//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 183723 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #375 on: 02 December 2008, 09:12:32 AM »
Quote
Justru arahat hinayana yg telah mencapai kondisi egaliter non dualisme yg katanya tiada nirvana dan samsara. Jika tiada samsara, apa yg mau diselamatkan oleh arahat? Justru bodhisatva ala mahayana yg masih berkutat pada penyelamatan makhluk hidup, krn masih membedakan nirvana dan samsara.
Jika Arahat hinayana benar-benar mencapai kondisi non dualisme, justru seharusnya dapat secara leluasa tetap memberi bimbingan kepada para makhluk samsara. Tetapi Arahat hinayana justru memilih mencapai parinibbana, sama seperti orang yg mendapatkan harta kekayaan lalu tidak mempedulikan kaum miskin papa. Bagaimana bisa disebut egaliter?
Dalam pandangan Mahayana, walaupun dikatakan tidak ada perbedaan samsara-nirvana dan tidak ada konsep penyelamatan, tidak berarti samsara itu tidak ada, makhluk itu tidak ada. JIka anggapan tidak ada samsara dan makhluk dan tidak ada perlu penyelamatan, maka apa bedanya dengan pandangan kaum Nihilis yg setelah mati segalanya sirna.
Yang benar-benar disebut egaliter non-dualisme adalah saat makan tidak melekat pada konsep makan, saat mewejangkan dhamma tidak melekat pada konsep mewjangkan dhamma, sehingga saat melakukan tugas penyelamatan, tidak melekat pada konsep penyelamatan. Saat berdiam dalam kondisi nirvana, tidak melekat pada kondisi itu, sehingga secara leluasa membimbing para makhluk samsara.

sdr.chingik menyatakan bahwa para arahat itu seolah olah seperti orang yang mendapatkan harta kekayaan tetapi melupakan kaum miskin papa... pernyataan ini adalah pernyataan puthujana. Konsep egaliter non dualisme kan melampaui nibbana dan samsara. Tidak ada dualisme antara nibbana dan samsara, dari mana muncul makhluk samsara lagi, bahkan konsep kesucian (nibbana) pun sudah "ditinggalkan"... bukan dalam artian bahwa  Arahat itu tidak menolong makhluk, Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan, tetapi dalam konteks parinibbana, ibarat pelita yang sudah habis minyaknya, sudah tidak ada daya untuk "penjelmaan"/bertumimbal lahir, maka tidak bisa lagi "menolong" makhluk yang menderita lagi.

Lagian ini sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam Sutra Intan, bahkan seorang TATHAGATHA pun TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN, karena memang TATHAGATHA ataupun para ARIYA (ARAHAT) hanya menunjukkan jalan, JALAN KESELAMATAN DITEMPUH MASING-MASING INDIVIDU. Lagian ketika Satu Arahat parinibbana, kan masih ada Arahat-arahat lain yang masih belum parinibbana ataupun para Ariya lain (para sotapanna, sakadagami, dan para anagami). Seperti BUDDHA GOTAMA yang sudah parinibbana, tetapi masih ada para anggota Sangha yang memberikan bimbingan dan petunjuk JALAN. Tetapi bagaimana Hebatnya seorang GURU, apabila yang mendapat petunjuk/murid tidak menempuh JALAN PEMBEBASAN itu sendiri, sama saja bohong.


Arahat yang parinibbana dan tidak bisa lagi "menolong" makhluk hidup,bagaimana bisa disebut egaliter non-dualisme?  Bro Dilbert juga mengatakan Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan,  atas dasar apa Arahat melakukan aktivitas itu? Jika atas dasar 4 sifat batin luhur, mengapa Arahat akhirnya memilih Parinibbana? Bagaimanakah hal ini dikaitkan dengan sifat egaliter? Jika atas dasar tanpa kemelekatan, maka utk apa Arahat mengajarkan dhamma? Jika mengajar tanpa kemelekatan, mengapa memilih Parinibbana yg pada hakikatnya padam dari segala kondisi. Bukankah seharusnya egaliter sejati adalah melakukan aktivitas namun tidak melekat pada aktifitas itu sehingga terus melakukan tugas "penyelamatan" terus menerus tanpa jeda, seperti halnya dalam konsep bodhisatva. Jika anggapan anda bahwa Arahat memandang Samsara=Nibbana, maka Arahat tidak seharusnya memilih Parinibbana. I

Sekali lagi, Sutra Intan tidak pernah menyebutkan bahwa seorang TATHAGATHA TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN. Tolong Dikaji ulang secara seksama apa makna Sutra Intan.


berikut saya kutipkan dari SUTRA INTAN...
"Subhuti, seorang Bodhisattva juga demikian, jika dia berkata, "Aku harus membebaskan makhluk hidup yang tak terhitung dari tumimbal lahir, maka dia tidak akan disebut seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma yang dinamakan Bodhisattva. Karena itu Hyang Buddha mengatakan semua Dharma tidak memiliki konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan."

lalu...
"Lagipula Subhuti, Dharma ini sama rata dan setara, tanpa tinggi maupun rendah. Oleh sebab itu dinamakan Anuttara-samyak-sambodhi. Mempraktekkan semua Dharma yang baik dengan tanpa konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan adalah memperoleh Anuttara-samyak-sambodhi. Subhuti, Dharma yang baik dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan Dharma yang baik. Oleh sebab itu dinamakan Dharma yang baik."

lalu...
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan
. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam


coba dikaji kutipan SUTRA INTAN diatas... Apakah benar bahwa Bahkan Tathagatha tidak dapat menyelamatkan makhluk hidup apapun... Karena memang semua makhluk menyelamatkan diri masing-masing. BUDDHA DHARMA hanya sebagai petunjuk jalan, masing-masing pribadi-lah yang menyelusuri jalan-nya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #376 on: 02 December 2008, 09:15:42 AM »
Quote

Arahat yang parinibbana dan tidak bisa lagi "menolong" makhluk hidup,bagaimana bisa disebut egaliter non-dualisme?  Bro Dilbert juga mengatakan Arahat yang masih belum parinibbana tetap membabarkan dharma, memberikan petunjuk kepada makhluk makhluk yang membutuhkan pertolongan,  atas dasar apa Arahat melakukan aktivitas itu? Jika atas dasar 4 sifat batin luhur, mengapa Arahat akhirnya memilih Parinibbana? Bagaimanakah hal ini dikaitkan dengan sifat egaliter? Jika atas dasar tanpa kemelekatan, maka utk apa Arahat mengajarkan dhamma? Jika mengajar tanpa kemelekatan, mengapa memilih Parinibbana yg pada hakikatnya padam dari segala kondisi. Bukankah seharusnya egaliter sejati adalah melakukan aktivitas namun tidak melekat pada aktifitas itu sehingga terus melakukan tugas "penyelamatan" terus menerus tanpa jeda, seperti halnya dalam konsep bodhisatva. Jika anggapan anda bahwa Arahat memandang Samsara=Nibbana, maka Arahat tidak seharusnya memilih Parinibbana. I

Sekali lagi, Sutra Intan tidak pernah menyebutkan bahwa seorang TATHAGATHA TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP APAPUN. Tolong Dikaji ulang secara seksama apa makna Sutra Intan.
waduh bro.....saya tidak mengerti apa itu egaliter atau non-dualisme.
tapi saya bisa pahami kalau anda tidak mengerti tentang "tidak melekat"

begini....bukan berarti seseorang arahat(tidak melekat) itu tidak ada keinginan sama sekali...
jika arahat tidak mau mengajarkan dhamma...bagaimana meruju pada sang buddha seoranga arahat sejati?
mengajarkan dhamma tetap bukan.....tetapi apakah beliau melekat pada keinginanannya hingga mau mengajar terus?

jika seorang melekat pada bentuk pikiran dan perasaan dengan ingin mengajar terus tanpa henti...maka pastilah orang tersebut bukan arahat...karena di ikuti oleh rasa "tanha"

seorang arahat boleh saja berkeinginan....tetapi seorang arahat memiliki keinginan yang tidak melekat akan 5 khanda nya........
misalnya seorang arahat membantu mengajarkan dhamma kepada murid nya......tetapi seorang arahat tidak berpikir sampai di ikuti oleh bentuk perasaaan
" apakah murid ku masih belum mencapai "
"kapan dia mencapai"

seorang arahat hanya melihat "hal itu" sebagaimana "hal itu"....
seperti menolong hanyalah menolong......

bukan memiliki bentuk pikiran seperti
"oh pertolongan ku masih kurang"
"yang saya ajarkan masih sedikit,musti lebih banyak lagi"
"murid ku harus mencapai ini"

baiknya belajar vipassana....jadi lebih mudah di lihat dan dipahami yang di maksud
"menolong hanyalah menolong"
"melihat hanyalah melihat"
"mengajar hanyalah mengajar" dsb-nya
--------------------------------------------------------------

agar di mengerti saya beri contoh sederhana....

ketika seseorang menunggu kereta di stasiun.........dan banyak orang lain juga menunggu di stasiun itu.
nah...ada seseorang kita sebut GOTAMA...sambil menunggu waktu datang nya kereta penjemput....beliau mengajarkan ajaran-ajaran kepada orang-orang di stasiun tersebut.

nah.....ketika orang-orang tersebut sedang di ajar dhamma.....tiba-tiba datanglah kereta penjemput..

nah BEDANYA seseorang arahat yang tidak melekat.....
akan masuk ke dalam kereta tersebut tanpa bentuk pikiran bahwa
"kasihan saya belum selesai mengajar"
"aduh kecewa belum selesai mengajar tapi kereta sudah datang"
"ingin rasanya menunda keberangkatan hingga selesai mengajar,hingga semua orang di stasiun mengerti"
dsb-nya

jadi ketika seorang arahat dalam stasiun menunggu kereta nya...seorang arahat MEMPRATEKKAN 4 SIFAT BATIN LUHUR yang dimilikinya(brahmavihara)...

tetapi ketika kereta datang semua itu tetap saja di tinggalkan.....
seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan
"ini belum selesai"  "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.

semoga di mengerti _/\_


Inilah ARAHAT sejati...

