Kutipan dari buku Mircale of Mindfulness / Keajaiban Hidup Sadar karya Master Zen Thich Nhat Hanh (Halaman 110) :
Di tengah gejolak perang
Bangkitkanlah welas asih
Bantulah semua makhluk hidup
Buang niat bertarung
Di manapun ada pertempuran sengit
Gunakan semua cara
Untuk menjaga kekuatan kedua pihak tetap setara
Kemudian masuklah ke tengah-tengah konflik untuk merekonsiliasi
(Vimalakirti Nirdesa)
Saya tidak tahu darimana Master Thich Nhat Hanh mengutipnya, namun setelah saya membaca Vimalakirti Nirdesa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robert A.F. Thurman saya menemukan seloka/syair yang serupa walaupun dalam kata/bahasa yang berbeda dan jauh lebih singkat.
In the middle of great battles
They remain impartial to both sides;
For bodhisattvas of great strength
Delight in reconciliation of conflict.
(Vimalakirti Nirdesa).
Yah, walaupun bahasanya berbeda namun semangatnya sama. Begitulah saya sebagai praktisi Zen menjaga pikiran tenang namun tetap skeptis dalam mencermati kutipan sutta / sutra bahkan yang dikutip oleh Master Zen Thich Nhat Hanh.
Dan begitu pula saya seperti Master Zen Thich Nhat Hanh berharap dapat merekonsiliasi Theravada dan Mahayana yang memang merupakan dua belah pihak yang sama kuat. Rekonsiliasi yang saya ajukan adalah mari kita tidak melekat pada sutta/sutra namun berusaha menemukan SPIRIT dari Buddha Dharma di balik sutta/sutra, yang menurut saya pribadi adalah keterbebasan (ketidakmelekatan), menyucikan pikiran (dalam Zen ini diterjemahkan sebagai pikiran yang tenang, fokus, dan jernih setiap saat), berbuat kebaikan (termasuk toleransi, jangan sampai mencontoh pengikut agama-agama tetangga yang tega untuk saling membunuh karena perbedaan pendapat/ajaran/kitab suci).
Di website ini, dimana Theravada langsung atau tak langsung menuduh Mahayana sebagai semacam Mahasanghika yang ‘suka memberontak dan mengubah-ubah aturan/ajaran’ dan sebaliknya Mahayana langsung atau tak langsung menuduh Theravada sebagai semacam Hinayana yang ‘egoistik dan nihilis’. Prasangka-prasangka buruk ini hanya membawa PENDERITAAN pada kedua belah pihak.
Saya yakin bahwa semua perselisihan Theravada dan Mahayana ini berawal dari perbedaan sutra/sutta/kitab suci. Saling menuduh yang lain palsu. Ujung-ujungnya sama persis dengan agama-agama tetangga yang juga bertengkar karena perbedaan ajaran/kata-kata dalam kitab suci, tanpa berusaha menangkap semangat berbuat kebaikan yang ada dalam masing-masing ajaran.
Dalam tradisi Buddhisme semangat itu tidak hanya berbuat kebaikan. Namun lebih tinggi dari itu yaitu darimana datangnya semua perbuatan baik itu? Dari pikiran! Pikiran yang bagaimana? Pikiran yang telah dimurnikan. Dimurnikan dari apa? Dari jeratan tanha, lobha-dosa-moha (LDM). Dengan kata lain pikiran yang terbebaskan dari dukkha. Pikiran suci alias kesadaran murni yang tak lain adalah pikiran 'Buddha'. Sang Guru yang telah mengajarkan keterbebasan sejati yang tiada banding bahkan hingga masa kini.
Keterbebasan (dari PENDERITAAN), menyucikan PIKIRAN, berbuat kebaikan (UCAPAN & TINDAKAN yang baik). Itulah SPIRIT BUDDHA DHARMA menurut saya pribadi. Dan saya sedih bila melihat ada netter yang menuliskan kata-kata yang tidak mencerminkan etika / perilaku seorang Buddhist.
Kita tahu baik sutta maupun sutra bukan tulisan langsung junjungan kita bersama: Sang Buddha Gotama Sakyamuni. Jadi mengapa kita yang sudah mengerti makna keterbebasan (melalui meditasi) itu malah melekat pada sutta/sutra? Sutta/Sutra adalah sarana belajar Buddha Dharma dan semestinya kita tidak melekat secara harafiah tapi mencoba menangkap maksud/makna di balik rangkaian kata-kata itu.
Karena itulah Master Zen sangat selektif memilih kitab suci yang dijadikan pegangannya, tak peduli itu datang dari Theravada atau Mahayana sebagai pengantar meditasinya. Bahkan ada Master Zen yang ekstrem yang tak segan ‘membakar’ semua sutta/sutra dan lebih menyukai transmisi meditasi dan Dharma secara langsung kepada muridnya tanpa melibatkan satu sutta/sutra pun.
Tapi saya pribadi bukan tipe orang yang suka membakar kitab suci, saya hanya mencoba untuk memahami mengapa kok sampai ada Master Zen berperilaku ekstrem semacam itu.