//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merenungkan Kebajikan Leluhur  (Read 2392 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hengki

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 741
  • Reputasi: 49
Merenungkan Kebajikan Leluhur
« on: 30 April 2008, 12:10:39 PM »
Saat mengingat masa lalu, kita dapat merenungkan kebajikan para leluhur kita. Saat memikirkan masa sekarang, kita bisa tidak mengungkit-ungkit kesalahan orang tua kita. Saat memikirkan Negara, kita bisa berpikir bagaimana membalas kebaikannya kepada kita dan saat memikirkan keluarga kita bisa berpikir bagaimana mengembangkan nasib baik keluarga. Tatkala memikirkan keadaan luar, pikirkan bagaimana menolong orang di sekeliling kita yang sedang kesusahan, dan saat memikirkan keadaan di dalam, pikirkan bagaimana mencegah pikiran-pikiran dan perbuatan yang tidak terpuji supaya tidak muncul.

Kata-kata berikut memberikan kesimpulan untuk bagian ini, yang sangat penting karena di dalamnya ada kunci untuk pembentukan nasib. Apa yang kita pikirkan di sebelah dalam akan menjadi petunjuk untuk meningkatkan kebajikan dan moral serta untuk mengembangkan perbuatan-perbuatan baik. Di masa lalu, pendidikan di Tiongkok mengajarkan tentang hubungan antar manusia, antara manusia dan makhluk halus, dan antara manusia dan alam. Ajaran itu mengingatkan orang untuk ingat pada masa lalu, menghormati para leluhur dan membuat kebaikan mereka diketahui orang lain. Jika kita dihormati masyarakat karena prinsip moral dan etika, pengetahuan, dan profesi kita, maka kita telah menghormati leluhur.

Pada masyarakat hari ini, apakah yang menjadi tenaga pendorong utama di balik kerja keras? Uang, kepopuleran, dan gengsi. Kebanyakan orang bersedia berbuat apa saja yang perlu untuk memperoleh semua ini. Mengapa? Pengumpulan uang mendorong orang, membuat mereka maju. Jika tidak ada uang di sana, siapa yang mau bekerja begitu keras? Sangat sedikit! Di masa lalu, tenaga pendorong di belakang kerja keras adalah rasa bakti kepada orang tua. Mengingat orang tua dan leluhur, mereka berusaha sebaik-baiknya dalam mengembangkan dan mengumpulkan pahala dan kebajikan demi dan untuk dipersembahkan kepada orang tua. Tenaga pendorong ini jauh lebih berharga dan luhur dibandingkan dengan uang, kepopuleran, dan gengsi. Ini telah menjadi tradisi Tiongkok dan ajaran Konfusius selama beberapa ribu tahun.

Agama Buddha juga didasarkan pada rasa bakti kepada orang tua. Sehingga, upacara memberikan persembahan kepada leluhur dan pendirian tempat-tempat sembahyang leluhur (sejenis cetya keluarga) sangat dihormati, dan menjadi akar dan landasan utama dalam kebudayaan Tiongkok. Jika mampu berbakti kepada orang tua dan leluhur, mampu mengingat akar diri, maka kita dengan sendirinya akan mampu berpikir dan berperilaku dengan benar dan tidak melakukan kejahatan.

“Ketika berpikir tentang saat ini, kia bisa tidak mengungkit-ungkit kesalahan orang tua.” (Ini pembahasan tentang mereka yang dekat dengan diri kita). Jika anaknya berbakti, memiliki kontribusi yang baik di masyarakat, maka sekalipun orang tuanya telah melakukan kesalahan kecil, orang-orang akan mengabaikan dan melupakannya. Orang-orang akan memuji orang tuanya karena telah membesarkan anak yang berbakti seperti itu.

“Saat berpikir tentang Negara, kita bisa memikirkan bagaimana membalas kebaikan budinya.” Di atas diri kita, Negara dan pemerintah memiliki misi menjadi pemimpin, orang tua, dan guru yang bertanggung jawab kepada penduduknya, menyediakan tempat di mana orang bisa tinggal dan bekerja dengan damai dan bahagia. Sebagai balasannya, penduduk harus setia, cinta Negara, dan membaktikan diri bagi Negara.
“Pada waktu memikirkan keluarga, kita bisa berpikir bagaimana membawa nasib baik bagi keluarga.” Di bawah kita adalah keluarga. Ingat kepada keluarga artinya tidak cuma kepada keluarga inti, namun keluarga dalam arti luas seperti pandangan orang zaman dahulu kala, keluarga dekat berikut sanak kerabat. Sebagai anggota keluarga, kita perlu hati-hati dalam mengembangkan nasib baik seluruh keluarga, tidak hanya untuk anggota keluarga dekat lainnya. Oleh karena itu, saat satu orang mendapatkan nasib baik keluarga jauh juga bisa mendapatkan manfaatnya.

“Kala berpikir tentang keadaan luar, pikirkan bagaimana menolong orang yang sedang kesusahan di sekeliling kita.” Selalu ingat kepentingan masyarakat banyak. Kita perlu melakukan semua yang perlu kita lakukan untuk melayani masyarakat dan menciptakan nasib baik bagi semua. Dalam masyarakat hari ini, kebutuhan yang paling mendesak adalah membangkitkan dan mengembangkan pendidikan akhlak dan moral.

“Ketika berpikir tentang keadaan sebelah dalam, pikirkan bagaimana mencegah pikiran dan perbuatan yang tidak benar agar tidak muncul.” Kita perlu mencegah pikiran yang berkeliaran dan menyeleweng supaya tidak muncul. Kita perlu penuh perhatian tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan membiarkan pergi ambisi yang terlalu besar. Jika kita semua dapat melakukan ini, mampu memenuhi tanggung jawab, maka masyarakat luas akan bernasib sangat baik dan harmonis dan dunia akan damai. Mencius mengatakan bahwa “Jika orang berhati luhur dan berintegritas tinggi dapat setia pada tanggung jawab mereka, maka dengan cara ini kebenaran akan dapat diungkapkan.”

Dalam ajaran Konfusius, tanggung jawab ini merujuk kepada lima hubungan umat manusia, termasuk di dalamnya hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak, saudara, teman, pemimpin politik dan public. Ia juga berbicara tentang Sepuluh Tanggung Jawab Moral. Semua ini berarti kita perlu memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat dan orang lain. Apapun tanggung jawab itu, kita perlu melaksanakannya dengan giat dan rajin supaya dapat menciptakan Nasib Baik bagi keluarga dan masyarakat luas.
Berbuat Baik dan Melatih Diri sebaiknya dilakukan sedari muda. Jangan menunggu sudah bungkuk, pikun, mata rabun, jalan pakai tongkat baru mau Berbuat Baik dan Melatih Diri