 _/\_
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #377 on: 02 December 2008, 11:52:53 AM »
Quote
berikut saya kutipkan dari SUTRA INTAN...
"Subhuti, seorang Bodhisattva juga demikian, jika dia berkata, "Aku harus membebaskan makhluk hidup yang tak terhitung dari tumimbal lahir, maka dia tidak akan disebut seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma yang dinamakan Bodhisattva. Karena itu Hyang Buddha mengatakan semua Dharma tidak memiliki konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan."

lalu...
"Lagipula Subhuti, Dharma ini sama rata dan setara, tanpa tinggi maupun rendah. Oleh sebab itu dinamakan Anuttara-samyak-sambodhi. Mempraktekkan semua Dharma yang baik dengan tanpa konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan adalah memperoleh Anuttara-samyak-sambodhi. Subhuti, Dharma yang baik dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan Dharma yang baik. Oleh sebab itu dinamakan Dharma yang baik."

lalu...
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam

coba dikaji kutipan SUTRA INTAN diatas... Apakah benar bahwa Bahkan Tathagatha tidak dapat menyelamatkan makhluk hidup apapun... Karena memang semua makhluk menyelamatkan diri masing-masing. BUDDHA DHARMA hanya sebagai petunjuk jalan, masing-masing pribadi-lah yang menyelusuri jalan-nya.

Saya paham bahwa semua makhluk menyelamatkan diri masing2. Buddha juga hanya sebagai petunjuk jalan, tetapi konteks dalam Sutra Intan sebenarnya bukan soal sanggup atau tidak sanggup menyelamatkan. Bahkan dalam konteks itu, Buddha pun tidak menunjuk jalan. 
Penekanan Sutra Intan terletak pada hakikat "menunjukkan jalan" sebenarnya tidak ada yg disebut menunjukkan jalan. Tidak berarti Buddha tidak sanggup menyelamatkan/menunjukkan jalan. Jika tidak sanggup, utk apa ada pembabaran dhamma? Jadi konteks tidak sanggup (sebenarnya bukan tidak sanggup, tetapi memang secara gagasan Sunyata, tidak ada sesuatu yg diselamatkan) di sini hanya ingin memberi pengertian absolut kepada para bodhisatva, sedangkan Sutra Intan tidak mengabaikan aktivitas penyelamatan, sehingga mengatakan :  Hyang Buddha kemudian menjelaskan kepada Subhuti: "Semua Bodhisattva Mahasattva harus demikian mengendalikan hatinya dengan ikrar: "Aku harus menyebabkan segala jenis makhluk hidup - apakah yang terlahir dari penetasan telur, dari rahim, dari cairan atau dari perubahan wujud seketika, yang memiliki wujud atau tanpa wujud, yang memiliki kesadaran atau tanpa kesadaran, kesemuanya itu tanpa kecuali - untuk memasuki Nirvana sempurna dan berhenti bertumimbal lahir selamanya."

Jika ditelusuri secara keseluruhan bahkan dari seluruh Mahaprajnaparamita Sutra (Sutra Intan adalah bagian dari Sutra ini), Buddha/bodhisatva tetap memperlihatkan aktivitas penyelamatan/penunjuk jalan, tetapi karena mereka sudah tidak melekat pada konsepsi itu, maka dikatakan tidak ada makhluk yg diselamatkan. Ini adalah hakikat sunyata.
Atas dasar ini, maka ketika melakukan aktifitas itu, bodhisatva tidak melekatinya, sehingga bebas secara leluasa antara samsara dan nirvana. 

Secara teori Arahat juga terbebas dari samsara dan batinnya juga sudah bebas dari dualitas, tetapi Arahat memperlihatkan memasuki Parinibbana tanpa sisa, ini menunjukkan Arahat membedakan antara samsara dan nibbana. 



Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #378 on: 02 December 2008, 12:02:15 PM »
Quote

 
waduh bro.....saya tidak mengerti apa itu egaliter atau non-dualisme.
tapi saya bisa pahami kalau anda tidak mengerti tentang "tidak melekat"

begini....bukan berarti seseorang arahat(tidak melekat) itu tidak ada keinginan sama sekali...
jika arahat tidak mau mengajarkan dhamma...bagaimana meruju pada sang buddha seoranga arahat sejati?
mengajarkan dhamma tetap bukan.....tetapi apakah beliau melekat pada keinginanannya hingga mau mengajar terus?

jika seorang melekat pada bentuk pikiran dan perasaan dengan ingin mengajar terus tanpa henti...maka pastilah orang tersebut bukan arahat...karena di ikuti oleh rasa "tanha"

seorang arahat boleh saja berkeinginan....tetapi seorang arahat memiliki keinginan yang tidak melekat akan 5 khanda nya........
misalnya seorang arahat membantu mengajarkan dhamma kepada murid nya......tetapi seorang arahat tidak berpikir sampai di ikuti oleh bentuk perasaaan
" apakah murid ku masih belum mencapai "
"kapan dia mencapai"

seorang arahat hanya melihat "hal itu" sebagaimana "hal itu"....
seperti menolong hanyalah menolong......

bukan memiliki bentuk pikiran seperti
"oh pertolongan ku masih kurang"
"yang saya ajarkan masih sedikit,musti lebih banyak lagi"
"murid ku harus mencapai ini"

baiknya belajar vipassana....jadi lebih mudah di lihat dan dipahami yang di maksud
"menolong hanyalah menolong"
"melihat hanyalah melihat"
"mengajar hanyalah mengajar" dsb-nya
--------------------------------------------------------------

agar di mengerti saya beri contoh sederhana....

ketika seseorang menunggu kereta di stasiun.........dan banyak orang lain juga menunggu di stasiun itu.
nah...ada seseorang kita sebut GOTAMA...sambil menunggu waktu datang nya kereta penjemput....beliau mengajarkan ajaran-ajaran kepada orang-orang di stasiun tersebut.

nah.....ketika orang-orang tersebut sedang di ajar dhamma.....tiba-tiba datanglah kereta penjemput..

nah BEDANYA seseorang arahat yang tidak melekat.....
akan masuk ke dalam kereta tersebut tanpa bentuk pikiran bahwa
"kasihan saya belum selesai mengajar"
"aduh kecewa belum selesai mengajar tapi kereta sudah datang"
"ingin rasanya menunda keberangkatan hingga selesai mengajar,hingga semua orang di stasiun mengerti"
dsb-nya

jadi ketika seorang arahat dalam stasiun menunggu kereta nya...seorang arahat MEMPRATEKKAN 4 SIFAT BATIN LUHUR yang dimilikinya(brahmavihara)...

tetapi ketika kereta datang semua itu tetap saja di tinggalkan.....
seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan
"ini belum selesai"  "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.

semoga di mengerti _/\_


Inilah ARAHAT sejati...

 _/\_

Katanya Arahat tanpa keinginan, sekarang malah mengatakan Arahat memiliki keinginan mengajar dhamma? Kalau dalam konteks bodhisatva, keinginan bodhisatva bukan atas dasar tanha, tapi "chanda, keinginan yg luhur". Silakan baca posting bro Gandalf.

Bro Marcedes mengatakan seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan. Dari apa yg saya baca, saya malah melihat bahwa jika tanpa kerisauan, Arahat seharusnya tidak perlu concern dgn kedatangan kereta. Tetapi seorang Bodhisatva juga bukan risau dgn pikiran "ini belum selesai"  "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.
Ibarat seorang dokter yg memberi pertolongan pada pasien yg jumlahnya sangat banyak, ketika kereta datang menjemput, dokter tidak akan ikut kereta dan pergi selamanya, tetapi dokter tetap akan datang lagi selama ada pasien yg menunggu beliau. Ibarat ketika jam kerja sudah selesai, dokter tetap akan tutup pintu, tetapi bila ada pasien datang esoknya, pintu akan dibukakan lagi. Itulah bodhisatva sejati. Bahkan kereta tetap dianggap sebagai hal yg ilusif, karena mana ada lagi yg disebut mati total hingga tidak ada apa apa lagi.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #379 on: 02 December 2008, 12:25:05 PM »
sdr.chingik.
Ketika arahat sudah meninggal, arahat merealisasikan nibbana akhir. Dan konsekuensinya tdk terlahir di alam manapun lagi (dlm theravada tdk ada arahatdhatu). Ini final.
Nah, lantas konsep mahayana menyatakan para arahat msh bisa menempuh jalur bodhisatva utk mencapai annutara samyaksambodhi. Ini menandakan bahwa Arahat (sravaka) belum selesai.
Dua konteks ini berseberangan..

Kesimpulannya, hanya ada satu yg benar, apakah THERAVADA atau MAHAYANA? ketika dua ajaran ini berbeda, apakah masih bisa dimasukkan dalam satu YANA, KENDARAAN BUDDHA?

Dari awal saya pribadi tdk mengatakan bahwa ajaran Theravada pasti benar, tetapi ketika diskusi mendalam spt mengarah pada kesimpulan bahwa ada perbedaan mendasar pada ajaran Theravada dan Mahayana, apakah bisa digolongkan pada satu ajaran?
Silahkan para pembaca nilai sendiri.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #380 on: 02 December 2008, 03:39:18 PM »
sdr.chingik.
Ketika arahat sudah meninggal, arahat merealisasikan nibbana akhir. Dan konsekuensinya tdk terlahir di alam manapun lagi (dlm theravada tdk ada arahatdhatu). Ini final.
Nah, lantas konsep mahayana menyatakan para arahat msh bisa menempuh jalur bodhisatva utk mencapai annutara samyaksambodhi. Ini menandakan bahwa Arahat (sravaka) belum selesai.
Dua konteks ini berseberangan..

Kesimpulannya, hanya ada satu yg benar, apakah THERAVADA atau MAHAYANA? ketika dua ajaran ini berbeda, apakah masih bisa dimasukkan dalam satu YANA, KENDARAAN BUDDHA?

Dari awal saya pribadi tdk mengatakan bahwa ajaran Theravada pasti benar, tetapi ketika diskusi mendalam spt mengarah pada kesimpulan bahwa ada perbedaan mendasar pada ajaran Theravada dan Mahayana, apakah bisa digolongkan pada satu ajaran?
Silahkan para pembaca nilai sendiri.

