//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada  (Read 7007 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
HOW A THERAVADIN BUDDHIST CHINESE FUNERAL MAY BE CONDUCTED

Kesimpulan
Cara Menangani Jenazah Saya Nantinya
Oleh: Ven. Visuddhacara

Saya biasanya sedih ketika menghadiri upacara pemakaman umat Buddha. Bukan karena ada yang meninggal tetapi karena banyak unsur non Buddhis yang dimasukkan ke dalam upacara yang dinyatakan sebagai upacara pemakaman Buddhis. Sudah pasti, kita sedih kehilangan orang yang kita kasihi, tetapi mengapa kita harus menambah lagi, kalau boleh disebut, “penghinaan” di atas kesedihan, dengan mengikuti secara pasrah (akibat kekhawatiran dan ketidaktahuan) segala jenis upacara dan ritual yang sesungguhnya pantas dipertanyakan kesahihannya?

            Jawabnya, tentu karena kekhawatiran dan ketidaktahuan kita. Kesimpulan ini saya tujukan kepada umat Buddha Theravada. Perkenankan saya untuk menjelaskan bahwa saya tidak bermaksud untuk tidak menghormati mereka yang menganut agama dan kepercayaan lain. Semua orang memiliki hak sepenuhnya untuk mempraktekkan upacara dan kebiasaan agamanya. Ini adalah hak kita yang tidak dapat dicabut.

            Jadi,  di sini saya memaksudkan ulasan ini untuk umat Buddha Theravada dan saya katakan bahwa jika kita mengerti Ajaran Buddha, maka kita dapat membuang banyak ketakutan dan ketidaktahuan sehingga kita bisa melaksanakan berbagai hal, misalnya mengadakan upacara pemakaman, secara sederhana, khidmat dan bermanfaat yang merupakan sesuatu yang jarang diterapkan oleh umat Buddha Theravada sepenglihatan saya selama ini. (Tentu saja ada pengecualian bahwa ada beberapa orang yang benar-benar menerapkannya.)

            Ketika saya melihat pengurus pemakaman memerintah anggota keluarga, sanak saudara dan sahabat yang kehilangan, saya bahkan lebih sedih dan heran. Mengapa orang-orang kasar ini harus memerintah kita? Mengapa mereka berteriak dan menjerit kepada kita (kadang bahkan dengan pengeras suara!): “Lakukan ini!”, “Lakukan itu!”, “Kemari!”, “Ambil dupa dan berdoa sekarang!”, “ Berlutut!”, “Membungkuk tiga kali!”, “Berdiri!”, “Balikkan badan (terhadap peti mati)!”, “Jangan melihat!”, dan seterusnya, tanpa kata-kata “dengan seizin Anda”, “silakan”, atau dengan kata-kata sopan sederhana lainnya. Dan mengapa kita harus menurut dan patuh begitu saja? Siapa sebenarnya yang mengadakan upacara pemakaman? Kita atau mereka? Apakah itu pemakaman orang yang kita kasihi atau mereka? Siapa mereka? Apakah mereka seorang Buddhis? Apakah mereka mengerti Ajaran Buddha? Apakah mereka mengetahuinya? Apakah kita sudah kehilangan kendali? Tidakkah kita punya kendali?

            Kelihatannya memang tidak, sepertinya kita tidak punya kendali, atau lebih tepatnya, kita tidak menggunakan hak kita untuk mengendalikan. Dalam hal ini, kita telah kehilangan semua kendali, dan dengan demikian, kita telah menyerah atau kehilangan pemahaman akal sehat kita terhadap nilai sesuatu hal dan martabat. Kita sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita bingung dan tidak berdaya.  Saya telah melihatnya berkali-kali, para intelektual dan orang terhormat menyerahkan semua hak dan kepercayaan kepada para pengurus pemakaman ini, yang mungkin merokok dan ketawa-ketawa, berbicara dengan kasar, dan berpakaian secara amburadul. Bagi mereka, saya kira semuanya hanya dalam satu hari kerja, mengambil keuntungan dari kekhawatiran dan ketidaktahuan kita. Tentu saja, mungkin masih ada beberapa pengurus pemakaman yang baik hati dan tulus yang mungkin bermaksud baik dan menjalankan tugasnya dengan sopan dan bagus, tetapi kesan yang selama ini saya dapatkan dari tradisi pemakaman Chinese di Penang sangatlah buruk dan negatif.

            Tiada keluhuran,  tiada makna, tiada hormat. Oleh karena itu, saya berharap buku kecil yang telah Anda peroleh ini akan membantu kita untuk berpikir kembali dan mendapatkan kembali suatu bentuk pengendalian. Saya harap kita akan mulai menanyakan dan mencari jenis pemakaman atau upacara pengantaran yang bermakna untuk kita sendiri dan orang yang kita kasihi. Buklet ini, tentunya, bukanlah hal terakhir dari topik ini. Ini baru permulaan. Masih banyak hal-hal yang perlu ditelaah dan dibicarakan. Dan banyak sekali hal dan prosedur yang kita lakukan adalah sesungguhnya subjektif dan tergantung keinginan pribadi dan pilihan pihak terkait.

            Sebagai contoh, bagi saya, saya tidak memerlukan pemakaman atau berita dukacita di koran. Bagaimanapun, saya tidak akan berkeliling untuk memeriksa atau mengamati apa yang akan terjadi setelah saya mati. Saya akan bertumimbal lahir, meskipun tujuan hidup saya adalah berjuang untuk lepas dari lingkaran siklus kelahiran dan kematian. Saya akan dengan senang hati menyumbangkan seluruh tubuh saya jika ada lembaga yang mau dan dapat menggunakannya seperti rumah sakit atau perguruan tinggi Fakultas Kedokteran. Saya akan gembira sekali mendonorkan seluruh organ tubuh saya setelah meninggal. Apalah guna tubuh ini bagi saya setelah kematian? Jika dapat digunakan oleh orang lain, maka saya akan benar-benar gembira menjadi berguna bagi makhluk hidup lain pasca-kematian saya. Dan setelah para dokter atau mahasiswa kedokteran membedah dan mengeluarkan bagian organ tubuh saya yang masih dapat digunakan, mereka boleh membuang sisanya dengan cara yang mereka sukai. Menguburnya di tempat yang tidak diketahui. Membakarnya. Apa saja, bukan masalah lagi bagi saya.

            Anda lihat, bagi saya tubuh ini seperti baju bekas. Ketika meninggal, kita seperti menanggalkan baju lama dan memakai baju baru, atau lebih tepatnya tubuh atau bentuk yang baru, dalam kelahiran atau kehidupan yang baru, menurut kamma kita sendiri (yaitu perbuatan yang telah kita lakukan dalam kehidupan ini). Oleh karena itu, adalah penting bagi saya untuk menjalani kehidupan secara baik pada kehidupan sekarang. Setelah meninggal, tidak ada gunanya melekat pada jasmani. Semua tata cara dan upacara sebenarnya bukan untuk yang meninggal (karena yang meninggal tidak dapat melihat atau mengetahui apa yang sedang terjadi) tapi untuk yang masih hidup – untuk membantu mereka yang masih hidup merasa lebih baik, untuk membantu mereka melewati masa sedih. Tapi apakah ini perlu? Tentunya ini subjektif sekali. Sebagian orang menyukai upacara dan kebaktian yang bermanfaat, sedangkan yang lain mungkin menyukai sedikit keramaian, atau seperti saya yang menyukai tidak adanya keramaian dan dengan senang hati tidak memiliki upacara pemakaman. Ini akan membuat hidup jadi lebih mudah bagi banyak orang. Mereka tidak perlu berjalan ratusan meter di bawah terik matahari dan mandi keringat karena saya.

            Ya, jika mereka ingin mengenang atau menghormati saya, saya akan selalu berkata: berbuat baik, hidup dengan baik, jaga lima sila, ramah kepada semua makhluk hidup ketika mereka masih hidup, bukan sewaktu mereka meninggal dan Anda tidak dapat berbuat apa-apa lagi bagi mereka. Tentu saja, Anda tetap boleh datang, menghibur dan memberikan bantuan moral dan jasmaniah kepada anggota keluarga yang kehilangan.

            Jika seandainya akan ada upacara pemakaman bagi saya, saya ingin orang-orang melakukan sesuatu yang bermakna. Misalnya, teman-teman Buddhis saya dapat berkumpul dan bermeditasi di sekeliling peti mati saya sebagai cara untuk menghormati saya, karena saya bangga sebagai seorang meditator dan selalu menganjurkan orang-orang untuk bermeditasi. Tentunya, saya tidak akan berada di sana untuk mengamati mereka bermeditasi (saya tidak mengharapkan terlahir sebagai hantu kelaparan! Meskipun, tentu saja, kita tidak akan pernah bisa tahu!). Bukanlah penghormatan itu yang memuaskan saya tetapi yang membuat saya bahagia adalah bahwa mereka melakukan sesuatu yang berarti, seperti melakukan meditasi Vipassana (Pandangan Terang) atau merenungkan tentang kematian, tentang ketidakkekalan kita, tentang perlunya kita hidup bijaksana, hidup penuh kasih dan bermanfaat, dan tentang pentingnya berusaha lewat meditasi untuk membuang kekotoran batin (yakni ketamakan, kebencian, dan kebodohan) sehingga kita tidak akan terlahirkan kembali, dan jika tidak terdapat kelahiran maka tidak akan ada kehancuran dan kematian. Dengan penghentian ini, seperti yang diajarkan Sang Buddha, seluruh siklus penderitaan pun akhirnya terhenti.

            Di samping meditasi, mereka bisa mendiskusikan Dhamma, membaca sesuatu yang membangkitkan semangat dan bermanfaat dari kitab suci, menyanyikan lagu pujian Buddhis tentang ketidakkekalan, penderitaan dan tidak adanya diri yang kekal, atau memberikan pidato tentang saya. Tentunya, dalam pidato, mereka tidak perlu hanya memuji saya, mereka boleh berterus terang tentang kebaikan dan keburukan saya. Kita sudah pasti tidak sempurna. Kita memiliki kekurangan dan kelemahan, kita memiliki bagian yang seimbang antara nafsu keinginan, kepuasan, kemarahan, dan kebodohan. Jadi, mereka boleh mengatakan: “Visuddhacara adalah seorang yang baik, ramah, pengertian dan jenis orang yang sabar (sebagaimana saya akan berpikir dengan sombongnya tentang diri saya), tapi kadang-kadang dia bisa marah ketika ada yang tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Dia bisa membentak padamu tanpa disadarinya. Dia bisa sangat angkuh, lekas marah dan berkeras dalam pendirian (seperti dia yang sekarang). Saya heran, ‘Ke mana kesadarannya?’ Walau dia telah membuat banyak orang bahagia dalam hidupnya,  dia juga telah membuat banyak orang menderita, yang mungkin tidak pernah memaafkannya sampai hari ini. Ah, sungguh ironi dan tragedi kehidupan! Betapa kita bisa bersikap baik dan juga sebaliknya sepanjang kehidupan kita … Dan ketika melakukan pengeditan, dia sangat teliti bahkan hanya untuk satu titik dan koma, dan dia akan kecewa jika dia melihat ada yang tidak teredit dengan benar. Dan setelah sekian tahun menjadi bhikkhu, dia masih saja, e hem, belum terlepas dari kemelekatan untuk menikmati secangkir kopi dan teh kesukaannya. Saya khawatir dia masih seorang yang bodoh seperti yang dia akui ketika dia masih hidup. Dan sayangnya,  oleh karena itu, dia harus mengalami beberapa kelahiran lagi sebelum dia dapat mencapai penerangan. Semoga Anda beruntung pada kelahiran Anda yang baru, Yang Mulia Bhante.”

            Dan seterusnya, dan sebagainya. Tidak masalah bagi saya. Dan sekalipun iya, saya tidak akan ada di sana untuk mempermasalahkannya! Dan tentu saja, orang-orang boleh tertawa, menitikkan air mata, dan belajar sesuatu. Karena saya selalu mengikuti motto sederhana ini: “Jika Anda mengetahui atau mendengar seseorang berbuat baik atau berkelakuan terpuji dan patut dihargai, katakanlah ‘Hore!’ dan teladani dia. Dan jika Anda mengetahui atau mendengar seseorang berbuat jahat atau berkelakuan menjengkelkan, katakan pada dirimu, ‘Oh, sebaiknya saya tidak melakukannya. Lebih baik saya tidak berkelakuan seperti orang itu.’ Dengan cara ini, Anda mempelajari keduanya baik dan buruk. Anda memutuskan mengikuti yang baik dan menghindari yang buruk. Baik dan buruk, keduanya dapat melatih kita.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #1 on: 22 November 2009, 12:25:02 AM »
            Jika saya memerlukan peti mati, saya akan katakan untuk tidak usah repot-repot membelinya. Kenapa membuang-buang uang? Kenapa boros untuk sesuatu yang akan dibakar, dan yang tampak terlalu bagus dan menyolok untuk saya? Saya yakin saya tidak akan nyaman tidur di dalam peti mati seperti itu. Cukup sambungkan saja lima lembar papan dan buatkan tutup di atasnya. Itu sudah cukup bagi saya. Uang dihemat, untuk yang memerlukan atau tujuan yang lebih baik, atau disumbangkan untuk amal. Atau Anda dapat meminta tolong pada teman baik saya, Ah Soak, seorang tukang kayu. Saya yakin dia tidak akan berkeberatan untuk menyambungkan beberapa lembar papan kayu tua untuk saya. Dan setahu saya, dia akan menolak menerima segala bentuk pembayaran. Beritahu dia, ini perintah saya bahwa saya tidak mau segala sesuatu yang mahal atau bagus. Yang rapi dan sederhana. Bahkan kotak kardus juga boleh, jika krematorium menerimanya. Bagaimanapun, sewaktu zaman Sang Buddha, para bhikkhu biasanya memungut kain bekas dari jalan dan dibuatkan jubah untuk dipakai.

            Kadang-kadang, saya pikir ini merupakan ide yang bagus untuk membuat sendiri peti mati yang sederhana bagi diri Anda sekarang dan meletakkannya dalam kamar Anda. Sementara Anda dapat menggunakannya untuk menyimpan barang-barang Anda, seperti buku-buku lama, pakaian atau barang-barang pribadi Anda lainnya. Dengan demikian, setiap hari ketika Anda melihat peti mati tersebut, Anda mendapatkan suatu peringatan yang sangat bagus. Anda akan ingat, “Lihatlah Visuddhacara, kamu akan meninggal suatu hari. Itulah peti matimu di sana. Suatu hari mereka akan meletakkanmu di dalam sana. Apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Apakah kamu masih berselisih dengan orang-orang? Apakah kamu masih picik dan berpikiran sempit? Hidup dengan pikiran sempit daripada pikiran yang luas? Tahukah kamu, hidup terlalu singkat untuk kepicikan. Banyak hal-hal lain yang lebih penting dan lebih baik untuk dilakukan. Sekarang, ingatlah apa gunanya kamu menjadi bhikkhu? Untuk bertengkar? Untuk marah? Menjadi lebih bodoh dan angkuh? Apakah kamu sudah lupa mengapa kamu menjadi bhikkhu, semua tujuan kebhikkhuan kamu? Menjadi ramah, pengertian, sabar, dan penuh cinta kasih? Dan terutama meditasi untuk melenyapkan semua kekotoran batin, keluar dari samsara, mencapai Nibbana, serta untuk mengakhiri kelahiran kembali dan penderitaan?”

            Atau kadang-kadang ketika saya merasa sangat tertekan, kecewa atau bingung, saya dapat memberitahu diri sendiri: “Tidak apa-apa, Visuddhacara. Bergembiralah! Hidup ini singkat dan dengan segera kita semua akan mengalami kematian. Kamu akan berbaring di dalam peti mati itu suatu hari nanti, jangan takut, dan semua akan berakhir – urusan kehidupan yang membosankan ini. Bersabarlah.”

            Kecuali, tentunya, saya tahu kita akan dilahirkan dan harus menghadapi urusan kehidupan yang kacau ini lagi, walaupun kita berharap untuk melakukannya dengan lebih baik lagi lain kali; iya kan?

            Atau mungkin, kadang-kadang saya bisa juga masuk dan berbaring diam di dalam peti mati tersebut. Berbaring di dalamnya dan merenungkan tentang kematian yang akan membuat seseorang lebih rendah hati dan mengurangi kesombongan. Mungkin akan timbul pada diri saya desakan untuk berjuang lebih keras untuk mengakhiri kelahiran kembali dan penderitaan.

            Jadi, lihatlah, merenungkan kematian merupakan meditasi yang baik jika Anda tahu bagaimana melakukannya dengan mahir. Rasanya pahit tetapi merupakan obat mujarab yang disarankan oleh Sang Buddha. Kita harus merenungkan kematian kita setiap hari, supaya kita dapat menghentikan kebencian, amarah, harga diri dan keegoisan, supaya kita dapat hidup dengan lebih penuh cinta kasih, belas kasih, kemurahan hati, sifat memaafkan, dan kebijaksanaan.

            Dan jika saya tidak dapat mendonorkan tubuh saya (seandainya tidak ada yang mau), saya akan memilih dikremasi. Dan jika dikremasi, saya akan berkata: tolong jangan pernah mengumpulkan abu saya dan menyimpannya dalam kendi di rumah abu jenazah atau di suatu tempat. Mengapa harus Anda lakukan? Mengapa Anda harus bersusah-susah untuk jenazah saya? Itu bukanlah saya, saya tidak berada di dalam kendi, saya telah dilahirkan, mendapatkan tubuh yang baru, bentuk yang baru, seperti mengganti pakaian lama dengan pakaian baru sampai suatu waktu ketika saya bisa menjadi arahat (ah… entah kapan hari itu tiba???) dan tidak akan dilahirkan lagi. Jadi Anda dapat membiarkan abu tersebut di krematorium. Beritahukan pekerja di krematorium untuk membuangnya bersama dengan kayu dan tulang yang terbakar yang biasanya mereka buang, karena Anda tidak mungkin mengumpulkan dan meletakkan semuanya ke dalam kendi. Beritahukan kepada mereka bahwa mereka boleh membuangnya sesuka hati. Anda tidak akan mengambilnya lagi. Itu saja. Begitu sederhana dan rapi. Dan itulah cara yang juga diterapkan umat Buddha di Myanmar (Burma). Bahkan tidak perlu membuang abunya ke sungai atau laut. Dengan cara ini, akan lebih mudah dan nyaman bagi semua orang. Ingatlah, tetap sederhana; sudah cukup banyak kesulitan dalam hidup ini, tidak seharusnya kita menambahnya lagi.

            Dan tentang upacara pemakaman, saya akan menghilangkan banyak hal. Saya tidak mau segala macam dekorasi fantasi murahan yang jelek, dekorasi kain kotor yang dapat dipakai berulang-ulang dan lampu-lampu di sekeliling peti mati saya, seperti yang mungkin ditawarkan para pengurus pemakaman. Tidak perlu meletakkan benda apa pun bagi saya. Saya tidak percaya pada segala pantangan ataupun takhyul. Saya tidak menginginkan adanya grup musik berkabung dan orang-orang berjalan di bawah terik matahari dan menderita hanya karena saya, dan sebagainya. Saya tidak mau jenazah saya disimpan berhari-hari. Kremasi saja pada hari itu juga jika memungkinkan tanpa banyak merepotkan. Tidak perlu diberitakan atau sampai orang-orang mengetahuinya (kecuali polisi tentunya, karena Anda memerlukan surat kematian dari mereka untuk tujuan pemakaman atau kremasi). Musnahkanlah tubuh saya secara diam-diam. Selesaikanlah dengan segera. Letakkan jenazah saya dalam peti sederhana. Ada orang yang dapat dengan cepat menggabungkan beberapa potong papan dengan paku. Ah Soak, jika dia masih hidup, bisa melakukannya. Kemudian, jika memungkinkan, tidak usah menyewa mobil jenazah. Cukup minta tolong teman yang mempunyai mini-bus, jika dia tidak berkeberatan, untuk meletakkan peti dengan tubuh saya di dalamnya ke dalam busnya dan mengantarnya ke krematorium.

            Tanpa merepotkan, tanpa teriakan, tanpa tangisan, tanpa upacara pemakaman, tanpa perkabungan. Cukup minta tolong kepada pekerja di krematorium tersebut untuk meletakkan peti tersebut ke dalam tungku pembakaran. Tidak perlu ada kumpulan orang, tidak perlu ada upacara. Ini tidaklah penting. Dan beberapa teman yang membawa jenazah saya ke sana, dapat pergi begitu saja dan mereka tidak perlu memalingkan badan dan terharu. Hanya seorang bhikkhu tua bodoh yang meninggal (jika saya meninggal dalam usia tidak terlalu tua, maka seorang bhikkhu bodoh yang tidak terlalu tua yang meninggal).

             Sebagai alternatif, tentunya saya dapat merencanakan upacara pemakaman yang bermanfaat bagi diri saya dan meminta seorang teman untuk memimpin, karena saya tidak mungkin ada untuk memimpinnya. Saya mempunyai sesuatu untuk diberitakan. Surat wasiat yang terakhir. Mendorong orang berbuat baik, meluangkan waktu bersama, hidup sederhana, mengurangi nafsu kita, bersikap ramah, beramal, bermurah hati, bermeditasi, hidup dengan benar, dan sebagainya. Saya akan minta maaf kepada orang-orang yang telah saya sakiti. Meminta mereka memaafkan saya. Mengatakan pada mereka bahwa saya tidak bermaksud menyakiti mereka, dan sebagainya. Khotbah terakhir saya dalam keadaan terbaring mati dari dalam peti! Sungguh menjijikkan! Khotbahnya, maksud saya.  Bahkan dalam kematian, dia mau berkhotbah. Tapi itu akan memberikan sedikit kesan dramatis, kan? Saya akan mengingatkan semua yang hadir tentang ketidakkekalan diri kita semuanya. Saya akan berkata: Lihatlah, jangan terlalu bangga terhadap diri dan berpikir bahwa ini tidak akan terjadi pada diri Anda. Suatu hari, Anda juga akan terbaring mati di sini, dalam sebuah peti, seperti saya. Sudah cukupkah Anda dalam mempraktekkan Dhamma? Sudahkan Anda mengumpulkan bekal yang cukup untuk kehidupan Anda berikutnya? Sudahkah Anda mengasihi? Sudahkah Anda belajar memaafkan? Sudahkah Anda belajar untuk tidak terikat pada sesuatu? Dan hal-hal seperti itu.

            Jadi, seperti yang dapat Anda lihat, mengenai pemakaman, tidak ada peraturan yang keras dan ketat. Semuanya terserah Anda bagaimana Anda menyukainya untuk diadakan. Maksud saya adalah bahwa Anda tidak harus mendengarkan para pengurus pemakaman atau mengikuti perintah mereka jika Anda tidak ingin. Pikirkanlah, upacara pemakaman seperti apa yang Anda inginkan untuk diri Anda nantinya? Dan sebagaimana yang Anda inginkan untuk upacara pemakaman Anda, tidakkah Anda ingin melakukan hal yang sama untuk mendiang yang Anda kasihi seandainya dia tidak meninggalkan instruksi atau mengatakan jenis upacara pemakaman yang dia inginkan?

            Mengenai pemakaman kita sendiri, bukankah merupakan ide yang bagus untuk memberikan petunjuk yang jelas ketika kita masih hidup? Kita dapat menyerahkan wewenangnya kepada seseorang yang kita percaya dapat memastikan dijalankannya petunjuk kita. Atau lebih mudah, kita dapat menuliskan semua petunjuk kita sehingga tidak akan ada kebingungan ataupun perdebatan setelah kita meninggal.

            Tentunya Anda tidaklah harus mengikuti semua ataupun salah satu dari ide saya. Saya sadar bahwa beberapa dari ide ini terdengar agak kasar dan ekstrim bagi Anda atau beberapa orang. Lagipula, kita semua belum tentu mempunyai keinginan yang sama. Kita berasal dari latar belakang yang berbeda dan keadaan hidup yang berbeda. Dan apa yang bermakna bagi seseorang belum tentu bermakna bagi yang lain. Hal ini, seperti yang telah kita sebutkan, sangatlah subjektif dan bersifat pribadi. Tapi ingat, ini pemakaman Anda, tubuh Anda, Anda punya hak untuk memutuskan bagaimana Anda menginginkannya untuk dilaksanakan, bahkan sampai hal Anda menginginkan adanya upacara pemakaman atau tidak sama sekali. Semuanya hak Anda, dan setiap orang termasuk anggota keluarga Anda harus menghargai, menghormati dan memahami hak Anda ini, sebagaimana Anda akan menghargai, menghormati dan memahami hak mereka ketika tiba saatnya bagi mereka.

            Saya khawatir kesimpulan ini menjadi lebih panjang dari yang saya kira. Saya bisa kehilangan kendali ketika saya mulai menulis. Saya minta maaf jika saya telah membuat risih perasaan siapa pun juga. Bukanlah maksud saya untuk melakukannya. Mohon jangan tersinggung. Saya selalu menghormati hak-hak orang untuk mengikuti keinginan tersendiri. Jadi, di sini saya mengalamatkan pendapat saya hanya kepada rekan-rekan umat Buddha Theravada, dan ini hanya pendapat saya berdasarkan pengalaman saya sebagai bhikkhu Theravada dan pemahaman saya tentang Ajaran Buddha; tentunya orang-orang tidak harus menerima pendapat ataupun konsep pemahaman saya tentang agama Buddha tradisi Theravada. Anda sepenuhnya bebas untuk menolak ataupun menerimanya.

            Sebagai penutup, saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih saya yang mendalam dan penghargaan kepada Yang Mulia Suvanno atas keramahan beliau memberikan saya kebebasan untuk mengedit dan merevisi buklet yang dulu. Bagi saya, Yang Mulia Suvanno merupakan salah seorang bhikkhu yang paling belas kasih, yang selalu menanggapi kebutuhan spiritual umat Buddha awam, serta mengunjungi orang-orang yang sakit dan sekarat. Meskipun usia beliau telah lanjut, beliau tidak bosan-bosannya mempraktekkan kemurahan hati, menjaga sila, dan bermeditasi. Setiap kesalahan ataupun kekurangan dalam pengeditan dan perevisian buklet ini adalah sepenuhnya tanggung jawab saya, yang oleh karena itu saya mohon maaf. Bagaimanapun, saya akan berbahagia jika buklet ini telah membantu memberikan sedikit pemahaman bagi umat Buddha Theravada atau bagi siapa pun juga yang menemukan kenyamanan, kesesuaian, dan dorongan positif dalam pandangan yang diungkapkan di dalam buklet ini.

Visuddhacara
Agustus 1996
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #2 on: 22 November 2009, 06:33:45 AM »
nice post
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #3 on: 22 November 2009, 09:14:39 PM »
nice post
 _/\_

itu bab kesimpulannya oleh YM. Visuddhacara. yg di bawah ini bab awalnya (ttg petunjuk pemakaman) oleh YM. Suvanno.
Semoga bermanfaat.  _/\_
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #4 on: 22 November 2009, 09:33:17 PM »
HOW A THERAVADIN BUDDHIST CHINESE FUNERAL MAY BE CONDUCTED

Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
Oleh: Venerable Suvanno

Hari dan malam berlalu
Hidup berlalu dengan cepat
Kehidupan makhluk hidup lenyap
Bagaikan air yang mengalir dalam sungai kecil.
                                             - Sang Buddha, Samyutta Nikaya



Pertama, beberapa kata tentang apa yang bisa dilakukan sebelum kematian. Jika seseorang sakit parah dan telah menjelang ajal, adalah baik sekali bila kita mengundang satu atau beberapa bhikkhu untuk memberikan khotbah Dhamma, membaca paritta Buddhis, dan mengucapkan Tisarana dan Panca Sila. Umat Buddha yang mempunyai keyakinan akan merasakan kebahagiaan dan kenyamanan ketika melihat bhikkhu.

            Umat  Buddha harus mencoba mempertahankan pikiran tenang dan sadar selama mendekati kematian. Dia harus merenungkan perbuatan baik yang telah dilakukannya dan menimbulkan keyakinan bahwa perbuatan baik ini dapat memberikan kelahiran kembali yang baik dan membantunya dalam kehidupan berikut. Dia harus menerima kematian sebagai sesuatu hal yang wajar dan tidak dapat dihindarkan, merenungkan bahwa kita semua datang sesuai perbuatan (kamma) kita dan pergi sesuai dengan perbuatan (kamma) kita. Dengan kerelaan melepas semuanya dan menerima kematian, dia akan meninggal dengan tenang dan memperoleh harapan kelahiran kembali yang baik di alam surga atau jika dia dilahirkan kembali ke dunia, dia akan lahir pada orang tua yang baik dan menjadi manusia yang cerdas.

            Mengingat kebenaran bahwa kita adalah pemilik perbuatan (kamma) kita sendiri, penting sekali agar ketika kita masih hidup, kita melakukan perbuatan baik dan bermanfaat sehingga kita akan memiliki jaminan kelahiran kembali yang bahagia setelah meninggal. Tentu saja, tujuan akhir semua umat Buddha adalah mencapai Nibbana, yang merupakan akhir dari kelahiran kembali. Tetapi sebelum kita membuang kekotoran batin, yaitu ketamakan, kebencian, dan kebodohan, kita masih akan tetap berada dalam samsara, siklus kelahiran dan kematian.

            Bagaimanapun juga dapat dimengerti bahwa akan ada duka dan kesedihan pada saat kematian. Namun, akan lebih baik bagi anggota keluarga untuk mempertahankan diri dari tangisan dan ratapan sebelum seseorang meninggal. Karena tangisan dan emosi hanya akan membuat sedih orang yang akan meninggal sehingga membuatnya lebih sulit untuk berpisah. Kita harus membiarkan seseorang pergi dengan damai, dengan memahami bahwa ketika waktu seseorang telah tiba, maka dia harus pergi. Kemelekatan dan cinta yang terlalu berlebihan hanya akan menimbulkan lebih banyak penderitaan. Sesungguhnya, anggota keluarga bisa meyakinkan orang yang akan meninggal bahwa dia tidak perlu khawatir tentang mereka, dia harus menjaga pikirannya tetap tenang dan damai, dan tidak mengapa bagi dia untuk pergi jika saatnya telah tiba. Dengan cara ini, orang yang akan meninggal juga akan merasa ringan dan meninggal dengan damai.

===

           Ketika seseorang telah mati, tubuh jasmani seharusnya dibersihkan dan dikenakan pakaian yang sederhana saja. Permata dan perhiasan, asli ataupun imitasi, tidak seharusnya dipakaikan. Karena yang meninggal telah dilahirkan dan tidak dapat membawa apa pun bersamanya.

           Mengenai peti mati, tidak perlu yang mahal. Boleh dengan harga menengah, atau jika miskin, peti mati yang murah juga boleh. Seorang umat Buddha yang mengerti Dhamma tidak akan mau anggota keluarganya menanggung biaya yang tidak perlu. Malah dia akan lebih memilih untuk berdana dengan uang yang dihemat dari pemakaman sederhana.

           Foto almarhum boleh diletakkan di depan peti mati. Bunga-bunga dan karangan bunga juga boleh diletakkan di sekeliling peti mati. Susunan kata-kata Dhamma, seperti kata-kata terakhir dari Sang Buddha: “Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal. Berusahalah dengan tekun untuk pembebasan dari penderitaan”, boleh dipasang sebagai suatu pengetahuan dan inspirasi, jadi kita dapat merenungkannya dan berusaha menjalani hidup dengan penuh manfaat.

            Ada banyak tradisi dan pantangan yang saat ini dijumpai dalam upacara pemakaman Chinese. Bagaimanapun, umat Buddha Chinese yang ingin mempertahankan kemurnian tata cara pemakaman dalam agama Buddha tradisi Theravada, harus menghilangkan praktek-praktek ini. Tanpa mengurangi rasa hormat atau pun dengan maksud menghina mereka yang ingin mengikuti upacara dan ritual pemakaman tradisi Chinese, nasihat berikut hanya untuk mereka yang ingin melaksanakan upacara pemakaman sesuai dengan agama Buddha tradisi Theravada:
Umat Buddha Theravada tidak perlu membakar kertas sembahyang,
tidak perlu meletakkan sebaskom air dan handuk di bawah peti mati (karena almarhum tidak mungkin menggunakannya);
tidak perlu meletakkan semangkuk nasi dengan sumpit di depan peti mati (karena almarhum tidak bisa makan lagi);
tidak perlu membakar dupa atau lilin di depan peti mati;
tidak perlu menggantung kelambu di atas peti mati;
tidak perlu memasang lampu-lampu dekorasi di sekeliling peti mati;
tidak perlu membagikan benang merah kepada mereka yang hadir;
pintu boleh ditutup pada malam hari bila pengunjung sudah pulang, sehingga anggota keluarga boleh istirahat;
setelah upacara pemakaman, tidak perlu mengadakan upacara pembersihan rumah untuk menghalau nasib buruk karena ini hanya berupa praktek takhyul;
tidak perlu membasuh muka dengan air “suci” karena Sang Buddha telah mengajari kita untuk selalu percaya pada diri sendiri, yaitu dalam praktek Dhamma, praktek dana (kemurahan hati), sila (kesusilaan), dan bhavana (meditasi). Sang Buddha mengajarkan bahwa tempat perlindungan kita yang sebenarnya terletak pada kamma (perbuatan) baik kita, yaitu dengan berbuat baik, menjaga sila, dan meditasi.

Oleh karena itu, jika kita telah mengikuti Ajaran Buddha sesuai dengan Jalan Mulia Beruas Delapan, kita telah memiliki perlindungan yang paling baik dan benar, dan kita tidak perlu lagi mengambil jalan takhyul dan praktek non-Buddhis.

            Kita yakin dengan kesederhanaan dan tingkah laku yang bijaksana, mengingat almarhum telah dilahirkan kembali, dan jika dia adalah seorang Buddhis Theravada yang memahami Ajaran Buddha, dia tentu juga akan menginginkan dibuangnya prosedur yang tidak bermanfaat.

            Jadi, tidak perlu membakar rumah kertas, mobil kertas, uang “neraka”, ataupun perlengkapan kertas sembahyang lainnya serta pengadaan berbagai upacara dan ritual, karena semua ini menimbulkan sejumlah biaya yang sangat besar tetapi sama sekali tidak bermanfaat karena almarhum tidak memperoleh keuntungan dari semua ritual ini. Menurut agama Buddha tradisi Theravada, tidaklah mungkin apa yang dibakar di alam ini dapat terwujud di alam lain. Apa yang terbakar akan terbakar. Dan juga tidaklah mungkin bahwa kesadaran seseorang dapat dituntun dari neraka atau dari suatu tempat ke surga. Kelahiran kembali terjadi secara spontan setelah kematian, dan jenis kelahiran kembali akan tergantung pada kamma atau perbuatan yang telah dilakukan orang tersebut semasa hidupnya yang dulu. Jadi, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita perlu menjalani kehidupan secara baik, karena ketika kita meninggal maka kita tidak dapat berharap untuk “diselamatkan” oleh upacara, ritual, dan lain-lainnya.

           Uang yang dihemat dari pelaksanaan upacara dan ritual yang tidak bermanfaat dapat digunakan untuk ber-dana, penyediaan keperluan bhikkhu dan vihara, dan sumbangan kepada lembaga amal untuk mengenang almarhum. Keluarga almarhum juga boleh meminta sahabat dan anggota keluarga lainnya menyumbang untuk lembaga amal sebagai pengganti karangan bunga. Kebaikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum dan semua makhluk.

           Anggota keluarga tidak diharuskan memakai pakaian khusus berwarna hitam atau pakaian kemalangan yang kasar (boon tar), tetapi boleh memakai pakaian biasa, putih, abu-abu, atau warna sederhana seadanya, untuk mencerminkan suasana duka. Dalam agama Buddha, kita diajari untuk menerima fakta adanya kematian, dan untuk tidak bersedih dan meratap. Sang Buddha berkata bahwa tangis dan air mata tidak akan menghidupkan yang mati melainkan hanya mengakibatkan hidup ini lebih menderita.

            Tentunya hal ini bukan berarti kita harus menyembunyikan atau menyangkal kesedihan kita. Kita, sampai saat ini, masihlah bukan Buddha ataupun Arahat yang tidak merasakan kesedihan lagi. Jadi, apa yang dapat kita lakukan adalah dengan menyadari dan mengetahui perasaan sedih yang timbul pada diri kita. Kita boleh mengeluarkan air mata. Kita boleh berduka. Tetapi dengan kesadaran dan pemikiran bijaksana, kita tidak akan diliputi kesedihan yang berlebihan. Kita dapat bertahan dengan rela dan tenang. Dan kita dapat merenungkan bahwa Sang Buddha mengajarkan kita tentang ketidakkekalan diri atau tidak adanya keakuan. Bahkan pada akhirnya kita pun bukan milik kita. Kita terbentuk oleh ketidaktahuan dan keinginan yang menciptakan kamma (perbuatan) yang menuntun kita pada kelahiran kembali.

            Umat Buddha yang mengerti Dhamma akan mencontoh Ajaran Buddha dan merenungkan Empat Kebenaran Mulia, selanjutnya akan diwujudkan dengan melaksanakan Jalan Mulia Beruas Delapan untuk mengakhiri kelahiran dan penderitaan. Dia akan mewujudkannya dengan melatih kemurahan hati, menjaga lima sila (Panca Sila), dan melatih kesadaran serta meditasi untuk memusnahkan kekotoran batin.

===

           Anggota keluarga juga tidak perlu membelakangi peti mati ketika jenazah almarhum diletakkan ke dalam, atau ketika peti mati akan diangkut dari rumah ke mobil jenazah pada hari pemakaman. Tidak ada akibat apa pun bagi umat Buddha Theravada yang mengamati peristiwa ini, malah akan lebih tidak menghormati dan melukai almarhum seandainya dia dapat mengamati apa yang sedang terjadi (yakni anggota keluarganya membelakangi almarhum). Sebaliknya, anggota keluarga boleh berdiri, mengamati dalam keheningan penuh penghormatan, sewaktu peti mati diangkut keluar dari rumah. Mereka dapat merenungkan ketidakkekalan kondisi manusia bahwa kita semua pasti meninggal suatu hari nanti dan betapa pentingnya bagi kita untuk berbuat baik dan hidup dengan penuh manfaat selagi kita masih hidup. Tentu saja, mereka juga dapat memancarkan pengharapan kepada almarhum, “Semoga almarhum berbahagia dalam kelahirannya yang baru.”

           Praktek lain yang salah menurut Theravada adalah persembahan makanan, seperti ayam, bebek, babi panggang, dan sayuran di depan almarhum, terutama pada saat penghormatan terakhir yang biasanya diadakan secara tradisi Chinese. Persembahan yang demikian tidaklah perlu karena almarhum telah dilahirkan kembali dan tidak dapat memakan makanan tersebut lagi.

           Penggunaan grup musik untuk memainkan musik khidmat selama proses pemakaman bukanlah merupakan keharusan. Akan sama baiknya bila seseorang menginginkan upacara diadakan dalam keheningan.

         Penguburan atau kremasi merupakan pilihan, meskipun kremasi akan lebih praktis, lebih murah, dan lebih disukai. Apa yang tertinggal dari tubuh setelah kematian hanyalah kerangka, sedangkan almarhum telah mengalami kelahiran yang baru. Dan pertanyaan yang muncul sekarang adalah berapa lama jenazah boleh disimpan? Kremasi atau penguburan dapat dilakukan dengan segera, pada keesokan harinya, atau bahkan pada hari yang sama. Akan tetapi, mungkin ada keluarga yang ingin menyimpan jenazah untuk beberapa hari karena berbagai alasan, seperti untuk menunggu kepulangan anggota keluarga yang jauh, atau untuk memberi kesempatan bagi sanak saudara dan sahabat untuk memberikan penghormatan terakhir. Jadi, keputusan untuk segera dikuburkan atau dikremasi, atau disimpan selama beberapa hari, tergantung pada keputusan keluarga atau permintaan almarhum jika dia ada menyatakan keinginannya sebelum meninggal.

            Sebelum dikremasi, apa yang seharusnya dilakukan terhadap abunya? Umat keturunan Chinese mempunyai kebiasaan meletakkan abu di dalam kendi di tempat penyimpanan abu jenazah (columbarium). Umat Buddha Theravada di Myanmar biasanya membiarkan abunya di krematorium untuk dibuang oleh pekerja, walapuna ada beberapa anggota keluarga yang memilih mengumpulkan abunya dan membuangnya di laut atau sungai.
Bagi umat Buddha Theravada di Malaysia, biasanya:
1.   Abu diletakkan di tempat penyimpanan abu jenazah;
2.   Membiarkan abu tersebut dibuang pekerja krematorium; atau
3.   Membuang abu tersebut ke laut atau sungai.
Semuanya merupakan pilihan. Jika seseorang memilih meletakkan abu tersebut di tempat penyimpanan abu jenazah dengan tujuan untuk mengenang, tidaklah perlu mempersembahkan atau menyelenggarakan berbagai upacara atau ritual atas kendi yang berisi abu tersebut. Hal ini karena almarhum telah dilahirkan kembali dan apa yang tertinggal hanyalah abu. Daripada menyelenggarakan upacara yang tidak bermanfaat, lebih baik ber-dana ke vihara dan melimpahkan jasa kebajikan kepada almarhum.

           Membiarkan abu di krematorium atau menaburnya di laut atau sungai juga boleh. Karena, seperti yang telah dikatakan, apa yang tertinggal hanyalah sisa jenazah, hanya unsur tanah, air, angin, dan api. Seseorang itu bukanlah tulang atau abu.

           Kesadarannya telah terpisah dan dilahirkan dalam bentuk baru. Maka itu, abunya boleh dibuang, tanpa adanya sikap tidak hormat. Sang Buddha mengajarkan kebijaksanaan dan ketidakmelekatan. Apa yang seharusnya kita lakukan adalah memperlakukan sesama dengan cinta kasih ketika kita masih hidup, dan setelah orang yang kita kasihi meninggal, kita tetap menjalankan hidup dengan penuh manfaat sehingga almarhum, seandainya dia bisa mengetahuinya, akan bangga kepada kita, bangga dengan kita yang hidup dengan baik sesuai dengan Ajaran Buddha.

===

bersambung
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #5 on: 22 November 2009, 09:53:15 PM »
            Jika jenazah disimpan selama beberapa hari sebelum penguburan atau kremasi, kita boleh mengundang bhikkhu (satu atau lebih) untuk memberikan khotbah Dhamma, membaca paritta atau sutta, dan menganugerahi tuntunan Tisarana dan Panca Sila. Para sahabat yang beragama Buddha boleh melayat dan membaca paritta juga. Mereka juga boleh duduk bermeditasi bersama atau mengadakan diskusi Dhamma. Pembacaan sutta tertentu dari kitab suci juga boleh dilakukan. Kita bisa memilih kutipan yang tepat dan bermanfaat dari kitab suci untuk upacara ini. [Syair bahasa Pali untuk dibaca dan direnungkan ada pada Lampiran (i) dan (ii) dari buklet ini]. Anggota keluarga dan sahabat juga boleh mengucapkan beberapa patah kata, mengenang perbuatan baik dan sifat baik dari almarhum. Jadi, seperti yang terlihat, segalanya tergantung pada keluarga almarhum apakah mereka mau mengadakan pertemuan dan pelayanan yang bermanfaat dan bermakna. Kita boleh kreatif dan melakukan hal yang baru dalam melaksanakan pelayanan tersebut untuk menghormati almarhum.

            Pada hari pemakaman atau pengkremasian, bhikkhu boleh diundang untuk membacakan paritta dan menganugerahi tuntunan Panca Sila, setelah itu mereka juga boleh memimpin atau mengikuti mobil jenazah dengan mobil yang lain ke tempat pemakaman atau krematorium. Biasanya, ada kebiasaan mempersembahkan jubah kepada bhikkhu sebagai suatu bentuk kebajikan. Anggota keluarga boleh mempersembahkan jubah kepada bhikkhu, baik di rumah sebelum berangkat ke krematorium ataupun ketika tiba di krematorium. Jubah boleh diletakkan di atas peti mati agar bhikkhu mengambilnya sebagai jubah pamsukula (jubah yang telah dibuang) atau dapat dipersembahkan langsung kepada bhikkhu. Tidak ada aturan yang baku untuk prosedur di atas. Kita boleh menyesuaikan dan mengubahnya sesuai keperluan. Setelah persembahan jubah, bhikkhu akan memimpin anggota keluarga melaksanakan pelimpahan jasa kepada almarhum dan semua makhluk. Pada tempat pemakaman atau krematorium, bhikkhu akan membacakan paritta singkat sebelum peti mati diturunkan ke dalam tanah atau dimasukkan ke dalam tungku pembakaran.

            Biasanya, pembacaan paritta diakhiri dengan syair berikut:
Anicca vata sankhara
Uppadava yadhammino
Uppajjitva nirujjhanti
Tesam vupasamo sukho

Ketidakkekalan adalah hakekat dari segala sesuatu yang berkondisi.
Secara alami timbul dan lenyap.
Setelah timbul, akan hancur dan lenyap.
Penaklukan dan penghentian keadaan tersebut adalah kebahagiaan sejati.

[Jika tidak ada bhikkhu, anggota keluarga, sanak saudara, atau sahabat dekat boleh membacakan syair ini di krematorium. Sutta lain yang berhubungan, seperti Paticca Samuppada (lihat hlm. 55) atau Salla Sutta (Anak Panah; lihat hlm. 67) juga boleh dibacakan]

            Penaklukan dan penghentian di sini menunjukkan pencapaian kearahatan, tingkat kesucian tertinggi dalam agama Buddha. Seorang arahat, yang telah terbebas dari kemelekatan, tidak akan dilahirkan kembali. Jika ada kelahiran maka akan ada kematian. Jika tidak ada kelahiran, tidak akan ada kematian. Penghentian kelahiran berarti penghentian penderitaan. Inilah kebahagiaan sejati.

===


PELIMPAHAN JASA

Pelimpahan jasa merupakan tradisi Buddhis. Setelah melakukan perbuatan baik, seperti mempersembahkan jubah dan makanan kepada bhikkhu, melaksanakan sila, berdana, dan sebagainya, umat Buddha melimpahkan jasa-jasa tersebut kepada almarhum dan semua makhluk, mengharapkan semua makhluk mencapai pencerahan, sehingga mereka terbebas dari samsara, sehingga mereka bisa mencapai Nibbana, akhir dari kelahiran kembali dan penderitaan. Pelimpahan jasa merupakan kebiasaan yang baik karena akan membangkitkan hati yang mulia dan tidak egois, dengan berharap jasa kebajikan kita akan – jika mungkin – memberikan kontribusi bagi pencerahan semua makhluk.

            Apakah jasa kebajikan yang kita perbuat benar-benar dapat dibagi atau dipindahkan kepada orang lain? Apakah seseorang yang telah meninggal dapat menerima jasa kebajikan kita? Berdasarkan Tirokudda Sutta, khotbah yang diberikan Sang Buddha, kebajikan bisa dibagi kepada hantu kelaparan. Jika seseorang dilahirkan di alam setan (hantu) kelaparan, dia mungkin masih berada di sekitar kita. Dengan demikian, bila dia masih di sekitar kita dan dia berbahagia atas perbuatan baik yang telah dilakukan atas namanya, maka pikirannya yang bahagia inilah yang menjadi perbuatan berpahala baginya. Dan bagi hantu kelaparan yang tidak memiliki cara lain untuk berbuat baik, pikiran yang bahagia ini merupakan pahala yang sangat berarti yang dapat mengurangi penderitaanya di alam setan, dan mudah-mudahan dapat mempercepat kelahirannya kembali ke alam yang lebih bahagia. Jadi, dari sini kita bisa melihat bahwa suatu individu perlu mengetahui pelimpahan jasa yang telah dilakukan untuk dirinya agar ia dapat merasa bahagia dan “berbagi” jasa kebajikan yang telah diperbuat. Dengan demikian, jika seseorang terlahir menjadi binatang atau manusia, ia akan berada di dalam rahim induknya dan tidak mampu mengetahui jasa kebajikan yang dilakukan oleh anggota keluarga dari kehidupan lampaunya. Begitu pula jika seseorang terlahir di neraka, karena makhluk di alam neraka, menurut agama Buddha tradisi Theravada, tidak dapat menyadari apa yang sedang terjadi di alam manusia. Para dewa di alam surga juga pada umumnya tidak akan menyadarinya. Mungkin para dewa terlalu asyik dengan kesenangan di alam mereka sehaingga tidak memperhatikan apa yang kita perbuat di sini. Selain itu, ada perbedaan dalam hal jangkauan waktu. Menurut kitab suci, satu hari di salah satu alam dewa sama dengan 50 puluh tahun di alam manusia.

            Oleh karena itu, kita menganggap bahwa umumnya hanya hantu kelaparan yang akan menyadari kebajikan yang dilakukan atas nama mereka. Selain hantu, kita bisa mengatakan bahwa mungkin ada dewa rendah atau makhluk halus tertentu yang juga mengetahuinya karena dikatakan bahwa makhluk seperti mereka tinggal di batu-batu besar dan pepohonan.

            Tentu saja, kita tidak menginginkan orang yang kita kasihi terlahir di alam setan kelaparan hanya demi menerima jasa kebajikan kita! Kita tidak ingin mereka memerlukan pelimpahan jasa semacam ini. Sebaliknya, kita menginginkan mereka terlahir di alam bahagia seperti menjadi manusia atau dewa, makhluk surga. Tetapi seandainya kelahiran kembali sebagai hantu kelaparan yang menyedihkan itu terjadi pada orang yang kita kasihi, maka pelimpahan jasa akan bermanfaat bagi mereka jika mereka hadir atau mengetahui pelimpahan jasa yang kita lakukan atau pun pikirkan. Selain kepada almarhum, kita juga bisa melimpahkan jasa kebajikan kepada semua keluarga kita yang telah meninggal pada kehidupan ini dan kehidupan lampau. Jadi, selain almarhum yang baru meninggal, sanak saudara yang lain yang telah meninggal dan barangkali terlahir menjadi hantu kelaparan juga mendapatkan kebahagiaan dan manfaat.

            Dari pembahasan di atas,  kita dapat mengetahui betapa pentingnya kita hidup dengan baik melatih kemurahan hati, menjaga sila, dan bermeditasi; karena kelahiran kita yang akan datang tergantung pada perbuatan kita di kehidupan sekarang.

            Pada akhirnya, kebajikan yang kita lakukan tetap milik kita. “Melimpahkan” kepada almarhum dan semua makhluk tidak berarti kebajikan kita menjadi separuh atau berkurang. Kita tetap mendapatkan hak kita. Sebaliknya, perbuatan pelimpahan ini merupakan perbuatan bermanfaat. Jadi, pelimpahan jasa kebajikan untuk pencerahan semua makhluk merupakan tradisi yang baik yang membangkitkan kemuliaan dan ketidakegoisan dalam diri kita.

            Bhikkhu Theravada tidak meminta bayaran untuk pelayanan mereka. Ini hanya merupakan bagian dari pelayanan mereka kepada masyarakat, atau sebagai bentuk dukungan moral kepada keluarga almarhum. Jadi bhikkhu tidak mengharapkan bayaran sama sekali. Akan tetapi, biasanya etnis Chinese memberikan amplop merah (angpao) sebagai ungkapan terima kasih. Untuk persembahan seperti ini, seorang bhikkhu boleh menerima dana tersebut dan menggunakannya dalam batas-batas yang diperkenankan, seperti untuk memenuhi kebutuhannya, atau untuk kepentingan Dhamma, misalnya mencetak buku-buku Dhamma untuk dibagikan secara gratis.

            Etnis Chinese mempunyai kebiasaan untuk mengadakan ritual tertentu dan berdoa pada hari ke-7, hari ke-49, dan hari ke-100 setelah kematian serta pada hari peringatan kematian almarhum setiap tahunnya. Umat Buddha Theravada sebetulnya tidak perlu mengikuti ritual yang tidak sesuai dengan Dhamma. Sebaliknya, apa yang bisa dilakukan oleh keluarga adalah, jika mereka menghendaki, mempersembahkan makanan dan kebutuhan lain kepada bhikkhu di vihara sehingga kebajikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum. Atau mereka dapat melakukan perbuatan baik dan mulia lainnya, seperti memberi makan kepada orang yang kelaparan, mencetak buku Dhamma untuk dibagikan secara gratis, dan lain-lain, untuk mengenang almarhum.

            Masih ada lagi kebiasaan lain yang seharusnya tidak dilakukan oleh umat Buddha Theravada, yaitu mengadakan upacara untuk mencoba berhubungan dengan orang yang telah mati (bahasa Hokkien: khan-bong) melalui perantara untuk memanggil “arwah” almarhum. Praktek semacam ini bertentangan dengan agama Buddha tradisi Theravada. Tidak seorang pun dapat memastikan di mana seseorang terlahir kembali, dan lagi pula, selain alam setan (hantu) dan dewa yang tinggal di bumi, komunikasi dengan makhluk yang terlahir di alam yang lain pada dasarnya tidaklah mungkin.

===

            Kesimpulannya, upacara pemakaman Buddhis Theravada dapat dilaksanakan secara sederhana, dengan menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, serta upacara dan ritual yang tidak bermanfaat. Semuanya tergantung pada keluarga yang bersangkutan untuk mengadakan upacara pemakaman yang bermanfaat, daripada membiarkan ahli pengurus pemakaman yang memerintah mereka. Ingatlah bahwa kita boleh kreatif dan melakukan hal yang baru dengan penekanan pada makna dan pemahaman.

            Dan sumbangan dapat diberikan kepada vihara dan lembaga amal untuk mengenang dan menghormati almarhum. Dan kebajikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum dan semua makhluk.

            Semoga semua makhluk mendapat pencerahan dan mencapai Nibbana, akhir dari kelahiran kembali dan penderitaan.

===

Berjuang Sekarang Juga!

Sekarang ini engkau bagaikan daun mengering layu.
Para utusan raja kematian telah menantimu.
Engkau telah berdiri di ambang pintu keberangkatan.
Namun tidak kau miliki bekal untuk perjalanan nanti.

Buatlah pulau bagi dirimu sendiri.
Berjuanglah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana.
Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan,
maka kelahiran dan kematian tidak akan datang lagi padamu.

Sang Buddha, Dhammapada 235 & 238
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #6 on: 22 November 2009, 10:42:54 PM »
Lampiran (i)
Paritta Pali

Vandana (Penghormatan)
Tisarana (Tiga Pernaungan)
Panca Sila (Lima Sila)
Tiratana Vandana (Perenungan terhadap Tiga Mestika)
Metta Sutta (Sutta tentang Cinta Kasih)
Paticca Samuppada (Hukum Sebab Akibat yang Saling Bergantungan)
Upasamanussati (Perenungan terhadap Sifat Tenang dari Nibbana)
Patthana (Harapan)
Pattidana (Pelimpahan Jasa)

Spoiler: ShowHide
biar ga kepanjangan, saya hanya kutip parittanya mulai dr Paticca Samuppada ya, selebihnya yg di atasnya kan udah umum. ;)


Paṭicca Samuppāda
Hukum Sebab Akibat yang Saling Bergantungan

Anuloma
Avijjā-paccayā sańkhārā;
Sańkhārā-paccayā viññaņaṁ;
Viññaņa-paccayā nāma-rūpaṁ;
Nāma-rūpa-paccayā saļāyatanaṁ;
Saļāyatana- paccayā phasso;
Phassa- paccayā vedanā;
Vedanā- paccayā taņhā;
Taņhā- paccayā upādānaṁ;
Upādāna- paccayā bhavo;
Bhava- paccayā jāti;
Jāti- paccayā jarā-maraņaṁ soka-parideva-dukkha-domanassupāyāsā sambhavanti.
Evametassa kevalassa dukkha-kkhandassa samudayo hoti.


Susunan Pemunculan
Dengan adanya kebodohan, maka muncullah bentuk-bentuk kamma.
Dengan adanya bentuk-bentuk kamma, maka muncullah kesadaran (jalinan kelahiran kembali).
Dengan adanya kesadaran (jalinan kelahiran kembali), maka muncullah batin dan jasmani.
Dengan adanya batin dan jasmani, maka muncullah enam landasan indria.
Dengan adanya enam landasan indria, maka muncullah kesan-kesan.
Dengan adanya kesan-kesan, maka muncullah perasaan.
Dengan adanya perasaan, maka muncullah keinginan rendah.
Dengan adanya keinginan rendah, maka muncullah kemelekatan.
Dengan munculnya kemelekatan, maka muncullah penjelmaan.
Dengan adanya penjelmaan, maka muncullah kelahiran.
Dengan adanya kelahiran, maka muncullah usia tua dan kematian beserta penderitaan, ratapan, kepedihan, kesedihan, dan keputusasaan.
Demikianlah sekumpulan penderitaan ini timbul.


Paṭiloma
Avijjāyatveva asesa-virāga-nirodhā sańkhārā-nirodho;
Sańkhārā- nirodhā viññaņa-nirodho;
Viññaņa- nirodhā nāma-rūpa-nirodho;
Nāma-rūpa- nirodhā saļāyatana-nirodho;
Saļāyatana- nirodhā phassa-nirodho;
Phassa- nirodhā vedanā-nirodho;
Vedanā- nirodhā taņha-nirodho;
Taņha- nirodhā upādāna-nirodho;
Upādāna- nirodhā bhava-nirodho;
Bhava- nirodhā jati-nirodho;
Jāti- nirodhā jarā-maraņaṁ soka-parideva-dukkha-domanassupāyāsā nirujjhanti.
Evametassa kevalassa dukkha-kkhandhassa nirodho hoti.


Susunan Pemadaman
Dengan adanya pemadaman dari kebodohan, maka bentuk-bentuk kamma berhenti.
Dengan pemadaman dari bentuk-bentuk kamma, maka kesadaran (jalinan kelahiran kembali) berhenti.
Dengan pemadaman dari kesadaran (jalinan kelahiran kembali), maka batin dan jasmani berhenti.
Dengan pemadaman dari batin dan jasmani, maka enam landasan indria berhenti.
Dengan pemadaman dari enam landasan indria, maka kesan-kesan berhenti.
Dengan pemadaman dari kesan-kesan, maka perasaan berhenti.
Dengan pemadaman dari perasaan, maka keinginan rendah berhenti.
Dengan pemadaman dari keinginan rendah, maka kemelekatan berhenti.
Dengan pemadaman dari kemelekatan, maka penjelmaan berhenti.
Dengan pemadaman dari penjelmaan, maka kelahiran berhenti.
Dengan pemadaman dari kelahiran, maka usia tua dan kematian beserta penderitaan, ratapan, kepedihan, kesedihan, dan keputusasaan berhenti.
Demikianlah sekumpulan penderitaan ini berhenti.



Upasamānussati
Perenungan terhadap Sifat Tenang dari Nibbana

Aniccā vata sańkhārā
Uppādava yadhammino
Uppajjitvā nirujjhanti
Tesaṁ vūpasamo sukho


Ketidakkekalan adalah hakekat dari segala sesuatu yang berkondisi.
Secara alami timbul dan lenyap.
Setelah timbul, akan hancur dan lenyap.
Penaklukan dan penghentian keadaan tersebut adalah kebahagiaan sejati.



Patthanā
Harapan

Idaṁ me puññaṁ āsavakkhavāyahaṁ hotu.
Semoga jasa kebajikan yang telah saya perbuat akan menuntun pada pemadaman dari kekotoran batin.

Idaṁ me puññam magga-phala-nibbānassa paccayo hotu.
Semoga jasa kebajikan yang telah saya perbuat akan berkondisi pada pencapaian jalan dan buah dari pengetahuan dan Nibbana.


Pattidāna
Pelimpahan Jasa

Idaṁ me ñātῑnaṁ hotu sukhitā hontu ñātayo.
Semoga jasa-jasa ini melimpah pada sanak keluarga yang telah meninggal. Semoga mereka berbahagia.

Imaṁ no puññabhāgaṁ sabba-sattānaṁ bhajema.
Semoga semua makhluk ikut menikmati jasa kebajikan ini.

Sabbe sattā sukhi hontu.
Semoga semua makhluk berbahagia.

Sādhu! Sādhu! Sādhu!
Semoga demikian adanya! Semoga demikian adanya! Semoga demikian adanya!
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

 

anything