//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 648294 times)

0 Members and 6 Guests are viewing this topic.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #525 on: 17 April 2009, 12:26:35 AM »
TANGGAPAN TERPADU

Menarik juga diskusi ini, karena sehari saja saya tidak mengecek dhammacitta sudah ada puluhan posting yang masuk. Sungguh luar biasa. Karena keterbatasan ruang dan waktu, saya tidak dapat membaca semuanya. Oleh karena itu, saya hanya akan menanggapi yang saya anggap penting saja.

Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya. Jadi perdebatan pada akhirnya tetap terelakkan. Memang perdebatan bukan sesuatu yang buruk, jika masing-masing pihak menyadari bahwa masalah agama berbeda dengan ranah ilmu pasti, dimana suatu jawaban empiris mungkin ditemukan. Namun dalam diskusi masalah agama, kebanyakan hal tidak dapat dibuktikan secara empiris. Akhirnya keputusan bergantung pada pilihan masing-masing. Demikian pula pandangan saya tentang Mahayana, walaupun hanya dapat dibuktikan secara ontologis, namun bagi saya filsafat Mahayana sangat masuk akal.

Baik kita akan lanjutkan diskusinya. Sebelumnya, karena banyaknya posting yang masuk saya tidak akan menanggapi satu persatu, melainkan merangkum semuanya menjadi satu posting. Tidak semua pernyataan akan saya tanggapi. Hanya yang sempat saya baca dan anggap penting saja yang akan ditanggapi. Oleh karena itu, harap maklum adanya.


Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Pernyataan:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Pernyataan:

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.

TAN:

Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Pernyataan:

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

TAN:

Kata-kata apapun, baik “orang” atau apa saja hanya dipergunakan untuk menjelaskan (lihat Sutra Samdhinirmocana).

Pernyataan:

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan?

TAN:

Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

Pernyataan:

Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.

TAN:

Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Pernyataan:

- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...

TAN:

Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Pernyataan:

- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).

TAN:

Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.


Amiduofo,

Tan




Setelah Parinibbana,
Buddha = Dhamma.

yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #526 on: 17 April 2009, 08:45:36 AM »
bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.

Tapi kalo saya kecebur lumpur karena salah saya, 10 orang kecebur lumpur gara2 salah masing2, kok saya mau naik sendiri tanpa menginjak kepala orang lain juga dibilang egois? Bukannya itu seperti 10 orang napi yang masih punya masa hukuman menghalangi 1 orang napi yang sudah habis masa hukumannya pulang ke rumah dengan dalih "solidaritas"? Bahkan dengan dalih lain "rumah adalah penjara, penjara adalah rumah. Jika dualisme menghilang, maka penjara tidak beda dengan rumah". Saya jadi kurang mengerti definisi egois nih.

« Last Edit: 17 April 2009, 08:47:35 AM by Kainyn_Kutho »

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #527 on: 17 April 2009, 09:00:57 AM »
^
^
^
uda dech bro

uda jelas-jelas jawaban-nya

bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

jgn berusaha membenar-benarkan sesuatu yang tidak benar
karena sesuatu yang tidak benar, kalau dibenar-benarin jadi salah


itu lah beda sudut pandang T ama M

Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...
« Last Edit: 17 April 2009, 09:04:10 AM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #528 on: 17 April 2009, 09:04:20 AM »
^
^
^
uda dech bro

uda jelas-jelas jawaban-nya

bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

jgn berusaha membenar-benarkan sesuatu yang tidak benar
karena sesuatu yang tidak benar, kalau dibenar-benarin jadi salah

haaa...


nibbana  berkaitan yathabutham nyanadasa (melihat apa adanya) yang tentunya berarti sesuai dengan proses alamiahnya...

Demikian ini dikatakan oleh Bhante Sariputta, siswa utama Sang Buddha:

'Bukan kematian, atau kelahiran yang kunantikan;
Bagaikan pekerja menantikan upah, aku menantikan waktuku.
Bukan kematian atau kelahiran yang kurindukan,
Dengan waspada dan jelas mengerti,
Begitulah aku menantikan waktuku'.


---

Jadi ketika ada tudingan bahwa para savaka Theravada EGOIS hanya menyelamatkan diri sendiri, maka dari sekian banyak savaka yang sudah mencapai nibbana tetap melakukan pembabaran dhamma (dalam hal ini tentunya banyak makhluk yang bisa dibimbing untuk menjadi pemasuk arus, pemenang arus, kembali sekali dan bahkan juga mencapai tingkat arahat). TETAPI KONTEKS-NY adalah secara alamiah bahwa setelah merealisasikan nibbana tanpa sisa (parinibbana), maka selesai-lah "TUGAS"-nya. Lihat syair yang di ucapkan oleh Ariya Sariputra di atas.
« Last Edit: 17 April 2009, 09:11:50 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #529 on: 17 April 2009, 09:05:35 AM »
Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya.
Kalau gitu saya tanya yang tidak pakai aliran sama sekali:
"Katanya Mahayana, Buddha Gotama juga sebenarnya ada dan tidak masuk nirvana sampai semua mahluk mencapai pembebasan. Sekarang, mana Buddha Gotamanya? kok hanya berpangku tangan lihat debat antar aliran gini?"
Kalau itu juga masih dianggap 'dari sudut pandang aliran tertentu', saya tidak akan tanya lagi.



Quote
TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Jadi walaupun sudah parinirvana, tetap ada yang disebut tubuh Buddha, dan juga bisa dirujuk "milikku"?
Kalau gitu, apa bedanya Mahayana dengan pandangan Eternalisme yang mengatakan ada "aku" (baik sadar maupun tidak sadar, baik terbatas maupun tidak terbatas)?



Quote
TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Wah, ini putar2 kata yang mahir. "Semua yang berkondisi terkena hukum perubahan" ditanya balik "apakah hukum perubahan berkondisi?"
Kalau gitu saya lanjutkan, "Semua yang berkondisi adalah dukkha", "semua fenomena adalah tanpa inti diri". Saya balik begini:
"Semua yang berkondisi adalah dukkha, namun itu juga anitya" dengan kata lain, "kapan-kapan, berkondisi itu tidak ada dukkhanya".
Yang lebih heboh lagi: "fenomena adalah tanpa inti diri, namun hukum ini juga berubah" dengan kata lain, "kapan-kapan, fenomena ada yang ada inti diri". Mahir sekali.
;D


Quote
Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Bathin - Jasmani adalah akibat dari Avidya. Kok ada suatu "jasmani" yang bukan dari Avidya?



Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #530 on: 17 April 2009, 09:11:46 AM »
Hukum karma berhenti kalo sudah mencapai parinibbana.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #531 on: 17 April 2009, 10:16:56 AM »
Hukum karma berhenti kalo sudah mencapai parinibbana.

Bagi orang tersebut memang tidak berlaku lagi. Tetapi hukum karmanya tetap ada (tanam padi, tuai padi).
Yang masalah, dibalikin jadi pertanyaan "hukum karma sendiri, nitya atau anitya?"
Kalau dibilang "nitya", berarti "ADA yang kekal", dengan demikian, hal-hal kekekalan macam "tubuh Buddha" dst, juga valid. Kalau dibilang "anitya", berarti "suatu saat nanti, bunuh orang berbuah umur panjang".



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #532 on: 17 April 2009, 10:26:02 AM »
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #533 on: 17 April 2009, 10:26:44 AM »
Kalau dibilang "anitya", berarti "suatu saat nanti, bunuh orang berbuah umur panjang".

ada benerna juga....... dulu manusia sedikit bisa umurnya panjang2......

sekarang manusia kebanyakan umurnya tambah pendek.......
i'm just a mammal with troubled soul



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #534 on: 17 April 2009, 10:29:21 AM »
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......
i'm just a mammal with troubled soul



Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #535 on: 17 April 2009, 10:37:33 AM »
^
^
^
maksudnya apa nech, menurut orang jelek yang suka jelek2in orang????
wakakakaka......

cuma beda pandangan saja,
aliran T bisa melihat kesusahan,
sedangkan aliran M tidak bisa melihat kesusahan, makanya meninggalkan nibbana, untuk menolong makhluk hidup yang kesusahan... bukan berdiam di nibbana...

toh pada saat setelah mencapai nibbana, tidak tega melihat kesusahan
toh akhirnya keluar dari jalur, dan menapaki jalan mahayana...
toh akhirnya buntut2 nya masuk ke mahayana lg, am I right? hehehe,,,
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #536 on: 17 April 2009, 10:39:03 AM »
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......

Ya, kalau ini, saya setuju.
Ada orang "menunda" sesuatu karena alasan tertentu. Ada orang lain "tidak menunda" karena juga punya alasan sendiri.
Jika ada saling-pengertian, maka tidak akan ada tuding-menuding orang lain egois.

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #537 on: 17 April 2009, 10:41:31 AM »
orang jelek yg suka ngejelek jelekin orang ya kita kita ini loh... :whistle:

yg masih dalam lautan asmara eh samsara.....
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #538 on: 17 April 2009, 10:42:08 AM »
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......

Sis hatRed...

Egois itu adalaf sifat mementingkan diri sendiri. Artinya bila seseorang mampu memberi / menolong orang lain, namun orang itu tidak melakukannya dan malah mendahulukan kepentingan dirinya.

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.

Btw...
Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
« Last Edit: 17 April 2009, 10:45:53 AM by upasaka »

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #539 on: 17 April 2009, 10:45:23 AM »
 [at] om Upasaka

=))  i jadi sis.. euy.......... jadi malu ah.... :-[

emang orangnya gak egois..... namun pandangan orang (jelek yg suka ngejelekin orang laen) kan bisa macem macem.
i'm just a mammal with troubled soul



 

anything