Yang menganggap berseberangan 'kan itu dari sudut pandang sektarian. Mahayana sendiri menilai Jalan Kearahatan ibarat Jalan yg belum selesai. Bukan soal berbeda lalu tidak bisa dimasukkan ke Yana mana. Kendaraaan Buddha ibarat Puncak Gunung, dan walaupun dilembah gunung (Arahat, Prayetaka, Bodhisatva) terdapat jalur yg beda-beda, semuanya mengarah ke puncak gunung (Sammasambuddha). Dari perspektif ini, mengapa tidak bisa dimasukan ke 1 kendaraarn Tunggal? Bisa dhonk...
Bila puncak gunung adalah Sammasambuddha, mengapa tidak bisa digolongkan pd satu ajaran? Sebenarnya itu adalah pilihan bebas seorang Arahat (Walaupun belajar dari konsep Theravada). Arahat tidak mungkin tidak memiliki keinginan , bro Marcedes sendiri sudah menerangkannya, sejauh memiliki Chanda, apapun bisa memungkinkan. Tetapi bila tetap merasa Arahat tidak memiliki keinginan, ya itu juga pendapat masing2. Saya pribadi tidak menolak berbagai kemungkinan, jatuh2nya tetap pada ehipassiko aja. Selamat berlatih.  :) _/\_

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #381 on: 02 December 2008, 03:57:46 PM »
sdr.chingik.
Ketika arahat sudah meninggal, arahat merealisasikan nibbana akhir. Dan konsekuensinya tdk terlahir di alam manapun lagi (dlm theravada tdk ada arahatdhatu). Ini final.
Nah, lantas konsep mahayana menyatakan para arahat msh bisa menempuh jalur bodhisatva utk mencapai annutara samyaksambodhi. Ini menandakan bahwa Arahat (sravaka) belum selesai.
Dua konteks ini berseberangan..

Kesimpulannya, hanya ada satu yg benar, apakah THERAVADA atau MAHAYANA? ketika dua ajaran ini berbeda, apakah masih bisa dimasukkan dalam satu YANA, KENDARAAN BUDDHA?

Dari awal saya pribadi tdk mengatakan bahwa ajaran Theravada pasti benar, tetapi ketika diskusi mendalam spt mengarah pada kesimpulan bahwa ada perbedaan mendasar pada ajaran Theravada dan Mahayana, apakah bisa digolongkan pada satu ajaran?
Silahkan para pembaca nilai sendiri.

Yang menganggap berseberangan 'kan itu dari sudut pandang sektarian. Mahayana sendiri menilai Jalan Kearahatan ibarat Jalan yg belum selesai. Bukan soal berbeda lalu tidak bisa dimasukkan ke Yana mana. Kendaraaan Buddha ibarat Puncak Gunung, dan walaupun dilembah gunung (Arahat, Prayetaka, Bodhisatva) terdapat jalur yg beda-beda, semuanya mengarah ke puncak gunung (Sammasambuddha). Dari perspektif ini, mengapa tidak bisa dimasukan ke 1 kendaraarn Tunggal? Bisa dhonk...
Bila puncak gunung adalah Sammasambuddha, mengapa tidak bisa digolongkan pd satu ajaran? Sebenarnya itu adalah pilihan bebas seorang Arahat (Walaupun belajar dari konsep Theravada). Arahat tidak mungkin tidak memiliki keinginan , bro Marcedes sendiri sudah menerangkannya, sejauh memiliki Chanda, apapun bisa memungkinkan. Tetapi bila tetap merasa Arahat tidak memiliki keinginan, ya itu juga pendapat masing2. Saya pribadi tidak menolak berbagai kemungkinan, jatuh2nya tetap pada ehipassiko aja. Selamat berlatih.  :) _/\_

selamat berlatih juga...
 _/\_
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #382 on: 02 December 2008, 05:11:31 PM »

Yang menganggap berseberangan 'kan itu dari sudut pandang sektarian. Mahayana sendiri menilai Jalan Kearahatan ibarat Jalan yg belum selesai. Bukan soal berbeda lalu tidak bisa dimasukkan ke Yana mana. Kendaraaan Buddha ibarat Puncak Gunung, dan walaupun dilembah gunung (Arahat, Prayetaka, Bodhisatva) terdapat jalur yg beda-beda, semuanya mengarah ke puncak gunung (Sammasambuddha). Dari perspektif ini, mengapa tidak bisa dimasukan ke 1 kendaraarn Tunggal? Bisa dhonk...
Bila puncak gunung adalah Sammasambuddha, mengapa tidak bisa digolongkan pd satu ajaran? Sebenarnya itu adalah pilihan bebas seorang Arahat (Walaupun belajar dari konsep Theravada). Arahat tidak mungkin tidak memiliki keinginan , bro Marcedes sendiri sudah menerangkannya, sejauh memiliki Chanda, apapun bisa memungkinkan. Tetapi bila tetap merasa Arahat tidak memiliki keinginan, ya itu juga pendapat masing2. Saya pribadi tidak menolak berbagai kemungkinan, jatuh2nya tetap pada ehipassiko aja. Selamat berlatih.  :) _/\_

 :jempol:
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #383 on: 02 December 2008, 05:12:55 PM »

Yang menganggap berseberangan 'kan itu dari sudut pandang sektarian. Mahayana sendiri menilai Jalan Kearahatan ibarat Jalan yg belum selesai. Bukan soal berbeda lalu tidak bisa dimasukkan ke Yana mana. Kendaraaan Buddha ibarat Puncak Gunung, dan walaupun dilembah gunung (Arahat, Prayetaka, Bodhisatva) terdapat jalur yg beda-beda, semuanya mengarah ke puncak gunung (Sammasambuddha). Dari perspektif ini, mengapa tidak bisa dimasukan ke 1 kendaraarn Tunggal? Bisa dhonk...
Bila puncak gunung adalah Sammasambuddha, mengapa tidak bisa digolongkan pd satu ajaran? Sebenarnya itu adalah pilihan bebas seorang Arahat (Walaupun belajar dari konsep Theravada). Arahat tidak mungkin tidak memiliki keinginan , bro Marcedes sendiri sudah menerangkannya, sejauh memiliki Chanda, apapun bisa memungkinkan. Tetapi bila tetap merasa Arahat tidak memiliki keinginan, ya itu juga pendapat masing2. Saya pribadi tidak menolak berbagai kemungkinan, jatuh2nya tetap pada ehipassiko aja. Selamat berlatih.  :) _/\_

 :jempol:

sektarian !!! siapa ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #384 on: 03 December 2008, 09:10:23 AM »
Dear Gandalf
sebenarnya, masalah hinaya maupun bhavaviveka semua itu cuma samutti sacca yang kita berdebatkan.
apalah artinya?

"arahat adalah boddhisatva"
"arahat tidak terlahir atau terlahir"
"ini bhavaviveka ini hinaya"

sampai kapan terjerumus dalam ini?
"dhamma hanyalah rakit untuk menyeberang lautan samsara"
dhamma di pakai untuk NIBBANA....bukan di genggam ataupun di peluk.

baik mahayana maupun theravada.......apa sudah lupa yang merupakan ajaran buddha?

”Ada kemungkinan, bahwa di antara kalian ada yang berpikir: `Berakhirlah kata-kata Sang Guru; kita tidak mempunyai seorang Guru lagi.` Tetapi, Ananda, hendaknya tidak berpikir demikian. Sebab apa yang telah Aku ajarkan sebagai Dhamma dan Vinaya, Ananda, itulah kelak yang menjadi Guru-mu, ketika Aku pergi.”
(Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya 16)


lalu perhatikan baik-baik semangat buddha dan "apa yang dia ajarkan selama 45 tahun"?
hanya 1.....yakni NIBBANA

Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.`”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.`”


Begitu juga dalam SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.`"

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.`”


---------------------------------------------

bukankah inti ajaran buddha itu berhubungan langsung dengan 4 kesunyataan mulia?
coba lihat ketika sang buddha telah mencapai Anuttaro sammasambodhi(pencerahan sempurna)
apa yang diajarkan nya pertama kali?
tidak lain 4 kesunyataan mulia yang ujung-ujung nya merealisasikan nibbana

karena memang sang buddha sudah tahu....itulah yang terpenting

masalah vinaya maupun tatacara...sutta-sutta yang berbeda...memang ada perbedaan antara T dan M
sekali lagi theravada dan mahayana itu cuma merek RAKIT.....dan "rakit di pakai untuk menyeberang"

jadikanlah nibbana sebagai tujuan hidupmu. _/\_


Quote
Katanya Arahat tanpa keinginan, sekarang malah mengatakan Arahat memiliki keinginan mengajar dhamma? Kalau dalam konteks bodhisatva, keinginan bodhisatva bukan atas dasar tanha, tapi "chanda, keinginan yg luhur". Silakan baca posting bro Gandalf.

Bro Marcedes mengatakan seorang arahat sejati akan memasuki kereta dengan tenang dan tanpa kerisauan atau kegelisahan. Dari apa yg saya baca, saya malah melihat bahwa jika tanpa kerisauan, Arahat seharusnya tidak perlu concern dgn kedatangan kereta. Tetapi seorang Bodhisatva juga bukan risau dgn pikiran "ini belum selesai"  "ini kasihan ingin di tolong" dsb-nya.
Ibarat seorang dokter yg memberi pertolongan pada pasien yg jumlahnya sangat banyak, ketika kereta datang menjemput, dokter tidak akan ikut kereta dan pergi selamanya, tetapi dokter tetap akan datang lagi selama ada pasien yg menunggu beliau. Ibarat ketika jam kerja sudah selesai, dokter tetap akan tutup pintu, tetapi bila ada pasien datang esoknya, pintu akan dibukakan lagi. Itulah bodhisatva sejati. Bahkan kereta tetap dianggap sebagai hal yg ilusif, karena mana ada lagi yg disebut mati total hingga tidak ada apa apa lagi.
kereta yang saya maksud itu adalah kematian.
itulah bedanya boddhisatva....karena masih memiliki "tanha" yang ingin menolong terus menerus tentu itu adalah penderitaan.....seorang boddhisatva jika menjadi seorang dewa yang sakti...tidaklah terlalu masalah karena kesaktiannya...tetapi semua itu tidaklah kekal.
dokter juga bisa mati ^^...dan ketika dokter yang pintar itu mati dan terlahir lagi...apa masih sama kepintaran dan ilmu kedokterannya?

bisa saja setelah jadi boddhisatva menjadi orang miskin yang payah ataupun buta....lalu apa masih bisa menolong?....mungkin menolong dirinya saja sudah sulit..apakah itu bukan penderitaan?
apakah itu kebahagiaan?.......

dan itulah kenyataan "keinginan merupakan suatu penderitaan"....
karena keinginan seperti itu akan menyebabkan proses penjelmaan...penjelmaan adalah berkondisi
dan berkondisi tidak lah kekal....tidak kekal merupakan penderitaan.
bisa lihat di proses patticasammupada.
-----------------------------------------------------------------------------

seperti nya sahabat chingik tidak mengerti apa yang saya maksudkan.............arahat tetap memiliki keinginan tetapi keinginan itu hanya sebatas keinginan......saya jelaskan panjang lebar....harap di cermati.
tapi mau di cermati atau tidak juga tidak apa-apa... ;D

arahat masih memiliki keinginan seperti makan,ingin kacamata, ingin tidur, ingin minum ,ingin mengajarkan dhamma,dsb-nya.

kita ambil satu contoh....."ingin kacamata"
seorang arahat ketika mata nya sudah kabur atau bisa saja Silindris (Cylinder)....
nah menyebabkan khandha pada bagian perasaan sangat menderita.....menderita ini tentu berasal dari pusing,rabun,dsb-nya....karena mata silindris itu bukan seperti rabun..

(saya sendiri dijelaskan oleh seorang penderita silindris entah parah atau tidak....tapi memang menyebabkan penglihatan terganggu bahkan sampai pusing jika tidak pakai kacamata)
apakah hal ini wajar atau tidak bagi seorang arahat?

tentu saja wajar......kita tahu memang khandha kita tidak lah kekal....mulai dari jasmani...dan ketika jasmani ini menimbulkan rasa sakit....tentu yah di kenal sebagai SAKIT oleh VENDANA / PERASAAN...dan di kenal juga oleh PIKIRAN dan PENCERAPAN serta KESADARAN.
bahwa ini SAKIT-tidak menyenangkan,dsb-nya.

beda seorang arahat dan orang awam adalah di sini letak nya.
saya bahas orang awam dulu

ketika orang awam menerima rasa sakit....dan berpikir "aku sakit"....menerima rasa sakit itu sebagai "diri-ku yang sakit".
orang awam menilai rasa sakit itu....dengan "ini sakit sekali, ini tidak terlalu sakit"
dan ketika orang awam ingin memiliki kacamata sebagai OBAT AMPUH....
jika kacamata itu tidak ada...tentu orang awam yang melekat,maka akan semakin menderita..

"kacamata ku---hilang,....dari kacamata yang hilang.....(berpandangan bahwa kacamata itu MILIK-NYA)
tentu lah penderitaannya bertambah.......
karena keinginannya memiliki kacamata saat itu tidak ada.....ditambah penderitaan itu adalah MILIK-NYA

-----------

sekarang kita bahas arahat.
ketika arahat sakit dan pusing........mulai dari jasmani sampai 4 khandha lainnya semua proses nya sama....
tetapi beda-nya arahat ketika dirinya sakit......tidak menilai lagi "ini sakit sekali, ini tidak terlalu sakit"
dan hanya mencatat dalam pikirannnya bahwa "ini sakit"
dan sakit bukanlah milik-nya......karena memang khandha ini selalu berubah-rubah...

perhatikan baik-baik yang ini.
ketika seorang arahat sakit...dan ingin memiliki kacamata..
dari pikirannya tahu bahwa ketika saya memakai kacamata, maka sakit ini akan sembuh.

apakah seorang arahat tidak mau memakai kacamata dengan alasan tidak ada keinginan?
dan membiarkan sakit itu terus berlanjut?
apakah arahat sebodoh itu?

jawabannya tidak.....perhatikan proses batin-nya
seorang yang bijaksana....tentu melihat peluang...jika bisa baik saat itu, mengapa di biarkan menderita?
vendana / perasaan yang begitu sakit....ketika ada peluang bisa berubah dari yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan.....tentu semua orang yang pintar bakalan merubahnya.

nah bagaimana kah jika tidak ada peluang / kacamata hilang?
ketika perasaan mencatat bahwa ini menderita......dan ketika kacamata yang di cari tidak di temukan
vendana atau perasaan......ini menderita.....batin seorang arahat mencatat bahwa ini penderitaan.

tetapi(saat ini menderita) dan "ingin" mengubahnya menjadi bahagia(karena ada kacamata) MERUPAKAN SUATU PENDERITAAN.
inilah disebut KEINGINAN SEBAGAI SUMBER PENDERITAAN.....karena kenyataan sudah tidak ditemukan kacamata itu.....dan "keinginan" mengubah vendana-nya...adalah penderitaan.

seorang pertapa seperti Ajahn Chah pernah mengatakan....bebek adalah bebek....ayam adalah ayam.
jika menginginkan ayam menjadi bebek dan bebek menjadi ayam...adalah suatu penderitaan.


makanya dalam meditasi vipassana...semua itu kita lihat sebagaimana adanya...tanpa ada keinginan mengubah
kita mencatat penderitaan adalah penderitaan, bahagia adalah bahagia...tapi semua itu sebagaimana adanya.
tanpa milik...tanpa AKU....

ketika kacamata seorang arahat tidak ditemukan..tentu dia berpandangan benar...bahwa memang KACAMATA itu bukan milik-AKU....jadi hilang tidak hilang...tidaklah masalah.
tetapi jika kacamata itu ada. APAKAH dengan BERKEINGINAN memakai kacamata adalah TANHA?

demikian jika vendana itu menderita.....apakah penderitaan itu adalah milik-nya?
tentu vendana yang menderita itu bukan milik...melainkan hanya di pandang sebagai bagian dari jasmani.
makanya....ketika ada kesempatan vendana itu baik...tentu di baik-kan saja..
tetapi ketika tidak ada kesempatan vendana itu untuk menyenangkan...yah di biarkan saja.
itulah tanpa kemelekatan

disinilah letak keinginan hanyalah keinginan....bukan "tanha" terus menerus berkeinginan.
semoga bisa di mengerti _/\_



« Last Edit: 03 December 2008, 09:29:26 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #385 on: 03 December 2008, 10:02:20 AM »
[at] sdr. marcedes.
Ketika anda menggunakan konsep theravada "ngomong" ke para mahayanis, tdk akan nyambung.
Contoh : anda katakan bhw ajaran yg diajarkan pertama oleh Gotama adalah 4 kesunyataan mulia (dhammacakkapavatana sutta), menurut mahayana, yg pertama diajarkan oleh Gotama adalah Avatamsaka Sutra.

Kemudian anda mengatakan apa yg diajarkan oleh Gotama selama 45 tahun adalah Nibbana, menurut mahayana bukan sekedar nibbana (dalam hal ini savaka) tetapi annutarasamyaksambodhi.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #386 on: 04 December 2008, 12:14:22 PM »
Be real & get real aja deh.
Kenyataannya zaman sekarang ini, hari ini, tidak ada para bodhisattava/buddha turun ke dunia menolong berkoti-koti (koti=1juta eh?) manusia, dewa, dan makhluk2 lain utk mencapai pencerahan seperti yg sering di tuliskan dlm sutta/sutra.
Kalau hari gini ada berita demikian, tolong beritahu saya, krn mao berangkat ke sana jg utk dicerahkan :P :)

Bagian2 tertentu adlh part of buddhism yg berkembang sejalan jaman dan dongeng rakyat.

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #387 on: 04 December 2008, 07:58:23 PM »
walau demikian bukankah tujuan sama.....yakni nibbana....

tujuan sama.....ada jalanan pendek ada jalanan panjang....rute yang mana bagus? terserah dari anda semua....
silahkan pilih.

bukankah hidup adalah pilihan ^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #388 on: 04 December 2008, 08:57:06 PM »
Mengenai perdebatan tentang Arahat dan Bodhisattva antara Theravada dan Mahayana (ditulis oleh sdr. Tan) telah dipost oleh sdr. Hikoza ke thread berikut:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6793.msg114103;topicseen#msg114103
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #389 on: 04 December 2008, 09:44:34 PM »
Mengenai perdebatan tentang Arahat dan Bodhisattva antara Theravada dan Mahayana (ditulis oleh sdr. Tan) telah dipost oleh sdr. Hikoza ke thread berikut:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6793.msg114103;topicseen#msg114103

Sdr.Ivan Taniputra berusaha menyamakan perbedaan Theravada dan Mahayana berdasarkan penafsirannya sendiri, seolah olah Mahayana itu adalah pemurnian ajaran dari sebagian golongan (yang disebut dengan Theravada yang mengasingkan diri dan tidak melayani umat).

Lha apakah pada jaman sekarang para Bhikkhu Theravada tidak melayani umat ? Manakah yang duluan, umat minta dilayani bhikkhu, atau umat melayani bhikkhu (menyokong kehidupan bhikkhu) dan sebagai imbalannya umat mendapat pelayanan spiritual...

Atau ada penafsiran lagi bahwa pada jaman tersebut, perilaku bhikkhu golongan Theravada seperti yang dituduhkan (yaitu mengasingkan diri, mementingkan diri sendiri dan tidak melayani umat), dan pada sekarang ini mereka (para bhikkhu theravada) kemudian mereformasi diri (mungkin karena takut kehilangan umat) seperti sekarang ini yang kenyataannya para bhikkhu theravada juga tidak kurang giatnya melayani umat. ?

Note : Sdr.Tan (Ivan Taniputra) sekarang berkiblat ke ajaran ZHEN FO ZHONG (TRUE BUDDHA SCHOOL) pimpinan Master Lu Sheng Yen.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan