//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - 4DMYN

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 29
1
perbedaan secara prinsip itu dimana? GM Lu Sheng Yen  mengajarkan ajaran Buddha dengan baik. Saya juga sudah mempelajari ajaran dari aliran-aliran lain, dan menurut saya sama sekali tidak bertentangan. Mengenai kepemilikan, saya pernah mengunjungi satu vihara non-TBSN yang luasnya saja berkali-kali lipat lapangan sepak bola. Yang jelas-jelas fasilitas di dalam viharanya  lebih menyerupai hotel ketimbang rumah biasa.
 

pasti ini vihara Maitreya, yah sejenis dengan TBSN.

Quote
tidak mengeluarkan uang sepeserpun itu karena ada donatur yang sukarela memberikan dana, kalau tidak ada orang-orang seperti Anathapindhika  dan Buddha tidak mau menggunakan uangnya untuk membangun vihara, maka tidak akan ada perkumpulan sangha. Mau ada organisasi harus ada uang, mau pakai baju harus ada uang, mau bikin vihara juga harus ada uang.. mana mungkin ada vihara kalau tak ada dana..
btw kalau sangha dari aliran lain naik mobil bagus gak pernah ada yang protes, tapi kalau GM Lu Sheng Yen naik mobil bagus sedikit saja banyak yang protes, kenapa ya?



Anda begitu yakin bahwa Sang Buddha tidak akan dapat mendirikan perkumpulan Sangha jika tidak ada orang2 spt Anathapindika? jadi menurut anda berkat Anathapindika lah maka Sang Buddha dapat mendirikan perkumpulan Sangha?

anda tidak paham kata-kata saya, coba anda pahami dulu apa makna kata-kata saya. untuk mendirikan sangha, apabila tak ada bantuan dari donatur, Sang Buddha harus mengeluarkan uang sendiri.


2
Ada yang bisa memberi bantuan jawaban untuk referensi kitab yg gw tanya?
aduh bro.. bukannya ga mau jawab. tapi ga tau... ga pernah denger di buddhis ada hakim menghakimi...
saya juga bingung gimana mungkin bodhisatva ksitigarba menghakimi? aneh ...

iya, yang saya tahu "menghakimi" itu adalah di kepercayaan lain, maka itu jika di aliran TBSN ada proses menghakimi ini maka saya ingin tahu ada referensi dari kitab apa? Apakah di Bardo Thodol?
Mungkin para murid dari Master Lu bisa memberi jawaban..

Dan untuk murid Master Lu yang bisa berdiskusi tanpa OOT dan tanpa marah2, jangan lupa juga tentang nama Mahasiddha yang memperagakan kesaktian untuk menarik umat, buat saya cocokkan dengan buku yang saya punya.

coba buka ebook 84 maha siddha  dari bhumishambara, halaman 9. kisah tentang virupa. Mahasiddha Virupa juga pernah membelah sungai,  dan menghentikan matahari.

kutipannya berikut:

Virupa pergi ke suatu tempat yang disebut Indra, negeri para penyembah berhala. Di tempat ini, terdapat sebuah arca Dewa Shiva Maheshvara yang tingginya delapan puluh satu meter. Penduduk berkata kepada Virupa agar menghormat pada arca dewa tersebut, namun Virupa menjawab, "Tak ada aturan di mana kakak menghormat pada adiknya." Raja bersama pengiringnya kemudian berkata kepadanya, "Bila engkau tidak mau menghormat, kami akan membunuhmu." Sebaliknya Mahasiddha berkata, "Berdosa bagiku memberi penghormatan kepadanya, aku tak mau menyembahnya.".  "Biarlah dosanya menimpa diriku," kata sang raja.

Pada saat Mahasiddha menangkupkan kedua tangannya dan bersujud, arca besar Dewa Shiva itu pecah terbelah. Terdengar suara dari angkasa, "Aku berjanji untuk mendengarkanmu." setelah beranjali, arca tersebut pulih seperti sediakala. Orang-orang yang telah membuat persembahan kepada arca beralih mempersembahkannya kepada Mahasiddha. Mereka kemudian menjadi penganut Buddhis.

masih  banyak puluhan kisah-kisah lainnya dimana seorang Master Buddhist memperagakan kekuatan Abhinna untuk menarik umat. Salah satu yang paling saya kagumi adalah Yang Arya Shantideva.



3
Sang Buddha menolak pemberian setengah kerajaan, karena kalau beliau menjadi raja, maka tidak akan terbentuk komunitas sangha.  Tapi Sang Buddha tidak menolak pemberian vihara yang menghabiskan 3/5 harta saudagar kaya raya pada jaman tersebut.  Menjadi pertanyaan untuk rekan-rekan disini, Mengapa Sang Buddha enggak meminta Anathapindhika untuk membuatkan gubuk kecil dan sederhana saja? ketimbang membangun vihara yang menghabiskan 3/5 harta Anathapindhika? Coba bayangkan kalau Warren Buffet  mendonasikan 3/5 kekayaannya untuk seseorang bhiksu, seberapa besar vihara yang bisa dibangunnya? mungkin bhiksu tersebut bisa membangun vihara 108 lantai di tengah-tengah kota New York.   Di jaman sekarang, persembahan Rolls Royce itu adalah persembahan yang sangat kecil. 

Sang Buddha tidak pernah melarang orang membangun Vihara, karena membangun Vihara adalah perbuatan Baik dan Vihara sangat bermamfaat bagi para Bhikkhu dan serta umat awam yang mau melakukan praktek Dhamma. Vihara bukan utk pribadi tetapi untuk umum.
Anathapindika Membangun Vihara dengan mengorbankan harta nya. Dan hal ini memang Keyakinan (sadha) terhadap sang Tiratana,  jasanya tentu tak terhitung, dan kita sendiri melihat beliau mencapai Sotapana pada kehidupan ini.
 _/\_
betul, saya setuju sekali.  persembahan Rolls Royce kepada seorang Bhiksu yang tercerahkan juga merupakan perbuatan baik dan sangat bermanfaat bagi para Bhiksu.

4
Mengenai sadhana abhicaruka, saya juga no comment. Yang saya mau tekankan adalah bukti historik menunjukkan bahwa Sang Buddha tidak pernah membunuh atau mengajarkan pembunuhan (meskipun untuk menolong).

Di zaman dahulu, tidak ada jalan raya. Gajah dan kuda hanya "kendaraan" yang digunakan untuk membuat seseorang lebih cepat sampai di tujuan dan agar penunggang tidak letih dalam menempuh perjalanan. Sang Buddha dan para bhikkhu tidak mengambil kenyamanan duniawi ini. Namun pada zaman sekarang, sudah penuh dengan jalan raya. Bila bhikkhu harus berjalan kaki di jalan raya, itu jelas tidak efektif. Menurut saya bhikkhu pergi ke tujuan dengan naik mobil atau pesawat terbang itu tidak apa-apa. Asalkan pikirannya jangan mendambakan kenyamanan tersebut. Namun yang saya singgung di postingan sebelumnya adalah, LSY memiliki Roll Royce sebagai hak milik pribadinya. Apakah seorang bhikkhu boleh memiliki aset? Menurut saya itu tidak boleh, sebab prinsip bhikkhu (ala Buddha Gotama) adalah melepaskan keluarga, strata, harta maupun tahta. Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa prinsip Buddha Gotama dan LSY jelas berbeda.
perbedaan secara prinsip itu dimana? GM Lu Sheng Yen  mengajarkan ajaran Buddha dengan baik. Saya juga sudah mempelajari ajaran dari aliran-aliran lain, dan menurut saya sama sekali tidak bertentangan. Mengenai kepemilikan, saya pernah mengunjungi satu vihara non-TBSN yang luasnya saja berkali-kali lipat lapangan sepak bola. Yang jelas-jelas fasilitas di dalam viharanya  lebih menyerupai hotel ketimbang rumah biasa.
 
Quote
Yang diperlukan seorang bhikkhu hanyalah makan untuk bertahan hidup, pakaian untuk menutupi tubuh, dan tempat tinggal untuk berteduh. Jika semua sudah terpenuhi, uang pun menjadi tidak diperlukan lagi. Buddha Gotama memang tidak pernah membebani diri-Nya dan Sangha dengan uang. Kalau ada umat mendanakan vihara, Sang Buddha bisa menerimanya. Tapi kalau ada umat mendanakan uang untuk bangun vihara, Sang Buddha tidak menerimanya. Sedangkan LSY mencari dukungan dan menerima donasi dari umat, menyimpan uangnya, lalu digunakan untuk mengembangkan TBSN. Jadi sebenarnya TBSN memang sebuah produk marketing. Sedangkan Sangha yang didirikan Sang Buddha merupakan sebuah jalan hidup yang justru didukung oleh orang-orang dan simpatisan. Ini perbedaan lainnya.
Jaman sekarang ini mana ada orang mau menyumbang begitu saja? coba anda pikir kenapa banyak orang di luar sana memberikan sumbangan materi luar biasa besar kepada Master Lu Sheng Yen ? karena GM Lu Sheng Yen sudah membantu memecahkan masalah mereka.
Di jaman Sang Buddha, beliau juga menerima persembahan melimpah ruah dari umat-umatnya, kenapa Sang Buddha menerima vihara Jetta yang dibangun dengan 3/5 kekayaan Anathapindhika ?  bukankah sebuah  rumah sederhana saja cukup untuk melatih diri?

Quote
Sang Buddha tidak mengeluarkan sepeser uang pun untuk menyebarkan Ajaran-Nya, sebab Beliau sendiri tidak punya uang sepeser pun. Sikap Sang Buddha mengundang banyak simpatisan, sehingga banyak dermawan yang menyokong kebutuhan Sangha. Seumpamanya tidak ada dermawan yang menyokong Sangha, Sang Buddha juga tetap tidak akan menggunakan uang-Nya. Sebab Sang Buddha tidak punya uang sepeser pun.
tidak mengeluarkan uang sepeserpun itu karena ada donatur yang sukarela memberikan dana, kalau tidak ada orang-orang seperti Anathapindhika  dan Buddha tidak mau menggunakan uangnya untuk membangun vihara, maka tidak akan ada perkumpulan sangha. Mau ada organisasi harus ada uang, mau pakai baju harus ada uang, mau bikin vihara juga harus ada uang.. mana mungkin ada vihara kalau tak ada dana..
btw kalau sangha dari aliran lain naik mobil bagus gak pernah ada yang protes, tapi kalau GM Lu Sheng Yen naik mobil bagus sedikit saja banyak yang protes, kenapa ya?


5
ajaran Buddha tidak pernah Out Of Date, karena bukan seperti ajaran sains yang berkembang seiring dengan penemuan baru, sesuai dengan konsep ada penemuan baru maka ada yang out of date. karena itu Dharma tidak bertambah maupun tidak berkurang, tidak pernah usang maupun Out Of Date.
cuma jika membandingkan kondisi di Jaman Sang Buddha dengan kondisi jaman sekarang, saya rasa koq gak mungkin kalau semua bhiksu-bhiksu disuruh kembali ke tradisi jaman Sang Buddha, berjalan kaki berpindapata dan membabarkan dharma. Bhiksu-bhiksu jaman sekarang butuh kendaraan dan pesawat terbang.
Bro 4DMYN, penggunaan kendaraan apakah kuda, Roll Royce atau jet tidak pernah dipermasalahkan.
Ada kisah Buddha diundang oleh Culasubhadda, anak dari Anathapindika, yang berjarak 120 Yojana. Sakka memerintahkan para deva membuatkan kendaraan terbang bagi Buddha dan 500 bhikkhu.
jaman sekarang saya tidak pernah melihat ada bhiksu yang mampu memanggil dewa Sakka untuk membuatkan kendaraan terbang. jadi kalau enggak ada kendaraan terbang dewa Sakka, saya kira wajar-wajar saja kalau bhiksu kemudian naik kendaraan terbang buatan manusia, dengan menggunakan duit umat. :)

Quote
Yang dipermasalahkan di sini adalah kepemilikan dari kendaraan itu. Jaman itu juga sudah digunakan kuda dan gajah sebagai kereta, tetapi tidak ada bhikkhu yang punya kereta tersebut dengan alasan kemudahan pembabaran dhamma. Bahkan kesaktian pindah tempat pun tidak digunakan dengan alasan mudah menyebarkan dhamma.
Pengetahuan anda rupanya tidak up to date, coba anda baca kisah bhiksu Xuan Zang (玄奘). Beliau mengambil kitab suci ke India menaiki kuda putih pemberian raja.  Apakah ini berarti tidak ada bhiksu yang memiliki kendaraan untuk membabarkan Dharma? kisah beliau begitu heroik , sampai-sampai menjadi kisah legenda "Kera Sakti".

Quote
Kalau menurut saya pribadi, seharusnya umat yang mencari dan mendatangi sang guru. Reputasi tentang pengetahuan dan tindakan sang guru itu yang membuatnya masyhur dan dicari orang. Maka itu, tidak perlu Buddha Gotama yang terkenal dengan kesempurnaan pengetahuan dan tindak tanduk meminta fasilitas untuk menyebarkan ajaran seluas-luasnya.
Rupanya anda ini tipikal orang yang senang menutupi fakta.  Sampai hari ini saya tidak pernah  menjumpai bhiksu dari aliran manapun (Tantrayana, Mahayana, Theravada) berjalan kaki untuk membabarkan Dharma.  Kalau bhiksu naik mobil saya pernah jumpa, bahkan sering.

Quote
Dalam kasus LSY, yang terjadi adalah sebaliknya. Sang "guru" yang seharusnya dicari dan dikunjungi, malah mencari-cari fasilitas untuk menyebarkan ajarannya. Bukankah terlihat perbedaannya? 

mana ada mencari fasilitas? fasilitas itu diberikan setelah Sang "guru" berhasil membantu menyelesaikan masalah muridnya. Di jaman sekarang ini, dimana semua orang serba materialistis,  mana ada orang mau memberikan Rolls Royce dengan gratis ? pikir baik-baik sebelum menulis.


6
Sang Buddha menolak pemberian setengah kerajaan, karena kalau beliau menjadi raja, maka tidak akan terbentuk komunitas sangha.  Tapi Sang Buddha tidak menolak pemberian vihara yang menghabiskan 3/5 harta saudagar kaya raya pada jaman tersebut.  Menjadi pertanyaan untuk rekan-rekan disini, Mengapa Sang Buddha enggak meminta Anathapindhika untuk membuatkan gubuk kecil dan sederhana saja? ketimbang membangun vihara yang menghabiskan 3/5 harta Anathapindhika? Coba bayangkan kalau Warren Buffet  mendonasikan 3/5 kekayaannya untuk seseorang bhiksu, seberapa besar vihara yang bisa dibangunnya? mungkin bhiksu tersebut bisa membangun vihara 108 lantai di tengah-tengah kota New York.   Di jaman sekarang, persembahan Rolls Royce itu adalah persembahan yang sangat kecil. 

7
Ada yang bisa memberi bantuan jawaban untuk referensi kitab yg gw tanya?
aduh bro.. bukannya ga mau jawab. tapi ga tau... ga pernah denger di buddhis ada hakim menghakimi...
saya juga bingung gimana mungkin bodhisatva ksitigarba menghakimi? aneh ...

iya, yang saya tahu "menghakimi" itu adalah di kepercayaan lain, maka itu jika di aliran TBSN ada proses menghakimi ini maka saya ingin tahu ada referensi dari kitab apa? Apakah di Bardo Thodol?
Mungkin para murid dari Master Lu bisa memberi jawaban..

Dan untuk murid Master Lu yang bisa berdiskusi tanpa OOT dan tanpa marah2, jangan lupa juga tentang nama Mahasiddha yang memperagakan kesaktian untuk menarik umat, buat saya cocokkan dengan buku yang saya punya.

coba buka ebook 84 maha siddha  dari bhumishambara, halaman 9. kisah tentang virupa. Mahasiddha Virupa juga pernah membelah sungai,  dan menghentikan matahari.

kutipannya berikut:

Virupa pergi ke suatu tempat yang disebut Indra, negeri para penyembah berhala. Di tempat ini, terdapat sebuah arca Dewa Shiva Maheshvara yang tingginya delapan puluh satu meter. Penduduk berkata kepada Virupa agar menghormat pada arca dewa tersebut, namun Virupa menjawab, "Tak ada aturan di mana kakak menghormat pada adiknya." Raja bersama pengiringnya kemudian berkata kepadanya, "Bila engkau tidak mau menghormat, kami akan membunuhmu." Sebaliknya Mahasiddha berkata, "Berdosa bagiku memberi penghormatan kepadanya, aku tak mau menyembahnya.".  "Biarlah dosanya menimpa diriku," kata sang raja.

Pada saat Mahasiddha menangkupkan kedua tangannya dan bersujud, arca besar Dewa Shiva itu pecah terbelah. Terdengar suara dari angkasa, "Aku berjanji untuk mendengarkanmu." setelah beranjali, arca tersebut pulih seperti sediakala. Orang-orang yang telah membuat persembahan kepada arca beralih mempersembahkannya kepada Mahasiddha. Mereka kemudian menjadi penganut Buddhis.

8
Quote from: 4DMYN
tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.

Anda berani mengaku secara terbuka bahwa ramal-meramal dan "ilmu-ilmu gaib" yang dilakukan LSY hanyalah marketing tools. Terimakasih atas sikap kooperatif Anda dalam berdiskusi. Seperti yang sudah saya nyatakan sebelumnya, Sang Buddha tidak pernah menyetujui dan mendukung untuk melakukan hal-hal tersebut. Artinya, jika sekarang ada aliran atau orang yang mengatas-namakan Buddhisme (Agama Buddha ataupun Ajaran Sang Buddha) namun melakukan hal tersebut, itu namanya tidak sesuai dengan Buddhisme.


Quote from: 4DMYN
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau  menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju  donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya  seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! .  Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha.  Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.

nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
 
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm

"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."

On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took

p. 194

off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted. 


Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.

"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.

"Yes, he is begging," was the reply.

"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"

"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"

"No."

"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only

p. 195

this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."

She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.

Jika kembali merujuk pada kisah Jataka di Mahayana, memang saddhana abhicaruka itu termasuk dalam upaya kausalya. Namun setahu saya, kisah Bodhisatta yang membunuh 500 perampok itu tidak terdapat dalam Jataka di Theravada. Membandingkan sifat-sifat Buddha Gotama di Sutta Theravada dan Buddha Gotama di Sutra Mahayana seperti membandingkan 2 orang berbeda dengan nama yang sama. Saya tidak ingin meruncingkan topik yang ini dulu...

Namun jika Anda mengutip kisah Jataka itu sebagai referensi saddhana abhicaruka, saya masih kurang setuju. Di kisah Jataka itu, yang membunuh adalah Bodhisatta. Ketika Siddhattha Gotama sudah menjadi Buddha, Beliau tidak lagi membunuh dan tidak menyetujui pembunuhan. Jadi sekali lagi: jika ada ajaran yang mengajarkan membunuh (meskipun katanya untuk menolong), itu jelas bukan Ajaran Buddha Gotama.

----------------------

Dahulu, Buddha dan Sangha menerima pemberian yang bermacam-macam dari umat. Mulai dari makanan basi, jubah, bahkan hutan sebagai tempat tinggal (vihara) untuk Sangha. Namun Sang Buddha dan Sangha tidak pernah menyimpan materi-materi duniawi seperti perhiasan, uang, kendaraan (kuda atau gajah), dipan (kursi), dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara Buddha Gotama dan LSY adalah:

  • Buddha tidak menyimpan dan memakai perhiasan ― LSY menyimpan dan memakainya
  • Buddha tidak menerima dan menggunakan gajah atau kuda sebagai kendaraan ― LSY menerima dan menggunakan Rolls Royce sebagai kendaraan
  • Buddha tidak menyimpan uang untuk membangun vihara ― LSY menerima donasi uang dan menggunakannya

Bukti historik juga membuktikan Buddha Gotama hidup dalam kesederhanaan. Buddha Gotama hidup berkelana dari satu daerah ke daerah lain; hanya memakai kain kuning sebagai jubah, dengan sebuah mangkuk, berjalan kaki tanpa menggunakan alas, tidak menyimpan uang dan perhiasan, menyebarkan Ajaran-Nya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, tidak mencari orang kaya dan justru lebih fokus pada orang-orang miskin. Buddha Gotama sering dicerca oleh petapa aliran lain di zaman-Nya sebagai petapa gundul, dan para bhikkhu (yang berpindapata) sering diejek sebagai pengemis.

Ini perbedaan jelas antara prinsip Buddha Gotama dan LSY. Saya tidak menyatakan bahwa prinsip LSY itu salah atau benar. Saya hanya menyajikan fakta bahwa prinsip LSY tidak sejalan dengan prinsip Buddha Gotama. Apakah Anda setuju?
Tentang ajaran membunuh pakai mantra, memang berasal dari tantrayana, yang notabene tercampur dengan ajaran-ajaran india. gue nocomment deh.

Kalo di jaman sekarang semua bhiksu disuruh berjalan kaki untuk menyebarkan dharma, kayaknya koq ketinggalan jaman ya, (evangelis agama tetangga sudah naik pesawat jet untuk menyebarkan agama). kalo mau mengundang bhiksu datang ke indonesia gak pake pesawat terbang kasihan juga bhiksunya. masa bhiksu disuruh pake kekuatan abhinna untuk menyeberangi lautan.

soal bhiksu menyimpan uang sebenarnya wajar-wajar saja sesuai dengan jaman. kalau jaman dahulu jadi bhiksu gak punya uang, banyak umat yang berebutan untuk berdana kepadanya. coba kalau jaman sekarang, apalagi tinggal di negeri orang bule, dimana masyarakat disana menganggap bhiksu itu pengangguran, gak berguna, dan gak menghasilkan duit. Mana mungkin bhiksu yang gak menyimpan uang bisa hidup di negeri orang bule?

Dalam konteks jaman sekarang di negeri orang bule, asalkan tidak melekat secara berlebihan pada uang, saya kira bhiksu itu masih wajar-wajar saja apabila menyimpan uang.

Btw, Sang Buddha tidak menggunakan uangnya untuk membangun vihara, karena sudah ada umat yang bermurah hati membuatkan vihara untuk beliau dan murid-muridnya. Coba pada waktu itu gak ada donatur yang murah hati, mungkin beliau sudah menggunakan uangnya sendiri  untuk membangun vihara juga.


menurut Bro 4DMYN ada sebagian ajaran Buddha Gotama yg sudah out-of-date dan perlu di amandemen untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman? begitukah?

apakah Bro 4DMYN setuju dengan ajaran Buddha Gotama bahwa "Dhamma telah sempurna dibabarkan ...dst"
ajaran Buddha tidak pernah Out Of Date, karena bukan seperti ajaran sains yang berkembang seiring dengan penemuan baru, sesuai dengan konsep ada penemuan baru maka ada yang out of date. karena itu Dharma tidak bertambah maupun tidak berkurang, tidak pernah usang maupun Out Of Date.
cuma jika membandingkan kondisi di Jaman Sang Buddha dengan kondisi jaman sekarang, saya rasa koq gak mungkin kalau semua bhiksu-bhiksu disuruh kembali ke tradisi jaman Sang Buddha, berjalan kaki berpindapata dan membabarkan dharma. Bhiksu-bhiksu jaman sekarang butuh kendaraan dan pesawat terbang.



kata2 anda saling kontradiksi, kalau tidak out-of-date kenapa sekarang para bhikkhu tidak bisa berjalan kaki berpindapatta dan membabarkan Dhamma? ini tentunya mengarah pada "sesuai perkembangan jaman, maka bhikshu sekarang boleh mengendarai Rolls Royce."
benar, mengendarai mobil kan tidak bertentangan dengan ajaran Buddha? mana ada sila dan vinaya yang mengatur hal ini?
(coba bandingkan dengan evangelis yang menyebarkan agama pakai pesawat jet)

9
Quote from: 4DMYN
tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.

Anda berani mengaku secara terbuka bahwa ramal-meramal dan "ilmu-ilmu gaib" yang dilakukan LSY hanyalah marketing tools. Terimakasih atas sikap kooperatif Anda dalam berdiskusi. Seperti yang sudah saya nyatakan sebelumnya, Sang Buddha tidak pernah menyetujui dan mendukung untuk melakukan hal-hal tersebut. Artinya, jika sekarang ada aliran atau orang yang mengatas-namakan Buddhisme (Agama Buddha ataupun Ajaran Sang Buddha) namun melakukan hal tersebut, itu namanya tidak sesuai dengan Buddhisme.


Quote from: 4DMYN
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau  menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju  donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya  seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! .  Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha.  Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.

nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
 
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm

"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."

On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took

p. 194

off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted. 


Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.

"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.

"Yes, he is begging," was the reply.

"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"

"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"

"No."

"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only

p. 195

this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."

She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.

Jika kembali merujuk pada kisah Jataka di Mahayana, memang saddhana abhicaruka itu termasuk dalam upaya kausalya. Namun setahu saya, kisah Bodhisatta yang membunuh 500 perampok itu tidak terdapat dalam Jataka di Theravada. Membandingkan sifat-sifat Buddha Gotama di Sutta Theravada dan Buddha Gotama di Sutra Mahayana seperti membandingkan 2 orang berbeda dengan nama yang sama. Saya tidak ingin meruncingkan topik yang ini dulu...

Namun jika Anda mengutip kisah Jataka itu sebagai referensi saddhana abhicaruka, saya masih kurang setuju. Di kisah Jataka itu, yang membunuh adalah Bodhisatta. Ketika Siddhattha Gotama sudah menjadi Buddha, Beliau tidak lagi membunuh dan tidak menyetujui pembunuhan. Jadi sekali lagi: jika ada ajaran yang mengajarkan membunuh (meskipun katanya untuk menolong), itu jelas bukan Ajaran Buddha Gotama.

----------------------

Dahulu, Buddha dan Sangha menerima pemberian yang bermacam-macam dari umat. Mulai dari makanan basi, jubah, bahkan hutan sebagai tempat tinggal (vihara) untuk Sangha. Namun Sang Buddha dan Sangha tidak pernah menyimpan materi-materi duniawi seperti perhiasan, uang, kendaraan (kuda atau gajah), dipan (kursi), dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara Buddha Gotama dan LSY adalah:

  • Buddha tidak menyimpan dan memakai perhiasan ― LSY menyimpan dan memakainya
  • Buddha tidak menerima dan menggunakan gajah atau kuda sebagai kendaraan ― LSY menerima dan menggunakan Rolls Royce sebagai kendaraan
  • Buddha tidak menyimpan uang untuk membangun vihara ― LSY menerima donasi uang dan menggunakannya

Bukti historik juga membuktikan Buddha Gotama hidup dalam kesederhanaan. Buddha Gotama hidup berkelana dari satu daerah ke daerah lain; hanya memakai kain kuning sebagai jubah, dengan sebuah mangkuk, berjalan kaki tanpa menggunakan alas, tidak menyimpan uang dan perhiasan, menyebarkan Ajaran-Nya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, tidak mencari orang kaya dan justru lebih fokus pada orang-orang miskin. Buddha Gotama sering dicerca oleh petapa aliran lain di zaman-Nya sebagai petapa gundul, dan para bhikkhu (yang berpindapata) sering diejek sebagai pengemis.

Ini perbedaan jelas antara prinsip Buddha Gotama dan LSY. Saya tidak menyatakan bahwa prinsip LSY itu salah atau benar. Saya hanya menyajikan fakta bahwa prinsip LSY tidak sejalan dengan prinsip Buddha Gotama. Apakah Anda setuju?
Tentang ajaran membunuh pakai mantra, memang berasal dari tantrayana, yang notabene tercampur dengan ajaran-ajaran india. gue nocomment deh.

Kalo di jaman sekarang semua bhiksu disuruh berjalan kaki untuk menyebarkan dharma, kayaknya koq ketinggalan jaman ya, (evangelis agama tetangga sudah naik pesawat jet untuk menyebarkan agama). kalo mau mengundang bhiksu datang ke indonesia gak pake pesawat terbang kasihan juga bhiksunya. masa bhiksu disuruh pake kekuatan abhinna untuk menyeberangi lautan.

soal bhiksu menyimpan uang sebenarnya wajar-wajar saja sesuai dengan jaman. kalau jaman dahulu jadi bhiksu gak punya uang, banyak umat yang berebutan untuk berdana kepadanya. coba kalau jaman sekarang, apalagi tinggal di negeri orang bule, dimana masyarakat disana menganggap bhiksu itu pengangguran, gak berguna, dan gak menghasilkan duit. Mana mungkin bhiksu yang gak menyimpan uang bisa hidup di negeri orang bule?

Dalam konteks jaman sekarang di negeri orang bule, asalkan tidak melekat secara berlebihan pada uang, saya kira bhiksu itu masih wajar-wajar saja apabila menyimpan uang.

Btw, Sang Buddha tidak menggunakan uangnya untuk membangun vihara, karena sudah ada umat yang bermurah hati membuatkan vihara untuk beliau dan murid-muridnya. Coba pada waktu itu gak ada donatur yang murah hati, mungkin beliau sudah menggunakan uangnya sendiri  untuk membangun vihara juga.


menurut Bro 4DMYN ada sebagian ajaran Buddha Gotama yg sudah out-of-date dan perlu di amandemen untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman? begitukah?

apakah Bro 4DMYN setuju dengan ajaran Buddha Gotama bahwa "Dhamma telah sempurna dibabarkan ...dst"
ajaran Buddha tidak pernah Out Of Date, karena bukan seperti ajaran sains yang berkembang seiring dengan penemuan baru, sesuai dengan konsep ada penemuan baru maka ada yang out of date. karena itu Dharma tidak bertambah maupun tidak berkurang, tidak pernah usang maupun Out Of Date.
cuma jika membandingkan kondisi di Jaman Sang Buddha dengan kondisi jaman sekarang, saya rasa koq gak mungkin kalau semua bhiksu-bhiksu disuruh kembali ke tradisi jaman Sang Buddha, berjalan kaki berpindapata dan membabarkan dharma. Bhiksu-bhiksu jaman sekarang butuh kendaraan dan pesawat terbang.


10
Quote from: 4DMYN
tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.

Anda berani mengaku secara terbuka bahwa ramal-meramal dan "ilmu-ilmu gaib" yang dilakukan LSY hanyalah marketing tools. Terimakasih atas sikap kooperatif Anda dalam berdiskusi. Seperti yang sudah saya nyatakan sebelumnya, Sang Buddha tidak pernah menyetujui dan mendukung untuk melakukan hal-hal tersebut. Artinya, jika sekarang ada aliran atau orang yang mengatas-namakan Buddhisme (Agama Buddha ataupun Ajaran Sang Buddha) namun melakukan hal tersebut, itu namanya tidak sesuai dengan Buddhisme.


Quote from: 4DMYN
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau  menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju  donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya  seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! .  Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha.  Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.

nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
 
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm

"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."

On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took

p. 194

off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted. 


Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.

"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.

"Yes, he is begging," was the reply.

"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"

"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"

"No."

"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only

p. 195

this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."

She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.

Jika kembali merujuk pada kisah Jataka di Mahayana, memang saddhana abhicaruka itu termasuk dalam upaya kausalya. Namun setahu saya, kisah Bodhisatta yang membunuh 500 perampok itu tidak terdapat dalam Jataka di Theravada. Membandingkan sifat-sifat Buddha Gotama di Sutta Theravada dan Buddha Gotama di Sutra Mahayana seperti membandingkan 2 orang berbeda dengan nama yang sama. Saya tidak ingin meruncingkan topik yang ini dulu...

Namun jika Anda mengutip kisah Jataka itu sebagai referensi saddhana abhicaruka, saya masih kurang setuju. Di kisah Jataka itu, yang membunuh adalah Bodhisatta. Ketika Siddhattha Gotama sudah menjadi Buddha, Beliau tidak lagi membunuh dan tidak menyetujui pembunuhan. Jadi sekali lagi: jika ada ajaran yang mengajarkan membunuh (meskipun katanya untuk menolong), itu jelas bukan Ajaran Buddha Gotama.

----------------------

Dahulu, Buddha dan Sangha menerima pemberian yang bermacam-macam dari umat. Mulai dari makanan basi, jubah, bahkan hutan sebagai tempat tinggal (vihara) untuk Sangha. Namun Sang Buddha dan Sangha tidak pernah menyimpan materi-materi duniawi seperti perhiasan, uang, kendaraan (kuda atau gajah), dipan (kursi), dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara Buddha Gotama dan LSY adalah:

  • Buddha tidak menyimpan dan memakai perhiasan ― LSY menyimpan dan memakainya
  • Buddha tidak menerima dan menggunakan gajah atau kuda sebagai kendaraan ― LSY menerima dan menggunakan Rolls Royce sebagai kendaraan
  • Buddha tidak menyimpan uang untuk membangun vihara ― LSY menerima donasi uang dan menggunakannya

Bukti historik juga membuktikan Buddha Gotama hidup dalam kesederhanaan. Buddha Gotama hidup berkelana dari satu daerah ke daerah lain; hanya memakai kain kuning sebagai jubah, dengan sebuah mangkuk, berjalan kaki tanpa menggunakan alas, tidak menyimpan uang dan perhiasan, menyebarkan Ajaran-Nya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, tidak mencari orang kaya dan justru lebih fokus pada orang-orang miskin. Buddha Gotama sering dicerca oleh petapa aliran lain di zaman-Nya sebagai petapa gundul, dan para bhikkhu (yang berpindapata) sering diejek sebagai pengemis.

Ini perbedaan jelas antara prinsip Buddha Gotama dan LSY. Saya tidak menyatakan bahwa prinsip LSY itu salah atau benar. Saya hanya menyajikan fakta bahwa prinsip LSY tidak sejalan dengan prinsip Buddha Gotama. Apakah Anda setuju?
Tentang ajaran membunuh pakai mantra, memang berasal dari tantrayana, yang notabene tercampur dengan ajaran-ajaran india. gue nocomment deh.

Kalo di jaman sekarang semua bhiksu disuruh berjalan kaki untuk menyebarkan dharma, kayaknya koq ketinggalan jaman ya, (evangelis agama tetangga sudah naik pesawat jet untuk menyebarkan agama). kalo mau mengundang bhiksu datang ke indonesia gak pake pesawat terbang kasihan juga bhiksunya. masa bhiksu disuruh pake kekuatan abhinna untuk menyeberangi lautan.

soal bhiksu menyimpan uang sebenarnya wajar-wajar saja sesuai dengan jaman. kalau jaman dahulu jadi bhiksu gak punya uang, banyak umat yang berebutan untuk berdana kepadanya. coba kalau jaman sekarang, apalagi tinggal di negeri orang bule, dimana masyarakat disana menganggap bhiksu itu pengangguran, gak berguna, dan gak menghasilkan duit. Mana mungkin bhiksu yang gak menyimpan uang bisa hidup di negeri orang bule?

Dalam konteks jaman sekarang di negeri orang bule, asalkan tidak melekat secara berlebihan pada uang, saya kira bhiksu itu masih wajar-wajar saja apabila menyimpan uang.

Btw, Sang Buddha tidak menggunakan uangnya untuk membangun vihara, karena sudah ada umat yang bermurah hati membuatkan vihara untuk beliau dan murid-muridnya. Coba pada waktu itu gak ada donatur yang murah hati, mungkin beliau sudah menggunakan uangnya sendiri  untuk membangun vihara juga.

11
tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.
Hanya info saja.
Dalam Tipitaka Pali, Digha Nikaya, 11, ada suatu kisah di mana Buddha diminta agar memerintahkan para bhikkhu menunjukkan kesaktian agar umat menjadi tambah percaya. Buddha Gotama berkata bahwa bukan itu caranya mengajarkan dhamma. Setelah diminta sampai 3x, maka Buddha menjelaskan bahwa ada 3 macam kesaktian:
1. Iddhipatihariya: kesaktian psikis seperti terbang, membuat diri menjadi banyak, teleport, dsb.
2. Adesanapatihariya: kemampuan membaca pikiran dari makhluk lain.
Kedua jenis kesaktian ini tidak memberikan manfaat bagi yang melihat (hanya terkagum-kagum saja). Selain itu, ada juga jimat/mantra untuk melakukan hal yang sama (Vijja Gandhara untuk melakukan Iddhipatihariya, Vijja Manika untuk Adesanapatihariya). Maka bisa saja seorang skeptik mengatakan "bhikkhu itu pake jimat" dan akhirnya malah menimbulkan kesalahpahaman. Melihat hal tersebut, maka Buddha Gotama menghindari dan mencela pertunjukan kesaktian demikian.

3. Anusasanipatihariya: kesaktian memberi nasihat, mengetahui kecenderungan orang lain dan mampu memberikan nasihat yang sesuai bagi perkembangan bathin. 
Kesaktian yang terakhir ini adalah yang bermanfaat bagi pelaku dan bagi yang melihat. Hanya kesaktian inilah yang dianjurkan oleh Buddha Gotama.

Jadi terlihat di sini bahwa LSY telah melakukan apa yang Buddha Gotama tidak setujui. LSY telah menyebarkan dharma dengan cara yang berbeda dengan para Buddha di masa lampu menyebarkan dharma.
kalau anda sudah baca kisah 84 maha siddha, maka anda akan sadar bahwa di masa lampau banyak sekali master-master Buddhist yang memperagakan kesaktian untuk menarik umat.

Quote


Quote
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau  menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju  donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya  seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! .  Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha.  Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.

nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
 
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm

"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."

On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took

p. 194

off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted. 


Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.

"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.

"Yes, he is begging," was the reply.

"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"

"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"

"No."

"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only

p. 195

this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."

She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.
Setahu saya, Buddha tidak pernah menerima dana berupa emas/perak/perhiasan. Jika ada perhiasan yang didanakan, maka akan dijual dan sejumlah uang penjualan itu akan digunakan untuk kebutuhan sangha seperti tempat tinggal, jubah, dan makanan. Tidak ada ceritanya Sangha menyimpan emas/harta benda lain.

Contoh kasus ini adalah ketika Visakhā mengunjungi Jetavana, ia lupa mengambil perhiasan ketika pulang. Maka akhirnya ia mendanakan perhiasan itu. Tetapi karena sangat mahal harganya, tidak ada yang mampu membeli. Maka ia sendiri yang membeli perhiasan itu dan uangnya dibangun untuk membangun vihara.


bhiksu itu cuma memakai kain seadanya dan makan dari donasi umat , jadi biaya untuk kebutuhan sehari-hari para bhiksu sangat murah. Oleh karena itu, sisa uang hasil pembelian makanan dan pakaian itu masih sangat banyak. Sedangkan untuk pembangunan vihara, maintenance, dan upkeep semuanya di tanggung oleh umat-umat Buddha. Sama sekali tidak ada pengeluaran uang untuk biaya-biaya tersebut.

Jadi dengan fakta-fakta dan logika tersebut dapat disimpulkan: Sang Buddha itu kaya raya seumur hidupnya.

12
Quote
Acarya Guoxian yang berpenampilan agung, ramah dan leluasa, telah melewati tiga kali masa retreat dengan total masa 13 tahun. Keluar dari masa retreat, pada tahun ini (2008) tanggal 20 Juni, dengan ditemani oleh siswa nya (siswa dari Biksu Guoxian dalam aliran Zen) yaitu Biksu Changyi (常義法師) dan cucu siswa (siswa dari Biksu Changyi) yaitu 、Biksu Yanzhan (演湛法師)khusus bertandang ke Seattle untuk mengunjungi Mahamulacarya Liansheng.

Mahaguru bersama dengan Gurudhara didampingi oleh para siswa menyambut di bandara, guru dan siswa telah Sembilan belas tahun lamanya tidak bersua. Begitu bertemu dengan Mahaguru, Acarya Guoxian yang tulus langsung bersujud dan mengatakan “sungguh sangat rindu ! sungguh rindu!”.


ada yg aneh pada kisah di atas. dikatakan bahwa Acarya Guoxian adalah guru yang menahbiskan LSY menjadi bhikshu, tetapi kok malah bersujud kepada muridnya? gak terbalik nih ceritanya?
waduh.. embuh.. aku cuma ngutip aja, ntar aku coba tanya sama penerjemahnya.. salah ketik mungkin  ..

13
Kalo dipikir2x...

ada pola'nya...
ada pola-nya mereka yg merupakan pengikut si lu
pola menjawabnya sama...
pola mencerna jawabannya pun sama...

kalo di bandingkan ama yg kmaren dari maitreya,
kliatannya juga mirip pola'nya...

atau... tuh kemiripan pola karena mreka gw lirik dari posisi seberang ?
atau emang begitu ada'nya
miripnya gimana sih? aneh ?

14
 [at] indra,
tadi ada yang menanyakan siapa yang menasbihkan mahaguru menjadi bhiksu, jadi saya tampilkan profil GuoXian Fashe. GuoXian Fashe berasal dari Hongkong. soal sebutan Buddha Hidup saya sudah jelaskan bahwa maknanya , Buddha Hidup = "Rinpoche".

15

mahaguru Lu Sheng Yen ditasbihkan menjadi bhiksu oleh GuoXian Fashe aliran zen, saya rasa sudah ada rekan yang mempostingkannya disini. tentang silsilah mahaguru, guru-guru tantrayana beliau memang bukan orang terkenal, cuma guru-guru dari desa. attachment  foto  Guo Xian Fashe.





ini katanya ditahbiskan ? tapi kenapa jubahnya beda?

yang satu jubah bhiksu yang satu pakaiannya seperti pemain ketoprak...

memangnya ngga di berikan jubah saat penahbisan?

jangan jangan cuma foto bareng, ngaku ngaku di tahbis jadi bhiksu?

kemudian siapa guru pembimbing LSY ?
berapa lama LSY belajar dan tinggal bersama guru pembimbingnya ?

bagaimana LSY menahbiskan bhiksu-bhiksu di TBSN ? ada berapa bhiksu sebagai saksinya ?

bagaimana LSY menahbiskan bhiksuni - bhiksuni di TBSN ?

Mahaguru Lu Sheng Yen belajar pada guru-guru tantra, tapi yang berjodoh menashbihkannya menjadi bhiksu adalah Guoxian fashe, seorang bhiksu mahayana dari aliran zen.  jadi jubah yang dipakai mahaguru tetap memakai model tantrayana, bukan model mahayana. Bhiksu pembimbing utamanya adalah Bhiksu Liao Ming dari taiwan, mulai dari tahun 1972.  beliau juga berguru pada guru-guru lainnya (21 guru), detailnya saya saya cari lagi.


berikut ini adalah kutipan dari True Buddha News

Spoiler: ShowHide
sumber: true buddha news

Acarya Guoxian yang berpenampilan agung, ramah dan leluasa, telah melewati tiga kali masa retreat dengan total masa 13 tahun. Keluar dari masa retreat, pada tahun ini (2008) tanggal 20 Juni, dengan ditemani oleh siswa nya (siswa dari Biksu Guoxian dalam aliran Zen) yaitu Biksu Changyi (常義法師) dan cucu siswa (siswa dari Biksu Changyi) yaitu 、Biksu Yanzhan (演湛法師)khusus bertandang ke Seattle untuk mengunjungi Mahamulacarya Liansheng.

Mahaguru bersama dengan Gurudhara didampingi oleh para siswa menyambut di bandara, guru dan siswa telah Sembilan belas tahun lamanya tidak bersua. Begitu bertemu dengan Mahaguru, Acarya Guoxian yang tulus langsung bersujud dan mengatakan “sungguh sangat rindu ! sungguh rindu!”.
Mahaguru pernah mengatakan bahwa Acarya Guoxian sering mengatakan “Tidak apa, tidak usah terburu buru.” Acarya Guoxian sungguh mengalir mengikuti jodoh, pada tanggal 23 juni, sebelum mulai puja bakti akhir pekan di Vihara Vajragarbha Seattle, Acarya Guoxian menerima wawancara di Arama Tantra Satyabuddha (真佛密苑 – zhenfomiyuan) .
 
Biksu Guoxian membentuk mudra Padmakumara dalam sesi puja bakti Guru Yoga


《Tiga Kali Pertapaan Meditasi dan Vipasyana》

Acarya Guoxian yang memiliki jodoh mendalam dengan Dharma, serta akar kebijaksanaan yang muncul sejak muda, pada usia 15 tahun beliau telah bertemu dengan Guru Zen yang telah mencapai pencerahan yaitu Biksu Senior Shangshengxianian (上聖下念老和尚 – shangshengxianian laoheshang),dari Beliau mendengar banyak ajaran koan (公案) dan kisah Zen. Acarya segera bersarana kepada Guru Zen tersebut, empat tahun kemudian menerima upasampada, menjadi seorang biksu.

Beberapa biksu menerima upasampada adalah karena ikrarnya ingin mengatasi kelahiran dan kematian, ada juga yang mengatakan ingin mengemban karya Tathagata, atau demi mencapai pencerahan. Sedangkan cara pandang Acarya adalah : Itu semua hanyalah tujuan dasar saja. Menurut beliau sendiri, bersarana kepada Guru Zen dan mendalami Dharma, karena didalam hati telah ada arah, sehingga jika hendak menjadi biksu tidak perlu lagi mengucapkan kata-kata formalitas tersebut, jadi jika jodoh upasampada telah tiba, maka dengan alamiah akan menjadi biksu. Acarya mengatakan bahwa upasampada nya hanyalah dengan batin yang sangat tenang menerima upasampada.

Setelah Acarya Guoxian menerima upasampada, melewati waktu bhavana yang cukup lama, beliau merasa perlu untuk bertapa untuk melakukan meditasi dan vipasyana dengan lebih maju lagi. Oleh karena nidana inilah akhirnya terwujud tiga kali pertapaan yang total mencapai tiga belas tahun lamanya.
Acarya Guoxian melakukan tiga kali pertapaan itu di loteng kecilnya di Vihara Huiquan Hongkong (香港慧泉寺 – xiangganghuiquansi) , menggunakan cara yang lebih bebas.
Pada tahun 1988 , yaitu pertama kali pertapaan, Acarya menggunakan cara eksoterik (Mahayana), menetap di loteng kecil, yang terdapat sebuah teras kecil, altar kecil dan dibawah loteng ada satu jendela kecil, jika ada siswa atau upasaka upasika yang ingin mengunjungi Acarya atau ingin menanyakan sesuatu, mereka akan memukul lonceng sekali. Setelah mendengarnya, Acarya akan turun dan menemui mereka. Siswa dan para umat datang tanpa janji, mereka semua datang setiap saat, ada kalanya pada saat beliau sedang bermeditasi atau melafal sutra, membuat beliau tidak dapat tenang. Ini juga merupakan suatu sebab kenapa pertapaan pertama hanya sekitar setengah tahun, pada awal 1989 keluar dari pertapaan.

Karena ada pengalaman dari sesi pertama pertapaan, dalam sesi yang kedua dan ketiga, Acarya Guoxian menutup jendela kecil di loteng, tidak menerima siapapun, juga tidak berbicara. Jika para siswa dan umat ada hal yang sangat penting ingin dibicarakan, mereka akan menulis dan menyampaikannya kepada Acarya lewat surat. Pertapaan sesi kedua dilakukan selama tiga tahun – tiga bulan – tiga hari, yaitu mulai pada Oktober 1989 sampai 27 Desember 1992, sedangkan pertapaan ketiga dilaksanakan selama lebih dari Sembilan tahun, yaitu mulai pada tanggal 4 Januari 1998 sampai tanggal 2 bulan satu penanggalan lunar di tahun 2007.

Acarya Guoxian asalnya adalah Buddhisme Zen sekte Linji(臨濟宗 – linjizong) (jap : Rinzai – shu), pada saat pertapaannya, penekunan utama Beliau tidak lepas dari pelafalan sutra, meditasi dan membaca koan Zen dari Taisho Tripitaka. Tentu saja juga diiringi dengan membaca dan menelaah sutra yang lain. Saat ditanyakan apakah Acarya kelak akan bertapa lagi, Beliau menjawab ini tergantung nidana.

Acarya menceritakan bahwa di beberapa tahun terakhir pada pertapaan sesi ketiga, beliau dengan khusus menelaah dan memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap Mahaprajnasutra (大般若經 - Daboruojing) sebanyak enam ratus bab yang diterjemahkan oleh Bhiksu Xuanzang (玄奘法師 – Xuanzang Fashi) .

Acarya mengatakan, bagi umat biasanya, Mahaprajnasutra sebanyak 600 halaman ini terlalu panjang untuk dibaca. Belakangan Acarya menemui bahwa “Prajna Bercahaya” (放光般若 - Fangguangboruo) sebuah kitab intisari karya Biksu Kumarajiva (鳩摩羅什法師) , sebanyak 27 bab yang di ringkas dari bab 401 sampai 478 dari Mahaprajnasutra , akan lebih mudah dibaca , dilafal dan dipelajari oleh umat awam. Oleh karena itu seusai sesi pertapaan, Acarya berpesan kepada para siswanya supaya mencetak Kitab “Prajna Bercahaya” dicetak menjadi dua bagian untuk disebarluaskan. Bahkan sejak Hari Ulang Tahun Manjusri Bodhisattva (文殊師利菩薩聖誕 – Wenshushilipusa shengdan) di tanggal empat bulan empat lunar tahun ini , Acarya menetapkan bahwa tiap hari pukul tiga sampai lima sore di Huiquansi (慧泉寺) , menjadikan pelafalan Mahaprajnasutra (大般若經 - daboruojing) sebagai penekunan sehari-hari. Bagaikan sebuah upacara pelafalan sutra, Acarya melafalkan sutra, para umat mendengarkan dengan seksama.

Acarya menjelaskan, sesi pelafalan ini tidak sama dengan biasanya dimana para umat akan bersama memainkan alat pengiring seperti muyi (木魚) dan bersama melafal, karena cara demikian dimana umat bersama melafal dengan nyanyian , meskipun enak didengar dan nampak agung, namun tidak banyak orang yang mampu melantunkannya sambil memahami makna di dalamnya.
“Seperti perbincangan antara Sakyamuni Buddha, Subbhuti dan Sariputra, bersama melafal sutra nampak sangat biasa, tidak ada rasa yang istimewa, saya menggunakan cara yang saya ketahui, yaitu saya sendiri yang melafalnya, bagaikan percakapan antara Guru dan siswa, sangat akrab, mereka semua mendengar di bawah, maka batin mereka akan terbawa menuju peresapan makna, dengan demikian akan lebih mudah memperoleh Dharmarasa dari dalamnya.”


Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 29
anything