//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 647593 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #435 on: 15 April 2009, 11:35:37 PM »
DILBERT:

buat apa lagi semua paramita ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada ? bukankah ini INKONSISTEN...

TAN:

Buat apa lagi semua paramita dilepaskan ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada? Apakah paramita itu sesuatu yang bisa kita lepaskan seenaknya seperti membawa tas belanjaan setelah berbelanja di mall? Saya kira tidak begitu lho. Paramita tidaklah dipegang atau dilepaskan. Itu adalah sesuatu yang alami.

Amiduofo,

Tan

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #436 on: 15 April 2009, 11:35:49 PM »

Bukan BEDA dengan samsara, melainkan BUKAN samsara.

"Beda" dan "bukan" bedanya apa bro?
Contohnya:
Hitam adalah "bukan" apapun yang berwarna putih
Putih adalah "bukan" apapun yang berawarna hitam
maka, hitam dan putih adalah "beda".

Yang baik adalah "bukan" apapun yang jahat
Yang jahat adalah "bukan" apapun yang baik
Bukan \kah tepat dikatakan "baik" dan "jahat" adalah dua hal yang berbeda

gimana bro?

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.


Anda tepat sekali mengatakan bahwa "baik" dan "jahat" adalah dua hal yang berbeda.
Nibbana bukan BEDA dengan Baik dan Jahat.
Nibbana BUKAN Baik,maupun Jahat.
"baik" dan "jahat" = Samsara

« Last Edit: 15 April 2009, 11:38:31 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #437 on: 15 April 2009, 11:38:19 PM »

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.



Kalau digantikan dengan:
Ikan teri BUKAN ikan kakap
Ikan beda dengan serangga

bukankah maknanya nggak berubah?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #438 on: 15 April 2009, 11:39:57 PM »
HENDRAKO:

Kalimat anda berkesan demikian, berikut kutipannya:

[deleted]

TAN:

Ah itu khan kesan Anda saja. Sah-sah saja Anda mau berkesan apapun. Ini negara demokratis. Yang pasti saya tidak menganggap demikian. Itu hanya analogi saja.

Amiduofo,

Tan


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #439 on: 15 April 2009, 11:43:16 PM »

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.



Kalau digantikan dengan:
Ikan teri BUKAN ikan kakap
Ikan beda dengan serangga

bukankah maknanya nggak berubah?

Apabila disebut BEDA, masih ada kemungkinan persamaan.
BUKAN, dengan tegas bermaksud tidak ada persamaan ataupun perbedaan.

Contoh saya kurang pas pada serangga, karena masih ada persamaan bahwa sama2 binatang.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #440 on: 15 April 2009, 11:45:44 PM »
HENDRAKO:

Kalimat anda berkesan demikian, berikut kutipannya:

TAN:

Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.


TAN:

Ah itu khan kesan Anda saja. Sah-sah saja Anda mau berkesan apapun. Ini negara demokratis. Yang pasti saya tidak menganggap demikian. Itu hanya analogi saja.

Amiduofo,

Tan



Syukurlah apabila saya salah,  _/\_
yaa... gitu deh

Offline Toni

  • Sebelumnya: medan_kia
  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 334
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #441 on: 15 April 2009, 11:48:35 PM »
Quote
PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

Cuma mau menanggapi yang ini. he5x
+, -, ~ adalah sama. Mengapa? Karena + dapat diganti oleh - dan - dapat diganti oleh +. Ini dikarenakan adalah sebuah elektriksitas dan magnetis. Jadi sebenarnya + adalah - dan - adalah +
Jadi jika ditanggapi sama atau tidak sama. Jawabannya adalah sama.

Untuk mahayana vs theravada silahkan lanjut.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #442 on: 15 April 2009, 11:52:38 PM »
Quote
PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

Cuma mau menanggapi yang ini. he5x
+, -, ~ adalah sama. Mengapa? Karena + dapat diganti oleh - dan - dapat diganti oleh +. Ini dikarenakan adalah sebuah elektriksitas dan magnetis. Jadi sebenarnya + adalah - dan - adalah +
Jadi jika ditanggapi sama atau tidak sama. Jawabannya adalah sama.

Untuk mahayana vs theravada silahkan lanjut.
Menarik sekali.
Bagaimana dengan Neutron (0), apakah dapat digantikan oleh + dan -?
yaa... gitu deh

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #443 on: 16 April 2009, 09:29:38 AM »
TAN:

Maaf, bukan mempertentangkan antara T dan M. Saya hanya menanggapi berdasarkan apa yang Anda tanyakan. Kalau Anda menganggap saya mempertentangkan T dan M, maka kemungkina Anda salah tafsir terhadap apa yang saya uraikan sebelumnya.
Oke. Kalau mau dianggap mirip antara dewa yang menjelma jadi manusia mungkin memang ada miripnya. Saya pakai kata "mungkin" karena saya tidak banyak tahu bagaimana proses penjelmaaan suatu makhluk adikodrati seperti yang Anda ungkapkan di atas. Anda sendiri mengatakan bahwa segala sesuatu atau persamaan atau perbedaannya, bukan? Hanya saja, "penjelmaan" itu tidak sepenuhnya sama. Kita sepakati saja bahwa memang ada kemiripannya. Tetapi sesuatu yang mirip tidak selamanya identik bukan?

TL:

Sebelum saya mengungkapkan kemiripannya dengan konsep Hindu, saya ingin bertanya sedikit lagi kepada mas Tan, benarkah bahwa alaya Vinnana terus ada, dan Dharmakaya ini adalah manifestasi alaya vinnana ini?

TAN:

Bukankah saya sudah mengulas panjang lebar tentang "penjelmaan" tadi? Saya sudah menguraikan tentang Tiga Tubuh Buddha, yakni Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya. Ini merupakan acuan untuk menjelaskan mengenai "manifestasi" seorang Buddha menurut  Mahayana. Nirmanakaya adalah Tubuh Jelmaan. Sedangkan Samboghakaya secara harafiah berarti Tubuh Pahala. Seorang Buddha dapat memanifestasikan diriNya dalam miliaran nirmanakaya, sementara itu Dharmakayanya tidak perlu berpindah tempat sama sekali, karena Dharmakaya atau Tubuh Dharma itu omnipresence (maha hadir). Mungkin analoginya adalah matahari (selaku Dharmakaya), sinar matahari (Sambhogakaya), dan bayangan matahari di air (Nirmanakaya). Dengan demikian, seorang Buddha dapat "menjelma" di mana saja dan sebagai apa saja, tetapi Dharmakaya-nya tidak bergerak ke manapun. Ini adalah konsep Mahayana. Saya menerima konsep ini karena menurut saya sangat logis dan masuk akal. Mengapa sangat logis dan masuk akal? Marilah kita cermati alasan2 berikut ini:

TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:
1.Seorang Buddha telah mengumpulkan paramita yang tak terhitung jumlahnya (silakan lihat kitab Buddhacarita - Fo Shuo Xing Chan, Lalitavistara Sutra, Sutra Damamukanidana - Xianyujing, dll). Seorang Buddha telah menyempurnakan maitri karunanya melalui tingkatan-tingkatan Boddhisattva (diulas di Sutra Dashabhumika - bagian kumpulan Avatamsaka). Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang

CL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:
2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha. Kalau dikatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelma," maka nirvana akan menjadi semacam penjara yang "membatasi" seorang yang telah mencapai pencerahan. Banyak orang dari agama lain yang memahami nirvana semacam ini jadi menyalah artikan bahwa nirvana adalah penjara. Padahal nirvana adalah suatu kondisi, yang melambangkan pembebasan sejati.
Analoginya adalah sebagai berikut. Penjahat harus masuk penjara karena kesalahannya. Tetapi orang bebas (dalam artian bebas dari hukum pidana penjara) boleh berkunjung ke penjara dan setelah itu keluar lagi. Ia datang ke penjara bukan karena kesalahannya dan tidak harus ke sana. Ia datang ke penjara untuk menghibur dan menasihati para narapidana.
Tentu saja, sang Buddha masih dapat datang mengunjungi "penjara" kita ini. Hanya saja dengan cara yang berbeda dengan kita-kita "terlahir" di penjara ini. Beliau hadir bukan karena lobha, dosa, mohanya, melainkan karena maitri karuna Beliau. Konsep Trikaya dapat menjelaskan bagaimana "Kebuddhaan" hadir di samsara ini.

TL:
Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:
Tentu ada donk. Banyak sekali. Bisa cek di Sutra Avatamsaka, Lankavatara, Saddharmapundarika, Srimaladevisimhanada, Mahaparinirvana, dll.
Di sastra juga banyak, antara lain: Mahayana Uttara Tantra Sashtra, Cheng Wei Shi Lun (karya Xuanzang), Madhyamakasashtra (karya Nagarjuna), dll.
Anda saya sarankan membaca naskah2 di atas, karena saya tidak ada waktu untuk menguraikannya. Lagipula membaca langsung dari sumbernya lebih baik bukan?

TL:

Begini mas Tan, terus terang keterangan mengenai Nirvana dan penjelmaan dalam M adalah filosofi abu-abu yang tak jelas, lebih baik mas Tan sendiri yang mengatakan bagaimana, ada dimana, halaman berapa, alinea ke berapa, jadi jelas.

Ini contoh yang saya dapat dari Lankavatara.net:
It is the “knowledge” of those
… who are free from the dualisms of being and non-being, etc.,

… who are also free from the dualism of no-birth and no-annihilation

… who are free from all assertion and negation

… who have by self-realization gained insight into the truths of egolessness and imagelessness

… who no longer discriminate the world as subject to causation

… who regard the world as a vision and a dream, like the birth and death of a barren woman’s child, wherein there is nothing .);evolving and nothing disappearing

perhatikan warna biru jadi tiada sebab terbentuknya dunia, tiada yang berevolusi, tak ada yang lenyap, ini nitya atau anitya mas Tan? konsisten atau tidak dengan pratitya sramutpada?

Metta
The truth, and nothing but the truth...

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #444 on: 16 April 2009, 10:15:05 AM »
Quote from: Tan
Baik! Kata Anda tak bersyarat bukan? Jika Pembebasan Mutlak itu "tidak bisa memancarkan belas kasih lagi" bukankah itu adalah syarat juga? Di sini ada kontradiksi terhadap pernyataan Anda. Anda melepaskan nirvana dari satu syarat tetapi melekatkan padanya suatu syarat lainnya. Masalahnya tidak menjadi selesai, malah berputar2 lagi di hal itu-itu saja. Menurut saya pembebasan mutlak tak bersyarat itu justru adakah kesanggupan untuk memancarkan maitri karuna secara murni tanpa bias2 lobha, dosa, dan moha. Kita tidak dapat mencintai orang lain dengan sungguh2 karena masih diliputi bias-bias lobha, dosa, dan moha. Semua kebajikan kita pada orang sedikit banyak pasti diliputi oleh pertimbangan2 ego betapapun halusnya itu. Adalah ironis bila setelah seseorang mengikis lobha, dosa, dan moha, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih pada makhluk lain. Padahal belas kasih semacam itu adalah belas kasih yang secara logis merupakan maitri karuna sejati. Pandangan bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih, menurut hemat saya adalah tidak masuk akal.

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #445 on: 16 April 2009, 10:16:11 AM »
Quote from: Tan
Apakah yang dimaksud dengan "orang" dan "pribadi" di sini? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?

Quote from: sobat-dharma
Dikatakan "keluar-masuk", sebenarnya adalah analogi belaka. Justru karena Nirvana absolut, maka orang yang merealisasi nibbana dapat berada di mana-mana pada saat bersamaan dia tidak ada di mana-mana. Justru aneh sekali jika kita menganggap nirvana absolut, dengan tetap berpandangan bahwa samsara dan nirvana adalah dualitas yang berbeda. Jika nirvana dan samsara adalah dua realitas yang berdiri sendiri-sendiri, maka nirvana itu sendiri pasti berada dalam dualitas. Justru karena nirvana adalah absolut maka ia tidak bisa dipisahkan dengan samsara sekaligus tidak bisa dianggap sebagai esensi yang sama. Sebab "beda" dan "sama" sekali lagi merupakan konstruksi duniawi.

Di postingan-postingan yang sebelumnya, Saudara Tan menyatakan bahwa "2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha."...

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan? Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.


Quote from: Tan
Justru karena itu. Karena tidak adanya konsep masuk atau keluar, belas kasih seorang Buddha akan tetap eksis - TIDAK DIBATASI RUANG DAN WAKTU. Saya tidak menerima pandangan Anda di atas, karena:

1.Seolah-olah menyatakan bahwa nirvana hanya dapat dicapai setelah seseorang wafat atau tidak hidup di jagad raya ini. Bagaimana dengan nirvana dengan sisa (saupadisesa nirvana)? Ini nampak nyata dari pernyataan Anda: "Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada." - artinya selama masih di jagad raya seseorang tak akan mencapai nirvana.

2.Pernyataan Anda kontradiksi dengan poin 1 di atas dengan menyatakan bahwa "Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar." Dengan demikian, mustahil bagi seseorang mencapai nirvana atau terbebaskan. Begitu terbebaskan, ia akan "keluar" dari jagad raya dan tidak masuk lagi. Jika demikian, dalam benaknya selamanya akan tetap ada dualisme. Bagaimana mungkin ada pembebasan sejati? Justru konsep Mahayana bahwa samsara dan nirvana adalah sama lebih sesuai dengan konsep tidak ada masuk dan keluar. Pantai seberang adalah pantai ini juga (lihat Sutra Prajnaparamitahrdaya) - Gate-gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha!

Apakah Anda tidak sadar bahwa pernyataan Anda "Orang yang bebas itu seharusnya tidak dibatasi ruangan atau apapun (tidak perlu keluar-masuk)" justru mendukung konsep Trikaya dan juga kesamaan samsara dan nirvana.
Peryataan "Orang yang dapat seenaknya keluar-masuk itu bukan orang yang bebas, itu hanyalah orang yang memiliki izin keluar-masuk" ini hanya permainan kata2 Anda saja. Bagaimana kalau saya tanggapi dengan permainan kata-kata pula: "ORANG YANG MENURUT ORANG YANG BELUM TERCERAHI NAMPAK SEPERTI KELUAR MASUK, TETAPI SESUNGGUHNYA DALAM BATINNYA TIDAK ADA KELUAR MASUK." Nah pertanyaan, saya apakah orang itu "keluar masuk"?
Keluar masuk dari sudut pandang siapa?

Amiduofo,

Tan

Iya, maksud saya di postingan yang itu adalah Parinirvana atau Nirvana Tanpa Sisa. :)

Apakah analogi keluar-masuk itu maksudnya kemampuan seorang Buddha untuk menjelma dan menyudahi penjelmaan-Nya itu? Bisa diterangkan lebih lanjut...?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #446 on: 16 April 2009, 10:17:25 AM »
Quote from: Tan
Pertanyaan ini tidak tepat, seperti menanyakan jika api mati ke mana perginya api itu. Tetapi pertanyaan Anda saya tanggapi dengan pertanyaan pula. Menurut Anda apakah samsara itu sebuah "tempat" atau "ruang"? Samsara adalah kondisi pikiran. Pikiran yang menentukan Anda "terlahir" di mana saat ini. Anda dilanda keserakahan, artinya Anda sedang terlahir di alam preta. Anda sedang berbahagia, artinya Anda ada di alam dewa. Samsara adalah kondisi pikiran. Jika pikiran tidak mengkondisikan samsara, maka samsara itu tidak ada lagi. Karena itu, samsara adalah nirvana dan nirvana adalah samsara.
Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan Anda boleh dikatakan salah alamat.

Anda menyatakan: "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Pertanyaan saya: Logika dari mana itu? Saya tidak paham maksud Anda pun tidak mengerti apa keterkaitannya dengan topik diskusi kita.

Amiduofo,

Tan

Samsara dijelaskan oleh Sang Buddha sebagai Roda Kehidupan yang Berulang. Dan dalam mitologi Buddhisme, ada berbagai jenis alam kehidupan, yang kesemuanya berada di Alam Semesta ini. Jadi samsara jelas berada dalam lingkup Alam Semesta ini. Dan itu bukanlah kondisi pikiran. Kondisi pikiran hanyalah cerminan yang menunjukkan apakah kita masih terseret oleh samsara atau terlepas dari samsara.

Ya, saya bertanya apakah Nirvana itu mengkondisikan samsara atau sebaliknya. Itu saya kemukakan karena saya belum mengerti tentang komentar Anda mengenai keidentikan Nirvana dengan samsara. Namun sekarang saya sudah cukup mendapatkan dekripsi tentang Nirvana dari Anda...

Saya menyatakan : "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Ini pun saya kemukakan karena membaca statement Anda yang berbunyi : "Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang."

Maksud dari pertanyaan saya adalah :
- Samsara dan Nirvana adalah identik...
- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...
- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).
- Jadi... Apakah pandangan saya ini benar atau salah? Tolong dijelaskan lagi...

:)
« Last Edit: 16 April 2009, 10:20:36 AM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #447 on: 16 April 2009, 10:18:19 AM »
Quote from: sobat-dharma
Kontradiksinya, diri justru yang sering menghambat seseorang merealisasi nirvana. Karena terjebak pandangan ini, kita kemudian berpikir bahwa nirvana bisa direalisasi dengan kehendak dan usaha diri. Pada dasarnya, orang yang menyerahkan upayanya pada "diri" ataupun "bantuan yang lain" pada dasarnya menempuh jalan berbeda menuju arah yang sama. Seseorang yang pada awalnya mengandalkan tekad diri sendiri, pada suatu titik di jalan dia harus menanggalkan bahwa usaha dari diri yang berlebihan justru menghambat pencapaian nirvana. Karena bagaimanapun "diri" adalah wujud dari ego yang harus dilepaskan. Begitu juga yang mengandalkan metode "bantuan yang lain" pada satu titik pencapaian realisasi tertentu ia menyadari bahwa "tidak ada jarak antara yang dibantu dan membantu", sehingga akhirnya ia harus juga melepaskan "yang lain" dari pandangannya. Oleh karena itu dalam Mahayana selalu dikatakan "Sifat Kebuddhaan telah ada di dalam diri setiap makhluk hidup," hanya yang sadar disebut sebagai Buddha, yang tidak sadar yang disebut sebagai awam. Dalam jalan menuju realisasi Nibbana, seseorang akan melepaskan dikotomi antara "diri/aku" dengan "yang lain", maka apa bedanya antara memulai dengan "kemampuan diri sendiri" atau "dengan memohon bantuan yang lain", keduanya jika dilakukan dengan praktik yang benar akan menuju hasil yang sama baiknya. Sebaliknya jika keduanya dilakukan dengan praktik yang salah akan menuju hasil yang buruk.

Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.

Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan. Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :

"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya. Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.
- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll...

Mohon penjelasan lanjutnya... :)

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #448 on: 16 April 2009, 11:00:32 AM »

"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya. Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.
- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll...

Mohon penjelasan lanjutnya... :)


- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk. >> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)


- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita. >> sudah bodhisattva, sudah calon buddha, tinggal memasuki nirvana saja, tidak perlu ditolong lagi

- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat. >> itu lah tugas nya mahayana yang mencoba menyadarkan mereka, bukan nya berpangku tangan saja....

sori, bahasa nya lugas... n tajam...

hehehe...
saya mencoba menjawab dari sudut pandang mahayana
karena bro upasaka masih melihat dari sisi pandang theravada
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #449 on: 16 April 2009, 11:07:37 AM »
[at] naviscope

No problemo... Saya juga sedang belajar Aliran Mahayana. Jadi saya ingin turun aktif berdiskusi... ;)