabdian itu,
Akan di puja oleh kelompok-kelompok yang tak terbatas."

"Lagi, Wahai Manjusri ! Bodhisattva Mahasattva yang memelihara Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini di dalam ujung-ujung masa yang akan datang, waktu Hukum Kesunyataan hampir musnah, maka Ia harus memelihara Jiwa Cinta Kasih Yang Agung terhadap Para Pengikut  awam dan Para Bhiksu, dan membina Jiwa Welas Asih Yang Agung kepada mereka yang belum menjadi Bodhisattva. Dan Ia harus membayangkan demikian :"Orang-orang semacam ini telah menderita kerugian yang besar. Ketika ada kesempatan Hukum Kesunyataan ini di khotbahkan dengan Cara Yang Bijaksana dari Sang Tathagata, mereka tidak mendengarkan, maupun mengetahui-Nya, maupun memahami-Nya, maupun menanyakan-Nya, maupun mempercayai-Nya ataupun mengerti Sutta ini. Ketika Aku telah mencapai Penerangan Agung, maka di manapun Aku berada, dengan Kekuatan Ghaib-Ku dan Daya Kebijaksanaan-Ku, Aku akan memimpin Mereka untuk tinggal di dalam Hukum Kesunyataan ini."

"Wahai Manjusri ! Bodhisattva Mahasattva yang sesudah Kemokshaan Sang Tathagata nanti, yang telah menyempurnakan Cara Yang Keempat ini, maka bila Ia berkhotbah tentang Hukum Kesunyataan ini, Ia akan terbebas dari kesalahan-kesalahan. Ia akan selalu di muliakan, di puja, di hormati dan di puji oleh Para Bhiksu, Bhiksuni, Pengikut-Pengikut Priya dan Wanita, Para Raja dan Pangeran, dengan Menteri-Menteri dan Rakyatnya, Para Brahman dan Penduduk serta lain-lainnya. Seluruh Para Dewa yang berada di angkasa akan selalu mengikuti dan menghadiri-Nya agar dapat mendengar Hukum Kesunyataan itu. Jika Ia berada di sebuah dusun, kota ataupun di hutan yang terpencil dan kemudian ada seseorang yang datang hendak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit kepadanya, maka demi Hukum Kesunyataan itu, Para Dewa siang dan malam tiada henti-hentinya akan menjaga dan melindungi-Nya sehingga Ia mampu membuat Para Pendengar-Nya bergembira. Karena betapapun juga Sutta inilah yang pada masa dahulu, masa mendatang dan saat sekarang ini yang selalu di amati oleh Para Buddha dengan Kekuatan Ghaib Mereka."

"Wahai Manjusri ! Di dalam banyak negara yang tak terhitung jumlahnya, di mana bahkan Nama dari 'Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan' tidak dapat terdengar, sangatlah jarang Hukum Kesunyataan ini dapat di ketahui, di terima dan di pelihara, di baca serta di hafalkan.

"Wahai Manjusri ! Aku akan menceritakan kepada-Mu sebuah Perumpamaan. Hal ini seperti Seorang Raja Pemutar Roda Suci yang sangat berkuasa, yang ingin menaklukkan negeri-negeri lain dengan Kekuatan. Ketika raja-raja kecil tidak mematuhi Perintah-Nya, maka Raja Pemutar Roda Suci itu mengerahkan segala Tentara-Nya dan pergi mengalahkan mereka. Demi melihat Tentara-Tentara-Nya yang sangat perkasa di dalam peperangan itu, Sang Raja menjadi senang hati dan memberi mereka hadiah-hadiah menurut jasa-Nya masing-masing, baik berupa bidang-bidang tanah, rumah-rumah, desa-desa, ataupun kota-kota, atau memberi mereka pakaian-pakaian ataupun perhiasan-perhiasan diri, ataupun memberi segala macam harta benda, emas, perak, lapis lazuli, batu-batu bulan, batu-batu mulia, coral, amber, gajah-gajah, kuda-kuda, kereta, tandu, budak laki-laki dan perempuan serta rakyat. Hanyalah Permata Mahkota yang terdapat di atas Kepala-Nya sajalah yang tidak Ia berikan pada siapapun, karena hanya di atas Kepala Seorang Raja sajalah Permata tunggal ini di pakai dan seandainya Ia memberikan Permata itu, maka seluruh pengikut-pengikut Raja itu akan terkejut. Wahai Manjusri ! Sang Tathagata juga seperti ini. Dengan Kekuatan Meditasi Dhyana-Nya dan Kebijaksanaan-Nya, Beliau memperoleh Kuasa atas seluruh negeri itu berdasarkan Dharma dan memerintahnya sebagai Seorang Raja di seluruh Triloka. Tetapi raja-raja mara tidak mau menyerah, namun Jenderal-Jenderal Kebijaksanaan dan Kesucian dari Sang Tathagata memerangi mereka. Kepada mereka yang perkasa, maka Beliau juga bersenang Hati dan di tengah-tengah Keempat Kelompok-Nya, Beliau mengkhotbahkan Sutta-Sutta kepada Mereka, yang membuat Mereka bergembira, serta menghadiahi Mereka dengan Meditasi Dhyana, Pembebasan, Akar-Akar Kebenaran tanpa asrava dan Kekuatan-Kekuatan tanpa asrava, dan semua Kekayaan Hukum Kesunyataan. Sebagai tambahan, Beliau memberi Mereka Kota Nirvana dengan bersabda bahwa Mereka telah mencapai Kemokshaan serta Beliau memikat Pikiran Mereka sehingga semua-Nya bergembira, meskipun demikian, Beliau tidak mengkhotbahkan 'Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan' ini kepada Mereka.

"Wahai Manjusri ! Seperti juga Sang Raja Pemutar Roda Suci yang sangat bergembira melihat Bala Tentara-Nya gagah perkasa sehingga akhirnya Ia memberi Mereka Permata yang tak ternilai harganya, yang di pakai di atas Kepala-Nya selama waktu yang lama, yang tidak boleh di berikan secara sembarangan kepada seseorang. Begitu jugalah Sang Tathagata. Sebagai Raja Hukum Kesunyataan Yang Agung dari Triloka, Beliau mengajarkan dan mentakbiskan semua mahluk hidup dengan Hukum Kesunyataan, ketika Beliau melihat Tentara-Nya Yang Bijak dan Suci berperang melawan mara dari 5 proses mental, mara dari nafsu birahi dan mara dari kematian dengan Keberanian Yang Luar Biasa dan segala Jasa-Jasa, menghapuskan ketiga racun, lolos dari Triloka dan menerobos jaring-jaring mara, Sang Tathagata menjadi sangat bergembira dan sekarang akhirnya mengkhotbahkan Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini, yang belum pernah di khotbahkan sebelumnya dan yang mampu menyebabkan semua umat mencapai Pengetahuan Yang Sempurna. Aku tidak membabarkan Sutta ini sebelumnya karena jika Aku melakukan-Nya, banyak orang dalam dunia ini akan membenci dan hanya sedikit yang mempercayai-Nya. Wahai Manjusri ! Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini merupakan Ajaran Yang Paling Terkemuka dari Para Tathagata serta merupakan Ajaran Yang Paling Halus atau Dalam. Akhirnya Aku berikan pada Kalian Semua, seperti halnya Raja yang sangat berkuasa itu, yang akhirnya memberikan Permata Yang Paling Berharga, Yang Telah Ia Pelihara Sekian Lama-Nya.

"Wahai Manjusri ! Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini merupakan Kekayaan Yang Pelik dari Para Buddha Tathagata yang merupakan Sutta Yang Paling Agung Dari Seluruh Ajaran Sang Tathagata. Begitu lamanya Sutta ini di jaga dan tidak di khotbahkan sebelum Waktu-Nya tiba. Untuk yang pertama kalinya Hari ini Aku Khotbahkan Sutta itu kepada Kalian Semua.

Pada saat itu, Yang Maha Agung menginginkan untuk memaklumkan Ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam Syair :

"Senantiasa bertindak dengan sabar
Mengasihi Semua mahluk hidup,
Begitulah Seseorang dapat memaklumkan
Sutta Yang Di Puja Sang Buddha.

Di dalam akhir masa-masa mendatang,
Mereka yang memelihara Sutta ini,
Haruslah memiliki Hati Yang Welas Asih.
Dan kepada mereka yang bukan Bohisattva,
Ia harus berpikir ;
' Bagi Mereka yang tidak mendengar
Ataupun mempercayai Sutta ini
Mengalami kerugian yang besar.
Aku, setelah mencapai Jalan KeBuddhaan,
Dengan Cara Yang Bijaksana,
Akan Mengkhotbahkan Sutta ini kepada Mereka
Agar Mereka tinggal di dalam-Nya. '

Aku akan menceritakan kepada-Mu sebuah Perumpamaan,
Seperti halnya Seorang Raja
Pemutar Roda Suci Yang Sangat Berkuasa
Yang kepada Tentara-Tentara Perang Pilihan-Nya
Menghadiahkan banyak Hadiah-Hadiah,
Gajah-Gajah, Kuda-Kuda, Kereta-Kereta, Tandu-Tandu,
Perhiasan-Perhiasan Pribadi,
Begitu juga Bidang-Bidang Tanah dan Rumah-Rumah,
Desa-Desa dan Kota-Kota.
 
Ataupun memberikan Pakaian-Pakaian,
Bermacam-macam Jenis Permata,
Budak-Budak dan Kekayaan-Kekayaan,
Memberikan seluruhnya dengan gembira

Tetapi hanya bagi Satu Keberanian Perwira,
Dan Keberanian Yang Luar Biasa,
Sang Raja Baru mengambil dari Kepala-Nya,
Intan Mahkota untuk di berikan kepada-Nya.

Begitu jugalah dengan Sang Tathagata.
Beliau adalah Seorang Raja dari Segala Hukum Kesunyataan
Memiliki Kekuatan Kesabaran Yang Agung.
Serta Kekayaan dari Kebijaksanaan;

Beliau, dengan Kebajikan Yang Agung,
Merubah Dunia dengan Hukum Kesunyataan-Nya.
Demi melihat Para Umat
Menderita duka dan sengsara
Mencari Kebebasan,
Berperang melawan mara

Beliau pada semua mahluk hidup ini,
Telah mengkhotbahkan berbagai macam Hukum Kesunyataan,
Dan dengan Kebijaksanaan Yang Agung,
Telah mengkhotbahkan Sutta-Sutta banyak sekali;
Akhirnya mengetahui bahwa para mahluk
Telah memperoleh kekuatan mereka,

Pada akhirnya Beliau mengkhotbahkan
Kepada Mereka Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini,
Seperti Sang Raja yang mengambil dari Kepala-Nya
Permata itu dan memberikan-Nya.

Sutta ini Sangat Unggul
Diantara semua Sutta-Sutta.
Aku selalu memelihara-Nya
Dan tidak mengajarkan-Nya sebelum Waktu-Nya.

Saat ini benar-benar Waktu-Nya
Untuk mengkhotbahkan-Nya kepada Kalian Semua.
Sesudah Kemokshaan-Ku,
Siapa pun yang mencari Jalan KeBuddhaan
Dan menghendaki memaklumkan
Sutta ini dengan tiada terganggu,
Haruslah menghubungkan Dirinya pada
Keempat Pokok-Pokok seperti ini.

Dia yang membaca Sutta ini
Akan selalu terbebas dari kekhawatiran
Dan terbebas dari sakit dan penyakit;
Wajahnya akan menjadi segar dan putih;
Dia tidak akan terlahir dalam kemiskinan,
Sederhana ataupun nista.

Semua mahluk akan senang memandangnya
Sebagai Seorang Suci yang di rindukan;
Para Bidadari Surga
Akan menjadi Pelayannya.
Pedang dan tongkat tidak akan terletak di atasnya,
Racunpun tidak akan membahayakannya.

Jika seseorang menjelekannya,
Mulut orang itu akan di tutup / di bungkam.
Dengan tiada gentar Ia akan mengembara
Seperti Seekor Raja Singa.

Kegermelapan Kebijaksanaannya
Akan bersinar seperti Sang Surya.
Seandainya Ia bermimpi,
Ia akan melihat hal-hal yang indah,
Melihat Para Tathagata
Duduk di atas Tahta-Tahta Singa,
Mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan pada Para Kelompok-Kelompok
Yang mengelilingi Para Bhiksu

Melihat juga Para Naga,
Asura dan yang lain-lainnya,
Dalam jumlah seperti pasir-pasir Sungai Gangga,
Yang memuliakan-Nya dengan tangan terkatup;

Dan Ia melihat Dirinya Sendiri
Mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan kepada Mereka.
Ia juga akan melihat Para Buddha,
Dengan Tanda Tubuh Emas-Nya,
Memancarkan Sinar Yang Luar Biasa,
Menerangi Semua Umat,
Dan dengan Suara Brahma,
Menjelaskan Hukum Kesunyataan itu.

Sedangkan Sang Buddha pada Keempat Kelompok
Mengkhotbahkan Hukum Yang Agung,
Ia akan melihat Dirinya Sendiri di tengah-tengah Kelompok itu
Sedang memuja Sang Buddha dengan Tangan Terkatup;

Ia akan mendengarkan Hukum Kesunyataan dengan Kegembiraan,
Menyembah-Nya,
Mencapai Dharani,
Dan membuktikan Kenyataan dari Kepantang Munduran.

Sang Buddha yang mengetahui pikirannya
Telah masuk dalam Jalan KeBuddhaan,
Kemudian akan menetapkannya untuk memperoleh
Penerangan Agung Yang Sempurna,
Dengan bersabda :"Engkau Putera-Ku Yang Baik,
Dalam masa yang mendatang
Akan mencapai Kebijaksanaan Yang Mutlak,
Jalan Agung dari Sang Buddha;

Sebuah Kawasan Yang Sangat Bersih,
Dengan Luas Yang Tak Terbandingkan,
Dan bersama Keempat Kelompok-Mu
Dengan Tangan Terkatub mendengarkan Hukum Kesunyataan-Mu."

Ia juga akan melihat Dirinya Sendiri
Di dalam hutan pegunungan,
Melatih Dirinya dalam Hukum Kesunyataan Yang Baik,
Membuktikan Kenyataan,
Dan asyik bermeditasi
Melihat Para Buddha Dari Sepuluh Penjuru Alam Semesta;

Para Buddha-Buddha itu berwarna Keemasan
Terhiasi dengan Seratus Tanda-Tanda Jasa Kebajikan;
Ia yang mendengarkan dan mengkhotbahkan kepada yang lain,
Selalu bermimpi baik seperti ini.

Lagi, Ia bermimpi menjadi Seorang Raja
Yang telah mengalahkan kelima hawa nafsu
Dan segala kesenangan yang indah.
Yang meninggalkan Istananya dan Keluarganya
Dan menikmati dengan indahnya bagi perasaan-perasaannya
Untuk pergi ke Singasana Kebijaksanaan;

Dikaki sebuah pohon Bodhi,
Ia duduk di atas Tahta Singa;
Setelah mencari Jalan Agung selama 7 Hari,
Ia mencapai Kebijaksanaan Dari Para Buddha;

Setelah mencapai Penerangan Agung Tiada Tandingan,
Ia bangkit dan memutar Roda Hukum Kesunyataan,
Kepada Keempat Kelompok Mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan
Selama beribu-ribu koti kalpa;

Sesudah mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan
Yang Menakjubkan, Yang Sempurna
Dan menyelamatkan mahluk-mahluk yang tanpa hitungan,
Kemudian Ia akan mencapai Nirvana
Seperti sebuah Pelita Yang Padam Ketika Asapnya Berakhir.

Seandainya Seseorang dalam masa angkara yang mendatang
Mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Paling Utama ini,
Ia akan memperoleh Karunia Yang Besar
Seperti Pahala-Pahala di atas tadi.

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Keghaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Bab 14, Tentang Hidup Tenang.

Namo Triratna
Namo Bhagavate Amitabha Tathagata Arhate SamyakSamBuddha
Namo Bhagavate Chenrezig Avalokitesvara Bodhisattva Mahasattva
Namo Bhagavate Vajrapani Bodhisattva Mahasattva
Namo Bhagavate Mahastamaprapta Bodhisattva Mahasattva
Tadyatha Pentsa Driya Awa Bodhani Svaha

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 [9] 10 11 12 13 14 15 16 17
anything