//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 184837 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #285 on: 25 November 2008, 06:01:43 AM »
Quote
emang di MAHAYANA itu tidak ada Surga TAVATIMSA ?? Atau versi Surga TAVATIMSA MAHAYANA BEDA ?? Emang kan sudah saya katakan bahwa saya tidak peduli dengan Surga TAVATIMSA, apalagi dengan Surga SUKHAVATI...

Anda meminta bukti bukti yang nyata nyata-nya tidak dapat dikemukakan baik oleh saya ataupun anda...


Emang ada. Yang lebih saya minta bukanlah bukti, tetapi saya mengkritik pandangan anda yang berat sebelah....  :))  :))

Ya terserah anda deh kalau mau menganggap Sukhavati itu nggak logika, terus Surga Kamaloka itu kata anda masuk logika.... Padahal letak Surga dalam Theravada aja masih kaburr juga toh... lalu kenapa mempertanyakan arah Sukhavati? Ini jelas anda melekat pada konsep tertentu, sehingga luput atau lupa kalau di Theravada kosmologinya juga memiliki arah yang membingungkan.  ^-^  ^-^

Akhirnya muncullah kata-kata "saya tidak peduli dengan Surga Sukhavati" dari tulisan anda.....

La kalau anda memang nggak peduli, ngapain anda ngeributin ADA atau TIDAK Sukhavati itu?? Sampai ngotot kalau Sukhavati itu tidak eksis dsb!  ^-^  ^-^

La Surga sama Neraka dalam Theravada yang serba belum jelas arahnya itu kok anda tidak ngotot kalau tidak eksis??  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 25 November 2008, 06:03:47 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #286 on: 25 November 2008, 06:28:56 AM »
ngomong2 soal alam kalo pandangan Bhikkhu Buddhadasa tentang alam ini pandanga theravada bukan ;D :
Mari kita telusuri lebih jauh lagi. "Apa arti Empat Alam Rendah?"

Alam yang pertama adalah alam neraka. Kegelisahan sama dengan neraka (dalam bahasa Thai, secara literal artinya adalah "hati yang panas"). Kapan pun seseorang mengalami gelisah, emosi, sangat marah, ia otomatis terlahir sebagai penghuni neraka. Ini adalah kelahiran kembali yang spontan secara mental. Meskipun tubuh secara fisik berada di alam manusia, begitu kegelisahan muncul, pikiran jatuh ke alam neraka. Gelisah karena takut kehilangan kekuasaan, ketenaran, dan lain sebagainya adalah kondisi batin di alarn neraka.

Kehidupan di alarn binatang identik dengan kebodohan. Kapan pun seseorang melakukan perbuatan bodoh yang tidak bisa ditolerir, karena tidak paham bahwa Dharma dan Nibbana sangat dibutuhkan, bodoh karena tidak berani atau tidak niat mendalami Dharma

atau menutup diri terhadap ajaran Buddha karena percaya bahwa jika seseorang tertarik kepada Dharma ia akan menjadi kuno dan aneh, maka ia sedang berada di alam binatang. Ini adalah cara pandang seorang anak kecil, dan juga banyak orangtua mereka. Mereka mencoba untuk berpaling dan menjauh dari Dharma. Ini tentu saja sebuah bentuk kebodohan. Apa pun kebodohan yang ia lakukan, ia sama dengan makhluk penghuni alam binatang. la spontan, secara mental, terlahir di sana. Inilah alam rendah yang kedua.

Alam Rendah yang ketiga adalah peta, hantu yang kelaparan, yang memiliki keinginan yang sangat kuat dan tanpa henti. Ini adalah bentuk kelaparan mental yang kronis, bukan lapar karena tidak makan. Contohnya, seseorang ingin memiliki seribu rupiah, tetapi setelah ia mendapatkan seribu rupiah ia ingin memiliki sepuluh ribu rupiah. Setelah sepuluh ribu rupiah ia miliki, ia berharap untuk mendapatkan seratus ribu rupiah. Karena merasa tidak puas dengan seratus ribu rupiah, ia menginginkan satu juta rupiah atau seratus juta rupiah. Ini sama saja dengan mengejar tanpa pernah berhasil mendapatkan apa pun. Ia mengidap gejala kelaparan kronis. Ia sama saja dengan setan kelaparan yang memiliki perut sebesar gunung dan mulut sebesar lubang jarum. Mulut sekecil itu tidak akan pernah bisa membuatnya kenyang, dan ia akan selamanya lapar. Kebalikan dari kondisi batin penghuni alam peta yang serakah, adalah rasa puas. Seseorang yang memiliki 500 rupiah, puas dan bersyukur dengan 500 rupiah yang ia miliki. Dengan seribu rupiah ia juga berpuas diri dan bahagia. Namun jangan memegang gagasan bahwa untuk menjadi lebih puas dan bahagia seseorang harus miskin. Kebijaksanaan menyadarkan kita untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya dengan benar. Dengan demikian, kita akan merasa puas setiap kali kita mendapatkan sesuatu. Kita menikmati usaha pencarian dan juga merasa puas dengan hasil yang didapatkan. Demikianlah prinsip hidup agar tidak terlahir di alam peta. Mengejar sesuatu dengan kemelekatan yang kuat jelas menjerumuskan kita ke alam peta. Berusaha mendapatkan sesuatu secara bijaksana bukan kemelekatan, bukan kondisi di alarn peta, melainkan hanya melakukan apa yang harus dilakukan.

