SN 22.59 PTS: S 3.66
Anattalakkhaṇa Sutta
Karakteristik Bukan-diri
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Bhikkhu Bodhi
© 2011-2012
Terjemahan alternatif: Pāḷi, Bhikkhu Thanissaro
------------------------------------------------------------------
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana.[1] Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Karena jika, para bhikkhu, bentuk adalah diri, maka bentuk tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’ Tetapi karena bentuk adalah bukan-diri, maka bentuk menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’[2]
“Perasaan adalah bukan-diri.... [67] ... Persepsi adalah bukan-diri.... Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri.... Kesadaran adalah bukan diri. Karena jika, para bhikkhu, kesadaran adalah diri, maka kesadaran tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’ tetapi karena kesadaran adalah bukan-diri, maka kesadaran menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’
“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah perasaan adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah persepsi adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah bentukan-bentukan kehendak adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – [68] “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Oleh karena itu, para bhikkhu, bentuk apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Perasaan apa pun juga ... Persepsi apa pun juga … Bentukan-bentukan kehendak apa pun juga ... Kesadaran apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”
Demikianlah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Dan ketika khotbah ini sedang dibabarkan, batin para bhikkhu dari Kelompok Lima itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan.
Catatan Kaki
1. ↑ Ini adalah khotbah ke dua Sang Buddha, tercatat pada Vin I 13-14. Lima bhikkhu itu adalah lima siswa pertama, yang pada saat itu masih berlatih (sekha). Mereka mencapai Kearahantaan di akhir khotbah tersebut. Spk: Mengikuti Dhammacakkappavattana Sutta (khotbah pertama), yang dibabarkan pada hari purnama bulan Āsaḷha (July), kelima orang itu perlahan-lahan mencapai buah Memasuki-arus. Pada hari ke lima paruh bulan berikutnya, Beliau berkata kepada mereka, dengan pemikiran, “Sekarang Aku akan mengajarkan kepada mereka Dhamma untuk menghancurkan noda-noda.”
2. ↑ Sutta ini memberikan dua “argumentasi” untuk tesis anattā. Yang pertama mendemonstrasikan sifat tanpa-diri dari lima kelompok unsur kehidupan dengan dasar bahwa mereka tidak rentan pada pengerahan kemahiran (avasavattitā). Jika apa pun dianggap sebagai “diri” kita, maka itu pasti tunduk pada kendali kehendak kita; akan tetapi, karena kita tidak dapat mengatur kelima kelompok unsur kehidupan sesuai kehendak kita, maka mereka semua tunduk pada penyakit dan oleh karena itu pasti bukan diri kita. Untuk penyajian yang lebih lengkap atas argumentasi ini, baca MN I 230-33. Argumentasi ke dua untuk anattā diperkenalkan persis di bawah, dimulai dengan kata “Bagaimana menurut kalian?...” Argumentasi ini mendemonstrasikan karakteristik bukan-diri dengan berlandaskan pada dua karakteristik lainnya, ketidakkekalan dan penderitaan, digabungkan.