//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 183733 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #360 on: 29 November 2008, 11:20:16 AM »
Mau nambah pertanyaan nih mas Gandalf,

Sebenarnya apa sih yang telah dicapai oleh Arahat menurut Mahayana? apakah seorang Arahat telah melenyapkan kekotoran batin atau belum? jika sudah, apa saja kekotoran batin yang telah dilenyapkan?

mohon penjelasannya, terima kasih

 _/\_

The truth, and nothing but the truth...

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #361 on: 29 November 2008, 06:58:07 PM »
Quote
Setelah Sang Buddha mencapai peerangan Sempurna, Beliau sebenarnya langsung membabarkan Mahayana yaitu Avatamsaka Sutra, namun karena banyak makhluk yang tidak paham dan tidak mencapai kemajuan batin yang cukup berarti, maka Sang Buddha kemudian mengajarkan Agama sutra yang merupakan ajaran-ajaran Hinayana (Dasar).

Dan akhirnya memang bener, para makhluk tampaknya lebih sesuai dan cocok dengan pembabaran Agama sutra, sehingga banyak sekali yang mencapai tingkat kesucian Arahat. Ini juga dikarenakan tingkat pemahaman mereka memang bersesuaian dengan jalan Arahat.

aduh, seorang buddha bahkan seorang arahat saja, tentu tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang tidak akan di mengerti kepada pendengar nya.

bagaimana mungkin seorang buddha mau membabarkan sebuah kotbah/ceramah ( anda menyebutnya mahanyana ; avatamsaka sutta )
lalu pendengar nya tidak mengerti?
sebelum sang buddha membabarkan dhamma tentu beliau selalu melihat kepada pendengar nya terlebih dahulu......
seperti memberi obat yang tidak manjur , kemudian di ganti obat lain.....saya rasa sang buddha bukan lah guru yang tidak bijaksana.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #362 on: 29 November 2008, 09:35:13 PM »
Quote
Setelah Sang Buddha mencapai peerangan Sempurna, Beliau sebenarnya langsung membabarkan Mahayana yaitu Avatamsaka Sutra, namun karena banyak makhluk yang tidak paham dan tidak mencapai kemajuan batin yang cukup berarti, maka Sang Buddha kemudian mengajarkan Agama sutra yang merupakan ajaran-ajaran Hinayana (Dasar).

Dan akhirnya memang bener, para makhluk tampaknya lebih sesuai dan cocok dengan pembabaran Agama sutra, sehingga banyak sekali yang mencapai tingkat kesucian Arahat. Ini juga dikarenakan tingkat pemahaman mereka memang bersesuaian dengan jalan Arahat.

aduh, seorang buddha bahkan seorang arahat saja, tentu tidak mungkin mengajarkan sesuatu yang tidak akan di mengerti kepada pendengar nya.

bagaimana mungkin seorang buddha mau membabarkan sebuah kotbah/ceramah ( anda menyebutnya mahanyana ; avatamsaka sutta )
lalu pendengar nya tidak mengerti?
sebelum sang buddha membabarkan dhamma tentu beliau selalu melihat kepada pendengar nya terlebih dahulu......
seperti memberi obat yang tidak manjur , kemudian di ganti obat lain.....saya rasa sang buddha bukan lah guru yang tidak bijaksana.

wah... benar juga sdr.marcedes... kok tidak teringat bahwa seorang sammasambuddha seperti BUDDHA GOTAMA yang "disepakati" secara bersama (baik oleh Theravada, Mahayana dan Tantra) memiliki kemampuan untuk mengetahui kualitas bathin pendengar-nya sehingga selalu membabarkan khotbah dharma yang sesuai dengan kualitas bathin pendengarnya. MENGAPA SAMPAI MELAKUKAN BLUNDER DENGAN MEMBABARKAN AVATAMSAKA SUTRA DAHULU, YANG KATANYA (ARGUMENTASI PARA MAHAYANIS) BAHWA KARENA TIDAK BANYAK MAKHLUK YANG MENCAPAI KEMAJUAN, MAKANYA DIGANTI DENGAN AJARAN HINAYANA...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #363 on: 30 November 2008, 10:26:46 AM »
Haha... memang tampaknya dalam postingan saya sebelumnya, tampaknya saya menulis sesuatu yang mudah disalahartikan dan memang ada beberapa  kekeliruan di postingan saya sebelumnya sehingga bisa timbul pergeseran makna. Mohon maap.........  ^:)^

Perlu diingat bahwa Avatamsaka Sutra memang diajarkan pada para Bodhisattva, sama sekali tidak diajarkan pada prthagjana (putthujana). Tentu di sini Sang Buddha sangat sadar, bahwa pendengarnya (para Bodhisattva) sangat mengerti tentang Avatamsaka Sutra. Dikatakan bahwa hanya para Bodhisattva yang dapat mendengar uraian Avatamsaka Sutra. Para prthagjana tidak dapat mendengarnya.

Sang Buddha juga tahu kalau banyak makhluk yang tidak paham (ya tentu saja, dengar aja kagak, apalagi paham?). Bagi para makhluk yang tidak mengerti karena tidak dapat mendengar Avatamsaka Sutra, sehingga otomatis tidak mendapatkan kemajuan batin, maka Sang Buddha kemudian mengajarkan Agama Sutra untuk mereka.

Pertanyaan anda:

Quote
bagaimana mungkin seorang buddha mau membabarkan sebuah kotbah/ceramah ( anda menyebutnya mahanyana ; avatamsaka sutta )
lalu pendengar nya tidak mengerti?

Sang Buddha membabarkan Avatamsaka Sutra memang ditujukan HANYA pada para Bodhisattva Mahasattva dari 10 penjuru, yang tentu, dapat memahaminya.

Lagipula para manusia biasa aja nggak bisa denger Avatamsaka Sutra, ya gimana mau paham? Denger aja nggak.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 30 November 2008, 10:59:30 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #364 on: 30 November 2008, 10:54:12 AM »
Menurut saya kekotoran batin mahluk-mahluk di jaman Sang Buddha lebih sedikit dibandingkan dengan kekotoran batin mahluk-mahluk di jaman sekarang. Bila di Jaman Sang Buddha saja ajaran Mahayana tidak cocok, apakah lebih cocok di jaman sekarang dimana kekotoran batin para mahluk lebih tebal?

Justru itu, semakin banyak kekotoran batin, maka Dharma Mahayana akan lebih cocok ketimbang Dharma Hinayana. Karena Dharma Mahayana itu sangat fleksibel.

Faktanya adalah di India, Dharma Mahayana-lah yang berkembang. Hinayana malah terdesak, nggak berkembang.

Di Tiongkok, juga, Hinayana nggak berkembang.

Bahkan Theravada-nya Mahaviharavasin (Hinayana) malah sempet kelabakan sama Theravada-nya Abhayagiri (Mahayana)...  ^-^  ^-^

Quote
Apakah menurut mas Gandalf orang yang mencapai Nirvana sesudah meninggal ada dalam kondisi samadhi? bila demikian berarti belum terlepas dari kondisi kan?, sedangkan mas Gandalf sendiri bilang Arahat mendapatkan pembebasan diri. Jadi keterangan mas Gandalf kontradiktif nih.

Kondisi yang mana dulu? Kalau kondisi jneyavarana, tentu Arahat belum terbebas. Kalau kondisi kleshavarana, maka Arahat sudah terbebas.

Nah Arahat masih memiliki kemelekatan akan kondisi "terlepas dari kondisi". 

Quote
"Pasti mau" berasal dari jawaban mas Gandalf kan? jadi saya anggap belum dijawab boleh nggak? karena kalau jawaban pribadi bisa "bias". Kalau jawaban pribadi kan bisa tanya juga kalau pasti tidak mau? bagaimana nasibnya?

Ya silahkan baca Saddharmapundarika Sutra.

Quote
Nah ini juga yang juga kontradiktif dari pernyataan mas Gandalf, bukankah dikatakan Arahat mendapatkan jalan pembebasan diri sendiri dari kondisi? terlepas dari kemelekatan? mengapa disini dikatakan Arahat kecanduan samadhi?
bila Arahat kecanduan Samadhi, maka Bodhisattva juga bisa dikatakan kecanduan Bodhicitta kan? demikian juga Sang buddha bisa dikatakan kecanduan Samyaksambodhi kan? lantas apa yang dimaksud dengan kebebasan diri, kebebasan dari kemelekatan dan kebebasan dari kondisi?

Mohon mas Gandalf jelaskan mengenai Nirvana satu-sisi, konsep apalagi tuh? saya belum pernah dengar.

terima kasih

Nirvana satu sisi adalah pandangan yang melekat pada Nirvana alias kemelekatan pada Nirvana. Maka dari itu Nirvana satu sisi seringkali dikatakan sebagai bukan Nirvana yang sesungguh-sungguhnya.

Samyaksambodhi adalah "Nirvana Tanpa Kemelekatan", di mana tidak ada dualisme lagi antara Samsara dan Nirvana. Bodhicitta adalah batin yang mengarahkan pada Samyaksambodhi.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #365 on: 30 November 2008, 11:10:00 AM »
berarti mahayana tdk cocok buat puthujana.. Krn hanya para bodhisatva yg bisa mengerti.

Mengapa? Karena sesuai apa yg diungkapkan sebelumnya bahwa esensi Mahayana ada di pembabaran periode 5 yaitu saddharma pundarika sutra dan maha parinirvana sutra.
Jika avatamsaka sutra saja sudah tdk bisa dimengerti, apalagi yg paling ultimit ?
« Last Edit: 30 November 2008, 11:25:24 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #366 on: 30 November 2008, 11:31:22 AM »
Menurut saya kekotoran batin mahluk-mahluk di jaman Sang Buddha lebih sedikit dibandingkan dengan kekotoran batin mahluk-mahluk di jaman sekarang. Bila di Jaman Sang Buddha saja ajaran Mahayana tidak cocok, apakah lebih cocok di jaman sekarang dimana kekotoran batin para mahluk lebih tebal?

Justru itu, semakin banyak kekotoran batin, maka Dharma Mahayana akan lebih cocok ketimbang Dharma Hinayana. Karena Dharma Mahayana itu sangat fleksibel.

Faktanya adalah di India, Dharma Mahayana-lah yang berkembang. Hinayana malah terdesak, nggak berkembang.

Di Tiongkok, juga, Hinayana nggak berkembang.

Bahkan Theravada-nya Mahaviharavasin (Hinayana) malah sempet kelabakan sama Theravada-nya Abhayagiri (Mahayana)...  ^-^  ^-^

Quote
Apakah menurut mas Gandalf orang yang mencapai Nirvana sesudah meninggal ada dalam kondisi samadhi? bila demikian berarti belum terlepas dari kondisi kan?, sedangkan mas Gandalf sendiri bilang Arahat mendapatkan pembebasan diri. Jadi keterangan mas Gandalf kontradiktif nih.

Kondisi yang mana dulu? Kalau kondisi jneyavarana, tentu Arahat belum terbebas. Kalau kondisi kleshavarana, maka Arahat sudah terbebas.

Nah Arahat masih memiliki kemelekatan akan kondisi "terlepas dari kondisi". 

Quote
"Pasti mau" berasal dari jawaban mas Gandalf kan? jadi saya anggap belum dijawab boleh nggak? karena kalau jawaban pribadi bisa "bias". Kalau jawaban pribadi kan bisa tanya juga kalau pasti tidak mau? bagaimana nasibnya?

Ya silahkan baca Saddharmapundarika Sutra.

Quote
Nah ini juga yang juga kontradiktif dari pernyataan mas Gandalf, bukankah dikatakan Arahat mendapatkan jalan pembebasan diri sendiri dari kondisi? terlepas dari kemelekatan? mengapa disini dikatakan Arahat kecanduan samadhi?
bila Arahat kecanduan Samadhi, maka Bodhisattva juga bisa dikatakan kecanduan Bodhicitta kan? demikian juga Sang buddha bisa dikatakan kecanduan Samyaksambodhi kan? lantas apa yang dimaksud dengan kebebasan diri, kebebasan dari kemelekatan dan kebebasan dari kondisi?

Mohon mas Gandalf jelaskan mengenai Nirvana satu-sisi, konsep apalagi tuh? saya belum pernah dengar.

terima kasih

Nirvana satu sisi adalah pandangan yang melekat pada Nirvana alias kemelekatan pada Nirvana. Maka dari itu Nirvana satu sisi seringkali dikatakan sebagai bukan Nirvana yang sesungguh-sungguhnya.

Samyaksambodhi adalah "Nirvana Tanpa Kemelekatan", di mana tidak ada dualisme lagi antara Samsara dan Nirvana. Bodhicitta adalah batin yang mengarahkan pada Samyaksambodhi.

 _/\_
The Siddha Wanderer
]

Justru arahat hinayana yg telah mencapai kondisi egaliter non dualisme yg katanya tiada nirvana dan samsara. Jika tiada samsara, apa yg mau diselamatkan oleh arahat? Justru bodhisatva ala mahayana yg masih berkutat pada penyelamatan makhluk hidup, krn masih membedakan nirvana dan samsara.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #367 on: 01 December 2008, 09:47:30 AM »
Quote
Justru arahat hinayana yg telah mencapai kondisi egaliter non dualisme yg katanya tiada nirvana dan samsara. Jika tiada samsara, apa yg mau diselamatkan oleh arahat? Justru bodhisatva ala mahayana yg masih berkutat pada penyelamatan makhluk hidup, krn masih membedakan nirvana dan samsara.
Jika Arahat hinayana benar-benar mencapai kondisi non dualisme, justru seharusnya dapat secara leluasa tetap memberi bimbingan kepada para makhluk samsara. Tetapi Arahat hinayana justru memilih mencapai parinibbana, sama seperti orang yg mendapatkan harta kekayaan lalu tidak mempedulikan kaum miskin papa. Bagaimana bisa disebut egaliter?
Dalam pandangan Mahayana, walaupun dikatakan tidak ada perbedaan samsara-nirvana dan tidak ada konsep penyelamatan, tidak berarti samsara itu tidak ada, makhluk itu tidak ada. JIka anggapan tidak ada samsara dan makhluk dan tidak ada perlu penyelamatan, maka apa bedanya dengan pandangan kaum Nihilis yg setelah mati segalanya sirna.
Yang benar-benar disebut egaliter non-dualisme adalah saat makan tidak melekat pada konsep makan, saat mewejangkan dhamma tidak melekat pada konsep mewjangkan dhamma, sehingga saat melakukan tugas penyelamatan, tidak melekat pada konsep penyelamatan. Saat berdiam dalam kondisi nirvana, tidak melekat pada kondisi itu, sehingga secara leluasa membimbing para makhluk samsara.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #368 on: 01 December 2008, 05:48:23 PM »
Quote
Justru arahat hinayana yg telah mencapai kondisi egaliter non dualisme yg katanya tiada nirvana dan samsara. Jika tiada samsara, apa yg mau diselamatkan oleh arahat? Justru bodhisatva ala mahayana yg masih berkutat pada penyelamatan makhluk hidup, krn masih membedakan nirvana dan samsara.
Jika Arahat hinayana benar-benar mencapai kondisi non dualisme, justru seharusnya dapat secara leluasa tetap memberi bimbingan kepada para makhluk samsara. Tetapi Arahat hinayana justru memilih mencapai parinibbana, sama seperti orang yg mendapatkan harta kekayaan lalu tidak mempedulikan kaum miskin papa. Bagaimana bisa disebut egaliter?
Dalam pandangan Mahayana, walaupun dikatakan tidak ada perbedaan samsara-nirvana dan tidak ada konsep penyelamatan, tidak berarti samsara itu tidak ada, makhluk itu tidak ada. JIka anggapan tidak ada samsara dan makhluk dan tidak ada perlu penyelamatan, maka apa bedanya dengan pandangan kaum Nihilis yg setelah mati segalanya sirna.
Yang benar-benar disebut egaliter non-dualisme adalah saat makan tidak melekat pada konsep makan, saat mewejangkan dhamma tidak melekat pada konsep mewjangkan dhamma, sehingga saat melakukan tugas penyelamatan, tidak melekat pada konsep penyelamatan. Saat berdiam dalam kondisi nirvana, tidak melekat pada kondisi itu, sehingga secara leluasa membimbing para makhluk samsara.

sdr.chingik menyatakan bahwa para arahat itu seolah olah seperti orang yang mendapatkan harta kekayaan tetapi melupakan kaum miskin papa... pernyataan ini adalah pernyataan puthujana. Konsep egaliter non dualisme kan melampaui nibbana dan samsara. Tidak ada dualisme antara nibbana dan samsara, dari mana muncul makhluk samsara lagi, bahkan konsep kesucian (nibbana) pun sudah "ditinggalkan"... bukan dalam artian bahwa  Arahat itu tidak menolong makhluk, Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan, tetapi dalam konteks parinibbana, ibarat pelita yang sudah habis minyaknya, sudah tidak ada daya untuk "penjelmaan"/bertumimbal lahir, maka tidak bisa lagi "menolong" makhluk yang menderita lagi.

Lagian ini sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam Sutra Intan, bahkan seorang TATHAGATHA pun TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN, karena memang TATHAGATHA ataupun para ARIYA (ARAHAT) hanya menunjukkan jalan, JALAN KESELAMATAN DITEMPUH MASING-MASING INDIVIDU. Lagian ketika Satu Arahat parinibbana, kan masih ada Arahat-arahat lain yang masih belum parinibbana ataupun para Ariya lain (para sotapanna, sakadagami, dan para anagami). Seperti BUDDHA GOTAMA yang sudah parinibbana, tetapi masih ada para anggota Sangha yang memberikan bimbingan dan petunjuk JALAN. Tetapi bagaimana Hebatnya seorang GURU, apabila yang mendapat petunjuk/murid tidak menempuh JALAN PEMBEBASAN itu sendiri, sama saja bohong.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #369 on: 01 December 2008, 06:19:43 PM »
yup, ketika seseorang di katakan BEBAS.....jika masih berkutat untuk menolong orang apakah itu disebut bebas?
Quote
Jika Arahat hinayana benar-benar mencapai kondisi non dualisme, justru seharusnya dapat secara leluasa tetap memberi bimbingan kepada para makhluk samsara. Tetapi Arahat hinayana justru memilih mencapai parinibbana, sama seperti orang yg mendapatkan harta kekayaan lalu tidak mempedulikan kaum miskin papa. Bagaimana bisa disebut egaliter?

seperti nya sangat lah sulit yah di mengerti....seorang arahat tetap menolong orang....itu dikarenakan mereka memiliki ke-4 sifat batin luhur (brahmavihara)
contoh nya saja se-waktu sang buddha menyuruh murid-murid nya menyebarkan dhamma yang indah pada permulaan,indah pada pertengahan,indah pada akhir.

tetapi walaupun para arahat membabarkan dhamma...mereka sama sekali tidak MELEKAT.
mereka tidak melekat pada KEINGINAN INGIN MENOLONG SECARA TERUS MENERUS...

cobalah meditasi vipassana....bentuk pikiran ingin menolong terus menerus. di karenakan ada nya "perasaan" menyenangkan/bahagia.....apakah ini disebut kebebasan?

sy rasa mending mengkaji ulang kata-kata dari sang buddha yang mana merupakan inti ajaran beliau.
dan saya yakin tidak akan jauh dari 4 kesunyataan mulia.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #370 on: 01 December 2008, 06:28:57 PM »
Quote
Nah Arahat masih memiliki kemelekatan akan kondisi "terlepas dari kondisi". 

maaf ^:)^

tapi sudahkah anda mencapai tingkat kesucian arahat dan berani memastikan kata-kata anda?
atau hanya asumsi belaka....

ketika seorang bertemu sang buddha bahkan berkata "aku tidak menyukai semua bentuk pikiran apapun"

lalu sang buddha berkata "apakah kamu juga tidak menyukai bentuk pikiran ("aku tidak menyukai semua bentuk pikiran apapun") pikiran melihat pikiran.

"terlepas dari kondisi".....
bahkan seorang arahat pun seperti "Y.M Sariputta" pernah berkata "sungguh bahagia pikiran yang bebas dari semua-nya " termasuk pikiran yang mengatakan bebas dari semua-nya "

mudah-mudahan di mengerti _/\_
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #371 on: 01 December 2008, 11:05:13 PM »
Quote
Justru arahat hinayana yg telah mencapai kondisi egaliter non dualisme yg katanya tiada nirvana dan samsara. Jika tiada samsara, apa yg mau diselamatkan oleh arahat? Justru bodhisatva ala mahayana yg masih berkutat pada penyelamatan makhluk hidup, krn masih membedakan nirvana dan samsara.
Jika Arahat hinayana benar-benar mencapai kondisi non dualisme, justru seharusnya dapat secara leluasa tetap memberi bimbingan kepada para makhluk samsara. Tetapi Arahat hinayana justru memilih mencapai parinibbana, sama seperti orang yg mendapatkan harta kekayaan lalu tidak mempedulikan kaum miskin papa. Bagaimana bisa disebut egaliter?
Dalam pandangan Mahayana, walaupun dikatakan tidak ada perbedaan samsara-nirvana dan tidak ada konsep penyelamatan, tidak berarti samsara itu tidak ada, makhluk itu tidak ada. JIka anggapan tidak ada samsara dan makhluk dan tidak ada perlu penyelamatan, maka apa bedanya dengan pandangan kaum Nihilis yg setelah mati segalanya sirna.
Yang benar-benar disebut egaliter non-dualisme adalah saat makan tidak melekat pada konsep makan, saat mewejangkan dhamma tidak melekat pada konsep mewjangkan dhamma, sehingga saat melakukan tugas penyelamatan, tidak melekat pada konsep penyelamatan. Saat berdiam dalam kondisi nirvana, tidak melekat pada kondisi itu, sehingga secara leluasa membimbing para makhluk samsara.

sdr.chingik menyatakan bahwa para arahat itu seolah olah seperti orang yang mendapatkan harta kekayaan tetapi melupakan kaum miskin papa... pernyataan ini adalah pernyataan puthujana. Konsep egaliter non dualisme kan melampaui nibbana dan samsara. Tidak ada dualisme antara nibbana dan samsara, dari mana muncul makhluk samsara lagi, bahkan konsep kesucian (nibbana) pun sudah "ditinggalkan"... bukan dalam artian bahwa  Arahat itu tidak menolong makhluk, Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan, tetapi dalam konteks parinibbana, ibarat pelita yang sudah habis minyaknya, sudah tidak ada daya untuk "penjelmaan"/bertumimbal lahir, maka tidak bisa lagi "menolong" makhluk yang menderita lagi.

Lagian ini sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam Sutra Intan, bahkan seorang TATHAGATHA pun TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN, karena memang TATHAGATHA ataupun para ARIYA (ARAHAT) hanya menunjukkan jalan, JALAN KESELAMATAN DITEMPUH MASING-MASING INDIVIDU. Lagian ketika Satu Arahat parinibbana, kan masih ada Arahat-arahat lain yang masih belum parinibbana ataupun para Ariya lain (para sotapanna, sakadagami, dan para anagami). Seperti BUDDHA GOTAMA yang sudah parinibbana, tetapi masih ada para anggota Sangha yang memberikan bimbingan dan petunjuk JALAN. Tetapi bagaimana Hebatnya seorang GURU, apabila yang mendapat petunjuk/murid tidak menempuh JALAN PEMBEBASAN itu sendiri, sama saja bohong.


Arahat yang parinibbana dan tidak bisa lagi "menolong" makhluk hidup,bagaimana bisa disebut egaliter non-dualisme?  Bro Dilbert juga mengatakan Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan,  atas dasar apa Arahat melakukan aktivitas itu? Jika atas dasar 4 sifat batin luhur, mengapa Arahat akhirnya memilih Parinibbana? Bagaimanakah hal ini dikaitkan dengan sifat egaliter? Jika atas dasar tanpa kemelekatan, maka utk apa Arahat mengajarkan dhamma? Jika mengajar tanpa kemelekatan, mengapa memilih Parinibbana yg pada hakikatnya padam dari segala kondisi. Bukankah seharusnya egaliter sejati adalah melakukan aktivitas namun tidak melekat pada aktifitas itu sehingga terus melakukan tugas "penyelamatan" terus menerus tanpa jeda, seperti halnya dalam konsep bodhisatva. Jika anggapan anda bahwa Arahat memandang Samsara=Nibbana, maka Arahat tidak seharusnya memilih Parinibbana. I

Sekali lagi, Sutra Intan tidak pernah menyebutkan bahwa seorang TATHAGATHA TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN. Tolong Dikaji ulang secara seksama apa makna Sutra Intan.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #372 on: 01 December 2008, 11:18:32 PM »
Sebelumnya mohon maaf apabila tanggapan saya berkesan OOT.

Kalo menurut saya, seorang Arahat Parinibbana adalah karena kebenaran hukum kamma, yaitu kamma kehidupannya dalam arti terkondisi secara jasmani telah habis, dimana dikarenakan kamma inilah "mahluk" berada di alam samsara, namun adanya hukum kamma ini pulalah maka terdapat jalan menuju akhir derita sebagaimana yang ditunjukkan Sang Buddha.

Apabila seorang Arahat tidak parinibbana, menurut saya, itu bertentangan dengan hukum kamma, sehingga hal ini menunjukkan ada yang salah dengan hukum kamma.

Namun oleh karena kebenaran hukum kammalah, maka seorang Arahat Parinibbana. Dan karena hukum kamma jugalah maka tidak ada seorangpun yang dapat menyelamatkan yang lainnya, hanya setiap "mahluk" itu sendirilah yang dapat menyelamatkan "dirinya".
yaa... gitu deh

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #373 on: 02 December 2008, 09:04:37 AM »
Quote

Arahat yang parinibbana dan tidak bisa lagi "menolong" makhluk hidup,bagaimana bisa disebut egaliter non-dualisme?  Bro Dilbert juga mengatakan Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan,  atas dasar apa Arahat melakukan aktivitas itu? Jika atas dasar 4 sifat batin luhur, mengapa Arahat akhirnya memilih Parinibbana? Bagaimanakah hal ini dikaitkan dengan sifat egaliter? Jika atas dasar tanpa kemelekatan, maka utk apa Arahat mengajarkan dhamma? Jika mengajar tanpa kemelekatan, mengapa memilih Parinibbana yg pada hakikatnya padam dari segala kondisi. Bukankah seharusnya egaliter sejati adalah melakukan aktivitas namun tidak melekat pada aktifitas itu sehingga terus melakukan tugas "penyelamatan" terus menerus tanpa jeda, seperti halnya dalam konsep bodhisatva. Jika anggapan anda bahwa Arahat memandang Samsara=Nibbana, maka Arahat tidak seharusnya memilih Parinibbana. I

Sekali lagi, Sutra Intan tidak pernah menyebutkan bahwa seorang TATHAGATHA TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN. Tolong Dikaji ulang secara seksama apa makna Sutra Intan.
waduh bro.....saya tidak mengerti apa itu egaliter atau non-dualisme.
tapi saya bisa pahami kalau anda tidak mengerti tentang "tidak melekat"

begini....bukan berarti seseorang arahat(tidak melekat) itu tidak ada keinginan sama sekali...
jika arahat tidak mau mengajarkan dhamma...bagaimana merujuk pada sang buddha seorang arahat sejati?
mengajarkan dhamma tetap bukan.....tetapi apakah beliau melekat pada keinginanannya hingga mau mengajar terus?

jika seorang melekat pada bentuk pikiran dan perasaan dengan ingin mengajar terus tanpa henti...maka pastilah orang tersebut bukan arahat...karena di ikuti oleh rasa "tanha"

seorang arahat boleh saja berkeinginan....tetapi seorang arahat memiliki keinginan yang tidak melekat akan 5 khanda nya........
misalnya seorang arahat membantu mengajarkan dhamma kepada murid nya......tetapi seorang arahat tidak berpikir sampai di ikuti oleh bentuk perasaaan
" apakah murid ku masih belum mencapai "
"kapan dia mencapai"

seorang arahat hanya melihat "hal itu" sebagaimana "hal itu"....
seperti menolong hanyalah menolong......

bukan memiliki bentuk pikiran seperti
"oh pertolongan ku masih kurang"
"yang saya ajarkan masih sedikit,musti lebih banyak lagi"
"murid ku harus mencapai ini"

baiknya belajar vipassana....jadi lebih mudah di lihat dan dipahami yang di maksud
"menolong hanyalah menolong"
"melihat hanyalah melihat"
"mengajar hanyalah mengajar" dsb-nya
--------------------------------------------------------------

agar di mengerti saya beri contoh sederhana....

ketika seseorang menunggu kereta di stasiun.........dan banyak orang lain juga menunggu di stasiun itu.
nah...ada seseorang kita sebut GOTAMA...sambil menunggu waktu datang nya kereta penjemput....beliau mengajarkan ajaran-ajaran kepada orang-orang di stasiun tersebut.

nah.....ketika orang-orang tersebut sedang di ajar dhamma.....tiba-tiba datanglah kereta penjemput..

nah BEDANYA seseorang arahat yang tidak melekat.....
akan masuk ke dalam kereta tersebut tanpa bentuk pikiran bahwa
"kasihan saya belum selesai mengajar"
"aduh kecewa belum selesai mengajar tapi kereta sudah datang"
"ingin rasanya menunda keberangkatan hingga selesai mengajar,hingga semua orang di stasiun mengerti"
dsb-nya

jadi ketika seorang arahat dalam stasiun menunggu kereta nya...seorang arahat MEMPRATEKKAN 4 SIFAT BATIN LUHUR yang dimilikinya(brahmavihara)...

tetapi ketika kereta datang semua itu tetap saja di tinggalkan.....
seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan
"ini belum selesai"  "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.

semoga di mengerti _/\_
« Last Edit: 02 December 2008, 09:15:53 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #374 on: 02 December 2008, 09:10:04 AM »
Sebelumnya mohon maaf apabila tanggapan saya berkesan OOT.

Kalo menurut saya, seorang Arahat Parinibbana adalah karena kebenaran hukum kamma, yaitu kamma kehidupannya dalam arti terkondisi secara jasmani telah habis, dimana dikarenakan kamma inilah "mahluk" berada di alam samsara, namun adanya hukum kamma ini pulalah maka terdapat jalan menuju akhir derita sebagaimana yang ditunjukkan Sang Buddha.

Apabila seorang Arahat tidak parinibbana, menurut saya, itu bertentangan dengan hukum kamma, sehingga hal ini menunjukkan ada yang salah dengan hukum kamma.

Namun oleh karena kebenaran hukum kammalah, maka seorang Arahat Parinibbana. Dan karena hukum kamma jugalah maka tidak ada seorangpun yang dapat menyelamatkan yang lainnya, hanya setiap "mahluk" itu sendirilah yang dapat menyelamatkan "dirinya".

[at] sdr.chingik... pernyataan anda sudah dijawab oleh sdr.hendrako... SABBE SANKHARA ANICCA (Segala yang terkondisi adalah tidak kekal) bahwa badan jasmani seorang ARAHAT pun akan lapuk oleh waktu, maka parinibbana-lah sang ARAHAT.

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan