//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Referensi Buddhisme  (Read 4309 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Referensi Buddhisme
« on: 16 November 2009, 09:10:52 PM »
Sudah lebih dari satu setengah tahun saya punya private student. Dia adalah anak yang rajin belajar dan rumornya dia lulus ujian MA dengan nilai terbaik. Saya bangga mendengar berita itu, tetapi masih harus menunggu tanggal wisuda untuk melihat hasil yang sesungguhnya.
Beberapa waktu yang silam, dia meminta saya untuk memberikan satu ilmu baru setiap hari. Saya turuti kemauannya. Setiap hari saya kirimkan satu ilmu baru baik melalui SMS ataupun YM. Ilmu-ilmu baru itu biasanya saya kirim dalam Bahasa Inggris atau Pāli, lengkap dengan referensinya. Saya pun mengizinkan dia untuk protes atau mengirim ilmu yang baru seandainya apa yang saya kirim telah dia ketahui. Selama ini belum ada protes. Karena itu, saya juga ingin berbagi apa yang saya berikan kepada dia untuk teman-teman di DC. Hanya saja, thread ini saya khususkan untuk diri saya sendiri. Kalau ada member yang ingin bertanya artinya atau mengangkat topik itu menjadi bahan diskusi, mohon buka thread baru. Tujuannya adalah agar thread ini khusus untuk thread referensi dan tidak tercampur dengan diskusi. Mohon dimaklumi.
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #1 on: 16 November 2009, 09:23:41 PM »
The concept of pūjā when accepted into Buddhism and legitimized through canonization by writing into the canonical literature was used as the spring-board for the development of an entire network of religious rites and rituals which when put into practical implementation changed the entire external structure of religion. [M.M.J. Marasinghe, Pūjā in Ecyclopaedia of Buddhism, Vol. VII, Government of Sri Lanka, 2005, p.455]
« Last Edit: 16 November 2009, 09:25:53 PM by dhammasiri »
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #2 on: 16 November 2009, 09:44:44 PM »
Rāhula was very eager to receive advice and instruction from the Buddha and his teachers. He used to rise early in th emorning and take a handful of sand and say "May, today, I gain advice and instruction from the Buddha, my preceptor and my teachers as much the grain of sand at my hand" (Aho vatāhaṃ ajja dasabalassa ceva ācariyupajjhāyānañca santikā ettakaṃ ovādañceva anusāsaniñca labheyya’’nti) [Aṅguttara Nikāya Aṭṭhakathā, Vol. I, P.T.S., p. 251]
« Last Edit: 16 November 2009, 10:02:27 PM by dhammasiri »
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #3 on: 17 November 2009, 11:18:25 AM »
Saya kemarin dikirimi PM oleh Om moderator. Intinya dia setuju dengan thread ini. Hanya saja, dia minta saya untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia agar mereka yang tidak bisa berbahasa Inggris bisa mengerti juga. Karena saran itu, dalam posting-posting selanjutnya akan saya berikan rujukan dalam Bahasa Inggris dan juga saya sertai terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Tujuannya adalah agar mereka yang mengerti Bahasa Inggris bisa memberikan koreksi lebih baik, tentunya lewat PM. Terus terang sudah enam tahun ini kami selalu berbahasa Inggris dan sering kali kami mengerti maksud sebuah kalimat dalam Bahasa Inggris, tetapi sangat sulit untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. Saya sangat berharap agar terjemahan yang saya sertakan tidak dijadikan paduan mutlak mengingat Bahasa Inggris saya yang tidak begitu baik.
Thanks.
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #4 on: 17 November 2009, 11:20:33 AM »
Jainism admits five kinds of knowledge: 1. mati (ordinary cognition obtained by means of sense-perception) 2. śruti (testimony derives from scriptures, teachings, etc. 3. avadhi (knowledge by clairvoyance) 4. manaḥparyāya (telepathic knowledge of other's minds and 5. Kevala or perfect knowledge which is independent of senses. Mati and śruti are regarded as indirect knowledge (parokṣa), while the last three others are regarded as the direct knowledge (aparokṣa). [K.N. Jayatilleke, Early Buddhist Theory of Knowledge, George Allen & Unwin Ltd, London, 1963, p.165-6.]

Terjemahan:
Jaina menerima lima macam pengetahuan:
1. Mati--kognisi biasa yang dicapai melalui organ indriya.
2. Śruti--pengetahuan yang berasal dari kitab suci, ajaran dsb.
3. Avadhi--pengetahuan yang dicapai melalui kewaskitaan,
4. Manaḥparyāya--pengetahuan telepati karena membaca pikiran orang lain,
5. Kevala--pengetahuan sempurna yang terpisah dari organ indera.
Mati dan śruti dianggap sebagai pengetahuan tidak langsung (parokṣa); sementara avadhi, manaḥparyāya dan kevala dianggap sebagai pengetahuan langsung (aparokṣa)
[K.N. Jayatilleke, Early Buddhist Theory of Knowledge, George Allen & Unwin Ltd, London, 1963, p.165-6.]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #5 on: 19 November 2009, 11:40:02 PM »
The insight that had been attained by the buddha was so great. The vocabularies at that time were not sufficient to be used to express his insight, so that he had to create new vocabularies. None of these terms were available in the languages in use at that time. The most important of those vocabularies are paccuppanna, (Sk. pratyutpanna), paccaya (Sk. pratyaya), paṭicca (Sk. pratītya), paṭiccasamuppanna (Sk. pratītyasamutpanna), paṭiccasamuppada (Sk. pratītyasamutpāda), idappaccayatā (SK. idampratyayata?).
[D.J. Kalupahana, The Buddha and the Concept of Peace, Sarvodaya Vishva Lekha Publication, 1999, p.14.]

Terjemahan:
Pencerahan yang dicapai oleh Sang Buddha sungguh luar biasa. Kosakata yang ada saat itu tidak cukup untuk dipergunakan dalam mengekspresikan pencerahan tersebut, sehinga Sang Buddha harus menciptakan kosa kata baru. Tak satu pun kosakata tersebut ada dalam bahasa yang dipergunakan saat itu. Di antara kosakata baru tersebut, yang terpenting adalah paccuppanna, (Sk. pratyutpanna), paccaya (Sk. pratyaya), paṭicca (Sk. pratītya), paṭiccasamuppanna (Sk. pratītyasamutpanna), paṭiccasamuppada (Sk. pratītyasamutpāda), idappaccayatā (SK. idampratyayata?).[D.J. Kalupahana, The Buddha and the Concept of Peace, Sarvodaya Vishva Lekha Publication, 1999, p.14.]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #6 on: 19 November 2009, 11:53:49 PM »
In the Theravādin tradition, Buddhaghosa was the first person who interpretated nibbāna as an ultimate reality (paramattha, Vism. 507) in the sense of a permanent (nicca) phenomenon. However, the permanent is different from atom (aṇu) because nibbāna is without a cause (hetuno abhāva, Vism. 509).  [D.J. Kalupahana, The Buddha and the Concept of Peace, Sarvodaya Vishva Lekha Publication, 1999, p.191.]

Terjemahan:
Di dalam tradisi Theravāda, Y.M. Buddhaghosa adalah orang pertama yang menginterpretasikan nibbāna sebagai realitas tertinggi (paramattha) dalam arti sesuatu yang permanen (nicca, Vissudhimagga, 507). Akan tetapi, kekekalan itu berbeda dengan atom (aṇu) karena nibbāna adalah tanpa sebab (hetuno abhāva, Vism. 509).[D.J. Kalupahana, The Buddha and the Concept of Peace, Sarvodaya Vishva Lekha Publication, 1999, p.191.]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #7 on: 21 November 2009, 10:15:06 PM »
An arahant is one who is in a position to claim the highest knowledge without having to rely on faith. [S. IV, 139]

Terjemahan:
Seorang arahant adalah orang yang dalam posisi mengklaim pengetahuan tertinggi tanpa harus bersandar pada keyakinan. [S. IV, 139]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #8 on: 22 November 2009, 11:37:24 AM »
Question about which is better between faith and knowledge, Citta answered that knowledge is better than faith (Saddhāya kho, gahapati, ñāṇaṃyeva paṇītatara) [S. IV. 298]

Terjemahan:
Saat ditanya mana yang lebih baik antara keyakinan dan pengetahuan, Citta menjawab bahwa pengetahuan adalah lebih baik bila dibandingkan dengan keyakinan (Saddhāya kho, gahapati, ñāṇaṃyeva paṇītatara). [S. IV. 298]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #9 on: 22 November 2009, 11:44:18 AM »
Faculty of faith, O monks, is the factor of enlightenment; it will lead to the enlightenment (Saddhindriyaṃ, bhikkhave, bodhipakkhiyo dhammo, taṃ bodhāya saṃvattati) [S. V. 227]

Terjemahan:
indera Keyakinan, O para bhikkhu, adalah faktor pencerahan; indera keyakinan akan mengarahkan pada pencerahan (Saddhindriyaṃ, bhikkhave, bodhipakkhiyo dhammo, taṃ bodhāya saṃvattati) [S. V. 227]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #10 on: 25 November 2009, 10:16:04 PM »
There are two reasons why the Buddha stayed in the forest, lonely spot and solitary lodging. They are observing pleasant way of living in this very life (attano ca diṭṭhadhammasukhavihāraṃ sampassamāno) and for the compassion of future generation (pacchimañca janataṃ anukampamāno). [A. I, 60]

Terjemahan:
Ada dua alasan mengapa Sang Buddha lebih memilih tinggal di hutan, di tempat yang sunyi dan tempat yang tenang. Dua hal itu adalah menjalani kehidupan yang menyenangkan dalam kehidupan sekarang ini (attano ca diṭṭhadhammasukhavihāraṃ sampassamāno) dan demi belas kasihan kepada generasi mendatang (pacchimañca janataṃ anukampamāno). [A. I, 60]
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #11 on: 25 November 2009, 10:17:00 PM »
A person is called self-knower (attāññū) if he/she is in faith (saddhā), morality (sīla), learning (suta), generosity (cāga) and wisdom (paññā).[AN. IV, 114]

Terjemahan:
Seseorang dikatakan pengenal-diri (attāññū) jika ia dalam keyakinan (saddhā), moralitas (sīla), belajar (suta) kedermawanan (cāga) dan kebijaksanaan (paññā) [AN. IV, 114]
« Last Edit: 25 November 2009, 10:23:59 PM by dhammasiri »
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Offline dhammasiri

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 465
  • Reputasi: 44
  • Gender: Male
Re: Referensi Buddhisme
« Reply #12 on: 25 November 2009, 10:17:57 PM »
The term bhavaṅga first appears in the Paṭṭhānapakaraṇa of Pali Abhidhamma-pitaka. There, bhavaṅga precedes reflection (āvajjana) in the process of perception (Paṭṭhāna, PTS, II, pp. 34, 159, 160, 169). This is the only occurrence of the word bhavaṅga as far as Pali canon is concerned. The use of the word in these particular contexts suggests, though not directly, that bhavaṅga is that from which all thought processes emerge, when necessary condition are present. The word is widely used in the post-canonical literature, especially the Milindapañha, Visuddhimagga, and the Abhidhamma commentaries [Upali Karunaratne, "Bhavaṅga" in "Encyclopaedia of Buddhism", Government of Sri Lanka, 1971, p. 17]

Terjemahan:
Istilah bhavaṅga muncul pertama kali dalam Paṭṭhānapakaraṇa dari Abhidhamma-pitaka. Di dalam kitab ini, bhavaṅga mengawali refleksi (āvajjana) dalam proses persepsi (Paṭṭhāna, PTS, II, pp. 34, 159, 160, 169). This adalah satu-satunya kemunculan kata bhavaṅga sepanjang Pali Kanon dijadikan rujukan. Penggunaan kata tersebut dalam konteks ini menyarankan, meski pun tidak secara langsung, bahwa bhavaṅga adalah sumber bagi semua proses pikiran yang muncul, ketika kondisi yang dibutuhkan ada. Kata bhavaṅga dipergunakan secara luas dalam pasca-literatur kanon khususnya Milindapañha, Visuddhimagga, dan Kitab-kitab komentar dari Abhidhamma. [Upali Karunaratne, "Bhavaṅga" in "Encyclopaedia of Buddhism", Government of Sri Lanka, 1971, p. 17]
« Last Edit: 25 November 2009, 10:20:39 PM by dhammasiri »
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai