//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 589895 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #630 on: 02 July 2011, 08:51:59 AM »
share pengalaman,
mengenai kepercayaan diri, harus timbul suatu pandangan benar, mengenai
apa itu PD? dan penyadaran akan ego, hal ini dapat di realisasikan melalui perhatian yg terus menerus terhadap gerak pikiran, dan harus terus bersosialisasi dgn masyarakat, baik dr kalangan atas/bawah.

sehingga percaya diri secara internal itu keluar, kalau di lukiskan, anda berbicara di depan CEO untuk menawarkan produk anda dengan menggunakan celana pendek,sendal jepit,kaos oblong pun, anda berani.!

mengenai kepekaan, berlatihlah satipathana...
akan sangat membantu dalam menganalisa pikiran lawan dan gerak gerik lawan.(konumen mksdnye)

*kalo ngaco, mangga di babat
Saya setuju bahwa Satipatthana adalah kunci dari memahami kesombongan/keminderan, over-PD/under-PD. Hanya saja ketika kita 'keluar' dari satipatthana dan menjalani kehidupan sehari-hari, maka kecenderungan pola pikir yang lebih menentukan.

Satipatthana juga membuat kita peka terhadap pikiran sendiri, bukan pikiran orang lain. Untuk 'memahami' orang lain sebetulnya susah-susah-gampang. Bagian yang gampangnya adalah: 'bersedialah mendengarkan, menerima input dari dia'. Menurut saya begitu.


Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #631 on: 02 July 2011, 10:01:00 AM »
Bro Kainyn,

dalam berkomunikasi dengan seseorang terkadang kita berusaha untuk bersikap lebih luwes dan komunikatif, namun malah menerima suatu perlakuan yang mungkin agak berbeda, Misal disepelekan, diacuhkan, dinomorduakan, dll. Dalam hal ini, tentunya bisa saja hal ini benar adanya dan bisa juga hal ini hanya perasaan belaka. Berefleksi dan aktif mendengarkan saran tentu saja harus dilakukan. Namun, tidak selamanya kita dapat mengaplikasikan saran yang diterima apabila bertentangan dengan karakter dan prinsip.

Bagaimana kira-kira cara menganggulangi hal ini ?
Apakah kira-kira bisa dievaluasi karakter dan prinsip yang tidak bermanfaat ?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #632 on: 02 July 2011, 10:32:53 AM »
Q: Bagaimanakah membedakan pergaulan baik & buruk?

A: Walaupun memiliki seribu teman, namun tidak ada yang memahami. Bagaikan berkelana di negeri asing yang ramai dan ramah, begitu pula walaupun mereka tersenyum, namun tidak memahami isi hatimu. Mereka datang untuk mengajakmu bersenang-senang. Ketika kau jatuh dan lemah, mereka memanfaatkannya demi keuntungan mereka. Mereka singgah di hidupmu hanya sebagai kenangan yang indah. Itulah pergaulan yang buruk.

Walaupun memiliki sedikit teman, namun mereka membuat hidup bermakna. Bagaikan ibu memahami anaknya hanya lewat raut wajah, begitu pula ia memahamimu walaupun tanpa kata terucap. Mereka datang untuk menanyakan kesedihanmu. Ketika kau jatuh dan lemah, mereka merangkul dan ikut menanggung bebanmu. Mereka singgah di hidupmu demi tujuan di masa depan. Itulah pergaulan yang baik.

Offline Wijayananda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 532
  • Reputasi: 69
  • Gender: Male
  • Semua akan berlalu...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #633 on: 02 July 2011, 10:44:46 AM »
Bro kainyn, apakah ego diperlukan dalam kehidupan awam ?

Katakanlah dalam bekerja, situasi pekerjaan mengharuskan kita harus rebutan "lahan" agar kemampuan pengalaman dan popularitas kita menanjak sehingga bisa ditunjuk untuk pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat lagi, juga agar orang-orang lebih sering meminta bantuan kita. Dalam kondisi ini tentu saja amarah, dendam, dan kebencian akan sulit sekali dihindari.

Apakah memungkinkan dalam situasi seperti ini seseorang tetap berlatih sementara kondisi lapangan mengharuskan dia untuk menjadi ambisius ?
Jadi teringat kata JK...pikiran ini bersifat 'dualitas' diperlukan dlm kehidupan sehari2 namun juga sbg sumber konflik/penderitaan..jd dia membuat tantangan 'mampukah 'pikiran' ini berhenti dan hanya 'digunakan' jika 'diperlukan'...
Bagaimana pendapat om kainyn?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #634 on: 02 July 2011, 10:45:01 AM »
Bro Kainyn,

dalam berkomunikasi dengan seseorang terkadang kita berusaha untuk bersikap lebih luwes dan komunikatif, namun malah menerima suatu perlakuan yang mungkin agak berbeda, Misal disepelekan, diacuhkan, dinomorduakan, dll. Dalam hal ini, tentunya bisa saja hal ini benar adanya dan bisa juga hal ini hanya perasaan belaka. Berefleksi dan aktif mendengarkan saran tentu saja harus dilakukan. Namun, tidak selamanya kita dapat mengaplikasikan saran yang diterima apabila bertentangan dengan karakter dan prinsip.

Bagaimana kira-kira cara menganggulangi hal ini ?
Apakah kira-kira bisa dievaluasi karakter dan prinsip yang tidak bermanfaat ?

Mungkin harus lihat situasi juga. Manusia karakternya beragam, kita tidak bisa menggunakan pendekatan yang sama pada setiap orang, atau dalam setiap komunitas. Jadi kita menilai bagaimana karakter orang atau komunitas, lalu melihat apakah yang mereka bicarakan, apakah tujuannya, apakah bermanfaat (bagi kita atau bagi mereka) jika kita bergaul di sana, dan lain-lain. Jika memang setelah kita menilai tidak ada manfaatnya bicara, tidak perlulah bicara.

Selain dari membedakan karakter pergaulan, kita juga harus siap dengan reaksi orang lain ketika kita mulai berkomunikasi. Ada kalanya kita salah omong, tapi tetap dipuji. Ada kalanya kita omong benar, tapi malah dipersalahkan. Ini adalah hal yang wajar dalam berkomunikasi, jangan jadi congkak karena pujian kosong, juga jangan jadi rendah diri karena cacian bodoh. Dan terpenting juga, jangan jatuh pada keseimbangan bathin tak bermanfaat. Kadang kita melekat pada kebodohan dan membebalkan diri. Orang bebal itu bathinnya seimbang, dimarahi tidak marah, dicela juga tidak goyah. Teguh pada kebebalannya. Tetap renungkan semua input dan output, coba nilai apakah sudah benar dan bermanfaat. Saya pikir hal-hal tersebut yang perlu direfleksikan. Menurut saya, tidak ada satu penilaian 'karakter' atau 'prinsip' bermanfaat/tidak, yang berlaku universal bagi semua orang. Pasti berbeda, walaupun ada yang sama secara umum.



Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #635 on: 02 July 2011, 10:52:07 AM »
Saya setuju bahwa Satipatthana adalah kunci dari memahami kesombongan/keminderan, over-PD/under-PD. Hanya saja ketika kita 'keluar' dari satipatthana dan menjalani kehidupan sehari-hari, maka kecenderungan pola pikir yang lebih menentukan.

Satipatthana juga membuat kita peka terhadap pikiran sendiri, bukan pikiran orang lain. Untuk 'memahami' orang lain sebetulnya susah-susah-gampang. Bagian yang gampangnya adalah: 'bersedialah mendengarkan, menerima input dari dia'. Menurut saya begitu.


jika memang ingin mengetahui orang lain (khusus bro wal) belajar objek kasina,
tp saya tidak menganjurkannya, karena ntar hidup tdk tenang
Samma Vayama

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #636 on: 02 July 2011, 11:05:28 AM »
Jadi teringat kata JK...pikiran ini bersifat 'dualitas' diperlukan dlm kehidupan sehari2 namun juga sbg sumber konflik/penderitaan..jd dia membuat tantangan 'mampukah 'pikiran' ini berhenti dan hanya 'digunakan' jika 'diperlukan'...
Bagaimana pendapat om kainyn?
Saya kurang paham karena bagaimana 'berhenti' dan 'penggunaan pikiran' ini tidak detail. Tapi kalau menurut yang saya persepsi, saya tetap tidak setuju bahwa ada kalanya pikiran 'dualistik, lalu ada kalanya pikiran 'non-dualistik'. Ketika seseorang telah terbebas dari pandangan 'dualistik', maka pandangan tersebut sudah tidak lagi ada di sana.

Saya contohkan misalnya saya tidak memeluk pandangan personal-theism. Maka dalam segala aspek hidup, pandangan tersebut tidak 'menggerakkan' saya, termasuk ketika saya membahas personal-theism dan menempatkan diri di posisi seorang theist.

Jadi saya tidak melihat pikiran (dualistik) berhenti itu seperti ada on-off, tapi sekali pikiran itu berhenti, maka tidak ada lagi di sana, walaupun dalam kehidupan sehari-hari, intelektualitasnya mengarahkan dia beraktivitas seperti halnya orang yang masih berpikiran dualistik.

« Last Edit: 02 July 2011, 11:21:14 AM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #637 on: 02 July 2011, 11:08:58 AM »
jika memang ingin mengetahui orang lain (khusus bro wal) belajar objek kasina,
tp saya tidak menganjurkannya, karena ntar hidup tdk tenang
Sorry, menyanggah sedikit.
Seseorang yang ingin mengembangkan kesaktian (dengan cara yang benar, bukan pakai instant), tidak perlu khawatir akan hidup tidak tenang, gelisah, banyak gejolak bathin. Mengapa demikian? Sebab kesaktian dikembangkan dari keseimbangan bathin yang tak tergoyahkan (Jhana IV) sebagai dasarnya. Ketika bathin goyah, maka tidak akan mencapai (atau mempertahankan) kesaktian tersebut.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #638 on: 02 July 2011, 11:25:38 AM »
Saya setuju bahwa Satipatthana adalah kunci dari memahami kesombongan/keminderan, over-PD/under-PD. Hanya saja ketika kita 'keluar' dari satipatthana dan menjalani kehidupan sehari-hari, maka kecenderungan pola pikir yang lebih menentukan.

Satipatthana juga membuat kita peka terhadap pikiran sendiri, bukan pikiran orang lain. Untuk 'memahami' orang lain sebetulnya susah-susah-gampang. Bagian yang gampangnya adalah: 'bersedialah mendengarkan, menerima input dari dia'. Menurut saya begitu.



Ikut nimbrung,

Btw, Satipatthana keknya bukan pada saat latihan aja, tapi setiap momen, hanya saja perhatian kesadarannya (sati) harus dilatih terlebih dahulu.
Dijelaskan oleh guru Chah, sati dilatih awalnya kek air kran yang netes (momen tertentu), lama2 kalo tekun dan konsisten tetesannya makin kenceng sampai akhirnya bukan netes lagi tapi mengalir. Kalu udah mengalir, bayangannya adalah setiap saat "sadar".

Kalo udah bisa memahami "diri" sendiri, saya rasa kita dapat memahami "orang lain", karena pada dasarnya sama.
(lagi2 perumpamaan guru Chah), kek daun2 di (satu) pohon, kita cukup mengetahui satu daun maka kita dapat mengerti daun lainnya.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #639 on: 02 July 2011, 11:33:06 AM »
Jadi teringat kata JK...pikiran ini bersifat 'dualitas' diperlukan dlm kehidupan sehari2 namun juga sbg sumber konflik/penderitaan..jd dia membuat tantangan 'mampukah 'pikiran' ini berhenti dan hanya 'digunakan' jika 'diperlukan'...
Bagaimana pendapat om kainyn?


Mungkin dokumentasi khotbah di bawah ini bisa memberikan masukan,
Bagi saya pribadi isi khotbah ini benar2 luar biasa, bisa anda diskusikan sendiri apa bedanya dengan yang dimaksud JK,

http://www.ajahnchah.org/book/Convention_Liberation1.php
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #640 on: 02 July 2011, 11:40:30 AM »
Ikut nimbrung,

Btw, Satipatthana keknya bukan pada saat latihan aja, tapi setiap momen, hanya saja perhatian kesadarannya (sati) harus dilatih terlebih dahulu.
Dijelaskan oleh guru Chah, sati dilatih awalnya kek air kran yang netes (momen tertentu), lama2 kalo tekun dan konsisten tetesannya makin kenceng sampai akhirnya bukan netes lagi tapi mengalir. Kalu udah mengalir, bayangannya adalah setiap saat "sadar".

Kalo udah bisa memahami "diri" sendiri, saya rasa kita dapat memahami "orang lain", karena pada dasarnya sama.
(lagi2 perumpamaan guru Chah), kek daun2 di (satu) pohon, kita cukup mengetahui satu daun maka kita dapat mengerti daun lainnya.
Betul, idealnya adalah setiap saat tanpa terputus. Itu yang dikatakan bahwa kalau bisa melakukannya tanpa terputus selama 7 hari, maka pencapaian kesucian Arahatta pun bisa terjadi. Masalahnya, sudah sejauh mana kita 'berjalan'? Apakah kita masih dikuasai kesenangan & kesedihan? 

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #641 on: 02 July 2011, 11:44:38 AM »
Betul, idealnya adalah setiap saat tanpa terputus. Itu yang dikatakan bahwa kalau bisa melakukannya tanpa terputus selama 7 hari, maka pencapaian kesucian Arahatta pun bisa terjadi. Masalahnya, sudah sejauh mana kita 'berjalan'? Apakah kita masih dikuasai kesenangan & kesedihan? 


Itu adalah pertanyaan yang baik untuk "diri" masing2, syukur2 masih nanya, soalnya tenggelam dalam "lumpur" emang menggelapkan.......haiizzz.....
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #642 on: 02 July 2011, 11:50:31 AM »
Itu adalah pertanyaan yang baik untuk "diri" masing2, syukur2 masih nanya, soalnya tenggelam dalam "lumpur" emang menggelapkan.......haiizzz.....
Hm... maksudnya "syukur2 masih nanya, soalnya tenggelam dalam "lumpur" emang menggelapkan......." ini apa yah?

Offline Wijayananda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 532
  • Reputasi: 69
  • Gender: Male
  • Semua akan berlalu...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #643 on: 02 July 2011, 11:52:09 AM »
Saya kurang paham karena bagaimana 'berhenti' dan 'penggunaan pikiran' ini tidak detail. Tapi kalau menurut yang saya persepsi, saya tetap tidak setuju bahwa ada kalanya pikiran 'dualistik, lalu ada kalanya pikiran 'non-dualistik'. Ketika seseorang telah terbebas dari pandangan 'dualistik', maka pandangan tersebut sudah tidak lagi ada di sana.

Saya contohkan misalnya saya tidak memeluk pandangan personal-theism. Maka dalam segala aspek hidup, pandangan tersebut tidak 'menggerakkan' saya, termasuk ketika saya membahas personal-theism dan menempatkan diri di posisi seorang theist.

Jadi saya tidak melihat pikiran (dualistik) berhenti itu seperti ada on-off, tapi sekali pikiran itu berhenti, maka tidak ada lagi di sana, walaupun dalam kehidupan sehari-hari, intelektualitasnya mengarahkan dia beraktivitas seperti halnya orang yang masih berpikiran dualistik.



Thx om for the answer...mungkin yg dimaksud dgn 'dualitas' adalah pikiran sbg sumber penderitaan/konflik sekaligus juga 'pencerahan' itu yg saya persepsi....kalimat tantangan JK itu mungkin yg dimaksud bg 'org yg berlatih' bkn 'org yg udah mencapai pencerahan' ..apa pendapat om kainyn?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #644 on: 02 July 2011, 11:57:18 AM »

Thx om for the answer...mungkin yg dimaksud dgn 'dualitas' adalah pikiran sbg sumber penderitaan/konflik sekaligus juga 'pencerahan' itu yg saya persepsi....kalimat tantangan JK itu mungkin yg dimaksud bg 'org yg berlatih' bkn 'org yg udah mencapai pencerahan' ..apa pendapat om kainyn?
Jika konteksnya adalah ketika kita berlatih, maka senantiasa melatih keadaan 'diamnya pikiran' kapanpun hal tersebut memungkinkan, dan hanya 'larut dalam bergeraknya pikiran' ketika memang diperlukan (dalam kegiatan sehari-hari), maka saya setuju.


 

anything