Dengan demikian, keinginan untuk terbebas dari dukkha tidak termasuk keinginan yang berakar pada kemelekatan. Jangan sampaikan bahwa keinginan adalah kemelekatan atau keserakahan. Sebuah keinginan termasuk keserakahan jika dilandasi oleh kebodohan. Keinginan untuk mencapai nibbana adalah suatu kemelekatan jika diikuti dengan kebodohan, fanatisme, dan kesombongan. Menekuni meditasi pandangan terang tanpa memahaminya dengan benar dan lengkap adalah kemelekatan dan keserakahan, ini adalah bentuk ketidaktahuan yang menyebabkan dukkha sebab latihan meditasi ini kemudian menjadi sebuah kemelekatan. Tetapi, jika seseorang ingin mencapai nibbana setelah secara jelas dan bijaksana merasakan dukkha dan mengerti cara menghentikannya, dan kemudian terus menerus dan sungguh sungguh belajar serta berlatih meditasi pandangan terang dengan benar, maka keinginan untuk mencapai nibbana bukanlah kemelekatan dan ia tidak akan menderita. Jadi, keinginan tidaklah selalu merupakan kemelekatan, bergantung kepada landasannya. Jika landasannya adalah ketidaktahuan atau kekotoran batin, keinginan tersebut serupa dengan keinginan hantu kelaparan yang mengejar tanpa pernah menangkap. Kondisi ini adalah sebuah bentuk kelahiran kembali yang spontan di alam peta (alam setan kelaparan).
Alam rendah yang terakhir adalah alam asura (alam setan pengecut). Pertama tama Anda harus tahu arti kata asura. Sura artinya "berani" dan a artinya "tidak". Jadi, asura artinya "tidak berani" atau "pengecut". Dengan pengertian ini, kapan pun seseorang menjadi pengecut tanpa alasan, ia spontan terlahir kembali sebagai makhluk asura. Takut kepada kadal kecil yang tidak berbahaya atau cacing tanah adalah ketakutan yang tidak beralasan dan merupakan sebuah bentuk dukkha. Perasaan takut yang berlebihan karena kekuatiran yang berlebihan sama dengan keadaan di alam asura. Kita semua takut pada kematian, tetapi ketakutan kita menjadi seratus atau seribu kali lebih besar karena pernyataan yang kita lebih lebihkan sendiri. Perasaan takut menghantui orang sepanjang waktu. Ketakutan seseorang terhadap, kelahiran kembali di alam neraka akhirnya bisa terjadi karena sebenarnya ia setiap hari telah merasakan keadaan di Empat Alam Rendah tersebut. Bukan hanya setiap hari, tetapi bulan demi bulan, dan bahkan tahun demi tahun. Jika kita bertindak dengan benar dan sekarang tidak jatuh ke dalam keadaan Empat Alam Rendah, dapat dipastikan bahwa kita tidak akan terlahir kembali di sana.

Penjelasan kondisi Empat Alam Rendah ini selaras dengan arti dan tujuan ajaran Buddha. Kesalahan memahami kondisi Empat Alam Rendah ini dapat digolongkan sebagai kepercayaan kepada takhayul. Hal yang paling menyedihkan dalam agama Buddha adalah cara kita yang tidak akurat dalam menafsirkan ajaran Buddha dan kesalahan kita menerapkannya. Tidak perlu mencari contoh takhayul di tempat lain. Dalam teks ada banyak referensi tentang orang orang yang menirukan kelakuan sapi atau anjing. Semuanya adalah hal yang umum di India pada zaman Buddha. Praktik demikian sudah tidak ada lagi di masa sekarang, tetapi tingkah laku yang ada sekarang masih sama bodohnya dan bahkan lebih tidak masuk akal. Tinggalkan semua takhayul dan masukilah Jalur Pernbebasan. Lenyapkan pandangan tentang adanya diri yang kekal, lenyapkan keragu raguan, dan lenyapkan kepercayaan kepada takhayul. Semuanya adalah syarat untuk mencapai Jalur Pembebasan dan memiliki mata Dharma, mata yang mampu melihat Dharma dan terbebas dari ilusi dan ketidaktahuan.

Ingat bahwa di dalam diri kita selalu ada sedikit ketidaktahuan dan ilusi dalam bentuk kepercayaan terhadap adanya diri yang kekal, keragu raguan, dan kepercayaan kepada takhayul. Kita harus bergerak maju dan membebaskan diri dari kebodohan ini untuk mencapai Jalur Pembebasan. Setelah tiba di Jalur Pernbebasan, akan ada sebuah jalur yang menurun menuju Nibbana. Seperti sebuah batu besar yang jatuh menggelinding dari puncak bukit, Anda pasti akan tiba di Nibbana. Jika Anda tahu apa itu Nibbana dan mengenal Jalur Pembebasan, jika Anda melatih diri untuk mencapai Nibbana, Amda harus mengerti bahwa tiga belenggu pertama harus dipatahkan sebelum mematahkan belenggu hawa nafsu (kamaraga), belenggu yang lebih rumit. Singkatnya, melenyapkan ketiga bentuk ketidaktahuan ini keegoisan, keragu raguan dalam menentukan tujuan hidup, dan kepercayaan kepada takhayul adalah kunci untuk mencapai Jalur Pembebasan. Anda dapat melihat bahwa pelepasan ini sangat bernilai dan bermanfaat secara universal dan dapat dilakukan oleh setiap orang. Ketiga bentuk ketidaktahuan ini adalah sumber dukkha. Segera setelah seseorang berhasil melenyapkannya, ia menjadi seorang Ariya, makhluk suci. Sebelumnya, ia adalah orang bodoh kebanyakan, yang tertipu dan terpedaya oleh dunia, seorang makhluk rendah. Dan ketika seseorang telah menjadi makhluk suci, ia akan terus maju hingga mencapai titik dimana ia tidak akan pernah kembali lagi hingga ia mencapai Jalur Pernbebasan dengan menjadi Sotapanna. Setelah itu, setelah mencapai tingkat kesucian Sotapanna, ia akan terus maju hingga akhirnya mencapai Nihbana.

Latihan untuk membebaskan diri dari belenggu egoisme dan ilusi adalah dengan menyadari bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang berharga untuk dicengkeram dan melekat kepadanya. Hasil dari latihan ini adalah lenyapnya keragu raguan, kemelekatan yang membuta, dan keegoisan. Maka, Anda sebaiknya mulai menyadari ini saat ini juga sesuai dengan tingkat kemampuan masing masing. Jika Anda gagal dalam ujian, Anda tidak perlu menangis. Bulatkan tekad Anda untuk memulai lagi dan melakukan yang terbaik. Jika Anda lulus, jangan terlalu gembira, Anda harus menyadari bahwa ini bukanlah sesuatu yang spesial. Ini artinya Anda mulai memahami ketidakmelekatan.

bersambung....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #287 on: 25 November 2008, 06:29:25 AM »
Ketika Anda sedang menjawab soal soal ujian, luapkan diri Anda. Ingat ini baik baik. Ketika Anda mulai menjawab, lupakan diri Anda. Lupakan "aku" yang sedang diuji dan siapa yang akan lulus atau gagal. Anda boleh berpikir bagaimana Anda dapat lulus dan membuat rencana untuk mencapainya. Tetapi, begitu Anda mulai menulis, Anda harus lupakan sernuanya. Tingkatkan konsentrasi sepenuhnya supaya Anda dapat memahami sernua pertanyaan dan mampu menjawabnya. Pikiran yang bebas dari "aku" atau "milikku" yang akan lulus atau gagal akan menjadi cerdas dan jernih, mengingat dengan cepat dan berpikir dengan tajam. Mengerjakan soal soal ujian konsentrasi benar akan membuahkan hasil yang memuaskan. Ini adalah cara untuk menerapkan cit waang (pikiran yang bebas dari ilusi tentang diri), atau ketidakmelekatan secara Buddhis, ketika mengikuti ujian. Dengan cara ini Anda akan memperoleh hasil yang bagus.

Mereka yang tidak tahu teknik ini selalu gelisah karena takut akan kegagalan. Mereka menjadi begitu gelisah sehingga mereka tak mampu lagi memikirkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka tidak dapat menuliskan jawaban jawaban dengan akurat dan berurutan. Akibatnya, mereka gagal total. Sementara yang lain terpengaruh oleh pikiran "Saya cerdas, saya pasti lulus." Mahasiswa yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini juga cenderung untuk berbuat yang kurang baik, sebab dia kekurangan cit waang. Di sisi lain, bagi "orang" yang dengan cit waang, tidak melekat kepada "aku" atau "milikku", ia tidak akan panik atau percaya diri secara berlebihan. Yang ada hanyalah konsentrasi yang merupakan kekuatan alami. Dengan melupakan dirinya, ia akan lulus dengan baik. Ini adalah suatu dasar, contoh yang paling mendasar tentang efek ketidakmelekatan dan cit waang.

Orang bodoh dan yang ditipu ilusi begitu mendengar kata sunnata menerjemahkannya sebagai "kekosongan atau hampa". Interpretasi demikian bersifat materialistik dan merupakan cara kelompok tertentu untuk memahami sunnata. Sunnata yang diajarkan oleh Buddha artinya tidak ada sesuatu pun yang berharga untuk kita cengkeram dan melekat, walaupun secara fisik mereka nyata. Ketika kita melekat, dukkha menguasai kita dan ketika kita tidak melekat, kita bebas dari dukkha. Dunia dianggap kosong karena tidak ada sesuatu. apa pun yang berharga untuk kita cengkeram dan berhak kita lekati. Kita harus memahami dunia yang kosong ini dengan pikiran yang tidak melekat. Jika kita menginginkan sesuatu, kita harus mengupayakannya dengan pikiran yang bebas dari kemelekatan, supaya kita mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa menjadikannya sumber dukkha.

Pengertian salah akan kata "kosong", kata ini saja, adalah kepercayaan kepada takhayul yang fatal (silabbataparamasa) dan penghalang utama untuk mencapai Nibbana. Maka marilah kita memahami kata "kosong" dan kata kata lain yang digunakan oleh Buddha dengan benar. Buddha menggambarkan dunia ini kosong sebab tidak ada apa pun di dunia ini dapat dianggap sebagai "diri atau "ego". Buddha menjawab pertanyaan Raja Mogha dengan berkata, "Lihatlah, dunia ini kosong. Dunia dan segala isinya sesungguhnya kosong." Dengan melihat bahwa dunia ini kosong, pikiran otomatis akan bebas dari kemelekatan, keserakahan, kebencian, dan ilusi. Setelah mencapai tingkat ini, seseorang telah menjadi arahant. jika belum berhasil, teruslah berlatih dengan sungguh sungguh; meskipun menjadi manusia biasa, dukkha yang ada lebih sedikit. Tak ada dukkha yang muncul selama ada cit waang. Kapan pun seseorang "terseret" dan kehilangan kesadaran, dukkha muncul lagi. Jika kita menjaga. kesadaran dengan baik, terus memahami kekosongan, akhirnya kita akan benar benar mengerti inti ajaran Buddha, dan tiba di gerbang Jalur Pembebasan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #288 on: 25 November 2008, 06:29:38 AM »
Quote
Para Master ZEN berbicara TANAH SUCI dalam konteks RETORIKA, sedangkan umat awam (bagi yang salah menafsirkan) berbicara TANAH SUCI dalam konteks HARFIAH (dalam pengertian bahwa TANAH SUCI itu ADA dan EKSIS)... Inilah yang bakal menyesatkan...

Nah... anda yang belajar Zen tentu tahu dong silsilah Zen....

Vasubandhu, Patriark ke-21 dari Zen di India pernah menulis sebuah teks upadesha mengenai Tanah Suci:
O World-Honored One, with singleness of mind, I
Take refuge in the Tathagata of Unhindered Light
Shining throughout the Ten Directions,
And aspire to be born in the Land of Peace and Bliss.


When I contemplate the nature of that Land,
I find that it surpasses all states of existence in the three worlds.
It is ultimately like space,
Vast and without bounds.

(Amitayus-Upadesha)

Nagarjuna, Patriark ke-14 dari Zen di India pernah menulis:

You should reverently worship those Buddhas, such as Amitabha, and recite their names. I will present them in full: 1. the Buddha Amitayus, 2. the Buddha Lokeshvararaja,.....These Buddhas and Bhagavats are now dwelling in their pure lands in the ten directions. You should all recite their names and be mindful of them.
(Dasabhumika Vibhasa Sastra)

dan:

With reverence I bow my head to Amida, the Sage,
The Most Honored One, who is revered by humans and devas.
You dwell in the wonderful Land of Peace and Bliss,
Surrounded by innumerable children of the Buddhas

.................
In the Revered Buddha's Land exist no evil names,
Nor are there beings in the female form, nor fear of evil realms.
All worship the Honored One in sincerity of heart.
Hence, I prostrate myself to the ground and worship Amida, the Holy One.

(12 Pujian)

Malah lebih "murni" lagi tuh... kan dari India....  :whistle:

Tentunya "Zen" di India "lebih Zen" bukan??  ^-^  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 25 November 2008, 07:41:54 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #289 on: 25 November 2008, 06:40:34 AM »
Wah... bro. ryu..... thanks atas postingannya...

Ini menunjukkan bahwa akhirnya ujung-ujungnya toh ya mengatakan neraka, dsb itu (yang masih belum bisa dibuktikan keberadaannya) adanya di pikiran, sama kaya Sukhavati........

Kalau di Mahayana, 10 alam (neraka, asura, binatang, preta, manusia, deva, Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisattva dan Buddha) itu ya semuanya berasal dari pikiran dan ada di pikiran..... maka dari itu dalam gambar 10 alam sering di pusatnya ditulis huruf "Xin" yaitu "Hati" atau Citta.

Apalagi dalam Mahayana disebutkan bahwa dalam 1 alam tercakup 10 alam, jadi ya nggak heran deh kalau Bhikkhu Buddhadasa berkata:
"Meskipun tubuh secara fisik berada di alam manusia, begitu kegelisahan muncul, pikiran jatuh ke alam neraka."

Nah, dalam agama Buddha, alam manusia ini juga sebenarnya hanya ada di pikiran. Tapi toh "Eksis" juga kan, bukan sekedar ILUSI.... maka demikian juga dengan Neraka, Surga, Sukhavati dsb....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #290 on: 25 November 2008, 06:58:10 AM »
Tindakan Menyelamatkan beda dengan Pikiran Menyelamatkan... Seorang ARAHAT/TATHAGATHA melakukan tindakan penyelamatan berdasarkan pada MELIHAT APA ADANYA, yaitu pada saat itu juga... Bukan pada PIKIRAN untuk MENYELAMATKAN apalagi KEINGINAN UNTUK MENYELAMATAKAN (berlawanan dengan EGOISME yang di-cap kepada ARAHAT yang katanya mementingkan diri sendiri).

Anda yakin Arahat nggak memiliki keinginan??  ^-^

Kalau keinginan (Tanha) ya Arahat memang nggak punya. Tapi Arahat punya yang namanya keinginan (Chanda - Sammachanda / Dhammachanda).

CLA. De Silva memberikan arti Chanda:
"Conation, desire to do (chando) is a state existing in consciousness which makes consciousness desire to take an object. It is not greed, but only a desire to do."

Selain itu, Chanda ini sering dikaitkan dengan Dhamma, sedangkan Tanha / Lobha selalu berkaitan dengan kilesa.

Lobha is greed, i.e., craving for sensual pleasures. But wanting to attain Nibbana, wanting to get Dhamma, wanting to be learned, wanting wealth for giving in charity to the poor, are not lobha. They are called chanda (desire) which will be dealt with later.
(Abhidhamma In Daily Life By Ashin Janakabhivamsa)

Maka dari itu ketika Arahat "wanting to become Samyaksambuddha" (Berkeinginan untuk menjadi Samyaksambuddha), maka keinginan-Nya adalah Chanda.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 25 November 2008, 07:07:51 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #291 on: 25 November 2008, 07:38:28 AM »
Quote
Ajaran THERAVADA tidak perlu mengatakan bahwa ARAHAT TIDAK AKAN MENCAPAI SAMMASAMBUDDHA, karena SAVAKA BUDDHA itu juga sudah ARAHAT, Sammasambuddha itu juga ARAHAT. Seorang ARAHAT itu dipandang dari sisi pembebasannya dari dukkha. Ketika untuk mencapai Annutara Sammasambuddha yang notabene harus memiliki "KUALITAS" lebih dibandingkan dengan SAVAKA dan PACCEKA, maka individu yang beraspirasi/bertekad untuk mencapai Annutara Sammasambuddha harus MENAMBAH "JAM TERBANG" / KEHIDUPAN untuk menyempurnakan "PARAMI"-nya agar kelak memiliki KEMAHATAHUAN.

Dalam Mahayana, gelar Samyaksambuddha juga adalah Arhat. Anda akan banyak menjumpai ini dalam Sutra-Sutra Mahayana.

Apa sih arti Arahat? Artinya adalah "Penghancur musuh" atau "Patut Dihormati".

Samyaksambuddha dan Sravakabuddha itu kan patut dihormati makanya disebut sebagai Arahat ("Patut Dihormati").

Samyaksambuddha dan Sravakabuddha itu kan telah menghapus klesha  makanya disebut sebagai Arahat ("Penghancur musuh" ).

Perbedaannya adalah Sravakabuddha belum menghapus Jneyavarana, Samyaksambuddha sudah.

Jadi sebutan Arahat itu TIDAK HARUS menunjuk bahwa pencapaian Sravakabuddha dan Samyaksambuddha itu SAMA PERSIS.

Pencapaian mereka sama pada penghapusan klesha, tetapi pencapaian mereka berbeda dalam penghapusan halangan paham (jneyavarana).

Dan tentu yang dimaksud Hinayana Arhat dalam Sutra-sutra Mahayana itu adalah Sravakabuddha, TIDAK termasuk Samyaksambuddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 25 November 2008, 08:07:23 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #292 on: 25 November 2008, 09:12:09 AM »
Quote
emang di MAHAYANA itu tidak ada Surga TAVATIMSA ?? Atau versi Surga TAVATIMSA MAHAYANA BEDA ?? Emang kan sudah saya katakan bahwa saya tidak peduli dengan Surga TAVATIMSA, apalagi dengan Surga SUKHAVATI...

Anda meminta bukti bukti yang nyata nyata-nya tidak dapat dikemukakan baik oleh saya ataupun anda...


Emang ada. Yang lebih saya minta bukanlah bukti, tetapi saya mengkritik pandangan anda yang berat sebelah....  :))  :))

Ya terserah anda deh kalau mau menganggap Sukhavati itu nggak logika, terus Surga Kamaloka itu kata anda masuk logika.... Padahal letak Surga dalam Theravada aja masih kaburr juga toh... lalu kenapa mempertanyakan arah Sukhavati? Ini jelas anda melekat pada konsep tertentu, sehingga luput atau lupa kalau di Theravada kosmologinya juga memiliki arah yang membingungkan.  ^-^  ^-^

Akhirnya muncullah kata-kata "saya tidak peduli dengan Surga Sukhavati" dari tulisan anda.....

La kalau anda memang nggak peduli, ngapain anda ngeributin ADA atau TIDAK Sukhavati itu?? Sampai ngotot kalau Sukhavati itu tidak eksis dsb!  ^-^  ^-^

La Surga sama Neraka dalam Theravada yang serba belum jelas arahnya itu kok anda tidak ngotot kalau tidak eksis??  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer

Semua ajaran Theravada itu terangkum di dalam Agama Sutta (versi Mahayana), dengan kata lain ajaran Theravada termasuk semua dalam ajaran Mahayana, jelas semua hal tentang alam kehidupan itu ada di dalam ajaran Mahayana. Hanya saja di ajaran Mahayana, kemudian bermunculan pula Tanah Tanah Suci yang sampai dikategorikan sebagai Surga (seperti Surga Sukhavati) dan bahkan ada yang mengatakan sampai pula 33 alam.

LOGIKA-nya kalau AJARAN THERAVADA RUNTUH (tidak benar) maka MAHAYANA sudah pasti RUNTUH dengan sendiri-nya... Lha wong, katanya THERAVADA sebagai DASARNYA... Tetapi Kalau MAHAYANA RUNTUH... belum pasti THERAVADA RUNTUH... tuh karena MAHAYANA runtuh di konsep konsep TAMBAHAN yang DITAMBAH-TAMBAHKAN...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #293 on: 25 November 2008, 09:15:47 AM »
Quote
Para Master ZEN berbicara TANAH SUCI dalam konteks RETORIKA, sedangkan umat awam (bagi yang salah menafsirkan) berbicara TANAH SUCI dalam konteks HARFIAH (dalam pengertian bahwa TANAH SUCI itu ADA dan EKSIS)... Inilah yang bakal menyesatkan...

Nah... anda yang belajar Zen tentu tahu dong silsilah Zen....

Vasubandhu, Patriark ke-21 dari Zen di India pernah menulis sebuah teks upadesha mengenai Tanah Suci:
O World-Honored One, with singleness of mind, I
Take refuge in the Tathagata of Unhindered Light
Shining throughout the Ten Directions,
And aspire to be born in the Land of Peace and Bliss.


When I contemplate the nature of that Land,
I find that it surpasses all states of existence in the three worlds.
It is ultimately like space,
Vast and without bounds.

(Amitayus-Upadesha)

Nagarjuna, Patriark ke-14 dari Zen di India pernah menulis:

You should reverently worship those Buddhas, such as Amitabha, and recite their names. I will present them in full: 1. the Buddha Amitayus, 2. the Buddha Lokeshvararaja,.....These Buddhas and Bhagavats are now dwelling in their pure lands in the ten directions. You should all recite their names and be mindful of them.
(Dasabhumika Vibhasa Sastra)

dan:

With reverence I bow my head to Amida, the Sage,
The Most Honored One, who is revered by humans and devas.
You dwell in the wonderful Land of Peace and Bliss,
Surrounded by innumerable children of the Buddhas

.................
In the Revered Buddha's Land exist no evil names,
Nor are there beings in the female form, nor fear of evil realms.
All worship the Honored One in sincerity of heart.
Hence, I prostrate myself to the ground and worship Amida, the Holy One.

(12 Pujian)

Malah lebih "murni" lagi tuh... kan dari India....  :whistle:

Tentunya "Zen" di India "lebih Zen" bukan??  ^-^  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer

Mengenai Vasubhandu saya tidak tahu... Tetapi kalau Nagarjuna menulis hal seperti ini... Kelihatannya tidak sejalan dengan apa yang diungkapkan Nagarjuna di Mulamadhyamaka Karika yang oleh semua buddhist scholar, Nagarjuna dianggap sebagai Filosofer Terbesar Buddhis sepanjang masa.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #294 on: 25 November 2008, 09:22:58 AM »
Tindakan Menyelamatkan beda dengan Pikiran Menyelamatkan... Seorang ARAHAT/TATHAGATHA melakukan tindakan penyelamatan berdasarkan pada MELIHAT APA ADANYA, yaitu pada saat itu juga... Bukan pada PIKIRAN untuk MENYELAMATKAN apalagi KEINGINAN UNTUK MENYELAMATAKAN (berlawanan dengan EGOISME yang di-cap kepada ARAHAT yang katanya mementingkan diri sendiri).

Anda yakin Arahat nggak memiliki keinginan??  ^-^

Kalau keinginan (Tanha) ya Arahat memang nggak punya. Tapi Arahat punya yang namanya keinginan (Chanda - Sammachanda / Dhammachanda).

CLA. De Silva memberikan arti Chanda:
"Conation, desire to do (chando) is a state existing in consciousness which makes consciousness desire to take an object. It is not greed, but only a desire to do."

Selain itu, Chanda ini sering dikaitkan dengan Dhamma, sedangkan Tanha / Lobha selalu berkaitan dengan kilesa.

Lobha is greed, i.e., craving for sensual pleasures. But wanting to attain Nibbana, wanting to get Dhamma, wanting to be learned, wanting wealth for giving in charity to the poor, are not lobha. They are called chanda (desire) which will be dealt with later.
(Abhidhamma In Daily Life By Ashin Janakabhivamsa)

Maka dari itu ketika Arahat "wanting to become Samyaksambuddha" (Berkeinginan untuk menjadi Samyaksambuddha), maka keinginan-Nya adalah Chanda.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Saya kira dalam hal KEINGINAN untuk MENYELAMATKAN MAKHLUK ini sudah dijelaskan dengan baik sekali di dalam SUTRA INTAN. Pegang saja SUTRA INTAN-nya... Jangan pegang SUTRA yang lain... buat para MAHAYANIS, kalau anda PEGANG 2 sutra utama saja yaitu SUTRA HATI dan SUTRA INTAN... Itu sudah mencakup keseluruhan inti ajaran BUDDHA.

Kalau yang berkeinginan menjadi sammasambuddha itu mah bukan ARAHAT (SAVAKA BUDDHA)... contoh barangnya PETAPA SUMEDHA tuh...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #295 on: 25 November 2008, 09:39:30 AM »
Quote
Ajaran THERAVADA tidak perlu mengatakan bahwa ARAHAT TIDAK AKAN MENCAPAI SAMMASAMBUDDHA, karena SAVAKA BUDDHA itu juga sudah ARAHAT, Sammasambuddha itu juga ARAHAT. Seorang ARAHAT itu dipandang dari sisi pembebasannya dari dukkha. Ketika untuk mencapai Annutara Sammasambuddha yang notabene harus memiliki "KUALITAS" lebih dibandingkan dengan SAVAKA dan PACCEKA, maka individu yang beraspirasi/bertekad untuk mencapai Annutara Sammasambuddha harus MENAMBAH "JAM TERBANG" / KEHIDUPAN untuk menyempurnakan "PARAMI"-nya agar kelak memiliki KEMAHATAHUAN.

Dalam Mahayana, gelar Samyaksambuddha juga adalah Arhat. Anda akan banyak menjumpai ini dalam Sutra-Sutra Mahayana.

Apa sih arti Arahat? Artinya adalah "Penghancur musuh" atau "Patut Dihormati".

Samyaksambuddha dan Sravakabuddha itu kan patut dihormati makanya disebut sebagai Arahat ("Patut Dihormati").

Samyaksambuddha dan Sravakabuddha itu kan telah menghapus klesha  makanya disebut sebagai Arahat ("Penghancur musuh" ).

Perbedaannya adalah Sravakabuddha belum menghapus Jneyavarana, Samyaksambuddha sudah.

Jadi sebutan Arahat itu TIDAK HARUS menunjuk bahwa pencapaian Sravakabuddha dan Samyaksambuddha itu SAMA PERSIS.

Pencapaian mereka sama pada penghapusan klesha, tetapi pencapaian mereka berbeda dalam penghapusan halangan paham (jneyavarana).

Dan tentu yang dimaksud Hinayana Arhat dalam Sutra-sutra Mahayana itu adalah Sravakabuddha, TIDAK termasuk Samyaksambuddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Dalam quote sebelumnya saya mengatakan bahwa saya juga masih setuju dengan konsep jneyavarana (penghapusan halangan paham) dari pencapaian sammasambuddha... karena kembali lagi LOGIKA/NALAR mengatakan bahwa memang "KUALITAS" seorang sammasambuddha itu berbeda dengan SAVAKA/PACCEKA, karena SAMMASAMBUDDHA harus menurunkan AJARAN (PIONER/PENCETUS/PENDAHULU). Tetapi tidak dalam artian bahwa seorang SAVAKA bisa mencapai ANNUTARA SAMMASAMBUDDHA... Karena INGIN belum tentu sama dengan MAMPU...

Dalam konteks THERAVADA, jalur ANNUTARA SAMMASAMBUDDHA bukan keluar masuk dari tingkat SAVAKA/PACCEKA, tetapi langsung dari bawah. Nah, di paham sebagaian MAHAYANIS mengatakan bahwa SAVAKA/PACCEKA itu masih belum sempurna (dalam hal ini THERAVADA sepakat bahwa kualitas SAVAKA/PACCEKA dibawah SAMMASAMBUDDHA) tetapi tidak mengharuskan mengatakan bahwa SAVAKA itu egosentris (hanya memikirkan penyelamatan diri sendiri)...

Logika-nya begini :
Anda belum bisa berenang. Apakah bisa menyelamatkan orang tenggelam ?? Tentu tidak bisa, karena anda sendiri tidak bisa berenang/menyelamatkan diri sendiri.
Kemudian anda belajar berenang. Ketika anda sudah bisa berenang/menyelamatkan diri sendiri. Apakah anda mutlak harus menyelamatkan orang lain ?? Tentu saja harus lihat konteks-nya... Kadang ada orang yang mau diselamatkan dan kadang ada orang yang tidak mau diselamatkan. TETAPI SYARAT UTAMA-nya tentu saja, ANDA SENDIRI HARUS BISA BERENANG DULU.

Ajaran BUDDHA dibabarkan untuk MENYELAMATKAN DIRI SENDIRI. Dengan MENYELAMATKAN DIRI SENDIRI DAHULU, nantinya anda akan membabarkan ajaran UNTUK ORANG LAIN MENYELAMATKAN DIRI MASING MASING.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #296 on: 25 November 2008, 09:42:53 AM »
Quote
Para Master ZEN berbicara TANAH SUCI dalam konteks RETORIKA, sedangkan umat awam (bagi yang salah menafsirkan) berbicara TANAH SUCI dalam konteks HARFIAH (dalam pengertian bahwa TANAH SUCI itu ADA dan EKSIS)... Inilah yang bakal menyesatkan...

Nah... anda yang belajar Zen tentu tahu dong silsilah Zen....

Vasubandhu, Patriark ke-21 dari Zen di India pernah menulis sebuah teks upadesha mengenai Tanah Suci:
O World-Honored One, with singleness of mind, I
Take refuge in the Tathagata of Unhindered Light
Shining throughout the Ten Directions,
And aspire to be born in the Land of Peace and Bliss.


When I contemplate the nature of that Land,
I find that it surpasses all states of existence in the three worlds.
It is ultimately like space,
Vast and without bounds.

(Amitayus-Upadesha)

Nagarjuna, Patriark ke-14 dari Zen di India pernah menulis:

You should reverently worship those Buddhas, such as Amitabha, and recite their names. I will present them in full: 1. the Buddha Amitayus, 2. the Buddha Lokeshvararaja,.....These Buddhas and Bhagavats are now dwelling in their pure lands in the ten directions. You should all recite their names and be mindful of them.
(Dasabhumika Vibhasa Sastra)

dan:

With reverence I bow my head to Amida, the Sage,
The Most Honored One, who is revered by humans and devas.
You dwell in the wonderful Land of Peace and Bliss,
Surrounded by innumerable children of the Buddhas

.................
In the Revered Buddha's Land exist no evil names,
Nor are there beings in the female form, nor fear of evil realms.
All worship the Honored One in sincerity of heart.
Hence, I prostrate myself to the ground and worship Amida, the Holy One.

(12 Pujian)

Malah lebih "murni" lagi tuh... kan dari India....  :whistle:

Tentunya "Zen" di India "lebih Zen" bukan??  ^-^  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer

kok, hasil karya NAGARJUNA yang saya dapatkan hanya ini yah... tidak ada seperti yang disebutkan oleh sdr.Gandalf

According to Lindtner the works definitely written by Nagarjuna are:

Mūlamadhyamaka-kārikā (Fundamental Verses of the Middle Way)
Śūnyatāsaptati (Seventy Verses on Emptiness)
Vigrahavyāvartanī (The End of Disputes)
Vaidalyaprakaraṇa (Pulverizing the Categories)
Vyavahārasiddhi (Proof of Convention)
Yuktiṣāṣṭika (Sixty Verses on Reasoning)
Catuḥstava (Hymn to the Absolute Reality)
Ratnāvalī (Precious Garland)
Pratītyasamutpādahṝdayakārika (Constituents of Dependent Arising)
Sūtrasamuccaya
Bodhicittavivaraṇa (Exposition of the Enlightened Mind)
Suhṛllekha (To a Good Friend)
Bodhisaṃbhāra (Requisites of Enlightenment)
Sushruta Samhita (Redactor of Ayurvedic Medicine text)

There are other works attributed to Nāgārjuna, some of which may be genuine and some not.

Kelihatannya semua hasil karya Nagarjuna di atas tidak ada hubungannya dengan yang namanya Tanah Suci...
« Last Edit: 25 November 2008, 09:45:32 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #297 on: 25 November 2008, 09:43:08 AM »
Quote
emang di MAHAYANA itu tidak ada Surga TAVATIMSA ?? Atau versi Surga TAVATIMSA MAHAYANA BEDA ?? Emang kan sudah saya katakan bahwa saya tidak peduli dengan Surga TAVATIMSA, apalagi dengan Surga SUKHAVATI...

Anda meminta bukti bukti yang nyata nyata-nya tidak dapat dikemukakan baik oleh saya ataupun anda...


Emang ada. Yang lebih saya minta bukanlah bukti, tetapi saya mengkritik pandangan anda yang berat sebelah....  :))  :))

Ya terserah anda deh kalau mau menganggap Sukhavati itu nggak logika, terus Surga Kamaloka itu kata anda masuk logika.... Padahal letak Surga dalam Theravada aja masih kaburr juga toh... lalu kenapa mempertanyakan arah Sukhavati? Ini jelas anda melekat pada konsep tertentu, sehingga luput atau lupa kalau di Theravada kosmologinya juga memiliki arah yang membingungkan.  ^-^  ^-^

Akhirnya muncullah kata-kata "saya tidak peduli dengan Surga Sukhavati" dari tulisan anda.....

La kalau anda memang nggak peduli, ngapain anda ngeributin ADA atau TIDAK Sukhavati itu?? Sampai ngotot kalau Sukhavati itu tidak eksis dsb!  ^-^  ^-^

La Surga sama Neraka dalam Theravada yang serba belum jelas arahnya itu kok anda tidak ngotot kalau tidak eksis??  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer

Semua ajaran Theravada itu terangkum di dalam Agama Sutta (versi Mahayana), dengan kata lain ajaran Theravada termasuk semua dalam ajaran Mahayana, jelas semua hal tentang alam kehidupan itu ada di dalam ajaran Mahayana. Hanya saja di ajaran Mahayana, kemudian bermunculan pula Tanah Tanah Suci yang sampai dikategorikan sebagai Surga (seperti Surga Sukhavati) dan bahkan ada yang mengatakan sampai pula 33 alam.

LOGIKA-nya kalau AJARAN THERAVADA RUNTUH (tidak benar) maka MAHAYANA sudah pasti RUNTUH dengan sendiri-nya... Lha wong, katanya THERAVADA sebagai DASARNYA... Tetapi Kalau MAHAYANA RUNTUH... belum pasti THERAVADA RUNTUH... tuh karena MAHAYANA runtuh di konsep konsep TAMBAHAN yang DITAMBAH-TAMBAHKAN...

Jadi anda mengira Sukhavati itu sebagai Surga seperti layaknya kamadhatu?  Sebenarnya kata Surga yg dilekatkan pada Sukhavati itu adalah term yg salah dilakukan oleh para penerjemah di Indo.  Sukhavati adalah sebuah dimensi lain dari satu sistem dunia sama seperti hal nya sistem dunia kita di sini. Silakan baca posting saya yang terdahulu tentang pengertian Tanah murni
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2469.0

Tentu alur tentang Tanah Buddha/Tanah murni juga "logis" toh, karena selaras dengan teori astronomi yg sudah menguak keberadaan bermilyar2 galaksi di luar tata surya kita. Dan dari teori ini bukankah keberadaan Buddha lain juga sangat memungkinkan?  Berdasarkan apa mengatakan itu sebagai mustahil? Bagaimana logika analisa anda?

Mahayana tidak menganggap Theravada tidak benar. Jadi tidaklah mungkin runtuh. Yang benar adalah masih banyak hal-hal yang tidak diungkapkan dalam Theravada , dan bagi Mahayana itu adalah hal yang wajar, karena ajaran basic belum saatnya perlu mengetahui terlalu banyak hal-hal lain. Cuma ketika terkuak hal-hal lain (bodhisatva2 , Buddha2, Tanah murni, dll), mereka yang berpikiran sempit tidak sanggup menerimanya, sedangkan Arahat2 yang sejati menerimanya karena mereka sadar betul bahwa masih banyak hal yg tidak diketahui mereka.  

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #298 on: 25 November 2008, 09:47:03 AM »
Quote
emang di MAHAYANA itu tidak ada Surga TAVATIMSA ?? Atau versi Surga TAVATIMSA MAHAYANA BEDA ?? Emang kan sudah saya katakan bahwa saya tidak peduli dengan Surga TAVATIMSA, apalagi dengan Surga SUKHAVATI...

Anda meminta bukti bukti yang nyata nyata-nya tidak dapat dikemukakan baik oleh saya ataupun anda...


Emang ada. Yang lebih saya minta bukanlah bukti, tetapi saya mengkritik pandangan anda yang berat sebelah....  :))  :))

Ya terserah anda deh kalau mau menganggap Sukhavati itu nggak logika, terus Surga Kamaloka itu kata anda masuk logika.... Padahal letak Surga dalam Theravada aja masih kaburr juga toh... lalu kenapa mempertanyakan arah Sukhavati? Ini jelas anda melekat pada konsep tertentu, sehingga luput atau lupa kalau di Theravada kosmologinya juga memiliki arah yang membingungkan.  ^-^  ^-^

Akhirnya muncullah kata-kata "saya tidak peduli dengan Surga Sukhavati" dari tulisan anda.....

La kalau anda memang nggak peduli, ngapain anda ngeributin ADA atau TIDAK Sukhavati itu?? Sampai ngotot kalau Sukhavati itu tidak eksis dsb!  ^-^  ^-^

La Surga sama Neraka dalam Theravada yang serba belum jelas arahnya itu kok anda tidak ngotot kalau tidak eksis??  ^-^

 _/\_
The Siddha Wanderer

Semua ajaran Theravada itu terangkum di dalam Agama Sutta (versi Mahayana), dengan kata lain ajaran Theravada termasuk semua dalam ajaran Mahayana, jelas semua hal tentang alam kehidupan itu ada di dalam ajaran Mahayana. Hanya saja di ajaran Mahayana, kemudian bermunculan pula Tanah Tanah Suci yang sampai dikategorikan sebagai Surga (seperti Surga Sukhavati) dan bahkan ada yang mengatakan sampai pula 33 alam.

LOGIKA-nya kalau AJARAN THERAVADA RUNTUH (tidak benar) maka MAHAYANA sudah pasti RUNTUH dengan sendiri-nya... Lha wong, katanya THERAVADA sebagai DASARNYA... Tetapi Kalau MAHAYANA RUNTUH... belum pasti THERAVADA RUNTUH... tuh karena MAHAYANA runtuh di konsep konsep TAMBAHAN yang DITAMBAH-TAMBAHKAN...

Jadi anda mengira Sukhavati itu sebagai Surga seperti layaknya kamadhatu?  Sebenarnya kata Surga yg dilekatkan pada Sukhavati itu adalah term yg salah dilakukan oleh para penerjemah di Indo.  Sukhavati adalah sebuah dimensi lain dari satu sistem dunia sama seperti hal nya sistem dunia kita di sini. Silakan baca posting saya yang terdahulu tentang pengertian Tanah murni
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2469.0

Tentu alur tentang Tanah Buddha/Tanah murni juga "logis" toh, karena selaras dengan teori astronomi yg sudah menguak keberadaan bermilyar2 galaksi di luar tata surya kita. Dan dari teori ini bukankah keberadaan Buddha lain juga sangat memungkinkan?  Berdasarkan apa mengatakan itu sebagai mustahil? Bagaimana logika analisa anda?

Mahayana tidak menganggap Theravada tidak benar. Jadi tidaklah mungkin runtuh. Yang benar adalah masih banyak hal-hal yang tidak diungkapkan dalam Theravada , dan bagi Mahayana itu adalah hal yang wajar, karena ajaran basic belum saatnya perlu mengetahui terlalu banyak hal-hal lain. Cuma ketika terkuak hal-hal lain (bodhisatva2 , Buddha2, Tanah murni, dll), mereka yang berpikiran sempit tidak sanggup menerimanya, sedangkan Arahat2 yang sejati menerimanya karena mereka sadar betul bahwa masih banyak hal yg tidak diketahui mereka.  


Kelihatannya anda berjodoh dengan sekte TANAH SUCI... Mengapa anda tidak bertumimbal lahir di TANAH SUCI yang disebutkan ??

Berdasarkan ucapan BUDDHA yang telah menerawang sampai ke ujung alam semesta... bahwa BELIAU-LAH yang TERAGUNG PADA SAAT ITU... APA ARTINYA DARI KALIMAT TERSEBUT ??
Bahwa pada saat itu, di seluruh alam semesta, hanya ada 1 sammasambuddha yang sedang membabarkan ajaran.... DARIMANA ADA TIMBUL DUNIA PARALEL LENGKAP DENGAN SAMMASAMBUDDHA LAINNYA seperti yang anda sebutkan...

JIKA ANDA KATAKAN SABDA BUDDHA GOTAMA ITU SALAH, maka RUNTUH-LAH SEMUA AJARAN... ITU LOGIKA-NYA.

atau anda mau katakan bahwa pada saat itu BUDDHA GOTAMA sedang NARSIS atau sedang MENYOMBONGKAN DIRI dengan ucapan-nya ?

(coba check dulu di agama sutra, apakah ada quote BUDDHA GOTAMA tentang BELIAU YANG TERAGUNG DI SELURUH ALAM SEMESTA SAAT ITU ?, kan katanya Dasarnya sama ?)

NB : saya sendiri malas kalau berdiskusi dengan misalnya ajaran maitreya, suma ching hai dan lain lain, karena memang dasar-nya tidak sama... lha kalau dari MAHAYANA yang dasarnya sama, tetapi ada beberapa konsep yang menurut saya tidak konsisten dengan dasarnya. itu yang perlu saya kritisi.
« Last Edit: 25 November 2008, 09:55:18 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #299 on: 25 November 2008, 10:12:15 AM »
Quote
Kelihatannya anda berjodoh dengan sekte TANAH SUCI... Mengapa anda tidak bertumimbal lahir di TANAH SUCI yang disebutkan ??
Saya tentu akan  bertumimbal lahir di sana jika saya berlatih sesuai instruksinya.

Quote
Berdasarkan ucapan BUDDHA yang telah menerawang sampai ke ujung alam semesta... bahwa BELIAU-LAH yang TERAGUNG PADA SAAT ITU... APA ARTINYA DARI KALIMAT TERSEBUT ??
Bahwa pada saat itu, di seluruh alam semesta, hanya ada 1 sammasambuddha yang sedang membabarkan ajaran.... DARIMANA ADA TIMBUL DUNIA PARALEL LENGKAP DENGAN SAMMASAMBUDDHA LAINNYA seperti yang anda sebutkan...
Sampai ke ujung semesta? bisa diperjelas? di mana ujungnya? maksudnya seluruh isi semesta ini? Kalo anda teliti tentang pengertian Tisahassi Mahasahassi loka-dhatu, mudah2an akan sedikit membuat anda paham apa yg dimaksud ujung semesta dan bandingkan dengan konsep kosmologi mahayana.
Terus, kalo Buddha teragung dan terawangnya sampai ke ujung semesta mengapa hanya mengajar di Jambudipa??? bukankah terdapat beribu2 tata surya beserta alam dewa manusia nya (Anguttara Nikaya bagian Ananda vagga), mengapa Buddha Gotama versi Theravada hanya dikenal jambudipa sini saja?? Dari 'logika' berpikir saya, jika Buddha hanya mengajar di tata surya sini saja tentu tidak menunjukkan keagungannya yang sesungguhnya. Tetapi Mahayana berpandangan lebih dari itu, dan ternyata sangat selaras dengan sifat keagungan seorang makhluk suci, maka saya tentu vote pandangan yang Mahayanis seperti ini. 
Tentang hanya ada 1 Sammasambuddha di dunia, silakan teliti lagi post saya ttg kosmologi mahayana di atas. Jika hanya satu utk seluruh semesta yg tidak ada ujung batasnya dan hanya mengajar dharma di sini dengan batas umur 80 th, maka Buddha versi Theravada terlalu kecil seperti setitik debu tak berarti di semesta yg maha luas. Jadi pelajari dulu astronomi dan sadari bahwa masak cuma Buddha di sini saja 2500 th yg lalu dan tak ke mana mana.

Quote

JIKA ANDA KATAKAN SABDA BUDDHA GOTAMA ITU SALAH, maka RUNTUH-LAH SEMUA AJARAN... ITU LOGIKA-NYA.
Saya tidak mengatakan sabda itu salah, tapi penafsiran anda ttg ucapan Buddha itu sangat berbeda.
 
« Last Edit: 25 November 2008, 10:17:21 AM by chingik »