//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - seniya

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 228
1
DHARMAPADA SUTRA: Untaian Syair Dharma

Dhammapada (Pāli) atau Dharmapada (Sanskrit) merupakan teks Buddhis yang populer dan berisi syair-syair Dharma (kebenaran atau ajaran Buddha) yang menginspirasi banyak praktisi Buddhis sejak masa kuno. Terdapat beberapa versi Dhammapada atau Dharmapada yang ada saat ini. Yang paling terkenal adalah Dhammapada dari aliran Theravāda dalam bahasa Pāli yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa modern. Padanannya dari aliran Sarvāstivāda disebut Udānavarga yang terdapat dalam bahasa Sanskrit, Tibet, dan Cina. Selain itu, terdapat juga versi Dharmapada dalam bahasa Prakrit, Gandhari, dan Cina.

Terdapat empat versi Dharmapada atau Udānavarga dalam bahasa Cina. Salah satunya adalah 法句經 (Faju Jing atau Dharmapada Sutra) yang saat ini dimasukkan dalam Tripitaka edisi Taisho nomor 210 (T. 210) dan merupakan terjemahan Dharmapada dalam bahasa Cina yang paling awal. Berbeda dengan Dhammapada Pāli yang terdiri dari 423 syair dalam 26 bab, Dharmapada Sutra yang diterjemahkan pada tahun 224 M atau tak lama setelah itu terdiri dari 752 syair dalam 39 bab di mana 26 bab di antaranya memiliki syair-syair padanan dalam Dhammapada Pāli.

Di sini penulis menerjemahkan teks Dharmapada Sutra secara bebas berdasarkan makna kata per kata. Penulis sendiri tidak memiliki keahlian khusus dalam menerjemahkan teks Buddhis langsung dari bahasa Cina kuno sehingga tidak menampik adanya kesalahan dalam terjemahan ini. Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas saran dan perbaikan dari para pembaca, terutama yang memiliki pengetahuan bahasa Cina kuno yang digunakan teks-teks Buddhis, demi terjemahan Dharmapada Sutra yang lebih baik dan akurat.

Bab 1-3: https://www.academia.edu/78726065/DHARMAPADA_SUTRA_Untaian_Syair_Dharma_Bab_1_3_
Bab 4-...: on progress

2
Theravada / Re: Membaca sutta dalam hati
« on: 16 May 2022, 11:42:51 AM »
Boleh-boleh saja selama tidak mengganggu kenyamanan orang lain

3
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 03:23:44 PM »
Madhyama Agama vol. II SELESAI

:lotus: :lotus: :lotus:

4
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 03:18:37 PM »
Catatan Kaki:

<354> Padanan Pāli-nya adalah Sukhumāla-sutta, AN 3.38 dalam AN I 145.

<355> Identifikasi beberapa nama bunga adalah bersifat tidak pasti.

<356> Sukhumāla-sutta tidak mengisahkan pencapaian jhāna pertama pangeran muda.

<357> MĀ 117 menunjuk tidak hanya pada usia tua dan penyakit, tetapi juga kematian dalam bait syair yang mengikuti. Ini membuat aman untuk menyimpulkan bahwa bagian prosa dalam MĀ 117 telah mengalami kehilangan suatu penguraian tentang topik kematian; kenyataannya topik yang sama ditemukan juga dalam Sukhumāla-sutta. Tampaknya teks yang hilang dapat dilengkapi sebagai berikut: “Selanjutnya, aku berpikir, ‘Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar itu sendiri tunduk pada kematian, tidak terbebas dari kematian. Ketika melihat orang lain meninggal, mereka merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, tidak mengamati kondisi mereka sendiri.’ Selanjutnya aku berpikir, ‘Aku sendiri tunduk pada kematian, tidak terbebas dari kematian. Jika ketika melihat orang lain meninggal aku merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, maka itu akan tidak pantas bagiku, karena aku juga tunduk pada kondisi ini.’ Setelah aku merenungkan dengan cara ini, keangkuhan yang disebabkan oleh kehidupan secara alamiah lenyap.”

<358> Padanan Pāli-nya adalah Nāga-sutta, AN 6.43 dalam AN III 344, yang memiliki Hutan Jeta, juga di Sāvatthī, sebagai lokasinya.

<359> Dalam Nāga-sutta, Sang Buddha pergi mandi bersama Ānanda, setelah keduanya menghabiskan hari bermeditasi di Aula Ibu Migāra.

<360> 念. Dalam Nāga-sutta gajah itu bernama Seta.

<361> Bhikkhu Bodhi, The Numerical Discourses of the Buddha, hal. 1756, catatan. 1317, menjelaskan bahwa pernyataan yang berhubungan dalam versi Pāli (tentang tidak melakukan kejahatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran) melibatkan suatu permainan kata dari nāga sebagai na āguṃ, “tidak jahat”. Bahwa Sang Tathāgata adalah seekor nāga yang demikian tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Nāga-sutta.

<362>Tentang bait syair ini lihat Bhikkhu Bodhi, The Numerical Discourses of the Buddha, hal. 1756, catatan. 1319.

<363> Dalam Nāga-sutta gading gajah mewakili keseimbangan dan ekornya mewakili keterasingan.

<364> Padanan Pāli-nya adalah Kathāvatthu-sutta, AN 3.67 dalam AN I 197.

<365> Kathāvatthu-sutta melanjutkan secara langsung dari pernyataan awal tentang tiga landasan untuk berbicara menuju analisis masa lampau, masa sekarang, dan masa depan.

<366> Kathāvatthu-sutta tidak menjelaskan tibanya pada pembebasan pada titik ini.

<367> Kathāvatthu-sutta membahas pertanyaan untuk dijawab dengan empat cara: secara pasti, dengan membuat pembedaan, dengan menanyakan pertanyaan balasan, dan dengan mengesampingkan pertanyaan.

<368> Kathāvatthu-sutta melanjutkan dengan menganalisis lebih lanjut jenis-jenis pembicaraan.

<369> Padanan Pāli-nya adalah Arahanta-sutta, SN 22.76 dalam SN III 82.

<370> Mengambil varian yang menambahkan 三十. Arahanta-sutta alih-alih menggambarkan bagaimana pandangan terang ke dalam tiga karakteristik sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan membawa pada kekecewaan dan kebosanan terhadapnya, yang menghasilkan pembebasan.

<371> 七善法, dengan pasangannya dalam tujuh sadhamma dalam Arahanta-sutta; tujuh keadaan bermanfaat ini didaftarkan dalam Saṅgīti-sutta, DN 33 dalam DN III 252, sebagai keyakinan, rasa malu, rasa takut berbuat salah, pembelajaran, semangat, perhatian, dan kebijaksanaan.

<372> Padanan Pāli-nya adalah Pavāraṇā-sutta, SN 8.7 dalam SN I 190, yang memiliki Aula Ibu Migāra di Sāvatthī sebagai lokasinya.

<373> Dalam Pavāraṇā-sutta Sang Buddha tidak membuat pernyataan tentang pencapaian dirinya sendiri.

<374> Pavāraṇā-sutta tidak memberikan penunjukan pada seorang bhikkhu yang belum mencapai tujuan akhir.

<375> Dalam Pavāraṇā-sutta Sang Buddha, tanpa diminta melakukannya, menyebutkan enam puluh orang bhikkhu yang memiliki tiga pengetahuan lebih tinggi, enam puluh orang yang telah mencapai enam pengetahuan langsung, dan enam puluh orang yang terbebaskan melalui kedua cara; sisanya dari lima ratus orang bhikkhu terbebaskan melalui kebijaksanaan. Pavāraṇā-sutta tidak melaporkan pernyataan oleh Sang Buddha yang membandingkan para bhikkhu yang berkumpul dengan inti kayu.

<376> Tiga bait yang dimulai dengan “bersinar dengan cahaya murni” sampai dengan yang sekarang tidak memiliki padanan dalam Pavāraṇā-sutta.

<377> Dalam bait terakhir dari Pavāraṇā-sutta Vaṅgīsa memberikan penghormatan kepada Kerabat Matahari (yaitu, Sang Buddha), yang telah menghancurkan anak panah ketagihan.

<378> Padanan Pāli pada bagian pertama dari MĀ 122 adalah Uposatha-sutta, AN 8.20 dalam AN IV 204, yang memiliki Aula Ibu Migāra di Sāvatthī sebagai lokasinya. Bagian kedua dari MĀ 122 memiliki padanan dalam Kāraṇḍava-sutta, AN 8.10 dalam AN IV 168.

<379> Uposatha-sutta mengisahkan bahwa Sang Buddha duduk berdiam diri, tanpa menyatakan bahwa beliau telah memasuki konsentrasi dan mengamati pikiran para bhikkhu dalam perkumpulan. Hanya komentar, Mp IV 112, menyatakan bahwa Sang Buddha telah mengamati pikiran para bhikkhu dan melihat salah seorang tanpa moralitas.

<380> Menurut Uposatha-sutta, yang meminta Sang Buddha untuk mengulangi pātimokkha (aturan disiplin) adalah Ānanda.

<381> Dalam Uposatha-sutta, Mahāmoggallāna pertama-tama meminta bhikkhu itu tiga kali untuk pergi, dan hanya ketika bhikkhu itu tetap duduk berdiam diri ia memegang lengannya dan membawanya keluar.

<382> Uposatha-sutta tidak menunjuk pada kepala bhikkhu itu yang mungkin terpecah menjadi tujuh bagian, suatu bahaya yang disebutkan hanya dalam komentar, Mp IV 112.

<383> Uposatha-sutta melanjutkan dengan delapan kualitas luar biasa samudera yang dibandingkan dengan delapan kualitas ajaran Sang Buddha. Pemaparan sisa dari MĀ 122 tentang seorang bhikkhu yang berpura-pura menjadi murni dengan bertindak dengan pemahaman benar memiliki padanan dalam Kāraṇḍava-sutta, AN 8.10 dalam AN IV 168.

<384> Padanan Pāli-nya adalah Soṇa-sutta, AN 6.55 dalam AN III 374, yang memiliki Gunung Puncak Burung Bangkai sebagai lokasinya.

<385> Soṇa-sutta mengatakan bahwa Soṇa Kolivīsa berdiam di Sītavana di Rājagaha. Ia hanya mengisahkan bahwa ia sedang tinggal dalam keterasingan dan tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang latihannya.

<386> Dalam Soṇa-sutta Sang Buddha alih-alih menggunakan cara kekuatan batin untuk lenyap dari Gunung Puncak Burung Bangkai dan muncul kembali di hadapan Soṇa di Sītavana.

<387> Soṇa-sutta tidak mengisahkan rasa malu Soṇa atau kesadarannya bahwa Sang Buddha mengetahui pemikirannya.

<388> Dalam Soṇa-sutta enam pengalaman adalah teguh dalam pelepasan keduniawian, keterasingan, tanpa kesulitan, hancurnya ketagihan, hancurnya kemelekatan, dan tanpa kebingungan.

<389> Soṇa-sutta tidak membahas topik tentang seseorang dalam latihan dan dengan demikian tidak memiliki padanan pada perumpamaan indria-indria dan kebiasaan seorang pemuda.

<390> Soṇa-sutta berakhir dengan bait terakhir ini dan tidak memiliki padanan pada sisa MĀ 124.

<391> Padanan Pāli-nya adalah Akkhaṇa-sutta, AN 8.29 dalam AN IV 225.

<392> Akkhaṇa-sutta memiliki dua terakhir dalam urutan yang berkebalikan, pertama masalah karena menganut pandangan salah dan kemudian masalah karena tidak dapat memahami.

<393> Padanan Pāli-nya adalah Iṇa-sutta, AN 6.45 dalam AN III 351.

<394> Iṇa-sutta mendaftarkan ketiadaan keyakinan, rasa malu, rasa takut berbuat salah, semangat, dan kebijaksanaan, semuanya sehubungan dengan keadaan-keadaan bermanfaat. Ia tidak menyebutkan bahwa seseorang yang demikian dapat memiliki emas dan batu-batu berharga.

<395> Iṇa-sutta tidak menunjuk pada seorang Arahant pada titik ini.

<396> Mengambil varian 安 alih-alih 棄.

<397> Perbandingan dengan sebuah pelita tidak ditemukan dalam Iṇa-sutta.

<398> Padanan Pāli-nya adalah Kāmabhogī-sutta, AN 10.91 dalam AN V 176.

<399> Kāmabhogī-sutta mengambil keseluruhan sepuluh jenis yang diperkenalkan sebelumnya dan menunjukkan dalam masing-masing kasus berapa banyak landasan hal ini dikritik atau dipuji.

<400> Seseorang yang mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar sebagian tidak mungkin dikualifikasikan sebagai lebih tunggu daripada seseorang yang melakukan demikian dengan cara yang benar sepenuhnya. Bagian yang ditambahkan dalam tanda kurung siku oleh sebab itu dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa ini menunjuk hanya pada mereka yang sama halnya mencari kekayaan dengan cara campuran. Mempertimbangkan dari syair yang berikutnya, bacaan ini tampaknya akibat dari suatu kesalahan tekstual dan mulanya tentang seseorang yang mencari kekayaan dengan cara yang benar tetapi melekat padanya.

<401> Kāmabhogī-sutta tidak mengandung syair.

<402> Padanan Pāli-nya adalah Dakkhiṇeyyā-sutta, AN 2.4.4 at AN I 62.

<403> Pembedaan dua jenis orang ke dalam delapan belas dan sembilan jenis tidak ditemukan dalam Dakkhiṇeyyā-sutta, yang alih-alih melanjutkan setelah pembedaan berunsur dua dengan syair-syair yang diucapkan Sang Buddha.

<404> “Penghasil-satu-benih” menunjuk pada seorang pemasuk-arus yang akan mengalami hanya satu kehidupan lagi.

<405> Sementara daftar sebelumnya dari mereka dalam latihan mewakili bahan yang umum dalam kotbah-kotbah awal dalam tradisi pengulang yang berbeda-beda, daftar mereka yang melampaui latihan saat ini mencerminkan gagasan belakangan yang dianut dalam tradisi pengulang Sarvāstivāda, yang diwariskan Madhyama-āgama. Daftar yang sama dapat ditemukan dalam Abhidharmakośavyākhyā; lihat Wogihara, Sphuṭārthā Abhidharmakośavyākhyā by Yaśomitra, Bagian II, hal. 566.

<406> Padanan Pāli-nya adalah Gihī-sutta, AN 5.179 dalam AN III 211.

<407> Gihī-sutta tidak mengisahkan pertemuan antara Sāriputta dan kelompok yang dipimpin oleh Anāthapiṇḍika. Alih-alih ia mulai dengan tibanya kelompok itu di hadapan Sang Buddha.

<408> Dalam Gihī-sutta pernyataan demikian dibuat oleh siswa mulia itu sendiri.

<409> Gihī-sutta hanya mendaftarkan lima aturan latihan, tanpa memberikan rincian.

<410> Gihī-sutta menekankan bahwa Dharma adalah terlihat langsung, tidak melibatkan waktu, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, membawa ke depan, dan untuk dialami secara pribadi oleh orang bijaksana. Di sini dan sehubungan dengan tiga kediaman batin yang menyenangkan lainnya, Gihī-sutta hanya menyebutkan bahwa mereka berfungsi untuk memurnikan pikiran yang tidak murni dan membersihkan pikiran yang kotor.

<411> Gihī-sutta hanya menunjuk pada empat pasang (orang mulia), delapan [jenis] orang, tanpa mendaftarkan mereka secara individual dan tanpa mencatat bahwa mereka sempurna dalam moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, pembebasan, serta pengetahuan dan penglihatan pembebasan.

<412> Gihī-sutta tidak memiliki perbandingan dengan bumi.

<413> Gihī-sutta menggambarkan seseorang yang demikian lebih rinci, dengan mengkualifikasikannya dengan berbagai cara sebagai seorang yang terbebaskan.

<414> Dalam Gihī-sutta mereka yang memberi kepada orang luar dianggap orang bodoh.

<415> Padanan Pāli-nya adalah Kodhana-sutta, AN 7.60 dalam AN IV 94.

<416> Dalam Kodhana-sutta, di mana kehilangan kekayaan adalah yang keempat dalam daftarnya, kehilangan demikian muncul karena penyitaan atas nama raja.

<417> Mengambil varian 盛 alih-alih 止.

<418> Selain orang tua, Kodhana-sutta juga menyebutkan pembunuhan seorang brahmana (yang menurut komentar berarti seorang Arahant) atau seorang duniawi.

<419> Mengambil varian 業 alih-alih 逆.

<420> Padanan Pāli-nya adalah Dhammika-sutta, AN 6.54 dalam AN III 366, yang memiliki Gunung Puncak Burung Bangkai di Rājagaha sebagai lokasinya.

<421> Dalam Dhammika-sutta Dhammika beberapa kali meninggalkan satu vihara dan pergi ke vihara yang lain, di mana kejadian yang sama terjadi lagi, sampai akhirnya para umat awam menyuruhnya untuk meninggalkan semua tujuh vihara di daerah itu.

<422> Pembahasan dalam Dhammika-sutta berlanjut dengan berbeda. Ketika melihat Dhammika, Sang Buddha bertanya kepadanya dari manakah ia datang, di mana Dhammika menjelaskan bahwa ia telah diusir. Sebagai tanggapan atas hal itu, Sang Buddha memberikan perumpamaan burung dan langsung melanjutkan dengan kisah pohon banyan Raja Koravya.

<423> Dhammika-sutta tidak menggambarkan kondisi umum pada masa Raja Koravya, ataupun tidak mengatakannya sebagai seorang raja pemutar roda.

<424> Dhammika-sutta tidak mengisahkan Raja Koravya mengetahui bahwa pohon banyan itu tidak lagi menghasilkan buah; informasi ini ditemukan hanya dalam komentar, Mp III 386. Ia juga hanya mengisahkan bahwa Raja Koravya mendekati Sakka, tanpa secara eksplisit menyatakan bahwa ia melakukannya dengan cara kekuatan batin atau bahwa keduanya kembali ke Jambudīpa dengan cara yang sama.

<425> Sehubungan dengan Sunetta dan para guru lainnya, Dhammika-sutta hanya menyebutkan bahwa mereka yang tidak memiliki keyakinan dalam ajaran mereka terlahir kembali di alam yang lebih rendah. Penjelasan para siswa Sunetta yang terlahir kembali di alam-alam surga yang berbeda dan latihannya sendiri yang lebih tinggi dapat ditemukan dalam AN 7.62 pada AN IV 103, dan padanannya MĀ 8 pada T I 429b.

<426> Dhammika-sutta tidak menyebutkan ayah Jotipāla, Govinda, dan oleh sebab itu mengatakan hanya enam guru, walaupun ia menunjuk pada Govinda dan Jotipāla dalam bagian syairnya. Mahāgovinda-sutta, DN 19 dalam DN II 230, mengisahkan bahwa Govinda telah menjadi penasihat Raja Disampatī, dan putra Govinda Jotipāla menjabat sebagai penasihat dari putra Disampatī, Raja Reṇu (dan pengikutnya). Tidak seperti Jotipāla, Govinda tidak pergi mengembangkan brahmavihāra dan dengan demikian tidak menjadi seorang “guru” dari latihan ini bagi orang lain. Oleh sebab itu, penunjukan pada tujuh brahmana penasihat tetapi enam guru dalam Dhammika-sutta dengan benar mencerminkan penjelasan dalam DN 19.

<427> Mengambil varian 微 alih-alih 妙.

<428> Padanan Pāli-nya adalah Māratajjanīya-sutta, MN 50 dalam MN I 332; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, A Comparative Study of the Majjhima-nikāya, hal. 300–307.

<429> Māratajjanīya-sutta tidak menyebutkan pengawasan pembangunan sebuah gubuk atau bahwa Māra membuat dirinya lebih kecil.

<430> Menurut Māratajjanīya-sutta, bhikkhu yang berhubungan Vidhura telah memperoleh namanya karena tiada bandingnya dalam mengajarkan Dharma (vidhura dapat berarti “tiada banding”).

<431> 想; dalam Māratajjanīya-sutta bhikkhu yang berhubungan Sanjīva disebut demikian karena ia telah “hidup kembali”, patisanjīvita.

<432> Perenungan Māra dalam Māratajjanīya-sutta tidak memiliki penunjukan pada silsilah yang terputus disebabkan para pertapa tidak memiliki anak. Alih-alih ia menjelaskan rencananya untuk menyebabkan para perumah tangga mencaci maki para bhikkhu agar mengacaukan pikiran mereka. Kecaman tentang lamunan, dst., tampak dalam versi Pāli hanya sebagai bagian penghinaan sebenarnya dari para perumah tangga. Penghinaan ini mulai dengan perumpamaan seekor burung hantu yang ingin menangkap tikus, diikuti oleh seekor anjing hutan yang ingin menangkap ikan, seekor kucing yang ingin menangkap tikus, dan seekor keledai yang tidak memiliki beban.

<433>Dalam Māratajjanīya-sutta para perumah tangga mencaci maki mereka hanya secara verbal; mereka tidak menyerang mereka secara fisik. Tentang terlahir kembali di neraka, mereka tidak ditunjukkan menyadari bahwa ini terjadi akibat hukuman karena mencaci maki para bhikkhu.

<434> Māratajjanīya-sutta tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang jumlah keramaian yang diajar oleh Kakusandha.

<435> Māratajjanīya-sutta hanya mengisahkan bahwa para perumah tangga berperilaku dengan hormat, tanpa merincikan dengan cara apa mereka melakukannya. Tentang terlahir kembali di surga, mereka tidak ditunjukkan menyadari bahwa ini terjadi sebagai ganjaran karena perilaku hormat mereka terhadap para bhikkhu.

<436> Nasihat dalam Māratajjanīya-sutta adalah agar merenungkan ketiadaan keindahan terhadap jasmani, mempersepsikan kejijikan makanan, mempersepsikan seluruh dunia sebagai tanpa kesenangan, dan merenungkan ketidakkekalan semua bentukan.

<437> Māratajjanīya-sutta tidak melaporkan rencana Māra; serangan sebenarnya terjadi dengan cara merasuki seorang anak laki-laki.

<438> Māratajjanīya-sutta memberikan tiga nama untuk neraka; periode bagi tonggak untuk bertemu tonggal adalah seribu tahun; dan bentuk kelahiran kembali yang dialami oleh māra masa lampau adalah tubuh seorang manusia dengan kepala seekor ikan.

<439> Syair-syair dalam Māratajjanīya-sutta menunjukkan perbedaan dan cenderung kurang terperinci.

<440> Mengambil varian 諸 alih-alih 謂.

5
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 03:13:48 PM »
Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak berpikir, “Aku tidak dapat memperoleh kesempatan dengan para pertapa tekun itu dengan cara ini. Biarlah aku alih-alih mengubah diriku menjadi seorang pemuda dan, memegang sebatang tongkat besar di tanganku dan berdiri di pinggir jalan, aku akan memukul Yang Mulia Suara pada kepalanya sehingga [kepalanya] terpotong dan darah mengucur wajahnya.”<437>

Si Jahat, saat fajar Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, yang sedang tinggal bergantung pada sebuah desa atau kota kecil, mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan. Yang Mulia Suara mengikuti di belakang beliau sebagai pelayan beliau.

Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak, setelah mengubah dirinya menjadi seorang pemuda, sedang memegang sebatang tongkat besar di tangannya dan berdiri di pinggir jalan. Ia memukul Yang Mulia Suara pada kepalanya, memotongnya, dan darah mengucur wajahnya. Si Jahat, Yang Mulia Suara, dengan kepalanya terpotong dan darah mengucur wajahnya, mengikuti di belakang Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, bagaikan bayangan yang tidak pernah meninggalkannya.

Si Jahat, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, setelah mencapai desa, memutar seluruh tubuhnya ke kanan untuk melihat, dengan cara seekor nāga melihat ke sekeliling, mengamati semua arah tanpa takut atau gentar.

Si Jahat, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, melihat bahwa Yang Mulia Suara, dengan kepalanya terpotong dan darah mengucur wajahnya, sedang mengikuti di belakang Sang Buddha seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkannya. Kemudian beliau berkata, “Māra [bernama] Perusak adalah kejam dan bengis serta memiliki kekuatan besar. Māra [bernama] Perusak ini tidak mengetahui berapa banyak yang cukup.”

Si Jahat, sebelum Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, menyelesaikan perkataannya, pada waktu itu tubuh māra [bernama] Perusak langsung jatuh dari tempat itu ke dalam Neraka Besar Tanpa Penghilangan.

Si Jahat, Neraka Besar ini memiliki empat sebutan. Pertama adalah “Tanpa Penghilangan”, kedua adalah “Ratusan Paku”, ketiga adalah “Ujung Runcing Berduri”, dan keempat adalah “Enam Kontak”.<438> Di Neraka Besar itu terdapat para penjaga yang mendekati māra [bernama] Perusak. Mereka berkata kepada māra [bernama] Perusak, “Sekarang, engkau seharusnya mengetahui bahwa ketika paku dan paku bertemu satu sama lain, seratus tahun penuh telah berlalu.”

Mendengar hal ini, Māra, Si Jahat, mengalami jantung berdebar-debar disebabkan oleh ketakutan dan kengerian, dan semua rambut pada tubuhnya berdiri tegak. Ia berkata kepada Yang Mulia Mahāmoggallāna dengan syair:

Neraka manakah itu
Di mana māra [bernama] Perusak terjatuh pada masa lampau,
Ia yang menyulitkan dan melukai para praktisi kehidupan suci Sang Buddha
Dan mengganggu para bhikkhu?

Yang Mulia Mahāmoggallāna menjawab Māra, Si Jahat, dengan syair:<439>

Tanpa Penghilangan adalah nama neraka itu
Di mana māra [bernama] Perusak sebelumnya [terjatuh],
[Ketika ia] menyulitkan dan melukai para praktisi kehidupan suci Sang Buddha
Dan mengganggu para bhikkhu.

Ia mengandung ratusan paku besi,
Masing-masing darinya dengan ujung runcing berduri.
Tanpa Penghilangan adalah nama neraka itu
Di mana māra [bernama] Perusak berada pada masa lampau.

Mereka yang tidak memahami
[Akibat menyerang] para bhikkhu yang adalah siswa Sang Buddha
Pasti akan menderita seperti ini,
Mengalami akibat perbuatan gelap mereka.

Terdapat berbagai jenis taman hiburan,
Bagi manusia di dunia
Yang makan padi putih yang tumbuh secara alami
[Ketika] berdiam di benua utara (Uttarakuru),

Di puncak Gunung Sumeru agung
Aku mengembangkan [pikiranku] dengan baik dan membakar [semua kekotoran].
Setelah berlatih di sini dan [mencapai] pembebasan,
Aku [sekarang] memikul tubuh terakhirku.

Terletak di dekat mata air besar
Sebuah istana yang akan bertahan selama [sepanjang] kalpa,
Berwarna keemasan yang indah,
Dan bercahaya bagaikan nyala api.

Berbagai jenis musik dimainkan
Ketika [seseorang] mendekati tempat [kediaman] Sakka,
Tempat tinggalnya satu-satunya, di mana pada masa lalu,
Seperti yang dikenal luas, telah dipersembahkan kepadanya.

Dengan Sakka berjalan di depanku
Aku naik ke Istana Vejayanta.
Ketika melihat Sakka, masing-masing bidadari surgawi
Mulai menari dengan sukacita.
Ketika melihat seorang bhikkhu datang,
Mereka mengundurkan diri dengan malu.

Ketika tiba di Istana Vejayanta,
Dan melihat bhikkhu itu, [Sakka] bertanya kepadanya sebuah pertanyaan,
“Apakah pertapa agung mengetahui
Akhir ketagihan dan pencapaian pembebasan?”

Bhikkhu itu menjawab
Sesuai dengan pertanyaan si penanya,
“Kosiya, aku mengetahui
Akhir ketagihan dan pencapaian pembebasan.”

Ketika mendengar jawabannya
Sakka memperoleh sukacita dan kebahagiaan.
[Ia berkata,] “Bhikkhu itu sangat memberikan manfaat [kepadaku];
Apa yang telah ia katakan sesuai dengan pertanyaanku.”

Setelah tiba di Istana Vejayanta,
[Bhikkhu itu] bertanya kepada Sakka, raja para dewa,
“Apakah nama istana ini,
Sakka, dalam kota yang engkau perintah?”

Sakka menjawab, “Pertapa Agung,
Ia disebut Vejayanta,
Yang bermakna ‘seribu dunia
Di antara seribu dunia’.
Tidak ada yang melampaui atau [bahkan] menyerupai
Istana Vejayanta ini.”

[Di sana] Raja Surgawi, Sakka, raja para dewa,
Dapat berdiam dengan nyaman sesukanya.
Ia menikmati tak terhitung kenikmatan,
Dengan mengubah satu [kenikmatan] menjadi seratus.
Dalam Istana Vejayanta
Sakka dapat berdiam dengan nyaman.

Walaupun Istana Vejayanta megah,
Aku dapat mengguncangnya dengan ujung kakiku,
Seperti yang dilihat Raja Surgawi dengan matanya sendiri.
Namun Sakka [masih] dapat berdiam [di dalamnya] dengan nyaman.

Karena, seperti Aula Ibu Migāra,
Fondasinya dibangun sangat dalam dan padat.
Adalah sulit untuk dipindahkan dan diguncang,
[Tetapi] kekuatan batin dapat mengguncangnya.

Ia memiliki lantai berlapis kaca yang berwarna-warni
Di mana para mulia telah melangkahinya.
Licin dan berkilau, menyenangkan untuk disentuh,
Dibentang dengan penutup kapas yang lembut.

Dengan kumpulan yang berbicara menyenangkan dan rukun,
Raja Surgawi selalu berbahagia.
Ia ahli dalam bermain musik
Dengan nada dan melodi yang harmonis.

Ketika seorang pemasuk-arus berbicara
Semua dewa datang dan berkumpul,<440>
Tak terhitung ribuan
Dan ratusan banyak sekali dari mereka.

Setelah pergi ke Surga Tiga-Puluh-Tiga,
Ia yang memiliki mata kebijaksanaan mengajarkan mereka Dharma.
Setelah mendengar ajarannya,
[Para dewa] bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Aku juga memiliki kualitas ini,
Seperti yang dikatakan para pertapa.
Aku pergi sampai alam Brahmā
Dan bertanya kepada Brahmā,
“Brahmā, apakah engkau [masih] memiliki pandangan ini,
Yaitu pandangan: ‘Aku ada di masa lampau yang jauh,
Dan aku masih ada, dan aku selalu akan ada,
Kekal dan tidak berubah’?”

Brahmā menjawab,
“Pertapa agung, aku tidak lagi memiliki pandangan itu,
Yaitu pandangan: ‘Aku ada di masa lampau yang jauh,
Aku kekal dan tidak berubah.’
[Sebaliknya] aku melihat bahwa semua Brahmā
Di alam ini akan meninggal.
Bagaimana mungkin aku sekarang mengatakan
Bahwa aku kekal dan tidak berubah?

“Aku melihat dunia ini
Seperti yang diajarkan Yang Tercerahkan Sempurna.
Ia telah muncul sesuai dengan sebab dan kondisi,
Dan akan kembali ke mana ia berasal.

“Api tidak berpikir:
‘Aku akan membakar orang bodoh.’
Ketika api membakar, jika seorang bodoh menyentuhnya,
Secara alamiah ia pasti terbakar.

“Dengan cara yang sama, Si Jahat,
Jika engkau mengganggu seorang Tathāgata,
Dan terlibat dalam perbuatan tidak bermanfaat selama waktu yang lama,
Engkau akan mengalami akibat [buruk] selama waktu yang lama.

“Si Jahat, janganlah membenci Sang Buddha!
Janganlah menyulitkan atau melukai para bhikkhu!
Terdapat seorang bhikkhu yang menaklukkan Māra
Yang berdiam di Hutan Menakutkan.”

Si Jahat khawatir dan bersedih,
Setelah ditegur oleh Moggallāna.
Ketakutan dan tanpa kebijaksanaan,
Ia segera lenyap dari tempat itu.

Demikianlah yang diucapkan Yang Mulia Mahāmoggallāna. Setelah mendengar apa yang dikatakan Yang Mulia Mahāmoggallāna, Māra Si Jahat bergembira dan menerimanya dengan hormat.

6
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 03:13:20 PM »
131. Kotbah tentang Menaklukkan Māra<428>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Bhagga, di Gunung Buaya (Suṃsumāragiri) di Hutan Menakutkan, Taman Rusa.

Pada waktu itu Yang Mulia Mahāmoggallāna, yang sedang mengawasi pembangunan sebuah gubuk meditasi untuk Sang Buddha,<429> sedang berjalan bolak-balik di tempat terbuka. Kemudian Raja Māra, mengubah dirinya menjadi bentuk kecil, memasuki perut Yang Mulia Mahāmoggallāna. Yang Mulia Mahāmoggallāna berpikir, “Saat ini perutku terasa seakan-akan aku baru saja makan kacang. Biarlah aku memasuki konsentrasi meditatif yang sesuai, sedemikian sehingga melalui konsentrasi tersebut aku dapat mengamati perutku sendiri.”

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berjalan sampai ujung jalan setapak itu, membentangkan alas duduknya, duduk bersila di atasnya, dan memasuki konsentrasi meditatif yang sesuai. Mengamati perutnya sendiri melalui konsentrasi yang sesuai itu, Yang Mulia Mahāmoggallāna mengetahui bahwa Raja Māra sedang berada di dalam perutnya.
Yang Mulia Mahāmoggallāna bangkit dari konsentrasi meditatifnya dan berkata kepada Raja Māra:

Si Jahat, keluarlah! Si Jahat, keluarlah! Janganlah mengganggu Sang Tathāgata, dan janganlah mengganggu seorang siswa Sang Tathāgata! Janganlah [menyebabkan dirimu] kehilangan kesejahteraan dan kehilangan manfaat selama waktu yang panjang dan kepastian terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk dan mengalami tak terhitung penderitaan!

Kemudian Raja Māra berpikir, “Pertapa ini tidak melihat dan mengetahui diriku ketika ia berkata: ‘Si Jahat, keluarlah! Si Jahat, keluarlah! Janganlah mengganggu Sang Tathāgata, dan janganlah mengganggu seorang siswa Sang Tathāgata! Janganlah [menyebabkan dirimu] kehilangan kesejahteraan dan kehilangan manfaat selama waktu yang panjang dan kepastian terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk dan mengalami tak terhitung penderitaan!’ Gurumu yang mulia memiliki kekuatan batin besar, kebaikan besar dan agung, jasa besar, kekuatan besar dan agung, tetapi bahkan ia tidak dapat melihat dan mengetahui diriku dengan cepat. Lalu bagaimanakah siswanya dapat melihat dan mengetahui diriku?”

Yang Mulia Mahāmoggallāna lebih lanjut berkata kepada Raja Māra:

Aku juga mengetahui pikiranmu. Engkau berpikir demikian: “Pertapa ini tidak melihat dan mengetahui diriku ketika ia berkata: ‘Si Jahat, keluarlah! Si Jahat, keluarlah! Janganlah mengganggu Sang Tathāgata, dan janganlah mengganggu seorang siswa Sang Tathāgata! Janganlah [menyebabkan dirimu] kehilangan kesejahteraan dan kehilangan manfaat selama waktu yang panjang dan kepastian terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk dan mengalami tak terhitung penderitaan!’ Gurumu yang mulia memiliki kekuatan batin besar, kebaikan besar dan agung, jasa besar, kekuatan besar dan agung, tetapi bahkan ia tidak dapat melihat dan mengetahui diriku dengan cepat. Lalu bagaimanakah siswanya dapat melihat dan mengetahui diriku?”

Kemudian Māra Si Jahat berpikir lagi, “Adalah karena pertapa ini telah melihat dan mengetahui diriku sehingga ia berkata demikian.” Setelah itu Māra, Si Jahat, mengubah dirinya menjadi bentuk kecil, keluar dari mulut Yang Mulia Mahāmoggallāna dan berdiri di hadapannya.

Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata:

Si Jahat, pada masa lampau terdapat seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, bernama Kakusandha. Pada waktu itu aku adalah seorang māra bernama Perusak (Dūsī), dan aku memiliki saudara perempuan bernama Hitam (Kālī). Engkau adalah putranya, Si Jahat. Oleh sebab itu, engkau adalah keponakanku.

Si Jahat, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, memiliki dua orang siswa utama, seorang bernama Suara dan yang lain bernama Persepsi. Si Jahat, karena alasan apakah Yang Mulia Suara dinamakan “Suara”? Si Jahat, Yang Mulia Suara, ketika berdiam di alam Brahmā, sering menyebabkan suaranya menembus seribu dunia. Tidak ada siswa lain yang memiliki suara sama dengan suaranya, mirip dengan suaranya, atau melampaui suaranya. Si Jahat, adalah karena hal ini sehingga Yang Mulia Suara dinamakan “Suara”.<430>

Selanjutnya, Si Jahat, karena alasan apakah Yang Mulia Persepsi dinamakan “Persepsi”? Si Jahat, Yang Mulia Persepsi biasa tinggal bergantung pada sebuah desa atau kota kecil. Ketika malam telah berakhir, saat fajar ia akan mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan pergi ke dalam desa untuk mengumpulkan dana makanan, terjaga dengan baik sehubungan dengan [pergerakan] jasmaninya, terkendali dengan baik sehubungan dengan indria-indrianya, dan berkembang dalam perhatian benar. Setelah mengumpulkan dana makanan dan setelah makan siang, ia akan meletakkan jubah dan mangkuknya dan mencuci tangan dan kakinya. Kemudian ia akan meletakkan alas duduknya di atas bahunya dan pergi ke hutan, gunung, di bawah sebatang pohon, atau suatu tempat terpencil [lainnya]. Ia akan membentangkan alas duduknya, duduk bersila di atasnya, dan dengan cepat memasuki konsentrasi meditatif dari lenyapnya persepsi dan perasaan.

Kemudian [kebetulan] beberapa penggembala sapi, penggembala domba, penebang kayu, dan orang-orang yang lewat memasuki hutan itu. Melihatnya dalam konsentrasi meditatif dari lenyapnya persepsi dan perasaan, mereka berpikir, “Sekarang, pertapa ini telah meninggal selagi duduk di dalam hutan. Marilah kita mengumpulkan kayu kering dan rerumputan, menumpuknya sampai menutupi tubuhnya, dan mengkremasinya.” Maka mereka mengumpulkan kayu kering dan rerumputan, menumpuknya sampai menutupi tubuhnya, menyalakan api padanya, dan pergi.

Ketika malam telah berakhir, saat fajar, Yang Mulia Persepsi bangkit dari konsentrasi meditatifnya, mengibaskan jubahnya [untuk menyingkirkan abu-abunya], dan pergi ke desa atau kota kecil di mana ia bergantung padanya. Mengenakan jubahnya dan membawa mangkuknya seperti biasanya, ia memasuki desa itu untuk mengumpulkan dana makanan, terjaga dengan baik sehubungan dengan [pergerakan] jasmaninya, terkendali dengan baik sehubungan dengan indria-indrianya, dan berkembang dalam perhatian benar.

Para penggembala sapi, penggembala domba, atau orang-orang yang lewat yang sebelumnya memasuki hutan itu dan melihatnya, yang telah berpikir, “Sekarang, pertapa ini telah meninggal selagi duduk di dalam hutan,” [sekarang berpikir,] “Kemarin kami mengumpulkan kayu kering dan rerumputan, menumpuknya sampai menutupi tubuhnya, menyalakan api padanya, dan kemudian pergi. Namun yang mulia ini telah memulihkan persepsinya.” Si Jahat, adalah karena alasan ini sehingga Yang Mulia Persepsi dinamakan “Persepsi”.<431>

Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak berpikir, “Para pertapa berkepala gundul ini terikat oleh kegelapan [mereka sendiri], silsilah mereka terputus karena mereka tanpa anak;<432> ketika berlatih meditasi, mereka melamun, semakin banyak melamun, dan terus-menerus melamun, berulang-ulang.

“Mereka seperti seekor keledai yang telah membawa beban berat sepanjang hari dan, ketika diikat di kandang tetapi belum makan gandum mereka, melamunkan tentang gandum itu, semakin banyak melamun, dan terus-menerus melamun berulang-ulang. Dengan cara yang sama, para pertapa berkepala gundul ini terikat oleh kegelapan [mereka sendiri], silsilah mereka terputus karena mereka tanpa anak; ketika berlatih meditasi, mereka melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun, berulang-ulang.

“Mereka seperti seekor kucing yang menanti di samping lubang tikus, menginginkan untuk menangkap tikus; karena hal itu, ia melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun berulang-ulang. Dengan cara yang sama, para pertapa berkepala gundul ini terikat oleh kegelapan [mereka sendiri], silsilah mereka terputus karena mereka tanpa anak; ketika berlatih meditasi, mereka melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun, berulang-ulang.

“Mereka seperti seekor burung hantu atau rubah yang menanti pada celah tumpukan kayu bakar kering karena ia ingin menangkap tikus; karena hal itu, ia melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun berulang-ulang. Dengan cara yang sama, para pertapa berkepala gundul ini terikat oleh kegelapan [mereka sendiri], silsilah mereka terputus karena mereka tanpa anak; ketika berlatih meditasi, mereka melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun, berulang-ulang.

“Mereka seperti seekor burung bangau yang menanti di tepi sungai karena ia ingin menangkap ikan; karena hal itu, ia melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun berulang-ulang. Dengan cara yang sama, para pertapa berkepala gundul ini terikat oleh kegelapan [mereka sendiri], silsilah mereka terputus karena mereka tanpa anak; ketika berlatih meditasi, mereka melamun, semakin banyak melamun, terus-menerus melamun, berulang-ulang.

“Apakah yang mereka lamunkan? Untuk manfaat apakah mereka melamun? Apakah yang mereka cari melalui lamunan? Mereka kebingungan, gila, dan hancur. Aku tidak mengetahui dari manakah mereka berasal, ke manakah mereka akan pergi, atau di manakah mereka berdiam. Aku tidak mengetahui tentang kematian mereka atau kelahiran kembali mereka. Biarlah aku menghasut para brahmana perumah tangga, ‘Ayo, kalian semua! Hinalah para pertapa tekun itu! Pukuli mereka dan celalah mereka!’ Mengapakah demikian? Mungkin ketika [para pertapa itu] dihina, dipukuli, dan dicela ini dapat memunculkan suatu keadaan pikiran tidak bermanfaat dalam diri mereka. Maka aku akan mendapatkan kesempatan.”

Si Jahat, ketika māra [bernama] Perusak menghasut para brahmana perumah tangga [dengan cara ini], para brahmana perumah tangga menghina, memukuli, dan mencela para pertapa tekun itu. Beberapa brahmana perumah tangga memukuli mereka dengan potongan kayu, beberapa melempar batu kepada mereka, beberapa memukul mereka dengan tongkat, beberapa melukai kepala para pertapa tekun itu, beberapa mengoyakkan jubah mereka, dan beberapa menghancurkan mangkuk dana mereka.<433>

Kemudian, karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, ketika para brahmana perumah tangga tersebut meninggal, ketika hancurnya jasmani saat kematian, mereka pasti pergi menuju alam yang buruk, terlahir kembali di neraka. Setelah terlahir kembali di sana, mereka berpikir, “Kita pantas mengalami penderitaan ini, dan kita akan mengalami penderitaan yang lebih ekstrem daripada ini. Mengapakah demikian? Karena kami melakukan perbuatan jahat terhadap para pertapa tekun.”

Si Jahat, para siswa Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, setelah kepala mereka dilukai, jubah mereka dikoyak-koyak, dan mangkuk dana mereka dihancurkan, mendekati Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.

Pada waktu itu Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dikelilingi oleh tak terhitung ratusan dan ribuan pengikut di mana beliau sedang mengajarkan Dharma kepada mereka.<434> Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, melihat dari jauh bahwa para siswanya dengan kepala mereka dilukai, jubah mereka dikoyak-koyak, dan mangkuk mereka dihancurkan, sedang mendekat. Melihat hal ini, beliau berkata kepada para bhikkhu, “Apakah kalian melihat itu? Māra [bernama] Perusak telah menghasut para brahmana perumah tangga: ‘Ayo, kalian semua! Hinalah para pertapa tekun itu! Pukuli mereka dan celalah mereka!’ Mengapakah demikian? [Karena ia berpikir,] ‘Mungkin ketika [para pertapa itu] dihina, dipukuli, dan dicela ini dapat memunculkan suatu keadaan pikiran tidak bermanfaat dalam diri mereka. Maka aku akan mendapatkan kesempatan.’

“Para bhikkhu, kalian seharusnya berdiam dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, secara batin meliputi satu arah, demikian juga arah kedua, ketiga, dan keempat – seluruh empat arah dan juga empat arah di antaranya, atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Berdiamlah dengan pikiran yang dipenuh dengan cinta kasih – tanpa belenggu, kebencian, permusuhan, dan perselisihan – [dengan pikiran] yang telah menjadi tidak terbatas, luhur, tak terukur, dan berkembang dengan baik, setelah meliputi seluruh dunia. Berdiamlah seperti ini, setelah meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasih ... dengan kegembiraan empatik ... dengan keseimbangan, tanpa belenggu, kebencian, permusuhan, dan perselisihan – [dengan pikiran] yang telah menjadi tidak terbatas, luhur, tak terukur, dan berkembang dengan baik. Biarlah māra [bernama] Perusak yang mencari untuk mendapatkan kesempatan tidak dapat memperoleh kesempatan.”

Si Jahat, [ketika] Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkan para siswanya ajaran ini dan mereka telah menerima ajaran ini, mereka berdiam secara batin meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, demikian juga arah kedua, ketiga, dan keempat – seluruh empat arah dan juga empat arah di antaranya, atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Mereka berdiam dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih – tanpa belenggu, kebencian, permusuhan, dan perselisihan – [dengan pikiran] yang telah menjadi tidak terbatas, luhur, tak terukur, dan berkembang dengan baik, setelah meliputi seluruh dunia. Mereka berdiam seperti ini setelah meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasih ... dengan kegembiraan empatik ... dengan keseimbangan, tanpa belenggu, kebencian, permusuhan, dan perselisihan – [dengan pikiran] yang telah menjadi tidak terbatas, luhur, tak terukur, dan berkembang dengan baik, setelah meliputi seluruh dunia. Karena alasan ini, māra [bernama] Perusak yang mencari untuk mendapatkan kesempatan tidak dapat memperoleh kesempatan.

Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak berpikir, “Aku tidak dapat memperoleh kesempatan dengan para pertapa tekun dengan cara ini. Biarlah aku sekarang alih-alih mendorong para brahmana perumah tangga, ‘Ayo, kalian semua. Hormatilah, pujalah, dan layanilah para pertapa tekun itu!’ Mungkin, ketika para pertapa tekun itu dihormati, dipuja, dan dilayani itu dapat memunculkan suatu keadaan pikiran tidak bermanfaat dalam diri mereka. Maka aku akan mendapatkan kesempatan.”

Si Jahat, setelah didorong [demikian] oleh māra [bernama] Perusak, semua brahmana perumah tangga menghormati, memuja, dan melayani para pertapa tekun itu.<435> [Mereka] membentangkan pakaian mereka di atas tanah dan berkata, “Para pertapa tekun, mohon berjalanlah di atas ini. Para pertapa tekun berlatih apa yang sulit dilatih. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan [dengan menginjak pakaian ini]!”

Para brahmana perumah tanga membentangkan rambut mereka di atas tanah dan berkata, “Para pertapa tekun, mohon berjalanlah di atas ini. Para pertapa tekun berlatih apa yang sulit dilatih. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan [dengan menginjak rambut ini]!”

Para brahmana perumah tangga, dengan memegang berbagai jenis makanan dan minuman pada tangan mereka, berdiri menanti di pinggir jalan, dengan berkata, “Para pertapa tekun, terimalah ini, makanlah ini, ambillah ini dengan tangan kalian dan gunakanlah ini seperti kalian inginkan. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan!”

Para brahmana perumah tangga yang berkeyakinan, melihat para pertapa tekun itu, dengan hormat membawa mereka pada lengan, menuntun mereka ke dalam [rumah mereka] dan, memegang berbagai benda berharga, berkata kepada para pertapa tekun itu, “Terimalah ini! Bawalah ini bersama kalian dan gunakanlah ini seperti kalian inginkan!”

Kemudian karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, ketika para brahmana perumah tangga tersebut meninggal ketika hancurnya jasmani saat kematian, mereka pasti pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga. Setelah terlahir kembali di sana, mereka berpikir, “Kami layak mengalami kebahagiaan ini, dan kami akan mengalami kebahagiaan yang bahkan lebih ekstrem. Mengapakah demikian? Karena kami melakukan perbuatan baik terhadap para pertapa tekun.”

Si Jahat, para siswa Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, setelah dihormati, dipuja, dan dilayani, mendekati Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Pada waktu itu, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dikelilingi oleh tak terhitung ratusan dan ribuan pengikut di mana beliau sedang mengajarkan Dharma kepada mereka.

Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, melihat dari jauh bahwa para siswanya, yang telah dihormati, dipuja, dan dilayani, sedang mendekat. Melihat hal ini, beliau berkata kepada para bhikkhu, “Apakah kalian melihat itu? Māra [bernama] Perusak mendorong para brahmana perumah tangga, ‘Ayo, kalian semua. Hormatilah, pujalah, dan layanilah para pertapa tekun itu!’ [Ia berpikir,] ‘Mungkin, ketika para pertapa tekun itu dihormati, dipuja, dan dilayani, ini dapat memunculkan suatu keadaan pikiran tidak bermanfaat dalam diri mereka, maka aku akan mendapatkan kesempatan.’

“Para bhikkhu, kalian seharusnya merenungkan semua bentukan sebagai tidak kekal, merenungkannya sebagai bersifat muncul dan lenyap, merenungkan kebosanan, merenungkan ditinggalkannya, merenungkan lenyapnya, dan merenungkan pelenyapan.<436> Biarlah māra [bernama] Perusak, yang mencari untuk mendapatkan kesempatan tidak dapat memperoleh kesempatan.”

Si Jahat, ketika Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkan para siswanya ajaran ini dan mereka telah menerima ajaran tersebut, mereka merenungkan semua bentukan sebagai tidak kekal, mereka merenungkannya sebagai bersifat muncul dan lenyap, mereka merenungkan kebosanan, mereka merenungkan ditinggalkannya, mereka merenungkan lenyapnya, dan mereka merenungkan pelenyapan, sehingga māra [bernama] Perusak, yang sedang mencari untuk mendapatkan kesempatan, tidak dapat memperoleh kesempatan.

7
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:56:30 PM »
130. Kotbah tentang Mengajarkan Dhammika<420>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Yang Mulia Dhammika adalah seorang sesepuh di daerah asalnya. Ia bertanggung jawab atas stupa, dan ia menduduki posisi senior relatif terhadap [yang lain, tetapi ia] mudah marah, tidak sabar, dan sangat kasar, [cenderung] mencaci maki dan mengecam para bhikkhu lain. Karena hal ini, semua bhikkhu [lain] dari daerah asal [Dhammika] pergi dan menjauh. Mereka tidak menikmati berdiam di sana. Para umat awam dari daerah itu, melihat bahwa semua bhikkhu dari daerah itu pergi dan menjauh, karena mereka tidak menikmati berdiam di sana, berpikir, “Mengapakah semua bhikkhu dari daerah ini pergi dan menjauh, tidak bergembira dalam berdiam di sini?”

Para umat awam dari daerah itu mendengar tentang Yang Mulia Dhammika, seorang sesepuh di daerah asalnya, [sebagai berikut]. Ia bertanggung jawab atas stupa dan ia menduduki posisi senior relatif terhadap [yang lain, tetapi ia] mudah marah, tidak sabar, dan sangat kasar, [cenderung] mencaci maki dan mengecam para bhikkhu lain. Karena hal ini semua bhikkhu [lain] dari daerah asal [Dhammika] pergi dan menjauh. Mereka tidak menikmati berdiam di sana. Mendengar hal ini, para umat awam dari tempat kelahiran [Dhammika] bersama-sama mendekati Yang Mulia Dhammika dan mengeluarkannya dari vihara-vihara di daerah asalnya.<421>

Atas hal ini Yang Mulia Dhammika, setelah dikeluarkan dari vihara-vihara di daerah asalnya oleh para umat awam dari daerah asalnya, mengambil jubah dan mangkuknya dan menuju Sāvatthī. Dengan mengadakan perjalanan secara bertahap, ia tiba di Sāvatthī dan berdiam di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Kemudian Yang Mulia Dhammika mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Ia berkata:

Sang Bhagavā, aku tidak menghina para umat awam dari daerah asalku, aku tidak mencaci maki mereka, aku tidak melakukan pelanggaran terhadap mereka. Namun para umat awam dari daerah asalku telah mengusirku dari vihara-vihara di daerah asalku.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Hentikan, Dhammika! Hentikan! Mengapakah engkau perlu mengatakan hal ini?”<422>

Yang Mulia Dhammika merentangkan tangannya dengan telapak tangannya disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata lagi:

Sang Bhagavā, aku tidak menghina para umat awam dari daerah asalku, aku tidak mencaci maki mereka, aku tidak melakukan pelanggaran terhadap mereka. Namun para umat awam dari daerah asalku telah mengusirku dari vihara-vihara di daerah asalku.

Sang Bhagavā berkata kepadanya lagi:

Dhammika, pada masa lampau para saudagar di sini di Jambudīpa akan berangkat ke samudera dengan kapal, membawa bersama mereka burung pemangsa pencari daratan. Sebelum pergi jauh di samudera raya, mereka akan membebaskan burung pemangsa pencari daratan. Jika burung pemangsa pencari daratan dapat mencapai pantai dari samudera raya, ia tidak akan kembali ke kapal; tetapi jika burung pemangsa pencari daratan tidak dapat mencapai pantai samudera raya, ia akan kembali ke kapal. Dengan cara yang sama, Dhammika, karena engkau telah dikeluarkan dari vihara-vihara di daerah asalmu, engkau kembali kepadaku. Hentikan, Dhammika! Hentikan! Mengapakah engkau perlu mengatakan hal ini lagi?

Ketiga kalinya Yang Mulia Dhammika berkata:

Sang Bhagavā, aku tidak menghina para umat awam dari daerah asalku, aku tidak mencaci maki mereka, aku tidak melakukan pelanggaran terhadap mereka. Namun para umat awam dari daerah asalku telah mengusirku dari vihara-vihara di daerah asalku.

Ketiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Dhammika, ketika engkau dikeluarkan dari vihara-vihara di daerah asalmu oleh para umat awam dari daerah asalmu, apakah engkau berdiam dengan Dharma seorang pertapa?
Atas hal ini Yang Mulia Dhammika bangkit dari tempat duduk, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata, “Sang Bhagavā, bagaimanakah seorang pertapa berdiam dengan Dharma seorang pertapa?”

Sang Bhagavā berkata:

Dhammika, pada masa lampau masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun. Dhammika, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, benua Jambudīpa ini sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; desa-desa dan kota-kota berdekatan [satu sama lain] sedekat jarak terbang seekor ayam jantan. Dhammika, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, para wanita menikah pada usia lima ratus tahun.

Dhammika, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan ribu tahun, terdapat [hanya] penyakit seperti [kebutuhan untuk] buang air besar dan kecil, memiliki keinginan, tidak memiliki sesuatu untuk dimakan, dan menjadi tua. Dhammika, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan ribu tahun, terdapat seorang raja bernama Koravya, seorang raja pemutar roda, cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk memerintah atas seluruh dunia. Sebagai raja Dharma yang baik, ia memiliki tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah: harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasihat – ini adalah tujuh hal itu. Ia memiliki seribu orang putra yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Ia pasti menguasai seluruh bumi, sejauh sampai samudera, tanpa bergantung pada pedang atau gada, hanya memerintah dengan Dharma, yang membawa kedamaian dan kebahagiaan [kepada semua orang].<423>

Dhammika, Raja Koravya memiliki pohon bernama Berdiri Kokoh, sebatang pohon banyan kerajaan. Dhammika, pohon banyak kerajaan Berdiri Kokoh memiliki lima dahan: dahan pertama menyediakan makanan bagi raja dan ratu; dahan kedua menyediakan makanan bagi putra mahkota dan para pengiring; dahan ketiga menyediakan makanan bagi rakyat kerajaan; dahan keempat menyediakan makanan bagi para pertapa dan brahmana; dahan kelima menyediakan makanan bagi burung-burung dan binatang. Dhammika, buah pohon banyan Berdiri Kokoh sebesar sebuah botol berukuran dua pint, dan memiliki rasa bagaikan bola madu murni.

Dhammika, pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh tidak dijaga, [tetapi] tidak ada orang yang mencurinya. [Kemudian suatu hari] seseorang datang, lapar dan haus, sangat lemah, dengan penampilan lesu dan pucat, ingin makan buah itu, sehingga ia mendekati pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh. Setelah makan buah sampai kenyang ia mematahkan sebatang dahan yang menghasilkan buah dan pergi.

Terdapat seorang dewa yang berdiam bergantung pada pohon banyak kerajaan Berdiri Kokoh. Ia berpikir, “Betapa anehnya orang Jambudīpa ini! Ia tidak memiliki rasa berterima kasih dan penghargaan. Mengapakah demikian? Karena, setelah makan sampai kenyang buah dari pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh, ia mematahkan sebatang dahan yang menghasilkan buah dan membawanya pergi. Biarlah aku menyebabkan pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh menjadi hampa dari buah dan tidak menghasilkan buah [lagi].” Kemudian pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh menjadi hampa dari buah dan tidak menghasilkan buah [lagi].

Orang lain datang, lapar dan haus, sangat lemah, dengan penampilan lesu dan pucat, ingin makan buah itu, sehingga ia mendekati pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh. Melihat bahwa pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh telah menjadi hampa dari buah dan tidak menghasilkan buah [lagi], ia mendekati Raja Koravya dan berkata, “Semoga baginda mengetahui bahwa pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh telah menjadi hampa dari buah dan tidak menghasilkan buah [lagi].”<424>

Ketika mendengar hal ini, [secepat waktu yang dibutuhkan untuk] seseorang yang kuat membengkokkan lengannya atau meluruskannya, Raja Koravya lenyap dari [negeri] Kuru dan tiba di Surga Tiga-Puluh-Tiga. Berdiri di hadapan Sakka, raja para dewa, ia berkata, “Semoga Kosiya mengetahui bahwa pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh telah menjadi hampa dari buah dan tidak menghasilkan buah [lagi].”

Kemudian, [secepat waktu yang dibutuhkan untuk] seseorang yang kuat membengkokkan lengannya atau meluruskannya, Sakka, raja para dewa, dan Raja Koravya lenyap dari Surga Tiga-Puluh-Tiga dan tiba di [negeri] Kuru. Berdiri tak jauh dari pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh, Sakka, raja para dewa, melakukan pertunjukan kekuatan batin untuk menciptakan hujan badai besar. Setelah ia menciptakan hujan badai besar, pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh tercabut dan tumbang.

Karena hal ini, dewa pohon yang berdiam di pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh berdukacita dan bersedih. Meratap dan bercucuran air mata, ia berdiri di hadapan Sakka, raja para dewa. Sakka, raja para dewa, bertanya kepadanya, “Dewa, mengapakah engkau berdukacita dan bersedih, berdiri di hadapanku meratap dan bercucuran air mata?”
Dewa itu berkata, “Semoga Kosiya mengetahui bahwa, karena hujan badai besar, pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh telah tercabut dan tumbang.”

Kemudian Sakka, raja para dewa, berkata kepada dewa pohon itu, “Dewa pohon, ketika pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh tercabut dan tumbang disebabkan oleh hujan badai besar, apakah engkau berdiam dengan Dharma seorang dewa pohon?”

Dewa pohon berkata, “Kosiya, bagaimanakah seorang dewa pohon berdiam dengan Dharma seorang dewa pohon?” Sakka, raja para dewa, berkata kepadanya: “Dewa, seumpamanya bahwa seseorang ingin menggali akar-akar sebatang pohon dan membawanya pergi; seumpamanya ia ingin memotong tunas pohon, dahan pohon, dedaunan pohon, bunga pohon, buah pohon, dan membawanya pergi. Dewa pohon tidak seharusnya menjadi marah, tidak seharusnya membencinya karena ini; ia tidak seharusnya menyimpan kebencian dalam pikirannya. Dewa pohon seharusnya meninggalkan keadaan pikiran demikian dan [hanya] berdiam di sana sebagai seorang dewa pohon. Ini adalah bagaimana seorang dewa pohon berdiam dengan Dharma seorang dewa pohon.”

Dewa itu berkata lebih lanjut, “Kosiya, aku seorang dewa pohon yang tidak berdiam dengan Dharma seorang dewa pohon. Sejak saat ini, sebagai seorang dewa pohon, aku akan berdiam dengan Dharma seorang dewa pohon. Semoga pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh pulih dan menjadi seperti sebelumnya!”

Kemudian Sakka, raja para dewa, menggunakan kekuatan batinnya untuk menciptakan lagi hujan badai besar. Setelah ia menciptakan hujan badai besar, pohon banyan kerajaan Berdiri Kokoh pulih dan seperti sebelumnya.

Sama halnya, Dhammika, dengan seorang bhikkhu. Ia tidak mencaci maki seseorang yang mencaci makinya; ia tidak marah dengan seseorang yang marah dengannya; ia tidak melukai seseorang yang melukainya; dan ia tidak memukul seseorang yang memukulnya. Dengan cara ini, Dhammika, seorang pertapa berdiam dengan Dharma seorang pertapa.

Kemudian Yang Mulia Dhammika bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan, dengan meratap dan bercucuran air mata, berkata:

Sang Bhagavā, aku seorang pertapa yang tidak berdiam dengan Dharma seorang pertapa. Sejak saat ini, sebagai seorang pertapa, aku akan berdiam dengan Dharma seorang pertapa.

Sang Bhagavā berkata:

Dhammika, pada masa lampau terdapat seorang guru besar bernama Sunetta, seorang pemimpin para pertapa ajaran lain, yang telah meninggalkan keinginan indria dan ketagihan [indria] serta telah memperoleh kekuatan batin. Dhammika, guru besar Sunetta memiliki tak terhitung ratusan dan ribuan siswa. Dhammika, guru besar Sunetta mengajarkan para siswanya metode untuk [mencapai] alam Brahmā.

Dhammika, ketika guru besar Sunetta mengajarkan [para siswanya] metode untuk [mencapai] alam Brahmā, beberapa siswa yang tidak sepenuhnya menerima dan berlatih metodenya terlahir kembali setelah kematian di Surga Empat Raja, beberapa terlahir kembali di Surga Tiga-Puluh-Tiga, beberapa terlahir kembali di Surga Yāma, beberapa terlahir kembali di Surga Tusita, beberapa terlahir kembali di Surga Mereka yang Menyenangi Penciptaan, dan beberapa terlahir kembali di Surga Mereka yang Menyenangi Penciptaan yang Lain.<425>

Dhammika, ketika guru besar Sunetta mengajarkan [para siswanya] metode untuk [mencapai] alam Brahmā, para siswa itu yang sepenuhnya menerima dan berlatih metodenya mengembangkan empat kediaman luhur dan meninggalkan keinginan indria, dan setelah kematian mereka mencapai kelahiran kembai di alam Brahmā. Kemudian, guru besar Sunetta berpikir, “Tidak layak bagiku untuk berada di tingkat yang sama dalam kehidupan berikutnya seperti para siswaku dengan terlahir kembali di tempat yang sama. Biarlah aku sekarang alih-alih berlatih bentuk cinta kasih yang lebih lanjut. Setelah berlatih bentuk cinta kasih yang lebih lanjut ini, setelah kematian aku akan mencapai kelahiran kembali di Surga Cahaya yang Memancar (Ābhassara).”

Dhammika, kemudian guru besar Sunetta berlatih bentuk cinta kasih yang lebih lanjut. Setelah berlatih bentuk cinta kasih yang lebih lanjut itu, setelah kematian ia mencapai kelahiran kembali di Surga Cahaya yang Memancar. Dhammika, jalan latihan guru besar Sunetta dan para siswanya tidaklah sia-sia. Ini menghasilkan buah besar.

Seperti halnya guru besar Sunetta, demikian juga [enam guru besar lain] Mūgapakkha, brahmana Aranemi, guru Kuddālaka, brahmana muda Hatthipāla, Jotipāla, dan ayahnya Govinda: ini adalah “tujuh [brahmana] penasihat” (satta purohita).<426>

Dhammika, tujuh penasihat dan guru ini juga memiliki tak terhitung ratusan dan ribuan siswa. Dhammika, tujuh penasihat dan guru ini mengajarkan para siswa mereka metode untuk [mencapai] alam Brahmā. Ketika tujuh penasihat dan guru itu mengajarkan [para siswa mereka] metode untuk [mencapai] alam Brahmā, beberapa siswa yang tidak sepenuhnya menerima dan berlatih metodenya terlahir kembali setelah kematian di Surga Empat Raja, beberapa terlahir kembali di Surga Tiga-Puluh-Tiga, beberapa terlahir kembali di Surga Yāma, beberapa terlahir kembali di Surga Tusita, beberapa terlahir kembali di Surga Mereka yang Menyenangi Penciptaan, dan beberapa terlahir kembali di Surga Mereka yang Menyenangi Penciptaan yang Lain.

Ketika tujuh penasihat dan guru itu mengajarkan [para siswa mereka] metode untuk [mencapai] alam Brahmā, para siswa itu yang sepenuhnya menerima dan berlatih metodenya mengembangkan empat kediaman luhur dan meninggalkan keinginan indria, dan setelah kematian terlahir kembali di alam Brahmā. Dhammika, kemudian [masing-masing dari] tujuh penasihat dan guru itu berpikir, “Tidak layak bahwa aku, dalam kehidupan berikutnya, berada di tingkat yang sama seperti para siswaku dengan terlahir kembali di tempat yang sama. Biarlah aku sekarang alih-alih berlatih jenis cinta kasih yang lebih lanjut. Setelah berlatih jenis cinta kasih yang lebih lanjut ini, setelah kematian aku akan mencapai kelahiran kembali di Surga Cahaya yang Memancar.”

Dhammika, kemudian tujuh penasihat dan guru itu berlatih jenis cinta kasih yang lebih lanjut. Setelah berlatih jenis cinta kasih yang lebih lanjut itu, setelah kematian mereka mencapai kelahiran kembali di Surga Cahaya yang Memancar. Dhammika, jalan latihan tujuh penasihat dan guru itu dan para siswa [mereka] tidaklah sia-sia. Ini menghasilkan buah besar.

Dhammika, jika seseorang telah mencaci maki tujuh guru tersebut dan tak terhitung ratusan dan ribuan pengikut mereka, jika seseorang telah memukul mereka, telah marah dengan mereka, atau telah mengecam mereka, maka orang itu pasti telah melakukan tak terukur pelanggaran berat.

Sehubungan dengan seorang siswa Sang Buddha yang telah mencapai pandangan benar, seorang bhikkhu yang telah mencapai buah yang lebih rendah [demikian], jika seseorang mencaci makinya, memukulnya, marah dengannya, atau mengecamnya, orang itu melakukan pelanggaran yang bahkan lebih berat. Oleh sebab itu, Dhammika, engkau [dan para bhikkhu temanmu] seharusnya saling melindungi. Mengapakah demikian? Setelah engkau meninggalkan kesalahan ini tidak akan ada kerugian lebih lanjut [bagimu].

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Sunetta, Mūgapakkha,
Brahmana Aranemi,
Guru Kuddālaka,
Brahmana muda Hatthipāla,
Jotipāla, dan [ayahnya] Govinda –
[Ini adalah] tujuh penasihat.

Pada masa lampau
Tujuh guru ini terkenal atas kebaikan mereka,
Bebas dari ikatan ketagihan [indria], bergembira dalam belas kasih,
Dan dengan belenggu keinginan indria sepenuhnya terlampaui.

Mereka memiliki para siswa,
Tak terhitung ratusan dan ribuan dari mereka,
Yang juga telah meninggalkan belenggu keinginan indria,
Tetapi hanya sementara, belum sepenuhnya.

Dalam hal para pertapa ajaran lain tersebut,
Yang melindungi diri mereka dengan baik ketika berlatih pertapaan,
Siapa pun yang dengan kebencian dan kecemburuan dalam pikirannya
Mencemooh mereka, telah melakukan pelanggaran berat.

Dalam hal seorang siswa Sang Buddha yang telah mencapai pandangan benar,
Yang berkembang dalam buah yang lebih rendah,
Siapa pun yang mencemooh, mengecam, atau menyerangnya
Akan melakukan pelanggaran yang bahkan lebih berat.

Oleh sebab itu, Dhammika,
Engkau [dan para bhikkhu temanmu] seharusnya saling melindungi.
Kalian seharusnya saling melindungi karena
Tidak ada pelanggaran yang lebih berat daripada hal ini.

[Ini menyebabkan] penderitaan yang begitu hebat
Di mana para mulia jijik terhadapnya.
Seseorang pasti akan mendapatkan pandangan yang membantah
Jika ia secara mencolok mengambil posisi ini berdasarkan pandangan salah.

Ia yang adalah orang dengan tingkat terendah,
Seperti yang dijelaskan dalam Dharma mulia,
Yaitu seseorang yang belum meninggalkan nafsu indria,
Telah memperoleh sejumlah lima indria yang sangat kecil:<427>
Keyakinan, semangat, penegakan perhatian,
Konsentrasi benar, dan pengetahuan benar.

Seseorang yang [mencemooh, mengecam, atau menyerang seseorang] seperti ini akan menerima penderitaan:
Menghadapi pengalaman kejatuhannya sendiri.
Seseorang akan mengalami kejatuhannya sendiri
Setelah menyakiti orang lain.

[Tetapi] jika seseorang dapat melindungi dirinya,
Ia kemudian dapat melindungi orang lain.
Oleh sebab itu, seseorang seharusnya melindungi dirinya;
[Dengan cara ini] orang bijaksana [mencapai] kebahagiaan yang bertahan lama.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Dhammika dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan menerimanya dengan hormat.

8
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:44:37 PM »
129. Kotbah tentang Musuh<415>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Terdapat tujuh keadaan permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah. Apakah tujuh hal itu?
Seorang musuh tidak menginginkan musuhnya berpenampilan menarik. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya berpenampilan menarik.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan memiliki penampilan jelek karena hal ini, bahkan jika ia mandi dengan baik dan tubuhnya diminyaki dengan wewangian yang bagus. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan pertama permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya, seorang musuh tidak menginginkan musuhnya tidur dengan tenang. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya tidur dengan tenang.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan sulit tidur karena hal ini, bahkan jika ia berbaring di atas tempat tidur kerajaan yang berlapiskan kain wol, dihiasi dengan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai bergaris-garis dan dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit antelop pada kedua ujungnya. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan kedua permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya seorang musuh tidak menginginkan musuhnya memperoleh keuntungan besar. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya memperoleh keuntungan besar.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan tidak [berusaha untuk] memperoleh keuntungan ketika ia seharusnya [berusaha untuk] memperoleh keuntungan, dan [berusaha untuk] memperoleh keuntungan ketika ia tidak seharusnya [berusaha untuk] memperoleh keuntungan. Dalam kedua hal ia berbuat berlawanan [dengan apa yang seharusnya], sehingga ia mengalami kerugian besar. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan ketiga permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya, seorang musuh tidak menginginkan musuhnya memiliki teman. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya memiliki teman.

Bagi seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan, jika ia memiliki teman-teman yang baik mereka meninggalkannya dan pergi menjauh. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan keempat permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya, seorang musuh tidak menginginkan musuhnya memiliki reputasi baik. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya memiliki reputasi baik.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan memperoleh nama buruk, reputasi jelek, yang diketahui secara luas di segala arah. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan kelima permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya, seorang musuh tidak menginginkan musuhnya menjadi sangat kaya. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya menjadi sangat kaya.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan terlibat dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang menyebabkannya kehilangan sejumlah besar kekayaan.<416> Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan keenam permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Selanjutnya, seorang musuh tidak menginginkan musuhnya, ketika hancurnya jasmani saat kematian, yakin akan pergi menuju alam kehidupan yang baik, alam surgawi. Mengapakah demikian? [Karena] seorang musuh tidak bergembira ketika musuhnya pergi menuju alam kehidupan yang baik.

Seseorang yang marah, yang berulang-ulang menjadi marah, yang dikuasai oleh kemarahan, dan yang pikirannya tidak meninggalkan kemarahan terlibat dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang jahat. Setelah terlibat dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang jahat, ketika hancurnya jasmani saat kematian, ia pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk, dengan terlahir kembali di neraka. Mengapakah demikian? Karena ia dikuasai oleh kemarahan dan pikirannya tidak meninggalkan kemarahan. Ini adalah keadaan ketujuh permusuhan yang menyebabkan permusuhan yang menjumpai seorang pria atau wanita ketika mereka menjadi marah.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Seseorang yang marah memperoleh penampilan jelek,
Ia tidur dengan tidak tenang dan sulit.
Walaupun ia seharusnya memperoleh kekayaan besar,
Ia sebaliknya mengalami kerugian.

[Bahkan mereka yang merupakan] teman-teman dekat baiknya
Menjaga jarak dari seseorang yang menjadi marah.
Seraya ia berulang-ulang menjadi marah,
Reputasi buruknya menyebar ke segala arah.

Ia marah ketika terlibat dalam aktivitas jasmani atau ucapan,
Dan terjerat dalam kemarahan ketika terlibat dalam aktivitas pikiran.
Seseorang yang dikuasai kemarahan
Kehilangan semua kekayaannya.

Kemarahan menghasilkan kerugian;
Kemarahan menghasilkan kekotoran pikiran.
Ketakutan muncul di dalam seseorang [yang demikian],
Tetapi ia tidak dapat menyadari hal ini.

Seseorang yang marah tidak mengenali apa yang menguntungkan;
Seseorang yang marah tidak mengetahui Dharma.
Tidak memiliki penglihatan, buta, terselubung dalam kegelapan:
Demikianlah seseorang yang bergembira dalam kemarahan.

Kemarahan pertama-tama muncul sebagai penampilan jelek,
Seperti halnya api mulai mengeluarkan asap.
Dari hal ini muncul kebencian dan kecemburuan;
Dan sebagai akibat dari hal ini, semua orang menjadi marah.

Apa yang dilakukan seseorang yang marah,
Apakah perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat,
Setelah menjadi marah sepenuhnya,<417>
ia hangus seakan-akan terbakar oleh api.

Apa yang telah kusebut perbuatan yang menghanguskan
Dan menjerat keadaan-keadaan [batin]
Aku sekarang akan menjelaskan satu per satu.
Kalian semua, dengarkanlah dengan seksama!

Seseorang yang marah akan berbalik melawan ayahnya dan melukainya,
Dan menentang saudara laki-lakinya juga.
Ia bahkan akan membunuh saudara perempuannya.
Demikianlah berbahayanya seseorang yang marah.

[Seseorang] yang melahirkannya dan membesarkannya,
Yang memungkinkannya melihat dunia ini,
Yang memungkinkannya bertahan hidup: ibunya.
Bahkan sang pemarah akan melukainya.<418>

Tanpa rasa malu, tanpa rasa takut,
Bagi seseorang yang terjerat oleh kemarahan tidak ada yang [tidak] akan ia [siap] katakan.
Bagi seseorang yang dikuasai oleh kemarahan,
Tidak ada [hal buruk] yang tidak akan diucapkan mulutnya.

Ia melakukan perbuatan yang bodoh dan tidak bermoral,<419>
Dan membunuh kehidupannya sendiri pada usia muda.
Ketika melakukan hal ini ia tidak memiliki kewaspadaan-diri;
Karena kemarahan, hal-hal mengerikan terjadi.

Ia melekat pada dirinya sendiri,
Dan mencintai dirinya sendiri secara ekstrem;
Tetapi walaupun mencintai dirinya sendiri,
Seseorang yang marah juga melukai dirinya sendiri.

Ia menikam dirinya dengan pisau,
Atau melemparkan dirinya dari tebing,
Atau menggantung dirinya dengan tali,
Atau mengambil berbagai jenis racun.

Demikianlah sifat kemarahan;
Kematiannya disebabkan oleh kemarahan.
Semua ini dapat ditinggalkan,
Dengan memahaminya melalui kebijaksanaan.
Sehubungan dengan perbuatan kecil yang tidak bermanfaat,
Seorang bijaksana dapat membuangnya dengan memahaminya.

Seseorang seharusnya bersabar dengan perilaku demikian,
Jika ia berharap untuk bebas dari kejelekan,
Untuk bebas dari kemarahan dan bebas dari kekhawatiran,
Untuk melenyapkan asap keangkuhan dan bebas darinya,
Untuk menjinakkan kemarahan dan meninggalkannya,
Untuk melenyapkannya sepenuhnya dan bebas dari noda-noda.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

9
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:37:47 PM »
128. Kotbah tentang Para Umat Awam Laki-Laki<406>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu perumah tangga Anāthapiṇḍika, ditemani oleh sejumlah besar perkumpulan lima ratus orang umat awam laki-laki, mendekati Yang Mulia Sāriputta. Ia memberikan penghormatan dengan kepalanya [pada kaki Yang Mulia Sāriputta], mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Lima ratus orang umat awam laki-laki juga memberikan penghormatan, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi.

Setelah perumah tangga Anāthapiṇḍika dan lima ratus orang umat awam laki-laki duduk pada satu sisi, Yang Mulia Sāriputta mengajarkan mereka Dharma, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkan mereka Dharma, setelah menasihati dan menginspirasi mereka, [Yang Mulia Sāriputta] bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Sang Buddha. Ia memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Tak lama setelah Yang Mulia Sāriputta pergi, perumah tangga Anāthapiṇḍika dan lima ratus orang umat awam laki-laki juga mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepala mereka pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi.<407>

Ketika Yang Mulia Sāriputta dan perkumpulan [umat awam] telah duduk dengan baik, Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

Sāriputta, jika sehubungan dengan seorang siswa awam mulia engkau mengetahui bahwa ia terjaga dengan baik dengan berlatih lima prinsip, dan bahwa ia mencapai dengan mudah dan tanpa kesulitan empat keadaan pikiran lebih tinggi yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini, maka, Sāriputta, engkau dapat menyatakan bahwa bagi siswa mulia itu [kelahiran kembali] di neraka telah diakhiri,<408> dan juga [kelahiran kembali] sebagai binatang, sebagai hantu kelaparan, atau di alam kehidupan buruk [lainnya] mana pun. Ia telah mencapai pemasuk-arus. Ia tidak akan terjatuh ke dalam kondisi buruk apa pun tetapi pasti akan maju menuju pencerahan sempurna; dan setelah mengalami paling banyak tujuh kehidupan, dengan pergi dan datang di antara para dewa dan manusia, ia akan mencapai akhir dukkha.

Sāriputta, bagaimana seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih lima prinsip?<409> Seorang siswa awam mulia menghindari diri dari membunuh, telah meninggalkan pembunuhan, telah membuang pedang dan tongkat pemukul. Ia memiliki rasa malu dan takut berbuat jahat, dan pikiran [yang penuh] cinta kasih dan belas kasih, [dengan berharap] memberikan manfaat kepada semua [makhluk], bahkan serangga. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pembunuhan makhluk hidup. Seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih prinsip pertama ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia menghindari diri dari mengambil apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia mengambil [hanya] apa yang diberikan. Ia selalu menyukai kedermawanan, dengan bergembira di dalamnya, tanpa kekikiran, dan tidak mengharapkan imbalan apa pun. Ia terus-menerus menjaga dirinya sehingga tidak dikuasai oleh [apa pun pemikiran] mencuri. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pengambilan apa yang tidak diberikan. Seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih prinsip kedua ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia menghindari diri dari perbuatan seksual yang salah, telah meninggalkan perbuatan seksual yang salah. Jika seorang wanita dilindungi oleh ayahnya, dilindungi oleh ibunya, dilindungi oleh orang tuanya, dilindungi oleh saudara laki-lakinya, atau dilindungi oleh saudara perempuannya; atau jika seorang wanita dilindungi oleh mertuanya, dilindungi oleh sanak keluarganya, atau dilindungi oleh sukunya; atau jika ia telah mengikat janji pernikahan atau dilindungi oleh ancaman hukuman, atau telah dikalungi bunga sebagai tanda pertunangan – [maka ia] tidak mencabuli seorang wanita yang demikian. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan perbuatan seksual yang salah. Seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih prinsip ketiga ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah. Ia mengatakan kebenaran, bergembira dalam kebenaran, tidak tergoyahkan berkembang dalam kebenaran, sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak akan menipu [siapa pun di] dunia. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan salah. Seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih prinsip keempat ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia menghindari diri dari minuman keras, telah meninggalkan minuman keras. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan minuman keras. Seorang siswa awam mulia terjaga dengan baik dengan berlatih prinsip kelima ini.

Sāriputta, apakah empat keadaan pikiran lebih tinggi yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini, di mana seorang siswa awam mulia mencapainya dengan mudah dan tanpa kesulitan? Seorang siswa awam mulia mengingat kembali Sang Tathāgata [demikian], “Itulah Sang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan.” Ketika ia mengingat kembali Sang Tathāgata dengan cara ini, jika terdapat [dalam pikirannya] keinginan jahat apa pun mereka segera lenyap. Jika terdapat dalam pikirannya [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap.

Bagi seorang siswa awam mulia yang berkembang dalam [pengingatan kembali] Sang Tathāgata, pikirannya menjadi tenang dan mencapai sukacita. Jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, maka mereka segera lenyap. [Jika] dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap. Seorang siswa awam mulia mencapai, dengan mudah dan tanpa kesulitan, keadaan pikiran lebih tinggi pertama ini yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia mengingat kembali Dharma [demikian]: “Dharma yang diajarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā pasti membawa pada yang tertinggi, pada kebebasan dari kekesalan dan penderitaan; ia selalu ada dan tidak tergoyahkan.”<410> Ketika ia merenungkan dengan cara ini, memahami dengan cara ini, mengetahui dengan cara ini, dan mengingat kembali Dharma dengan cara ini, maka jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, mereka segera lenyap. Jika terdapat dalam pikirannya [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap.

Bagi seorang siswa awam mulia yang berkembang dalam [pengingatan kembali] Dharma, pikirannya menjadi tenang dan mencapai sukacita. Jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, maka mereka segera lenyap. [Jika] dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap. Seorang siswa awam mulia mencapai [dengan mudah dan tanpa kesulitan] keadaan pikiran lebih tinggi kedua ini [yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini].

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia mengingat kembali Sangha [demikian], “Sangha mulia Sang Tathāgata bertindak dengan baik dan bertindak dengan benar, maju dalam Dharma sesuai dengan Dharma, dan menyesuaikan dengan Dharma. Dalam Sangha terdapat sesungguhnya para Arahant dan mereka dalam jalan menuju Kearahantan, yang tidak-kembali dan mereka dalam jalan menuju yang tidak-kembali, yang sekali-kembali dan mereka dalam jalan menuju yang sekali-kembali dan mereka dalam jalan menuju yang sekali-kembali, pemasuk-arus dan mereka dalam jalan menuju pemasuk-arus.  Ini disebut empat pasang atau delapan kelompok [orang mulia]. Ini disebut Sangha Sang Tathāgata. Mereka telah mencapai moralitas, mereka telah mencapai konsentrasi, mereka telah mencapai kebijaksanaan, mereka telah mencapai pembebasan, dan mereka telah mencapai pengetahuan dan penglihatan pembebasan.<411> Mereka layak atas penghormatan dan penghargaan, layak atas persembahan, dan merupakan ladang jasa kebajikan yang mengagumkan di dunia.” Ketika [seorang siswa awam mulia] mengingat kembali Sangha Sang Tathāgata dengan cara ini, maka jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, mereka segera lenyap. Jika dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap.

Bagi seorang siswa awam mulia yang berkembang dalam [pengingatan kembali] Sangha Sang Tathāgata, pikirannya menjadi tenang dan mencapai sukacita. Jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, maka mereka segera lenyap. [Jika] dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap. Seorang siswa awam mulia mencapai, dengan mudah dan tanpa kesulitan, keadaan pikiran lebih tinggi ketiga ini yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini.

Selanjutnya, Sāriputta, seorang siswa awam mulia mengingat kembali moralitasnya sendiri [demikian], “Moralitasku ini sempurna, tidak cacat. Ia bebas dari kekotoran dan kerusakan, berkembang [dengan kokoh] bagaikan bumi, tidak hampa.<412> Ini dipuji oleh para mulia, diterima dan diingat dengan baik.” Ketika ia mengingat kembali moralitasnya sendiri dengan cara ini, jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, mereka segera lenyap. Jika dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap.

Bagi seorang siswa awam mulia yang berkembang dalam [pengingatan kembali] moralitas, pikirannya menjadi tenang dan mencapai sukacita. . Jika [dalam pikirannya] terdapat keinginan jahat apa pun, maka mereka segera lenyap. [Jika] dalam pikirannya terdapat [keadaan] yang tidak bermanfaat dan mengotori apa pun [yang menyebabkan] kesedihan, kekhawatiran, dan dukacita, maka mereka juga lenyap. Seorang siswa awam mulia mencapai, dengan mudah dan tanpa kesulitan, keadaan pikiran lebih tinggi keempat ini yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini.

Sāriputta, jika sehubungan dengan seorang siswa awam mulia engkau mengetahui bahwa ia terjaga dengan baik dengan berlatih lima prinsip ini, dan bahwa ia mencapai dengan mudah dan tanpa kesulitan empat keadaan pikiran lebih tinggi yang merupakan kediaman menyenangkan di sini dan saat ini, maka, Sāriputta, engkau dapat menyatakan bahwa bagi siswa mulia itu [kelahiran kembali] di neraka telah diakhiri, dan juga [kelahiran kembali] sebagai binatang, hantu kelaparan, atau di alam kehidupan buruk [lainnya] mana pun. Ia telah mencapai pemasuk-arus. Ia tidak akan terjatuh ke dalam kondisi buruk apa pun tetapi pasti akan maju menuju pencerahan sempurna; dan setelah mengalami paling banyak tujuh kehidupan, dengan pergi dan datang di antara para dewa dan manusia, ia akan mencapai akhir dukkha.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Seorang bijaksana yang berdiam di rumah,
Melihat ketakutan atas neraka.
Karena menerima dan mengingat Dharma mulia,
Ia melenyapkan setiap jenis kejahatan.

Ia menghindari diri dari membunuh atau melukai makhluk hidup,
Dapat meninggalkan hal ini dengan pemahaman.
Ia berkata benar, bukan apa yang salah.
Ia tidak mencuri milik orang lain.

Puas dengan istrinya sendiri,
Ia tidak menyenangi istri orang lain.
Ia meninggalkan minuman keras dan menghindari diri darinya,
[Dengan mengetahui mereka sebagai] sumber kebingungan pikiran, kegilaan, dan ketidaktahuan.

[Seseorang] seharusnya sering mengingat kembali Yang Tercerahkan Sempurna,
Merenungkan ajaran-ajaran bermanfaat,
Mengingat kembali Sangha, dan merenungkan moralitas [dirinya sendiri].
Dari hal ini [ia] akan memperoleh sukacita.

Berharap untuk berlatih pemberian,
Seseorang seharusnya mempertimbangkan jasa yang diharapkan darinya,
Dan memberi pertama kali kepada [mereka yang memiliki] pikiran yang ditenangkan.
[Pemberian] demikian membawa akibat [yang baik].
Aku sekarang akan mengatakan tentang [mereka dengan] pikiran yang ditenangkan.
Sāriputta, dengarkanlah dengan seksama!

[Seekor sapi] mungkin hitam atau putih,
Merah atau cokelat,
Berbelang dengan warna-waran yang menarik,
Atau memiliki warna seekor merpati,
Menurut keadaan pembawaan lahirnya;
[Tetapi] sapi yang terlatih dengan baik adalah yang terkemuka.

[Jika] ia memiliki kekuatan tubuh yang cukup
Dan berjalan dengan kecepatan yang baik, dengan cepat ke sana kemari,
Maka ia akan dipilih karena kemampuannya
Dan tidak ditolak karena warnanya.

Dengan cara yang sama, seorang manusia
Mungkin lahir dalam keadaan yang berbeda-beda:
Sebagai ksatria atau brahmana
Atau pedagang atau pekerja,
Menurut keadaan pembawaan lahirnya.

Seorang sesepuh yang murni dan menjaga aturan-aturan latihan,
Yang tanpa kemelekatan duniawi, seorang yang pergi dengan baik<413> –
Memberikan dana kepadanya membawa buah besar.
Sedangkan seseorang yang bodoh, yang tidak memiliki pengetahuan,
Tidak memiliki kebijaksanaan, tidak memiliki pembelajaran –
Memberikan dana kepadanya membawa buah kecil.<414>
Tidak memiliki cahaya [kebijaksanaan], [seorang yang demikian] tidak menerangi siapa pun.

Jika cahaya [kebijaksanaan] bersinar
Pada seorang siswa bijaksana Sang Buddha
Yang keyakinannya kepada Sang Sugata
Berakar dengan baik dan berkembang dengan kokoh,
[Maka] orang itu akan terlahir kembali di keadaan yang baik,
Di sebuah keluarga pilihannya,
Dan pada akhirnya akan mencapai Nirvana.
Dengan cara ini masing-masing orang memiliki jalan hidupnya.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Sāriputta, para bhikkhu, perumah tangga Anāthapiṇḍika, dan lima ratus umat awam laki-laki bergembira dan menerimanya dengan hormat.

10
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:31:42 PM »
127. Kotbah tentang Ladang Jasa Kebajikan<402>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Ia berkata, “Sang Bhagavā, terdapat berapa jeniskah orang di dunia yang merupakan ladang jasa kebajikan?”

Sang Bhagavā berkata:

Perumah tangga, di dunia terdapat keseluruhan dua jenis orang yang merupakan ladang jasa kebajikan. Apakah dua hal itu? Pertama adalah orang yang sedang dalam latihan. Kedua adalah orang yang melampaui latihan. Dari orang-orang yang sedang dalam latihan terdapat delapan belas jenis, dan dari orang-oranng yang melampaui latihan terdapat sembilan jenis.<403>

Perumah tangga, apakah delapan belas jenis orang dalam latihan? Pengikut keyakinan, pengikut Dharma, seseorang yang terbebaskan melalui keyakinan, seseorang yang mencapai penglihatan, saksi tubuh, seseorang yang pergi dari keluarga ke keluarga, penghasil-satu-benih,<404> seseorang dalam jalan menuju pemasuk-arus, seseorang yang telah mencapai pemasuk-arus, seseorang dalam jalan menuju yang sekali-kembali, seseorang yang telah mencapai yang sekali-kembali, seseorang dalam jalan yang tidak-kembali, seseorang yang telah mencapai yang tidak-kembali, seseorang yang mencapai nirvana akhir di antaranya, seseorang yang mencapai nirvana akhir saat terlahir kembali, seseorang yang mencapai nirvana akhir dengan usaha, seseorang yang mencapai nirvana akhir tanpa usaha, dan seseorang yang berlanjut ke atas menuju Surga Akaniṭṭha; ini adalah delapan belas jenis orang dalam latihan.

Perumah tangga, apakah sembilan jenis orang yang melampaui latihan?<405> [Mereka adalah] seseorang yang mampu berdasarkan kehendak [mengakhiri penjelmaan] (cetanādharman); seseorang yang mampu menembus [tanpa usaha] (prativedhanādharman); seseorang yang dalam kondisi tidak tergoyahkan (akopya dharman); seseorang yang cenderung mengalami kemunduran (parihāṇadharman); seseorang yang tidak cenderung mengalami kemunduran (aparihāṇadharman); seseorang yang mampu melindungi (anurakṣaṇādharman), [yaitu,] yang selagi melindungi dirinya sendiri tidak akan mengalami kemunduran, tetapi jika ia tidak melindungi dirinya sendiri ia akan mengalami kemunduran; seseorang yang dalam kondisi berdiri dengan kokoh (sthitākampya); seseorang yang terbebaskan melalui kebijaksanaan; dan seseorang yang terbebaskan melalui kedua cara. Ini adalah sembilan jenis orang yang melampaui latihan.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Di dunia mereka yang sedang dalam latihan dan mereka yang melampaui latihan
Adalah layak atas penghormatan, layak atas persembahan.
Mereka sempurna dalam mempertahankan [perilaku] jasmani yang benar,
Serta dalam ucapan dan pikiran juga.
Perumah tangga, ini adalah ladang [jasa kebajikan] yang mengagumkan;
Ia yang memberikan persembahan kepada mereka memperoleh jasa besar.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang Sang Buddha katakan, perumah tangga Anāthapiṇḍika dan para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan baik.

11
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:28:21 PM »
126. Kotbah tentang Terlibat dalam Kenikmatan Indria<398>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Ia berkata, “Sang Bhagavā, di dunia terdapat berapa jeniskah orang yang terlibat dalam kenikmatan indria?”

Sang Bhagavā berkata:

Perumah tangga, di dunia terdapat keseluruhan sepuluh jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria. Apakah sepuluh hal itu?

Perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma, ia tidak [menggunakannya untuk] menyokong dirinya sendiri atau memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya, ataupun ia tidak [menggunakannya untuk] memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; [tetapi ia] tidak memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya, dan ia juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma, ia tidak [menggunakannya untuk] menyokong dirinya sendiri atau memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; ataupun ia tidak [menggunakannya untuk] memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; [tetapi ia] tidak memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan ia juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma, ia tidak [menggunakannya untuk] menyokong dirinya sendiri atau memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; ataupun ia tidak [menggunakannya untuk] memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya, [tetapi ia] tidak memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan ia juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Setelah memperoleh kekayaan, ia terkotori [olehnya], melekat, terbelenggu, dan terikat [padanya]. Karena terkotori [olehnya], melekat, terbelenggu, dan terikat [padanya], ia menggunakan [kekayaan itu] tanpa melihat bahaya [di dalamnya] dan tanpa mengetahui bagaimana melampauinya. Terdapat jenis orang ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Selanjutnya, perumah tangga, satu jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma. Setelah mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma, ia dapat menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan ia juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Setelah memperoleh kekayaan, ia tidak terkotori olehnya, tidak melekat, terbelenggu, dan terikat padanya. Karena tidak terkotori olehnya, tidak melekat, terbelenggu, dan terikat padanya, ia menggunakan [kekayaan itu] seraya melihat bahaya di dalamnya, dan mengetahui bagaimana melampauinya. Terdapat jenis orang [kesepuluh] ini yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Perumah tangga, seumpamanya terdapat seseorang yang terlibat dalam kenikmatan indria dan mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma; yang, setelah mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar, bertentangan dengan Dharma, tidak [menggunakannya untuk] menyokong dirinya sendiri atau memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan yang tidak [menggunakannya untuk] memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria ini dinilai sebagai yang terendah di antara semua jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria.<399>

Perumah tangga, seumpamanya terdapat seseorang yang terlibat dalam kenikmatan indria dan mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma; dan yang, setelah mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma, menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan yang juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria ini dinilai sebagai yang tertinggi di antara semua jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria [dan yang mencari kekayaan baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma].<400>

Perumah tangga, seumpamanya terdapat seseorang yang terlibat dalam kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma; yang, setelah mencari kekayaan dengan cara yang benar, sesuai dengan Dharma, menyokong dirinya sendiri dan memberikan kenyamanan bagi ibu dan ayah, istri dan anak-anak, para pelayan dan pekerjanya; dan yang juga memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana di mana ia dapat naik menuju jenis kenikmatan yang lebih tinggi, mengalami akibat yang menyenangkan dengan terlahir kembali di surga yang berusia panjang. Setelah memperoleh kekayaan, ia tidak terkotori olehnya, tidak melekat, terbelenggu, dan terikat padanya. Karena tidak terkotori olehnya, tidak melekat, terbelenggu, dan terikat padanya, ia menggunakan [kekayaan itu] seraya melihat bahaya di dalamnya, dan mengetahui bagaimana melampauinya. Jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria ini adalah yang terkemuka, yang teragung, yang terunggul, yang terbaik, yang paling mengagumkan. Ia adalah yang paling mulia dari semua jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Seperti halnya dari seekor sapi menghasilkan susu, dari susu menghasilkan kepala susu, dari kepala susu menghasilkan mentega, dari mentega menghasilkan ghee, dari ghee menghasilkan ghee yang dijernihkan – [di antara hal-hal ini] ghee yang dijernihkan adalah yang terkemuka, yang teragung, yang tertinggi, yang terbaik, yang paling mengagumkan dan mulia. Dengan cara yang sama, perumah tangga, [jenis] orang yang terlibat dalam kenikmatan indria ini adalah yang terkemuka, yang teragung, yang tertinggi, yang terbaik, yang paling mengagumkan, dan yang paling mulia dari semua jenis orang yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:<401>

Jika seseorang mencari kekayaan dengan cara yang bertentangan dengan Dharma,
Dan jika seseorang mencarinya baik sesuai dengan Dharma maupun bertentangan dengan Dharma,
[Maka,] dengan tidak menggunakan [kekayaan itu] untuk memberikan bagi [orang lain] dan dirinya sendiri,
Dan juga tidak menggunakannya sebagai persembahan untuk berbuat jasa kebajikan,
Keduanya adalah salah;
Mereka adalah yang terendah di antara mereka yang terlibat dalam kenikmatan indria [dengan cara demikian].

Jika seseorang mencari kekayaan sesuai dengan Dharma,
Dan memperolehnya melalui usahanya sendiri,
Dengan mengggunakannya untuk memberikan bagi diri sendiri dan orang lain,
Dan juga sebagai persembahan untuk berbuat jasa kebajikan,
Dalam kedua hal ini adalah baik,
Ia adalah yang tertinggi di antara mereka yang terlibat dalam kenikmatan indria [dengan kemelekatan].

Jika seseorang mencapai kebijaksanaan yang melampaui
[Seraya] terlibat dalam kenikmatan indria dan menjalankan kehidupan rumah tangga,
Dengan melihat bahaya dalam kekayaan, merasa puas, dan menggunakannya dengan cermat –
Seseorang yang demikian mencapai kebijaksanaan yang melampaui kenikmatan indria.
Ia [dalam semua hal] adalah yang tertinggi di antara mereka yang terlibat dalam kenikmatan indria.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang Sang Buddha katakan, perumah tangga Anāthapiṇḍika dan para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan baik.

12
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 02:20:30 PM »
125. Kotbah tentang Kemiskinan<393>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, “Bagi seorang duniawi yang memiliki keinginan indria, apakah kemiskinan adalah suatu penderitaan besar?”

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

Sang Bhagavā lebih lanjut bertanya kepada para bhikkhu:

Jika seseorang yang memiliki keinginan indria adalah miskin, ia dapat mengumpulkan pinjaman dari kekayaan keluarga lain. Apakah mengumpulkan pinjaman dari kekayaan keluarga lain adalah suatu penderitaan besar di dunia?

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

Sang Bhagavā lebih lanjut bertanya kepada para bhikkhu:

Jika seseorang yang memiliki keinginan indria mengumpulkan pinjaman dan tidak dapat melunasinya pada waktunya, bunganya meningkat hari demi hari. Apakah meningkatnya bunga adalah suatu penderitaan besar di dunia?

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

Sang Bhagavā lebih lanjut bertanya kepada para bhikkhu:

Jika seseorang yang memiliki keinginan indria tidak dapat membayar meningkatnya bunga, peminjam meminta pelunasan [hutang]. Apakah diminta oleh peminjam [atas pelunasan hutang] adalah suatu penderitaan besar di dunia?

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

Sang Bhagavā lebih lanjut bertanya kepada para bhikkhu:

Jika seseorang yang memiliki keinginan indria diminta oleh peminjam [atas pelunasan hutang] dan tidak dapat melunasinya, peminjam mengejarnya dan meminta berulang-ulang [atas pelunasan]. Apakah dikejar oleh peminjam dan dimintai berulang-ulang [atas pelunasan] adalah suatu penderitaan besar di dunia?

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

Sang Bhagavā lebih lanjut bertanya kepada para bhikkhu:

Bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, jika peminjam mengejarnya dan meminta berulang-ulang [atas pelunasan], dan karena tidak dapat melunasi [pinjaman itu] ia ditangkap dan diikat oleh peminjam. Apakah ditangkap dan diikat oleh peminjam adalah suatu penderitaan besar di dunia?

Para bhikkhu menjawab, “Benar, Sang Bhagavā, demikianlah.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Ini berarti bahwa bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, kemiskinan adalah suatu penderitaan besar di dunia; bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, mengumpulkan pinjaman adalah suatu penderitaan besar di dunia; bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, meningkatnya bunga dari pengumpulan pinjaman adalah suatu penderitaan besar di dunia; bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, diminta oleh peminjam [atas pelunasan hutang] adalah suatu penderitaan besar di dunia; bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, dikejar oleh peminjam dan diminta berulang-ulang [atas pelunasan] adalah suatu penderitaan besar di dunia; bagi seseorang yang memiliki keinginan indria, ditangkap dan diikat oleh peminjam adalah suatu penderitaan besar di dunia.

Dengan cara yang sama, jika seseorang dalam Dharma mulia ini tidak memiliki keyakinan terhadap [nilai] keadaan-keadaan bermanfaat, tidak menjaga aturan-aturan latihan, tidak terpelajar, tidak dermawan, dan tidak memiliki kebijaksanaan sehubungan dengan keadaan-keadaan bermanfaat, maka karena alasan itu ia miskin dan tidak berkuasa, bahkan jika ia memiliki sejumlah besar emas, perak, beril, kristal, permata maṇi, giok putih, kulit kerang, batu karang, ambar, batu akik, cangkang kura-kura, cornelian, giok hijau, rubi, dan giok mutiara.<394> Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] kemiskinan.

[Orang ini] terlihat dalam perilaku jahat dalam jasmani, ucapan, dan pikiran. Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] mengumpulkan pinjaman. Ia berharap menutupi perbuatan jasmani jahatnya; ia tidak mengungkapkannya sendiri, tidak mau membicarakannya, tidak mau ditegur oleh orang lain, dan tidak melakukan seperti mereka minta. Ia berharap menutupi perilaku ucapan dan pikiran jahatnya; ia tidak mengungkapkannya sendiri, tidak mau membicarakannya, tidak mau ditegur oleh orang lain, dan tidak melakukan seperti mereka minta. Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] meningkatnya bunga jatuh tempo.

Apakah ia berlatih di dalam desa atau kota kecil atau di luar desa atau kota kecil, teman-temannya dalam kehidupan suci, ketika melihatnya, berkata seperti ini, “Teman-teman yang mulia, orang ini berbuat seperti ini, berperilaku seperti ini, adalah jahat seperti ini, adalah tidak murni seperti ini; ia adalah sebuah duri bagi desa atau kota kecil.” Ia berkata seperti ini, “Teman-teman yang mulia, aku tidak berbuat seperti ini, tidak berperilaku seperti ini, tidak jahat seperti ini, bukan tidak murni seperti ini; aku bukanlah duri bagi desa atau kota kecil.” Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] permintaan atas pelunasan.

Apakah ia sedang berdiam di tempat yang terpencil, di gunung, di bawah sebatang pohon dalam hutan, atau di tempat yang terbuka, ia berpikir tiga jenis pikiran tidak bermanfaat, [yaitu,] pikiran keinginan indria, pikiran kebencian, dan pikiran menyakiti. Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] pengejaran berulang-ulang.

Ia terlibat dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang jahat. Disebabkan oleh perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran jahatnya, karena hal ini, ketika hancurnya jasmani saat kematian, ia pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka. Ini adalah apa yang kukatakan dalam ajaran muliaku sebagai hal tidak bermanfaat [yang menyerupai] penangkapan dan ikatan.

Aku tidak melihat ikatan yang sama menyedihkannya, sama hebatnya, sama kejamnya, dan sama tidak diinginkannya seperti ikatan neraka atau [kelahiran kembali] sebagai binatang atau hantu kelaparan.

Seorang bhikkhu yang adalah seoran Arahant, yang telah mencapai penghancuran noda-noda, mengetahui bahwa tiga jenis ikatan yang menyedihkan ini telah dihancurkan sepenuhnya, bahwa mereka telah dicabut sampai ke akar-akarnya, tidak pernah tumbuh lagi.<395>

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Di dunia kemiskinan adalah penderitaan,
[Demikian juga] mengumpulkan pinjaman dari kekayaan orang lain.
Setelah mengumpulkan pinjaman demikian,
Diminta [untuk melunasinya] adalah penderitaan dan kesedihan.

Peminjam mendekatinya dan meminta [pelunasan];
Karena hal ini, [tidak dapat melunasinya,] ia ditangkat dan diikat.
Ikatan ini adalah penderitaan yang sangat hebat
Bagi seorang duniawi yang menyenangi kenikmatan indria.

Dengan cara yang sama dalam Dharma mulia
Bagi seseorang yang tanpa keyakinan benar,
Yang tidak memiliki rasa malu atau takut,
Dan melakukan perbuatan yang jahat dan tidak bermanfaat.

Dengan jasmaninya ia melakukan perbuatan tidak bermanfaat,
Dan juga dengan ucapan dan pikirannya.
Ia menutupunya, tidak ingin membicarakannya,
Dan tidak suka diajarkan dan dinasihati dengan benar.

Jika seseorang melakukan [perbuatan demikian] berulang-ulang,
Pikiran dan pemikirannya mengalami penderitaan.
Apakah di desa atau di tempat yang terpencil,
Ia pasti akan mengalami penyesalan karenanya.

Dengan jasmani dan ucapan ia melakukan perbuatan demikian,
Dan juga dengan pemikiran dalam pikirannya.
Perbuatan jahatnya semakin meningkat,
[Seraya] ia melakukannya berulang-ulang.

[Melakukan] perbuatan jahat dan tidak memiliki kebijaksanaan,
Setelah banyak melakukan yang tidak bermanfaat,
Karenanya, ketika kehidupannya berakhir,
Ia pasti akan pergi menuju ikatan neraka.

Ikatan ini adalah penderitaan yang paling mendalam.
[Namun] seorang “pahlawan” bebas darinya.
Ia yang memperoleh kekayaan sesuai dengan Dharma
Tidak akan memikul hutang tetapi akan dalam kedamaian.

Memberi membawa kebahagiaan;
Ini menguntungkan dalam kedua hal [dalam kehidupan sekarang dan mendatang].
Dengan cara ini para perumah tangga
Meningkatkan jasa kebajikan mereka melalui memberi.

Adalah sama halnya dalam Dharma mulia;
Bagi seseorang yang miliki keyakinan yang baik dan tulus
Dan dilengkapi dengan rasa malu dan takut
Yang pasti akan tanpa kekikiran atau ketamakan.

Setelah meninggalkan lima rintangan,
Ia selalu bergembira dalam berlatih secara tekun.
Mencapai jhāna-jhāna,
Ia diliputi kedamaian dan kebahagiaan yang bertahan lama.<396>

Setelah mencapai kebahagiaan non-duniawi,
Dimurnikan seakan-akan dimandikan dengan air,
Pikirannya yang tanpa gangguan terbebaskan,
Dan semua ikatan penjelmaan dilenyapkan.

Nirvana adalah kebebasan dari penyakit;
Ini disebut pelita yang tiada bandingnya.<397>
Kebebasan dari dukacita, kebebasan dari debu, dan kedamaian:
Ini disebut “yang tanpa gangguan.”

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

13
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:56:15 PM »
124. Kotbah tentang Delapan Halangan<391>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci, terdapat delapan halangan, delapan kondisi yang tidak tepat waktunya. Apakah delapan hal itu?

Pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, telah muncul di dunia dan mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di neraka. Ini adalah halangan pertama, kondisi pertama yang tidak tepat waktunya bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci.

Selanjutnya, pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, telah muncul di dunia dan mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di alam binatang ... terlahir kembali di alam hantu kelaparan ... terlahir kembali di surga yang berusia panjang ... terlahir kembali di negeri perbatasan di antara orang-orang barbar yang tidak memiliki keyakinan dan kebaikan, yang tidak tahu berterima kasih, di mana tidak ada para bhikkhu, bhikkhuni, atau para umat awam pria dan wanita. Ini adalah halangan kelima, kondisi kelima yang tidak tepat waktunya bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci.

Selanjutnya, pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, telah muncul di dunia dan mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di Negeri Tengah, tetapi ia tuli dan bisu bagaikan seekor domba yang mengembik, hanya dapat berkomunikasi melalui bahasa isyarat, tidak dapat memahami apakah makna dari apa yang dikatakan adalah baik atau buruk. Ini adalah halangan keenam, kondisi keenam yang tidak tepat waktunya bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci.

Selanjutnya, pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, telah muncul di dunia dan mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di Negeri Tengah, ia tidak tuli dan tidak bisu bagaikan seekor domba yang mengembik, tidak hanya berkomunikasi melalui bahasa isyarat, dapat memahami apakah makna dari apa yang dikatakan adalah baik atau buruk, tetapi ia memiliki pandangan salah dan menyimpang, menganut pandangan dan doktrin seperti ini: tidak ada [jasa kebajikan dalam] pemberian, tidak ada persembahan, dan tidak ada pengulangan gita puja; tidak ada [perbedaan antara] perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; tidak ada akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat;  tidak ada baik kehidupan ini ataupun kehidupan berikutnya; tidak ada [tanggung jawab terhadap] ibu atau ayah [seseorang]; di dunia ini tidak ada para Arahant yang telah mencapai pencapaian yang baik, yang pergi dengan baik, berkembang dengan baik, yang telah secara pribadi merealisasi dunia ini dan dunia berikutnya melalui pemahaman, pencerahan, dan realisasi. Ini adalah halangan ketujuh, kondisi ketujuh yang tidak tepat waktunya bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci.<392>

Selanjutnya, pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, tidak muncul di dunia dan tidak mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di Negeri Tengah, ia tidak tuli dan tidak bisu bagaikan seekor domba yang mengembik, tidak berkomunikasi hanya melalui bahasa isyarat, dapat memahami apakah makna dari apa yang dikatakan adalah baik atau buruk, dan dilengkapi dengan pandangan benar, bukan pandangan menyimpang, menganut pandangan dan doktrin seperti ini: terdapat [jasa kebajikan dalam] pemberian, persembahan, dan pengulangan mantra-mantra; terdapat [perbedaan antara] perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat kehidupan ini dan kehidupan berikutnya; terdapat [tanggung jawab terhadap] ibu atau ayah [seseorang]; di dunia ini terdapat para Arahant yang telah mencapai pencapaian yang baik, yang pergi dengan baik, berkembang dengan baik, yang telah secara pribadi merealisasi dunia ini dan dunia berikutnya melalui pemahaman, pencerahan, dan realisasi. Ini adalah halangan kedelapan, kondisi kedelapan yang tidak tepat waktunya bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci.

Bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci, terdapat [satu kesempatan] yang tanpa halangan, yang adalah kondisi yang tepat pada waktunya. Apakah [satu kesempatan] bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci yang tanpa halangan dan adalah kondisi yang tepat pada waktunya? Pada waktu ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, seorang yang tak tertandingi, seorang pemimpin dalam jalan Dharma, guru para dewa dan manusia, yang disebut seorang Buddha, seorang yang dimuliakan, telah muncul di dunia dan mengajarkan Dharma yang membawa pada ketenangan, membawa pada lenyapnya sepenuhnya, membawa pada jalan pencerahan yang diuraikan oleh Sang Sugata – pada waktu itu orang ini terlahir kembali di Negeri Tengah, ia tidak tuli dan tidak bisu bagaikan seekor domba yang mengembik, tidak hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dapat memahami apakah makna dari apa yang dikatakan adalah baik atau buruk, dan dilengkapi dengan pandangan benar, bukan pandangan menyimpang, menganut pandangan dan doktrin seperti ini: terdapat [jasa kebajikan dalam] pemberian, persembahan, dan pengulangan mantra-mantra; terdapat [perbedaan antara] perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat kehidupan ini dan kehidupan berikutnya; terdapat [tanggung jawab terhadap] ibu atau ayah [seseorang]; di dunia ini terdapat para Arahant yang telah mencapai pencapaian yang baik, yang pergi dengan baik, berkembang dengan baik, yang telah secara pribadi merealisasi dunia ini dan dunia berikutnya melalui pemahaman, pencerahan, dan realisasi. Ini adalah [satu kesempatan] bagi seseorang yang [bermaksud untuk] berlatih kehidupan suci yang tanpa halangan, yang adalah kondisi yang tepat pada waktunya.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Jika seseorang telah memperoleh tubuh manusia
Dan Dharma yang paling luhur sedang diajarkan,
Tetapi ia tidak mencapai buah apa pun,
Maka ini pasti karena ia tidak bertemu dengan waktu [yang tepat] baginya.

Banyak halangan bagi [pelatihan] kehidupan suci telah diajarkan.
Bagi seseorang untuk bertemu
Waktu [yang tepat] pada kehidupan berikutnya
Adalah sangat jarang di dunia.

Jika seseorang berharap untuk memperoleh tubuh manusia lagi
Dan untuk mendengar Dharma yang mulia,
Maka ia seharusnya berlatih dengan tekun,
Demi kepentingan dirinya.

Mengenai pembicaraan tentang dan mendengar Dharma yang baik,
Janganlah melewatkan waktu [yang tepat] baginya.
Jika [seseorang] melewatkan waktu [yang tepat],
Ia pasti harus mengkhawatirkan tentang kejatuhan ke dalam neraka.

Jika seseorag tidak bertemu dengan waktu [yang tepat],
Dan tidak mendengar Dharma baik yang diajarkan,
Maka [ia] bagaikan seorang saudagar yang kehilangan kekayaannya;
Ia akan menanggung tak terhitung kelahiran dan kematian.

Jika seseorang memperoleh tubuh manusia,
Mendengar Dharma yang benar dan baik yang diajarkan,
Dan dengan hormat mengikuti ajaran Sang Bhagavā,
Maka ia pasti telah bertemu waktu [yang tepat] baginya.

Jika seseorang bertemu dengan waktu [yang tepat] ini,
Dan dapat berlatih kehidupan suci yang benar,
Maka ia akan mencapai penglihatan yang tiada bandingnya,
Yang diajarkan oleh Kerabat Matahari.

Seseorang yang demikian terus-menerus menjaga dirinya,
Dan berlatih dalam meninggalkan kecenderungan tersembunyi.
Dengan melenyapkan dan memadamkan semua belenggu,
Dan dengan mengalahkan Si Jahat [Māra] dan pengikut Si Jahat,
Ia melampaui dunia;
Yaitu, ia mencapai lenyapnya noda-noda.

Demikianlah yang diucapkan oleh Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

14
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:51:27 PM »
123. Kotbah tentang Pertapa Soṇa Kolivīsa<384>

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa juga sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan [Orang] Buta.<385> Ia berlatih dengan tekun, tidak tidur selama waktu jaga pertama dan terakhir malam, dan sepenuhnya berkembang dalam pelatihan faktor-faktor menuju pencerahan.

Kemudian, ketika Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa sedang berdiam sendirian dengan tenang, duduk dalam meditasi dan perenungan, pemikiran ini muncul pada pikirannya: “Di antara para siswa Sang Bhagavā yang dengan tekun berlatih Dharma dan disiplin sejati, aku adalah yang terkemuka. Namun pikiranku belum mencapai pembebasan dari noda-noda. Orang tuaku sangat kaya dan makmur; mereka memiliki banyak kekayaan. Apakah aku sekarang  seharusnya meninggalkan aturan latihan, berhenti berlatih sang jalan, dan menikmati kenikmatan indria, sementara menjalankan kedermawanan dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa?”

Pada waktu itu Sang Bhagavā, dengan pengetahuan atas pikiran orang lain, mengetahui pemikiran dalam pikiran Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa. Kemudian beliau berkata kepada seorang bhikkhu tertentu, “Pergilah dan katakan kepada Pertapa Soṇa Kolivīsa untuk datang kemari.”<386>

Atas hal ini bhikkhu itu menjawab, “Baik.” Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi. Mendekati Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa, ia berkata, “Sang Bhagavā memanggil anda.”

Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa, setelah mendengar perkataan bhikkhu itu, mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya [pada kaki Sang Buddha], mengundurkan diri, dan duduk pada satu sisi. Sang Bhagavā berkata:

Pertapa, apakah benar bahwa ketika engkau sedang berdiam sendirian dengan tenang, duduk dalam meditasi dan perenungan, pemikiran ini muncul dalam pikiranmu: “Di antara para siswa Sang Bhagavā yang dengan tekun berlatih Dharma dan disiplin sejati, aku adalah yang terkemuka. Namun pikiranku belum mencapai pembebasan dari noda-noda. Orang tuaku sangat kaya dan makmur; mereka memiliki banyak kekayaan. Apakah aku sekarang  seharusnya meninggalkan aturan latihan, berhenti berlatih sang jalan, dan menikmati kenikmatan indria, sementara menjalankan kedermawanan dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa?”

Kemudian Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa merasa malu dan bukan tanpa gemetar [ketika menyadari,] “Sang Bhagavā mengetahui apa yang sedang kupikirkan!”<387> Ia merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata, “Itu benar.”

Sang Bhagavā berkata:

Pertapa, aku sekarang akan bertanya kepadamu. Jawablah menurut pemahamanmu. Apakah yang engkau pikirkan? Ketika engkau tinggal di rumah, engkau pandai dalam bermain kecapi dengan harmonis, dengan kecapi selaras dengan suara nyanyian dan nyanyian selaras dengan suara kecapi; apakah demikian?

Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa berkata, “Demikianlah, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā bertanya lebih lanjut, “Apakah yang engkau pikirkan? Jika senar kecapi [terlalu] kencang, apakah ia dapat menghasilkan suara harmonis yang menyenangkan?”

Sang pertapa menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā bertanya lebih lanjut, “Apakah yang engkau pikirkan? Jika senar kecapi [terlalu] longgar, apakah ia dapat menghasilkan suara harmonis yang menyenangkan?”

Sang pertapa menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā bertanya lagi, “Apakah yang engkau pikirkan? Jika senar kecapi tidak [terlalu] kencang ataupun tidak [terlalu] longgar tetapi tepat, di antaranya, apakah ia dapat menghasilkan suara yang harmonis dan menyenangkan?”

Sang pertapa menjawab, “Demikianlah, Sang Bhagavā.”

Sang Buddha berkata:

Dengan cara yang sama, pertapa, terlalu banyak mengerahkan usaha membuat pikiran menjadi gelisah; terlalu sedikit mengerahkan usaha membuat pikiran lamban. Oleh sebab itu, engkau seharusnya membedakan hal ini pada waktu yang tepat. Amatilah ciri-ciri ini pada waktu yang tepat! Janganlah lalai!

Pada waktu Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, menerimanya dengan baik, dan mengingatnya dengan baik. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi.

Setelah menerima pengajaran Sang Buddha dengan perumpamaan memainkan kecapi, ia berdiam sendiri di tempat yang terpencil dan berlatih dengan tekun, tanpa kelalaian dalam pikiran. Dengan berdiam sendiri di tempat yang terpencil dan berlatih dengan tekun, tanpa kelalaian dalam pikiran, putra keluarga yang baik ini, yang telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan memasuki keadaan tanpa rumah untuk berlatih sang jalan, merealisasi puncak kehidupan suci. Ia berdiam setelah secara pribadi mencapai pemahaman, pencerahan, dan realisasi di sini dan saat ini. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan; tidak akan mengalami kelangsungan lain.”

Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa, setelah memahami Dharma, telah menjadi seorang Arahant. Pada waktu itu Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa, setelah menjadi seorang Arahant, berpikir, “Sekarang adalah waktu yang tepat. Apakah aku seharusnya mendekati Sang Bhagavā dan menyatakan pencapaian atas pengetahuan akhir?”

Kemudian Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan dengan kepalanya [pada kaki Sang Buddha], ia mengundurkan diri, duduk pada satu sisi, dan berkata:

Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu telah mencapai ketidakmelekatan dan telah sepenuhnya menghancurkan noda-noda, [maka baginya] kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, beban berat telah dibuang, belenggu penjelmaan telah dilepaskan, dan ia sendiri telah mencapai manfaat baik dengan pengetahuan benar dan pembebasan benar.

Pada waktu itu ia bergembira dalam enam pengalaman ini: ia bergembira dalam kebosanan, ia bergembira dalam keterasingan, ia bergembira dalam tanpa perselisihan, ia bergembira dalam lenyapnya ketagihan, ia bergembira dalam lenyapnya kemelekatan, dan ia bergembira dalam ketanpa-gangguan pikiran.<388>

Sang Bhagavā, mungkin seseorang dapat berpikir, “Yang mulia ini bergembira dalam kebosanan karena ia bergantung pada keyakinan,” [tetapi] ia tidak seharusnya dilihat seperti ini. Ini hanya [disebabkan oleh] lenyapnya nafsu, lenyapnya kebencian, dan lenyapnya ketidaktahuan sehingga ia bergembira dalam kebosanan.

Sang Bhagavā, mungkin seseorang dapat berpikir, “Yang mulia ini bergembira dalam keterasingan karena ia tamak atas keuntungan materi dan nama baik, dengan mencari persembahan,” [tetapi] ia tidak seharusnya dilihat seperti ini. Ini hanya [disebabkan oleh] lenyapnya nafsu, lenyapnya kebencian, dan lenyapnya ketidaktahuan sehingga ia bergembira dalam keterasingan.

Sang Bhagavā, mungkin seseorang dapat berpikir, “Yang mulia ini bergembira dalam tanpa perselisihan karena ia bergantung pada aturan-aturan latihan,” [tetapi] ia tidak seharusnya dilihat seperti ini. Ini hanya [disebabkan oleh] lenyapnya nafsu, lenyapnya kebencian, dan lenyapnya ketidaktahuan sehingga ia bergembira dalam tanpa perselisihan, bergembira dalam lenyapnya ketagihan, bergembira dalam lenyapnya kemelekatan, dan bergembira dalam ketanpa-gangguan pikiran.

Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu telah mencapai ketidakmelekatan dan melenyapkan noda-noda, [baginya] kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, beban berat telah dibuang, belenggu penjelmaan telah dilepaskan, dan ia secara pribadi telah mencapai manfaat baik dengan pemahaman benar dan pembebasan benar, maka pada waktu itu ia bergembira dalam enam pengalaman ini.

Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu dalam latihan, mencari kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, belum mencapai tujuannya, pada waktu itu ia telah menyempurnakan indria-indria seseorang dalam latihan dan kebiasaan bermoral seseorang dalam latihan. Pada waktu belakangan ia melenyapkan semua noda dan mencapai pembebasan pikiran tanpa noda-noda dan pembebasan melalui kebijaksanaan. Ia berdiam setelah secara pribadi mencapai pemahaman, pencerahan, dan realisasi di sini dan saat ini, dengan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan mengalami kelangsungan lain.” Pada saat itu ia telah menyempurnakan indria-indria seseorang yang melampaui latihan dan kebiasaan bermoral seseorang yang melampaui latihan.

Sang Bhagavā, seperti halnya seorang pemuda yang pada waktu itu [dalam kehidupannya] telah menyempurnakan indria-indria anak kecil dan kebiasaan bermoral anak kecil. Pada waktu belakangan ia dilengkapi dengan indria-indria seseorang dalam latihan. Pada waktu itu ia telah menyempurnakan indria-indria seseorang dalam latihan dan kebiasaan bermoral seseorang dalam latihan.<389>

Dengan cara yang sama, Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu dalam latihan, mencari kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, belum mencapai tujuannya, maka pada waktu itu ia telah menyempurnakan indria-indria seseorang dalam latihan dan kebiasaan bermoral seseorang dalam latihan. Pada waktu belakangan ia telah melenyapkan semua noda dan mencapai pembebasan pikiran tanpa noda-noda dan pembebasan melalui kebijaksanaan. Ia berdiam setelah secara pribadi mencapai pemahaman, pencerahan, dan realisasi di sini dan saat ini, dengan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan mengalami kelangsungan lain.” Pada saat itu ia telah menyempurnakan indria-indria seseorang yang melampaui latihan dan kebiasaan bermoral seseorang yang melampaui latihan.

Jika matanya bertemu dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, maka hal ini tidak akan dapat membuatnya kehilangan pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan ini; pikirannya tetap berkembang di dalam, terkendali dan terjaga dengan baik, dan ia mengamati muncul dan lenyapnya fenomena. Jika ... suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bebauan yang dikenali oleh hidung ... rasa-rasa yang dikenali oleh lidah ... sentuhan yang dikenali oleh badan ... objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran, maka hal ini tidak akan dapat membuatnya kehilangan pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan ini; pikirannya tetap berkembang di dalam, terkendali dan terjaga dengan baik, dan ia mengamati muncul dan lenyapnya fenomena.

Sang Bhagavā, seperti halnya jika tidak jauh dari sebuah desa terdapat gunung berbatu yang besar tanpa celah, tanpa jurang, tidak mudah hancur, tetap kokoh, tanpa rongga, sebuah kumpulan tunggal. Jika angin kencang dan hujan datang dari timur mereka tidak dapat mengguncang atau mengganggu [gunung itu], ataupun angin timur tidak dapat memindahkan [gunung itu dari samping] ke selatan. Jika angin kencang dan hujan datang dari selatan mereka tidak dapat mengguncang atau mengganggu [gunung itu], ataupun angin selatan tidak dapat memindahkan [gunung itu dari samping] ke barat. Jika angin kencang dan hujan datang dari barat mereka tidak dapat mengguncang atau mengganggu [gunung itu], ataupun angin barat tidak dapat memindahkan [gunung itu dari samping] ke utara. Jika angin kencang dan hujan datang dari utara mereka tidak dapat mengguncang atau mengganggu [gunung itu], ataupun angin utara tidak dapat memindahkan [gunung itu dari samping] ke arah mana pun.

Dengan cara yang sama, jika matanya bertemu dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, hal ini tidak akan dapat membuatnya kehilangan pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan ini; pikirannya tetap berkembang di dalam, terkendali dan terjaga dengan baik, dan ia mengamati muncul dan lenyapnya fenomena. Jika [indria-indrianya bertemu] suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bebauan yang dikenali oleh hidung ... rasa-rasa yang dikenali oleh lidah ... sentuhan yang dikenali oleh badan ... objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran, hal ini tidak akan dapat membuatnya kehilangan pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan ini; pikirannya tetap berkembang di dalam, terkendali dan terjaga dengan baik, dan ia mengamati muncul dan lenyapnya fenomena.

Kemudian Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa mengucapkan syair-syair ini:

Ia yang bergembira dalam kebosanan
Yang pikirannya berdiam dalam keterasingan
Bergembira dalam tanpa perselisihan
Dan bergembira dalam lenyapnya kemelekatan.

Ia yang bergembira dalam lenyapnya kemelekatan
Dan dalam ketanpa-gangguan pikiran
Ketika mencapai pengetahuan sejati,
Melalui hal ini pikirannya terbebaskan.

Ketika mencapai pembebasan pikiran,
Indria-indria seorang bhikkhu ditenangkan.
Hal itu disempurnakan, ia tidak perlu mencari lebih jauh;
Tidak ada pencarian lebih lanjut yang harus dilakukan.

Seperti halnya sebuah gunung berbatu
Tidak terganggu oleh angin,
Demikian juga bentuk-bentuk, suara-suara, bebauan, rasa-rasa
Dan sentuhan,
Hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
Tidak dapat mengganggu pikiran.<390>

Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa, setelah menyatakan di hadapan Sang Buddha pencapaiannya atas pengetahuan akhir, bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi.

Pada waktu itu, segera setelah Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa telah pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Para putra keluarga baik seharusnya menyatakan di hadapanku pencapaian mereka atas pengetahuan akhir, seperti halnya Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa menyatakan di hadapanku pencapaiannya atas pengetahuan akhir. Tanpa memuji diri sendiri atau memandang rendah orang lain, ia mengatakan tentang manfaat-manfaat di sini dan saat ini, berdasarkan pengalamannya.

Janganlah biarkan orang-orang bodoh, yang terjerat dalam keangkuhan yang berlebihan, datang ke hadapanku dan menyatakan pengetahuan akhir! Mereka tidak memperoleh manfaat apa pun melainkan kesulitan besar.

Yang Mulia Pertapa Soṇa Kolivīsa menyatakan di hadapanku pencapaiannya atas pengetahuan akhir tanpa memuji dirinya sendiri atau memandang rendah orang lain. Ia mengatakan tentang manfaat-manfaat di sini dan saat ini, berdasarkan pengalamannya.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

15
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:40:21 PM »
122. Kotbah di Campā<378>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Campā, di samping kolam Gaggarā.

Pada waktu itu, saat hari kelima belas bulan itu, pada waktu pengulangan aturan disiplin, Sang Bhagavā duduk pada tempat duduk yang diatur di hadapan perkumpulan bhikkhu. Setelah duduk, Sang Bhagavā langsung memasuki konsentrasi meditatif. Dengan pengetahuan atas pikiran orang lain beliau mengamati pikiran-pikiran perkumpulan itu. Setelah mengamati pikiran-pikiran perkumpulan itu, beliau duduk berdiam diri sampai akhir waktu jaga pertama malam itu.<379>

Kemudian seorang bhikkhu tertentu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, waktu jaga pertama malam telah berakhir. Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu telah duduk bersama selama waktu yang lama. Semoga Sang Bhagavā mengulangi aturan disiplin!<380>

Pada waktu itu Sang Bhagavā tetap berdiam diri dan tidak menjawab. Kemudian Sang Bhagavā tetap duduk berdiam diri melalui waktu jaga pertengahan malam itu. Bhikkhu itu bangkit lagi dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, waktu jaga pertama malam telah berlalu dan waktu jaga pertengahan malam akan berakhir. Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu telah duduk bersama selama waktu yang lama. Semoga Sang Bhagavā mengulangi aturan disiplin!

Sang Bhagavā masih tetap berdiam diri. Kemudian Sang Bhagavā tetap duduk berdiam diri melalui waktu jaga terakhir malam itu.

Ketiga kalinya bhikkhu itu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, waktu jaga pertama malam telah berlalu, waktu jaga pertengahan malam juga telah berakhir, dan waktu jaga terakhir malam akan berakhir. Saat ini hampir fajar. Fajar akan menyingsung tak lama lagi. Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu telah duduk bersama selama waktu yang sangat lama. Semoga Sang Bhagavā mengulangi aturan disiplin!

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu itu, “Di antara perkumpulan ini terdapat seorang bhikkhu yang tidak murni.”

Pada waktu itu Yang Mulia Mahāmoggallāna juga duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berpikir, “Tentang bhikkhu manakah yang dikatakan Sang Bhagavā tidak murni? Biarlah aku memasuki konsentrasi meditatif yang sesuai sedemikian sehingga, melalui konsentrasi meditatif tersebut aku memperoleh pengetahuan pikiran orang lain dan dapat mengamati pikiran-pikiran perkumpulan.”

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna memasuki konsentrasi meditatif yang sesuai sedemikian sehingga melalui konsentrasi meditatif tersebut ia memperoleh pengetahuan atas pikiran orang lain dan dapat mengamati pikiran-pikiran perkumpuan itu. Yang Mulia Mahāmoggallāna kemudian mengetahui sehubungan bhikkhu manakah yang dikatakan Sang Bhagavā bahwa seorang bhikkhu dalam perkumpulan itu tidak murni.

Lalu Yang Mulia Mahāmoggallāna bangkit dari konsentrasi meditatifnya, pergi menuju bhikkhu itu, menariknya pada lengannya, dan membawanya keluar. Ia membuka pintu dan mengirimnya keluar, [dengan berkata:]

Manusia bodoh, pergilah jauh-jauh! Janganlah berdiam di sini! Engkau tidak lagi ikut serta dalam pertemuan Sangha. Mulai sekarang engkau telah meninggalkannya. Engkau bukanlah seorang bhikkhu.<381>

Ia menutup pintu, menguncinya, dan kembali kepada Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, ia mengundurkan diri, duduk pada satu sisi, dan berkata:

Aku telah mengeluarkan bhikkhu yang sehubungan dengannya Sang Bhagavā mengatakan bahwa seorang bhikkhu dalam perkumpulan adalah tidak murni. Sang Bhagavā, waktu jaga pertama malam telah berlalu, waktu jaga kedua malam juga telah berakhir, dan waktu jaga terakhir malam akan berakhir. Saat ini hampir fajar. Fajar akan menyingsing tak lama lagi. Sang Buddha dan perkumpulan bhikkhu telah duduk bersama untuk waktu yang sangat lama. Semoga Sang Bhagavā mengulangi aturan disiplin!

Sang Bhagavā berkata:

Mahāmoggallāna, orang bodoh itu melakukan pelanggaran berat dengan menyulitkan Sang Bhagavā dan perkumpulan bhikkhu. Mahāmoggallāna, jika Sang Tathāgata telah mengulangi aturan disiplin dalam suatu perkumpulan [bhikkhu] yang tidak murni, kepala orang [tidak murni] itu akan terpecah menjadi tujuh bagian.<382> Karena alasan ini, Mahāmoggallāna, sejak saat ini kalian akan mengulangi aturan disiplin [sendiri]. Sang Tathāgata tidak akan lagi mengulangi aturan disiplin.<383>

Mengapakah demikian? Adalah seperti ini, Mahāmoggallāna. Mungkin bahwa seorang bodoh berlatih pemahaman benar ketika datang dan pergi; bahwa ia dengan tepat penuh pengamatan dan pemahaman ketika membungkuk, merentang, melihat ke atas, dan melihat ke bawah; bahwa ia memiliki pembawaan yang tenang; bahwa ia dengan terampil memakai jubah luarnya dan jubah lainnya serta [membawa] mangkuk[nya]; bahwa ia berlatih pemahaman benar ketika berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring, serta ketika tidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri – semuanya seperti seorang praktisi kehidupan suci yang murni. Ketika ia mendekati mereka yang dengan murni berlatih kehidupan suci, mereka mungkin tidak mengenali [kondisi internal aslinya].

Mahāmoggallāna, ketika teman-temannya dalam kehidupan suci mengenali [kondisi internal aslinya], mereka berpikir, “Ia adalah suatu polutan di antara para pertapa, sebuah aib di antara para pertapa, sesuatu yang menjijikkan di antara para pertapa, sebuah duri di antara para pertapa.” Setelah mengenalinya [seperti demikian], mereka seharusnya secara kolektif menolaknya. Mengapakah demikian? Agar [ia] tidak merusak mereka yang [dengan murni] berlatih kehidupan suci.

Mahāmoggallāna, seperti halnya seorang perumah tangga memiliki sawah atau ladang gandum yang baik, tetapi muncullah di dalamnya sejenis gulma yang disebut “gandum tidak murni” yang akar, cabang, ruas, dedaunan, dan bunga-bunganya semuanya menyerupai gandum [asli]. Belakangan, ketika [gandum tidak murni] telah matang, perumah tangga itu melihatnya dan berpikir, “Ini adalah suatu polutan dan sebuah aib, sesuatu yang menjijikkan dan sebuah duri bagi gandum [asli].” Setelah mengenalinya, ia akan mencabutnya dan membuangnya keluar [dari ladang]. Mengapakah demikian? Agar ia tidak merusak gandum asli yang baik.

Dengan cara yang sama, Mahāmoggallāna, mungkin bahwa seorang bodoh berlatih pemahaman benar ketika datang dan pergi; bahwa ia dengan tepat penuh pengamatan dan pemahaman ketika membungkuk, merentang, melihat ke atas, dan melihat ke bawah; bahwa ia memiliki pembawaan yang tenang; bahwa ia dengan terampil memakai jubah luarnya dan jubah lainnya serta [membawa] mangkuk[nya]; bahwa ia berlatih pemahaman benar ketika berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring, serta ketika tidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri – semuanya seperti seorang praktisi kehidupan suci yang murni. Ketika ia mendekati mereka yang dengan murni berlatih kehidupan suci, mereka mungkin tidak mengenali [kondisi internal aslinya].

Mahāmoggallāna, ketika teman-temannya dalam kehidupan suci mengenali [kondisi internal aslinya], mereka berpikir, “Ia adalah suatu polutan di antara para pertapa, sebuah aib di antara para pertapa, sesuatu yang menjijikkan di antara para pertapa, sebuah duri di antara para pertapa.” Setelah mengenalinya [seperti demikian], mereka seharusnya secara kolektif menolaknya. Mengapakah demikian? Agar [ia] tidak merusak mereka yang [dengan murni] berlatih kehidupan suci.

Mahāmoggallāna, seperti halnya ketika seorang perumah tangga sedang menampi gabah [padi] pada musim gugur, gabah dalam tumpukan yang sepenuhnya matang, ketika dilempar ke atas, akan jatuh kembali dan tetap berada di sana; tetapi gabah yang tidak matang sepenuhnya akan terbawa jauh oleh angin bersama dengan sekam padi. Melihat hal ini, sang perumah tangga mengambil sapu dan menyapu keluar [gabah yang tidak matang dan sekam padi] sehingga [lantai] bersih. Mengapakah demikian? Agar padi sisanya yang baik dan bersih tidak tercemari.

Dengan cara yang sama, Mahāmoggallāna, mungkin bahwa seorang bodoh berlatih pemahaman benar ketika datang dan pergi; bahwa ia dengan tepat penuh pengamatan dan pemahaman ketika membungkuk, merentang, melihat ke atas, dan melihat ke bawah; bahwa ia memiliki pembawaan yang tenang; bahwa ia dengan terampil memakai jubah luarnya dan jubah lainnya serta [membawa] mangkuk[nya]; bahwa ia berlatih pemahaman benar ketika berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring, serta ketika tidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri – semuanya seperti seorang praktisi kehidupan suci yang murni. Ketika ia mendekati mereka yang dengan murni berlatih kehidupan suci, mereka mungkin tidak mengenali [kondisi internal aslinya].

Mahāmoggallāna, ketika teman-temannya dalam kehidupan suci mengenali [kondisi internal aslinya], mereka berpikir, “Ia adalah suatu polutan di antara para pertapa, sebuah aib di antara para pertapa, sesuatu yang menjijikkan di antara para pertapa, sebuah duri di antara para pertapa.” Setelah mengenalinya [seperti demikian], mereka seharusnya secara kolektif menolaknya. Mengapakah demikian? Agar [ia] tidak merusak mereka yang [dengan murni] berlatih kehidupan suci.

Mahāmoggallāna, seperti halnya seorang perumah tangga, yang bermaksud membuat saluran air untuk menyalurkan mata air, membawa sebuah kapak dan pergi ke dalam hutan. Ia mengetuk pada pepohonan. Jika mereka kokoh dan padat mereka membuat suara yang kecil; jika mereka berongga, mereka membuat suara yang lebih keras. Setelah mengenali [pepohonan yang ia inginkan], sang perumah tangga kemudian memotongnya dan memangkas simpul-simpulnya untuk membuatnya menjadi saluran air.

Dengan cara yang sama, Mahāmoggallāna, mungkin bahwa seorang bodoh berlatih pemahaman benar ketika datang dan pergi; bahwa ia dengan tepat penuh pengamatan dan pemahaman ketika membungkuk, merentang, melihat ke atas, dan melihat ke bawah; bahwa ia memiliki pembawaan yang tenang; bahwa ia dengan terampil memakai jubah luarnya dan jubah lainnya serta [membawa] mangkuk[nya]; bahwa ia berlatih pemahaman benar ketika berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring, serta ketika tidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri – semuanya seperti seorang praktisi kehidupan suci yang murni. Ketika ia mendekati mereka yang dengan murni berlatih kehidupan suci, mereka mungkin tidak mengenali [kondisi internal aslinya].

Mahāmoggallāna, ketika teman-temannya dalam kehidupan suci mengenali [kondisi internal aslinya], mereka berpikir, “Ia adalah suatu polutan di antara para pertapa, sebuah aib di antara para pertapa, sesuatu yang menjijikkan di antara para pertapa, sebuah duri di antara para pertapa.” Setelah mengenalinya [seperti demikian], mereka seharusnya secara kolektif menolaknya. Mengapakah demikian? Agar [ia] tidak merusak mereka yang [dengan murni] berlatih kehidupan suci.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Ketika berkumpul bersama kalian seharusnya mengenali
[Seseorang yang menyimpan] keinginan jahat, kebencian, keirihatian, kemarahan,
Belenggu sikap diam yang keras kepala, kedengkian, kekikiran,
Kecemburuan, sikap menjilat, dan penuh tipu daya.

[Seseorang] dalam Sangha yang penuh tipu daya mengaku tenang,
Menyembunyikan diri dengan mengaku sebagai seorang pertapa,
[Namun] secara diam-diam melakukan perbuatan-perbuatan jahat,
[Menganut] pandangan jahat, lengah,
[Seseorang yang] menipu dan berbohong -
Kalian seharusnya mengenalinya sebagai demikian.

Janganlah bergaul dengannya!
Tolaklah dia! Jangan berdiam bersama dengannya!
Berbicara banyak, ia menipu dan berbohong,
Tidak tenang, ia mengaku tenang.

Mengetahui waktu yang tepat, [mereka yang] dilengkapi dengan perilaku murni
Menolaknya dan menjauh darinya.
Yang murni seharusnya bergaul dengan yang murni,
Selalu bersama-sama dalam kerukunan.
Dalam kerukunan, mereka akan damai,
Dan dengan demikian mencapai akhir dukkha.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 228