Arahat yang parinibbana dan tidak bisa lagi "menolong" makhluk hidup,bagaimana bisa disebut egaliter non-dualisme? Bro Dilbert juga mengatakan Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan, atas dasar apa Arahat melakukan aktivitas itu? Jika atas dasar 4 sifat batin luhur, mengapa Arahat akhirnya memilih Parinibbana? Bagaimanakah hal ini dikaitkan dengan sifat egaliter? Jika atas dasar tanpa kemelekatan, maka utk apa Arahat mengajarkan dhamma? Jika mengajar tanpa kemelekatan, mengapa memilih Parinibbana yg pada hakikatnya padam dari segala kondisi. Bukankah seharusnya egaliter sejati adalah melakukan aktivitas namun tidak melekat pada aktifitas itu sehingga terus melakukan tugas "penyelamatan" terus menerus tanpa jeda, seperti halnya dalam konsep bodhisatva. Jika anggapan anda bahwa Arahat memandang Samsara=Nibbana, maka Arahat tidak seharusnya memilih Parinibbana. I
Sekali lagi, Sutra Intan tidak pernah menyebutkan bahwa seorang TATHAGATHA TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN. Tolong Dikaji ulang secara seksama apa makna Sutra Intan.
waduh bro.....saya tidak mengerti apa itu egaliter atau non-dualisme.
tapi saya bisa pahami kalau anda tidak mengerti tentang "tidak melekat"
begini....bukan berarti seseorang arahat(tidak melekat) itu tidak ada keinginan sama sekali...
jika arahat tidak mau mengajarkan dhamma...bagaimana merujuk pada sang buddha seorang arahat sejati?
mengajarkan dhamma tetap bukan.....tetapi apakah beliau melekat pada keinginanannya hingga mau mengajar terus?
jika seorang melekat pada bentuk pikiran dan perasaan dengan ingin mengajar terus tanpa henti...maka pastilah orang tersebut bukan arahat...karena di ikuti oleh rasa "tanha"
seorang arahat boleh saja berkeinginan....tetapi seorang arahat memiliki keinginan yang tidak melekat akan 5 khanda nya........
misalnya seorang arahat membantu mengajarkan dhamma kepada murid nya......tetapi seorang arahat tidak berpikir sampai di ikuti oleh bentuk perasaaan
" apakah murid ku masih belum mencapai "
"kapan dia mencapai"
seorang arahat hanya melihat "hal itu" sebagaimana "hal itu"....
seperti menolong hanyalah menolong......
bukan memiliki bentuk pikiran seperti
"oh pertolongan ku masih kurang"
"yang saya ajarkan masih sedikit,musti lebih banyak lagi"
"murid ku harus mencapai ini"
baiknya belajar vipassana....jadi lebih mudah di lihat dan dipahami yang di maksud
"menolong hanyalah menolong"
"melihat hanyalah melihat"
"mengajar hanyalah mengajar" dsb-nya
--------------------------------------------------------------
agar di mengerti saya beri contoh sederhana....
ketika seseorang menunggu kereta di stasiun.........dan banyak orang lain juga menunggu di stasiun itu.
nah...ada seseorang kita sebut GOTAMA...sambil menunggu waktu datang nya kereta penjemput....beliau mengajarkan ajaran-ajaran kepada orang-orang di stasiun tersebut.
nah.....ketika orang-orang tersebut sedang di ajar dhamma.....tiba-tiba datanglah kereta penjemput..
nah BEDANYA seseorang arahat yang tidak melekat.....
akan masuk ke dalam kereta tersebut tanpa bentuk pikiran bahwa
"kasihan saya belum selesai mengajar"
"aduh kecewa belum selesai mengajar tapi kereta sudah datang"
"ingin rasanya menunda keberangkatan hingga selesai mengajar,hingga semua orang di stasiun mengerti"
dsb-nya
jadi ketika seorang arahat dalam stasiun menunggu kereta nya...seorang arahat MEMPRATEKKAN 4 SIFAT BATIN LUHUR yang dimilikinya(brahmavihara)...
tetapi ketika kereta datang semua itu tetap saja di tinggalkan.....
seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan
"ini belum selesai" "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.
semoga di mengerti