//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Tentang 84.000 Ajaran  (Read 47383 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #75 on: 10 March 2013, 09:42:51 PM »
Terjemahan saya:
Berdasarkan perkata

82.000 dari Sang Buddha telah aku terima;
2000 dari para siswa-Nya;
Sekarang 84.000 dhamma telah kuketahui.

berdasarkan terjemahan Inggris

82.000 (ajaran) dari Sang Buddha telah aku terima;
2000-nya lagi dari para siswa-Nya;
Sekarang 84.000 ajaran telah kuketahui.

Jadi tidak ada kata "lagi lebih"  atau  jika menerjemahkan kata "more" maka berarti "lagi" bukan lebih, kerena tidak sesuai dengan jumlah di bawahnya yang 84.000 yang tidak menggunakan kata "lebih"

Thx atas koreksinya, memang saya menerjemahkan "more" sbg "lebih" yang seharusnya "lagi" spt koreksi anda

Quote
Catatan:
Kim Plofker, seorang sejarahwan matematika di Perguruan Tinggi Union, Schenectady, New York, mengatakan bahwa India kuno sudah mengenal sistem perangkaan dengan jumlah angkat Nol yang besar, termasuk dalam kepustakaan Buddhis.

Jadi IMO, sepertinya angka 84.000 bukanlah angka yang berarti sangat besar atau bahkan dikatakan tidak terhingga. 84.000 (Pali: caturāsītisahassāni, Sanskerta: caturasitisahasra ) memang ada dalam beberapa teks Buddhis, khususnya Pali, namun sampai saat ini saya menemukan hanya menunjukkan bahwa angka tersebut mengacu pada jumlah yang terbatas bukan tidak terbatas, seperti jumlah kota, kedalaman laut, dll.

Benar, sepertinya tentang angka 84.000 ini maknanya perlu penyelidikan lebih lanjut.

Quote
Dan dhammakkhandha atau pengelompokan lebih cenderung kepada jenis ajaran yang jika dipadatkan menjadi kelompok sila, samadhi, dan panna.

Setuju, itulah yang saya maksud bahwa 84.000 dhammakkhanda sudah termasuk dalam JMB8 semuanya, bukan JMB8 adalah salah satu dari 84.000 dhammakkhanda
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #76 on: 10 March 2013, 10:23:46 PM »
Saya tidak menanggapi sesuatu yang kurang bermanfaat.

Otentik dan tidak otentik darimana penilaiannya? Anda mempersempit arti otentik yang saya berikan dengan menyebut sutta Kanon Pali, dimana saya merasa ini sudah menggiring saya pada pemahaman yang Anda pegang.

Otentik yang saya maksud adalah tulisan yang dianggap valid oleh mayoritas umat Buddha, bukan merujuk pada kitab bahasa tertentu. Semoga Anda bisa mengerti dan memaklumi.


Salam multi aliran, non diskriminasi.  _/\_

oh jadi definisi otentik anda adalah  anggapan mayoritas? suatu definisi menarik dari seorang yg katanya mau mengkritisi sutta-sutta Pali. Sebelumnya saya sudah mengatakan bahwa selain Kanon Pali maka sumber lainnya yg dianggap otentik adalah Kitab Sanskrit, hal ini tampaknya dengan sengaja anda belokkan, dan alasan kenapa saya merujuk pada Kanon Pali karena andalah yg mengutip sumber dari Kanon Pali itu.

dan humor yg paling lucu dari segala humor adalah ketika anda menyarankan saya agar memposting di sana, dan setelah saya lakukan, anda malah menjawab dengan "Saya tidak menanggapi sesuatu yang kurang bermanfaat"

silakan dicoba lagi, semoga yg berikutnya lebih baik.

salam desperado, ini adalah versi halus dari autotext standard saya
_/\_

« Last Edit: 10 March 2013, 10:27:23 PM by Indra »

Offline siswahardy

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 615
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #77 on: 10 March 2013, 10:54:01 PM »
dari kalimat "84.000 dhammakkhanda", timbul pertanyaan:
1. apa sih definisi dhammakkhanda itu? lalu kriteria apa yg digunakan untuk mengelompokkan suatu dhamma sbg satu kelompok tersendiri?
2. apa angka 84.000 itu angka fixed atau lebih kurang? lalu adakah buku yg menyajikan rincian dhammakkhanda2 tsb?

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #78 on: 10 March 2013, 11:07:50 PM »
Ok, clear kalo gitu.... Tapi mungkin harus buat topik baru utk ini, tetapi kalau penonton memang menghendaki, gak apa2 bahas di sini juga sbg pelengkap saja. Mungkin sdr. Sunya bisa mulai dari hasil penyelidikan beliau sendiri.....
penonton menghendaki, silahkan d lanjutkan.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #79 on: 13 March 2013, 06:18:07 PM »
Saya juga tidak keberatan apabila anda mau membahasnya di sini dan saya juga tidak ada kekhawatiran tertentu spt yg anda duga karena bagi saya maknanya apakah harfiah atau bukan tetap sama. Maka silahkan sdr. Sunya memulai penyelidikan ttg hal ini sehingga bisa kita bahas bersama2 di sini....

Biar saya perjelas dulu bahwa menurut pendapat saya, jalan Kearahatan dan Kebuddhaan sebenarnya sama, yaitu sama2 JMB8 juga. Ini pun telah saya jelaskan pada thread lain.....

Biar kita bahas di sini saja, karena masih berkaitan dengan 84.000 ajaran ini....

Apakah yang diajarkan Buddha Amitabha yang berbeda dengan JMB8 yang diajarkan Buddha Gotama/Sakyamuni? Mohon berikan referensi sutra yang mendukung hal ini....

Saran saya sederhana: Memperluas sampel pengamatan (terhadap kata 84.000 tersebut). Saya tidak tertarik membahas spiritualisme dengan mengkaji kitab. Bagi saya spiritualisme dijalankan (dipraktekkan), bukan dikira-kira atau ditafsir-tafsir maknanya dari kitab, apalagi jika sudah ada kesimpulan tertentu, bahwa makna harfiah dan kiasan tetap sama (ujung-ujungnya merujuk pada JMB 8).

Baik, mungkin itu di luar topik.

Jika referensinya selalu sutra ataupun sutta, jujur bukan kompetensi saya. Namun yang saya ketahui Buddha Amitabha mengajar di Sukhavati sebelah Barat, dan salah satu jalan untuk mencapai kesana adalah dengan menyebut/melafal mantera tertentu. Ini Anda lebih kompeten mencari referensinya (kitab suci). Yang saya ketahui hanya ada sukhavati berkilau di sebelah Barat bila dilihat dari lautan Dharmakaya, mungkin ini yang dimaksud Buddha Gautama waktu itu.

Lebih lanjut saya enggan menjelaskan, karena sejauh ini saya lihat belum ada anggota forum yang cukup terbuka pikirannya, rata-rata masih di bawah standar moralitasnya serta terlalu fanatik pada sutta/sutra. Jadi singkatnya belum jodoh.

Oke, semoga menjelaskan. Jika kaji kitab lagi, saya jujur tidak kompeten.

Terima kasih.

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #80 on: 13 March 2013, 06:31:27 PM »
Saya tidak mengatakan Buddha tidak membahas, yang saya tulis: Buddha tidak mengajarkan (bervegetarian). Sudah Anda tulis dengan lengkap, hanya beda ungkapan saja. :)

Teori boleh saja makan apa saja, namun kenyataannya umat memilih. Dari pengalaman saya, bahkan umat non-vegetarian menolak bila ada yang mengajak makan di rumah makan vegetarian (dengan alasan dia bukan vegetarian).

Jujur saja, berapa banyak umat Buddha yang memilih makan daging karena alasan kesehatan (nutrisi) dan mengikis lobha? Saya kira lebih banyak yang makan daging karena alasan lidah dan kemudahan (dalam mendapatkan makanan).

Di luar topik:
Saya agak heran dengan subyektivitas pengguna forum ini. Yang saya tulis dan Anda tulis senada, namun ucapan terima kasih dan reputasi plus cenderung dialamatkan pada teman sendiri. Rupanya sudah ada golongan dan mungkin kebencian disini?
Saya menulis begini, nanti akan memicu perdebatan lagi, "Katanya tidak mempermasalahkan reputasi, katanya minta reputasi minus, dsb."
Ini thread terakhir saya aktif, alasan saya sederhana: Tidak bermanfaat membahas sesuatu yang sudah dilihat pada siapa yang membahas, bukan apa yang dibahas. Dalam forum ini mungkin ada golongan-golongan yang tidak terlihat, atas dasar sekte dan juga hubungan tertentu.
Bila ada yang kurang paham alasan saya undur diri, dapat dilihat pada beberapa thread terakhir saya aktif. Terima kasih.


Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #81 on: 13 March 2013, 07:15:33 PM »
Kasihan... lebih suka debat kusir daripada berdiskusi substantif. Mencari kesalahan dalam tulisan orang lain? :)

Salam bahagia untuk Anda, rekan Indra.  _/\_

Offline Ms. Q

  • Teman
  • **
  • Posts: 67
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #82 on: 13 March 2013, 08:17:17 PM »
org kek gitu ga usa dilayanin kak.. dy tu pengen kk brenti mosting.. biar dy ngerasa menang..   =)) keciannn ga mampu argue pk bw2 tulisan di trid laen.. xixixixi.....  =P~

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #83 on: 13 March 2013, 09:04:03 PM »
Saran saya sederhana: Memperluas sampel pengamatan (terhadap kata 84.000 tersebut). Saya tidak tertarik membahas spiritualisme dengan mengkaji kitab. Bagi saya spiritualisme dijalankan (dipraktekkan), bukan dikira-kira atau ditafsir-tafsir maknanya dari kitab, apalagi jika sudah ada kesimpulan tertentu, bahwa makna harfiah dan kiasan tetap sama (ujung-ujungnya merujuk pada JMB 8).

Baik, mungkin itu di luar topik.

Jika referensinya selalu sutra ataupun sutta, jujur bukan kompetensi saya. Namun yang saya ketahui Buddha Amitabha mengajar di Sukhavati sebelah Barat, dan salah satu jalan untuk mencapai kesana adalah dengan menyebut/melafal mantera tertentu. Ini Anda lebih kompeten mencari referensinya (kitab suci). Yang saya ketahui hanya ada sukhavati berkilau di sebelah Barat bila dilihat dari lautan Dharmakaya, mungkin ini yang dimaksud Buddha Gautama waktu itu.

Lebih lanjut saya enggan menjelaskan, karena sejauh ini saya lihat belum ada anggota forum yang cukup terbuka pikirannya, rata-rata masih di bawah standar moralitasnya serta terlalu fanatik pada sutta/sutra. Jadi singkatnya belum jodoh.

Oke, semoga menjelaskan. Jika kaji kitab lagi, saya jujur tidak kompeten.

Terima kasih.

 _/\_
berdasarkan apa? pengalaman pribadi?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #84 on: 13 March 2013, 09:41:41 PM »
dari kalimat "84.000 dhammakkhanda", timbul pertanyaan:
1. apa sih definisi dhammakkhanda itu? lalu kriteria apa yg digunakan untuk mengelompokkan suatu dhamma sbg satu kelompok tersendiri?
2. apa angka 84.000 itu angka fixed atau lebih kurang? lalu adakah buku yg menyajikan rincian dhammakkhanda2 tsb?

Seperti jawaban saya sebelum2nya, hal ini sulit diketahui dengan pasti, karena satu2nya yang menyatakan hal ini hanya Bhikkhu Ananda yang tidak bisa kita tanyai lagi....

Saran saya sederhana: Memperluas sampel pengamatan (terhadap kata 84.000 tersebut). Saya tidak tertarik membahas spiritualisme dengan mengkaji kitab. Bagi saya spiritualisme dijalankan (dipraktekkan), bukan dikira-kira atau ditafsir-tafsir maknanya dari kitab, apalagi jika sudah ada kesimpulan tertentu, bahwa makna harfiah dan kiasan tetap sama (ujung-ujungnya merujuk pada JMB8 ).

Baik, mungkin itu di luar topik.

Jika referensinya selalu sutra ataupun sutta, jujur bukan kompetensi saya. Namun yang saya ketahui Buddha Amitabha mengajar di Sukhavati sebelah Barat, dan salah satu jalan untuk mencapai kesana adalah dengan menyebut/melafal mantera tertentu. Ini Anda lebih kompeten mencari referensinya (kitab suci). Yang saya ketahui hanya ada sukhavati berkilau di sebelah Barat bila dilihat dari lautan Dharmakaya, mungkin ini yang dimaksud Buddha Gautama waktu itu.

Lebih lanjut saya enggan menjelaskan, karena sejauh ini saya lihat belum ada anggota forum yang cukup terbuka pikirannya, rata-rata masih di bawah standar moralitasnya serta terlalu fanatik pada sutta/sutra. Jadi singkatnya belum jodoh.

Oke, semoga menjelaskan. Jika kaji kitab lagi, saya jujur tidak kompeten.

Terima kasih.

 _/\_

Kalo memang anda tidak berkompeten untuk membahasnya lebih lanjut, berarti saya juga tidak bisa menanggapi anda lebih jauh lagi.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Master

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 20
  • Reputasi: -1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #85 on: 13 March 2013, 11:21:50 PM »
 [at] ariya
aku lebih cenderung 84000 ajaran adalah cara untuk mencapai Nibbana.
kalo lebih sederhananya
Jalan Utama Beruas Delapan adalah batang pohon
aliran2 yang ada seperti zen, theravada, mahayana, tantra dll adalah dahan pohon
84000 ajaran adalah ranting dan daun pohon

tinggal anda menginginkan cara mana yang anda tempuh untuk mencapai Nibbana. cara mana yang anda suka itu?

juga bisa benar apa kata sdr sunya 84000 ajaran cuman kiasan dalam arti cara untuk mencapai Nibbana sangat2 banyak maka disebutkan 84000 ajaran tersebut. seperti halnya pat kwa katanya kalo dikombinasikan bisa menjadi 64000 kombinasi.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #86 on: 14 March 2013, 07:00:42 AM »
[at] ariya
aku lebih cenderung 84000 ajaran adalah cara untuk mencapai Nibbana.
kalo lebih sederhananya
Jalan Utama Beruas Delapan adalah batang pohon
aliran2 yang ada seperti zen, theravada, mahayana, tantra dll adalah dahan pohon
84000 ajaran adalah ranting dan daun pohon

tinggal anda menginginkan cara mana yang anda tempuh untuk mencapai Nibbana. cara mana yang anda suka itu?

juga bisa benar apa kata sdr sunya 84000 ajaran cuman kiasan dalam arti cara untuk mencapai Nibbana sangat2 banyak maka disebutkan 84000 ajaran tersebut. seperti halnya pat kwa katanya kalo dikombinasikan bisa menjadi 64000 kombinasi.

Berikut kutipan dari Bhikkhu Sujato tentang keberagaman tradisi/aliran Buddhis yang saya ambil dari bukunya "A History of Mindfulness" (sedang dalam proses terjemahan):

Quote
Kerancuan Tradisi

Adalah implisit dalam penyataan menjadi seorang “Buddhis” bahwa seseorang meyakini bahwa Dhamma berasal dari Sang Buddha sendiri melalui penyebaran ajaran-Nya oleh tradisi-tradisi. Kita harus mengambil pernyataan ini secara serius. Sebagai seorang bhikkhu saya menyadari bahwa, dalam pengertian yang sangat nyata, saya adalah bahan dan pewaris spiritual dari Sang Buddha. Para umat Buddha yang taat memberikan saya nasi dan kari, seperti juga pada masa lampau orang-orang India memberikan Siddhattha Gotama nasi dan kari, karena mereka menganggap saya seorang pengikut sejati, seorang “Putra Sakya”. Akan tidak tulus, bahkan curang, bagi saya untuk memakan dana makanan itu sementara pada waktu yang sama meyakini, mempraktekkan, atau mengajarkan hal-hal yang saya ketahui bahwa Siddhattha Gotama tidak akan menyetujuinya.

Ini menimbulkan beberapa masalah yang menarik dan menantang. Jelas bahwa keberadaan budaya-budaya yang ada yang semuanya menyatakan sebagai “Buddhis” sangat berbeda dalam keyakinan dan praktek mereka. Seringkali ini hanyalah perbedaan budaya seraya Dhamma-Vinaya menyesuaikan dirinya pada waktu dan tempat. Umat Buddha Taiwan melakukan pelantunan [kebaktian] mereka dalam bahasa Mandarin, sedangkan umat Buddha Thai melakukannnya dalam bahasa Pali; tidak ada yang membuat masalah besar tentang hal-hal seperti ini. Bagaimanapun, Sang Buddha sendiri meminta para pengikut-Nya untuk mempelajari Dhamma dalam bahasa mereka sendiri, dan tidak bersikeras pada dialek-dialek lokal.

Namun, aspek-aspek lain dari Buddhisme kultural sangat berlawanan dengan Dhamma. Sebuah contoh yang mengganggu dari hal ini adalah penggunaan bahasa dan konsep Buddhis untuk membenarkan perang, yang telah merusak banyak negera-negera Buddhis. Tidak ada penyesuaian budaya yang tidak berbahaya, tetapi suatu perbuatan yang sepenuhnya tidak wajar atas ajaran-ajaran Sang Buddha.

Fakta-fakta yang tidak menyenangkan demikian menuntut bahwa kita berhenti dan menyelidiki tradisi-tradisi lebih dekat. Ini hanya tidak cukup bagus untuk menerima dengan kepercayaan yang tidak diselidiki mitos-mitos, kisah-kisah, dan dogma-dogma dari aliran-aliran. Sebagai orang-orang yang memiliki komitmen untuk memahami dan menjalankan pesan dari Sang Bijaksana Sakya, terdapat suatu kewajiban untuk dengan jujur mempertanyakan tentang apa, persisnya, yang diajarkan Guru kita. Kita tahu bahwa tradisi-tradisi menjadi salah dalam beberapa kasus. Tetapi contoh-contoh yang jelas, tidak rancu adalah dalam minoritas. Terdapat suatu kekayaan dari ajaran-ajaran lain yang diberikan kepada kita oleh aliran-aliran, yang beberapa darinya berbeda satu sama lainnya dalam huruf; dan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik daripada kepercayaan buta sebelum kita dapat dengan cerdas menyimpulkan apakah mereka lakukan, atau tidak lakukan, juga berbeda dalam maknanya.

Semua aliran Buddhisme yang ada berbagi sekumpulan besar ajaran yang sama, tetapi juga memasukkan sekumpulan besar ajaran yang berbeda. Tidak diragukan bahwa para pendiri dan pengembang berbagai aliran itu meyakini bahwa terdapat perbedaan ajaran yang bermakna, yang asli di antara aliran-aliran. Semua aliran sepaham bahwa mereka tidak sepaham. Ini cukup ditunjukkan dengan sejumlah besar bahan polemik yang memenuhi rak-rak kanon Buddhis. Dan, pada umumnya, aliran-aliran juga sepaham pada apa yang mereka tidak sepaham. Sebuah teks aliran Theravāda dapat mengatakan bahwa ajaran “pribadi” dari aliran Puggalavāda bertentangan dengan ajaran bukan-diri; sedangkan teks-teks Puggalavāda akan dengan penuh semangat membantah bahwa ajaran tentang “pribadi” berada dalam cara yang benar untuk menafsirkan bukan-diri. Mempertimbangkan situasi ini, tampaknya agak gegabah untuk menyatakan, seperti yang dilakukan beberapa Buddhis modernis, bahwa tidak ada perbedaan, atau bahwa perbedaan itu tidak penting. Apa yang diperlukan bukanlah kata-kata basa-basi hambar melainkan suatu metodologi yang diperbaiki, suatu cara mendekati ajaran-ajaran yang diturunkan, bukan dari perspektif atau ajaran-ajaran dari aliran tertentu mana pun, tetapi dari suatu evaluasi sensitif dari tradisi tekstual seperti yang dihidupkan oleh para umat Buddha. Yin Shun, bhikkhu sarjana yang terkemuka dari Buddhisme Taiwan modern, mengungkapkan perasaan yang sama dalam otobiografinya.

Walaupun “tanpa-perselisihan” adalah baik, sinkretisme yang diterjemahkan dengan terampil yang tidak mengetahui di mana dan mengapa perbedaan-perbedaan dapat terlalu jauh, terlalu umum, dan samar-samar.

Untuk memahami asal mula dan transformasi Buddha Dharma dalam konteks spasial dan temporal tertentu dalam dunia yang sebenarnya perlahan-lahan menjadi prinsip pencarian saya terhadap Buddha Dharma.

Kematian Mitos

Adalah suatu ciri khas yang mengejutkan, umum pada semua aliran, bahwa mereka merasa kebutuhan untuk membenarkan ajaran tertentu mereka secara mitologis – inilah apa yang semua agama lakukan. Selama 2500 tahun, Buddhisme telah terus-menerus berubah, menyesuaikan diri, berkembang; tetapi mitos aliran-aliran bersikeras bahwa Dhamma tetap sama. Demikianlah Theravāda bersikeras bahwa Abhidhamma Theravāda telah diajarkan Sang Buddha di surga Tāvatiṁsa selama pengasingan diri musim hujan-Nya yang ketujuh. Mahāyāna menyatakan bahwa sūtra-sūtra Mahāyāna ditulis pada masa Sang Buddha, disimpan di alam naga di bawah laut, kemudian didapatkan kembali oleh Nāgārjuna 500 tahun kemudian. Zen menyatakan otoritas dari suatu transmisi oral esoteris di luar kitab suci yang berasal dari Mahā Kassapa, yang disimbolkan oleh senyuman Mahā Kassapa ketika Sang Buddha memegang sekuntum teratai. Semua ini adalah mitos, dan tidak layak dianggap serius sebagai penjelasan atas kebenaran historis. Tujuannya, sebagai mitos, tidak untuk menjelaskan fakta-fakta, tetapi untuk mengesahkan keyakinan religius. Mereka mengatakan pada kita, bukan bagaimana ajaran-ajaran menjadi ada, tetapi bagaimana para penganutnya merasakannya. Dengan cara ini, mitos menawarkan suatu pelengkap yang tidak tergantikan atas sejarah, dan tidak seharusnya diabaikan. Apa yang saya kritik di sini bukanlah mitos sebagai mitos, tetapi mitos sebagai sejarah: kesalahan naif bersikeras bahwa kisah-kisah dari tradisi-tradisi adalah berdasarkan fakta. Mitos-mitos berdiri sebagai suatu penolakan yang menyolok atas ketidakkekalan, dan juga sub-tema dari karya ini adalah untuk memperhatikan ironi perih tentang bagaimana upaya yang amat sangat untuk mempertahankan ajaran-ajaran, sehingga “Dhamma sejati dapat bertahan dalam waktu lama”, cenderung menuju sesuatu yang menganggap waktu sebagai nyata.

Salah satu pelajaran terbesar dari sejarah, mungkin pelajaran yang terbesar, adalah bahwa akal menggantikan mitos. Terdapat sesuatu tentang pikiran manusia yang tidak dapat terus-menerus mempercayai suatu penjelasan mitos untuk apa yang dapat kita pahami melalui akal. Penjelasan mitos memenuhi suatu tujuan; mereka menciptakan suatu pengertian makna dan identitas bersama yang memuaskan dan menegaskan diri sendiri. Tetapi akal juga adalah suatu kekuatan positif, karena ia menganggap bahwa pikiran manusia dapat mendekati kebenaran. Karena penjelasan rasional atas pernyataan-pernyataan religius semakin maju, ini menjadi semakin bosan mempertahankan dua struktur kepercayaan yang tidak bersesuaian bersebelahan. Mitos-mitos menjadi tidak berguna. Tidak lagi meyakinkan secara inheren, mereka menjadi berlebih-lebihan dan akhirnya mati. Inilah pasang surut waktu yang tidak dapat ditawar lagi.

Ketika studi sejarah modern Buddhisme dimulai pada pertengahan abad ke-19 terdapat, sebagai suatu hasil dari mitologi-mitologi yang bersaing (tidak untuk menyebutkan mitos Hindu yang bahkan lebih menyesatkan), kebingungan yang sangat amat tentang gambaran sejarahnya. Dalam ledakan antusias rasionalis, para sarjana bersiap-siap untuk mempertanyakan apakah mitos memiliki dasar faktual sama sekali. Apakah ada hubungan historis antara agama-agama yang berbeda yang dijalankan di tempat-tempat yang terpisah jauh seperti Sri Lanka, Tibet, dan Jepang? Apakah Sang Buddha benar-benar ada? Apakah Beliau hanyalah dewa-matahari? Apakah Beliau seorang nabi Etiopia? Apakah yang Beliau ajarakan? Dapatkah kita mengetahuinya? Tradisi manakah yang paling dapat dipercaya (atau setidaknya tidak dapat dipercaya)? Karena tradisi-tradisi telah sangat terpisah karena kekuatan sejarah – terutama penghancuran Buddhisme di India – mereka memiliki sedikit informasi tentang satu sama lainnya, dan masing-masing menyatakan keunggulannya sendiri. Masing-masing aliran mempertahankan tradisinya dalam kumpulan yang luas dari berjilid-jilid naskah kuno yang sulit dimengerti dan sulit dibaca dalam bahasa-bahasa yang sangat berbeda (Mandarin, Tibet, Pali, dan bahasa-bahasa India lainnya seperti Sanskrit). Tetapi perlahan-lahan bukti dikumpulkan. Tradisi-tradisi dibandingkan; penemuan arkeologis menegaskan fakta-fakta kunci. Kronologi Sri Lanka yang berusia 1500 tahun menyebutkan nama-nama bhikkhu Kassapa, Majjhima, dan Durabhisara yang dikirimkan pada masa Aśoka sebagai misionaris dari Vidisa ke Himalaya; sebuah stupa digali di Vidisa dan nama-nama para bhikkhu ini ditemukan di sana, yang dipahatkan dalam huruf-huruf yang penanggalannya dekat dengan masa Aśoka, dan mencatat bahwa mereka adalah para guru Himalaya.  Pada awal abad ke-20, dalam karya-karya oleh para sarjana seperti T. W. Rhys Davies, yang tulisan-tulisannya tetap mempertahankan nilainya saat ini, skema yang akurat diambil. Masih ada perdebatan pada awal pertengahan abad ke-20, meskipun, karena bukti masih dikumpulkan, teks-teks baru disusun, dan studi baru dilakukan.

Namun, sejak awal tahun 1882 seorang sarjana bernama Samuel Beal menerbitkan serangkaian kuliah yang berjudul Buddhist Literature in China. Ini memasukkan informasi tentang proses penerjemahan ke dalam bahasa Mandarin, dan contoh terjemahan dari beberapa lapisan utama teks-teks Buddhis – Sutta-Sutta awal, Jātaka-Jātaka, dan sebuah teks Mahāyāna. Ia menyatakan sebagai berikut:

Parinibbāna, Brahmajāla, Sigalovada, Dhammacakka, Kasi-Bhāradvadja, Mahāmangala; semua ini telah saya temukan dan bandingkan dengan terjemahan dari bahasa Pali, dan menemukan bahwa pada pokoknya mereka adalah identik. Saya tidak mengatakan secara harfiah sama; mereka berbeda dalam poin-poin kecil, tetapi identik dalam alur dan semua rincian yang penting. Dan ketika kumpulan Vinaya dan Āgama sepenuhnya diselidiki, saya memiliki sedikit keraguan kita akan menemukan kebanyakan jika tidak semuanya sutta-sutta Pali dalam bentuk Mandarin.

Lebih dari satu abad kemudian, studi perbandingan yang seksama yang didorong oleh Beal masih kurang. Namun, beberapa kemajuan telah dibuat. Pada tahun 1908 seorang sarjana Jepang bernama M. Anesaki menerbitkan bukunya “The Four Buddhist Āgamas in Chinese: A concordance of their parts and of the corresponding counterparts in the Pali Nikāyas”.  Ini diikuti pada tahun 1929 oleh Chizen Akanuma dalam The Comparative Catalogue of Chinese Āgamas and Pali Nikāyas,  sebuah katalog komprehensif dari semua kotbah-kotbah awal yang diketahui ada dalam Pali dan Mandarin, dan sedikit teks yang tersedia dalam bahasa Tibet dan Sanskrit. Penemuan-penemuan ini ditambahkan dalam studi historis yang berskala penuh seperti Étienne Lamotte dalam History of Indian Buddhism dan A. K. Warder dalam Indian Buddhism. Studi-studi telah sangat menegaskan hipotesis awal Beal – Āgama-Āgama Mandarin dan Nikāya-Nikāya Pali hampir identik dalam ajaran. Mereka adalah dua turunan yang berbeda dari kumpulan teks yang sama. Teks-teks ini – secara populer ditunjuk hanya sebagai “Sutta-Sutta” – dikumpulkan oleh generasi pertama para pengikut Sang Buddha, sebelum masa pemisahan sektarian. Mereka adalah Buddhisme prasektarian. Walaupun mereka biasanya dianggap sebagai ajaran-ajaran “Theravāda”, ini tidak demikian. Sarjana David Kalupahana melanjutkan sejauh menyatakan bahwa tidak ada satu pun kata Theravāda dalam Nikāya-Nikāya Pali (walaupun saya pikir ini pernyataan yang sedikit berlebihan.) Sumbangsih para sarjana kebanyakan terbatas pada penetapan pengaturan akhir teks-teks dan standarisasi dialek. Penambahan gagasan sektarian adalah sedikit dan biasanya dengan siap dapat dikenal. Lamotte berkomentar:

Namun, dengan pengecualian penambahan Mahāyanis dalam Ekottara, yang dengan mudah dapat dibedakan, perbedaan-perbedaan yang dipertanyakan [antara Nikāya-Nikāya dan Āgama-Āgama] tidak mungkin mempengaruhi apa pun kecuali metode pengungkapan atau penyusunan dari pokok-pokok bahasan. Dasar ajaran yang umum pada Nikāya-Nikāya dan Āgama-Āgama sangat seragam. Namun, dipertahankan dan disebarkan oleh aliran-aliran, sūtra-sūtra tidak merupakan naskah-naskah skolastik, tetapi merupakan warisan bersama dari semua aliran.

Semua teks lainnya, termasuk Jātaka, Abhidhamma dari berbagai aliran, sūtra-sūtra Mahāyāna, dan seterusnya, dituliskan kemudian. Relatif sedikit dari ajaran-ajaran ini dianut sama antara aliran-aliran; yaitu, mereka adalah Buddhisme sektarian. Walaupun lensa kritik historis, gambar besar dari kemunculan dan perkembangan ajaran-ajaran ini dapat ditelusuri dengan sangat jelas, dalam dinamika internal dari evolusi ajaran dan dalam tanggapan Buddhisme pada lingkungan budaya, sosial, dan religius yang berubah-ubah. Tidak ada bukti bahwa ajaran-ajaran khusus dari teks-teks ini – yaitu, ajaran-ajaran yang bukan hanya ditemukan dalam Sutta-Sutta awal – berasal dari Sang Buddha. Alih-alih, teks-teks ini seharusnya dianggap sebagai jawaban yang diberikan para guru dari masa kuno atas pertanyaan: “Apakah makna Buddhisme bagi kami?” Setiap generasi berikutnya pasti melakukan tugas sulit dalam prinsip penafsiran, akulturasi kembali Dhamma pada waktu dan tempat. Dan kita, dalam masa-masa kita yang menggemparkan, yang demikian berbeda dari mereka dari masa atau budaya Buddhis masa lampau, harus menemukan jawaban kita sendiri. Dari perspektif ini, ajaran-ajaran aliran-aliran memberikan pelajaran-pelajaran yang tidak ternilai, suatu kekayaan teladan yang telah diwariskan kepada kita oleh para nenek moyang kita dalam keyakinan.

Memahami dasar historis dari Buddhisme menyediakan suatu landasan yang bermakna untuk menghargai landasan bersama dari aliran-aliran. Mitos-mitos tradisional tentang asal mula teks-teks Buddhis menjalankan tujuan polemik, yang menentukan dalam mengesahkan posisi ajaran tertentu dari aliran-aliran. Ini bukan untuk merendahkan peranan religius yang penting yang dimainkan mitos-mitos dalam Buddhis; sebaliknya, kita akan melihat bahwa kitab-kitab Buddhis selalu ditanamkan dalam kisah spiritual, yang memberi napas kehidupan ke dalam ajaran-ajaran. Tujuan kita bukan untuk mengkritik aliran-aliran, tetapi untuk membedakan yang penting dari yang tidak penting.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #87 on: 14 March 2013, 10:42:02 AM »
saya menebak tidak lama lagi dilbert akan muncul

wkwkwkwkwk... sorry telat muncul-nya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #88 on: 14 March 2013, 11:15:56 AM »
[at] ariya
aku lebih cenderung 84000 ajaran adalah cara untuk mencapai Nibbana.
kalo lebih sederhananya
Jalan Utama Beruas Delapan adalah batang pohon
aliran2 yang ada seperti zen, theravada, mahayana, tantra dll adalah dahan pohon
84000 ajaran adalah ranting dan daun pohon

tinggal anda menginginkan cara mana yang anda tempuh untuk mencapai Nibbana. cara mana yang anda suka itu?

juga bisa benar apa kata sdr sunya 84000 ajaran cuman kiasan dalam arti cara untuk mencapai Nibbana sangat2 banyak maka disebutkan 84000 ajaran tersebut. seperti halnya pat kwa katanya kalo dikombinasikan bisa menjadi 64000 kombinasi.

Termasuk Falun Dafa (Falun Gong) ?

Kutipan dari Buku Zhuan Falun...
"Falun Gong berasal dari Falun Xiulian Dafa aliran Buddha.
Ia adalah suatu metode istimewa dari Qigong Xiulian aliran
Buddha, tetapi memiliki ciri khas yang berbeda dengan
metode Xiulian aliran Buddha umumnya."
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: Tentang 84.000 Ajaran
« Reply #89 on: 14 March 2013, 01:41:15 PM »
[at] ariya
aku lebih cenderung 84000 ajaran adalah cara untuk mencapai Nibbana.
kalo lebih sederhananya
Jalan Utama Beruas Delapan adalah batang pohon
aliran2 yang ada seperti zen, theravada, mahayana, tantra dll adalah dahan pohon
84000 ajaran adalah ranting dan daun pohon

tinggal anda menginginkan cara mana yang anda tempuh untuk mencapai Nibbana. cara mana yang anda suka itu?

juga bisa benar apa kata sdr sunya 84000 ajaran cuman kiasan dalam arti cara untuk mencapai Nibbana sangat2 banyak maka disebutkan 84000 ajaran tersebut. seperti halnya pat kwa katanya kalo dikombinasikan bisa menjadi 64000 kombinasi.

Perumpamaan cabang di sini artinya terpisah2 ke arah yang berlainan?

Bagaimana Theravada disebut sebagai cabang kalau nyatanya Theravada adalah kesinambungan yang tak terputuskan sejak Buddha Gotama hingga sekarang?  Jubahnya masih sama, pokok dhamma-vinaya nya juga masih sama.  Ini seperti istilah, karena kelompokku dianggap pecahan, maka kalian kelompok lain juga mesti termasuk pecahan pula. cpddd.  :whistle:
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

 

anything