//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 185257 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #225 on: 23 November 2008, 09:56:42 PM »
Quote
Wejangan BUDDHA yang manakah yang bisa berubah dari A menjadi B ?? yang THERAVADA tuh dari awal sampai akhir kagak ada yang "tumpang tindih" atau "gak nyambung" dan "in-konsisten"... Coba Quote konsep THERAVADA yang tumpang tindih ??

Dalam Riwayat Agung Para Buddha, yang sumbernya setahu saya dari Buddhavamsa (salah satu kitab Theravada), Petapa Sumedha berkata:

Jika aku menghendaki, hari ini juga aku dapat menjadi Arahanta yang mana asava dipadamkan dan kotoran batin lenyap. Tapi, apa untungnya? Seorang manusia luar biasa sepertiku merealisasi Buah Arahatta dan Nibbana sebagai murid yang tidak berguna dari Buddha Dipamkara? Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai Kebuddhaan.”

Apa gunanya, secara egois keluar dari lingkaran kelahiran sendirian, padahal aku adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki kebijaksanaan, keyakinan, dan usaha. Aku akan berusaha mencapai Kebuddhaan dan membebaskan semua makhluk termasuk para dewa dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan.”


Wow.... ada naskah Theravada yang menyebutkan bahwa pencapaian Arahat itu egois plus "murid tidak berguna".

 :o  :o  :o

 _/\_
The Siddha Wanderer

Yang benar adalah petapa sumedha berpikir... bukan berkata seperti yang sdr.gandalf quote... Yang menjadi persoalan adalah, apakah pikiran petapa sumedha pada saat itu bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menjadi ARAHAT pada saat itu juga adalah sesuai dengan kemampuannya. Saya rasa tidak... Mencapai tingkat ARAHAT itu bukan dengan konteks tawar menawar seperti ini...

Jika masih ada pikiran halus bahkan untuk NIAT LUHUR MENYELAMATKAN SEMUA MAKHLUK, maka seseorang itu TIDAK AKAN BISA MEREALISASIKAN ARAHAT. Seperti quote sebelumnya bahwa seorang ARAHAT itu sudah mencapai kualitas egaliter non-dualisme, dimana NIBBANA dan SAMSARA itu TIADA BEDANYA SAMA SEKALI.

Sdr.Gandalf kembali menafsirkan bahwa apa yang dipikirkan oleh petapa Sumedha adalah suatu kepastian dari BAKAL MENCAPAI ARAHAT petapa SUMEDHA. Karena hanya seorang SAMMASAMBUDDHA yang memiliki kualitas untuk menilai kematangan bathin makhluk lain yang dalam hal ini PETAPA SUMEDHA belumlah mencapai tingkatan tersebut (Sammasambuddha), dan bahkan ARAHAT-pun belum.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #226 on: 23 November 2008, 10:01:42 PM »
Quote
lha, memang quote saya menyatakan bahwa MENURUT SAYA Buddhisme ZEn itu masih Murni... itu pendapat saya lo... Makanya kalau saya lihat semua quote-nya Master ZEN tentang Tanah Suci Sukhawati adalah dalam konteks RETORIKA... Tidak ada eksplisit dalam ZEN itu menyatakan bahwa Tanah Suci Sukhawati dan Tanah Tanah Suci Lainnya itu ada... yang ada dalam PIKIRAN...
Jika begitu.....
Master XuYun ketika dalam kesadaran meditatifnya bekunjung ke 'Tanah Murni" Maitreya di dalam surga Tusita . Padahal Beliau adalah pewaris silsilah Zen. Menurut anda master XuYun berbohong atau pikiran beliau menjadi sesat??? :P

Saya kebetulan memiliki buku BIOGRAFI Master XU YUN... walaupun sudah pernah saya baca habis, tetapi saya lupa apakah ada hal seperti yang dikatakan oleh sdr.chingik... kalau berkenan, apakah di dalam Biografi Master XU YUN itu ada diungkapkan hal semacam ini.

KArena seingat pikiran saya, dalam salah satu quote di forum buddha (lupa forum yang mana), pernah ada quote dari seorang pendeta/bhiksu Mahayana yang dalam keadaan meditatif "KATANYA" mengunjungi Surga Sukhawati. Dalam perjalanannya menuju Surga Sukhawati, Bhiksu tersebut sempat singgah di Surga Tusita, dan kebetulan melihat bahwa Master Xu Yun itu terlahir di Surga Tusita.

Sedangkan informasi mengenai Master Xu Yun sendiri yang mengunjungi Tanah Suci Maitreya, saya lupa apakah ada atau tidak...

Sebagai informasi, bahwa Master Xu Yun dianggap sebagai pewaris dari 5 aliran Mahayana yang ada di China (Chan, Sukhavati, Vinaya, Tien Tai dan satu lagi lupa)...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #227 on: 23 November 2008, 10:04:05 PM »
Quote
lha gak pakai SENSE emang mau pakai IMAN ??

La mending Sraddha (iman) yang benar sesuai Dharma, ketimbang jenis Nalar (sense) yang masih dibelepoti Moha dengan tebalnya.

Lagian anda tentu tahu dong, kalau pencapaian Nirvana itu gak cuma pake Nalar?

 _/\_
The Siddha Wanderer

Menurut saya, apa yang diajarkan di dalam Delapan Jalan Utama (sebagai jalan menuju lenyapnya dukkha/ mencapai nibbana / mencapai pembebasan) itu sangat MASUK AKAL. Tidak ada pernyataan metafisika dan retorika. Apakah menurut sdr. Delapan Jalan Utama itu TIDAK MASUK AKAL ??
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #228 on: 23 November 2008, 10:12:30 PM »
Jika mengakui adanya anatta, sebenarnya konsistensi itu tidak pernah ada. Kenapa demikian? Perasaan bahwa adanya suatu "konsistensi" yang menyebabkan seseorang melihat aku (atma) sebagai satu kesatuan, karena mengira "aku di masa lalu" sama dengan "aku di masa kini" dan "aku di masa depan."

Misalkan demikian, seseorang dituntut untuk tetap konsisten dalam bersikap dan bertindak, sebab tidak demikian ia dianggap bukan dirinya lagi. Jika seseorang menjadi tidak konsisten, ia dianggap tidak jujur atau sedang menyembunyikan diri yang sebenarnya. Atau seseorang yang kita kenal di masa kecil, kita temui lagi di masa dewasanya, ternyata telah berubah sama sekali penampilannya, lantas kita anggap dirinya menjadi berbeda. Oleh karena itu apa yang kita sebut sebagai "diri" pada dasarnya adalah inkonsisten. Jika diri saja inkonsisten, lantas bagaimana kita bisa segala sesuatu di dunia ini harus konsisten?

Ketika kita berusaha menarik sebuah konsistensi kita hanya semakin masuk dalam ilusi adanya "kesamaan" atau "perbedaan" antara satu hal dengan hal yang lain. jelas masalah konsistensi adalah masalah persepsi belaka.
Betul.
Kalo Kitab Theravada 100% konsisten, maka Raja Milindapanha tidak akan mempertanyakan begitu banyak hal yang inkonsistensi dalam ajaran Buddha. Begitu bukan?  ;)



Coba quote-kan pertanyaan Milinda yang menyatakan in-konsistensi dalam ajaran Buddha (maksudnya disini adalah THERAVADA)...
Setahu saya, semua pertanyaan Milinda itu dapat dijawab dengan baik oleh Nagasena...

Milinda Panha merupakan buku kuno muktabar tentang Buddhisme yang benar-benar dianggap tinggi sehingga dimasukkan oleh orang Burma di dalam kitab suci Pali Canon. Di dalam buku Palinya dikatakan bahwa percakapan antara Raja Milinda dengan Nagasena terjadi 500 tahun setelah Sang Buddha parinibana. T.W. Rhys David, penerjemah yang terhebat untuk
buku-buku Pali, menganggap buku ini sangat bagus. Beliau mengatakan, "Saya berani mengatakan bahwa 'Pertanyaan Milinda' ini jelas merupakan karya terbaik untuk prosa India; dan benar-benar buku terbaik di kelasnya dipandang dari sudut kesusastraan, yang telah diproduksi di negara manapun juga."

Gaya Milinda Panha sangat mirip dengan dialog Platonik, dimana Nagasena memainkan peran sebagai Socrates dan menang berdebat dengan Raja Milindia dalam sudut pandang Buddhis, karena penalarannya yang sehat dan perumpamaannya yang pas. Si pengarang memang tidak dikenal, tetapi hampir dapat dipastikan dia dahulu hidup di India barat laut atau di Punjab, karena dia sama sekali tidak menyebutkan suatu tempat di India bagian selatan Sungai Gangga. Dan ini didukung oleh keterangan yang ada tentang raja Menander, raja orang-orang Bactria yang dikenal sebagai Milinda.


Semua jawaban Nagasena kepada Raja Milinda ini menggunakan falsafah NALAR yang luar biasa, alih-alih menggunakan pernyataan metafisika atau pernyataan di luar LOGIKA.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #229 on: 24 November 2008, 12:27:59 AM »
Quote
lha, memang quote saya menyatakan bahwa MENURUT SAYA Buddhisme ZEn itu masih Murni... itu pendapat saya lo... Makanya kalau saya lihat semua quote-nya Master ZEN tentang Tanah Suci Sukhawati adalah dalam konteks RETORIKA... Tidak ada eksplisit dalam ZEN itu menyatakan bahwa Tanah Suci Sukhawati dan Tanah Tanah Suci Lainnya itu ada... yang ada dalam PIKIRAN...
Jika begitu.....
Master XuYun ketika dalam kesadaran meditatifnya bekunjung ke 'Tanah Murni" Maitreya di dalam surga Tusita . Padahal Beliau adalah pewaris silsilah Zen. Menurut anda master XuYun berbohong atau pikiran beliau menjadi sesat??? :P

Saya kebetulan memiliki buku BIOGRAFI Master XU YUN... walaupun sudah pernah saya baca habis, tetapi saya lupa apakah ada hal seperti yang dikatakan oleh sdr.chingik... kalau berkenan, apakah di dalam Biografi Master XU YUN itu ada diungkapkan hal semacam ini.

KArena seingat pikiran saya, dalam salah satu quote di forum buddha (lupa forum yang mana), pernah ada quote dari seorang pendeta/bhiksu Mahayana yang dalam keadaan meditatif "KATANYA" mengunjungi Surga Sukhawati. Dalam perjalanannya menuju Surga Sukhawati, Bhiksu tersebut sempat singgah di Surga Tusita, dan kebetulan melihat bahwa Master Xu Yun itu terlahir di Surga Tusita.

Sedangkan informasi mengenai Master Xu Yun sendiri yang mengunjungi Tanah Suci Maitreya, saya lupa apakah ada atau tidak...

Sebagai informasi, bahwa Master Xu Yun dianggap sebagai pewaris dari 5 aliran Mahayana yang ada di China (Chan, Sukhavati, Vinaya, Tien Tai dan satu lagi lupa)...

Maksudnya Hua Yen?

Saya juga baca buku otobiografi yang dimaksud, dalam versi bhs indo. diterjemahkan oleh bro tan. Setahu saya tidak ada tentang ia mengunjungi Tanah Suci Maitreya.

Jika Hsu Yun dianggap sebagai pewaris 5 aliran Mahayana yang ada di Tiongkok, sy kira hanya krn ia hidup di jaman di mana kebanyakan master-master aliran Mahayana sedang vakum. Selain itu, sejak jaman era dinasti ming, aliran chan dan lain2nya saling berbaur satu sama lain. Buktinya adalah munculnya aliran Zen Obaku di Jepang, yang dipengaruhi oleh Chan masa dinasti Ming. Berbeda dengan Zen Soto dan Rinzai yang masuk ke Jepang pada era Dinasti Sung, Zen Obaku mengajarkan metode gabungan antara nienfo dan Chan. Hal ini menujukkan adanya perkembangan Chan pada masa Dinasti Sung yang cenderung memiliki metode yang unik tersendiri menjadi Chan pada Dinasti Ming yang melakukan asimilasi dengan aliran Tanah Suci (Pure Land).

Meski demikian, saya meragukan adanya Chan yang murni. Karena setidaknya kita mengenal beberapa model Chan. Dari Chan "era Boddhidarma" (Chan sebagaimana pertama kali dibawa oleh Bodhidharma), "era Tang" (Masa Sesepuh Keenam Huineng), "era Sung" (ditandai dengan munculnya aliran Lin Chi dan Sao Tung) hingga "era Ming" (Hanshan Deqing dan kawan-kawannya hingga era dinasti Ching) dan "era grassroot zen" (DT Suzuki, Alan Watts dsb; saat zen menyeberang ke Barat). Belum lagi kita mempelajari zen di korea dan vietnam.

Setiap era di atas seringkali ditandai oleh adanya perbedaan pandangan dan metode. Selain yang sudah saya sebutkan di atas ada contoh lain. Boddhidharma sendiri banyak dipengaruhi oleh filsafat Yogachara, namun Huineng ternyata banyak dipengaruhi oleh filsafat Madhyamaka. Bodhidharma terkenal sekali dengan kemampuan meditasi duduk menghadap tembok yang lama sekali, sedangkan Huineng terkenal dengan meditasi tanpa terikat pada postur apapun. Dengan demikian, ada ketidakkonssistenan paham luar antara apa yang diajarkan oleh Bodhidharma dengan yang diajarkan oleh Huineng.

Belum lagi kita menyinggung "grassroot zen" yang memang diadopsi untuk Barat yang memang suka pada hal-hal yang rasional. "Grassroot zen" lebih banyak berfokus memperkenalkan metode Koan, ketimbang metode-metode lain yang dikenalkan oleh Master Chan yang lain. Hal ini dikarenakan "grassroot zen" menyebar dari Jepang yang terkenal dengan dua aliran zen dominan (Soto dan Rinzai) yang masuk ke Jepang pada jaman Dinasti Sung. Oleh karena itu bentuknya lebih mirip dengan "chan era Dinasti Sung" yang diadopsi ke dalam bahasa modern yang logis, berbeda dengan "chan era ming" yang diwaris Xu Yun dan akhirnya sekarang diwakili oleh Master Sheng Yen, selain Zen Obaku di Jepang. 

Dengan demikian sulit dikatakan adanya Chan yang murni, jika hanya melihat pada penampilan luarnya belaka. Jika sebatas hanya pada penampilan luarnya, maka Chan bisa mengadopsi bentuk apapun dan akan terus berubah jika dibutuhkan.  Dalam Chan yang penting adalah transmisi ajaran inti yang hanya bisa dialami oleh yang menerimanya, bukan pada wujud luar yang hanya bersifat permukaan.
 
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #230 on: 24 November 2008, 12:36:08 AM »

Maksudnya Hua Yen?

Saya juga baca buku otobiografi yang dimaksud, dalam versi bhs indo. diterjemahkan oleh bro tan. Setahu saya tidak ada tentang ia mengunjungi Tanah Suci Maitreya.

Jika Hsu Yun dianggap sebagai pewaris 5 aliran Mahayana yang ada di Tiongkok, sy kira hanya krn ia hidup di jaman di mana kebanyakan master-master aliran Mahayana sedang vakum. Selain itu, sejak jaman era dinasti ming, aliran chan dan lain2nya saling berbaur satu sama lain. Buktinya adalah munculnya aliran Zen Obaku di Jepang, yang dipengaruhi oleh Chan masa dinasti Ming. Berbeda dengan Zen Soto dan Rinzai yang masuk ke Jepang pada era Dinasti Sung, Zen Obaku mengajarkan metode gabungan antara nienfo dan Chan. Hal ini menujukkan adanya perkembangan Chan pada masa Dinasti Sung yang cenderung memiliki metode yang unik tersendiri menjadi Chan pada Dinasti Ming yang melakukan asimilasi dengan aliran Tanah Suci (Pure Land).

Meski demikian, saya meragukan adanya Chan yang murni. Karena setidaknya kita mengenal beberapa model Chan. Dari Chan "era Boddhidarma" (Chan sebagaimana pertama kali dibawa oleh Bodhidharma), "era Tang" (Masa Sesepuh Keenam Huineng), "era Sung" (ditandai dengan munculnya aliran Lin Chi dan Sao Tung) hingga "era Ming" (Hanshan Deqing dan kawan-kawannya hingga era dinasti Ching) dan "era grassroot zen" (DT Suzuki, Alan Watts dsb; saat zen menyeberang ke Barat). Belum lagi kita mempelajari zen di korea dan vietnam.

Setiap era di atas seringkali ditandai oleh adanya perbedaan pandangan dan metode. Selain yang sudah saya sebutkan di atas ada contoh lain. Boddhidharma sendiri banyak dipengaruhi oleh filsafat Yogachara, namun Huineng ternyata banyak dipengaruhi oleh filsafat Madhyamaka. Bodhidharma terkenal sekali dengan kemampuan meditasi duduk menghadap tembok yang lama sekali, sedangkan Huineng terkenal dengan meditasi tanpa terikat pada postur apapun. Dengan demikian, ada ketidakkonssistenan paham luar antara apa yang diajarkan oleh Bodhidharma dengan yang diajarkan oleh Huineng.

Belum lagi kita menyinggung "grassroot zen" yang memang diadopsi untuk Barat yang memang suka pada hal-hal yang rasional. "Grassroot zen" lebih banyak berfokus memperkenalkan metode Koan, ketimbang metode-metode lain yang dikenalkan oleh Master Chan yang lain. Hal ini dikarenakan "grassroot zen" menyebar dari Jepang yang terkenal dengan dua aliran zen dominan (Soto dan Rinzai) yang masuk ke Jepang pada jaman Dinasti Sung. Oleh karena itu bentuknya lebih mirip dengan "chan era Dinasti Sung" yang diadopsi ke dalam bahasa modern yang logis, berbeda dengan "chan era ming" yang diwaris Xu Yun dan akhirnya sekarang diwakili oleh Master Sheng Yen, selain Zen Obaku di Jepang. 

Dengan demikian sulit dikatakan adanya Chan yang murni, jika hanya melihat pada penampilan luarnya belaka. Jika sebatas hanya pada penampilan luarnya, maka Chan bisa mengadopsi bentuk apapun dan akan terus berubah jika dibutuhkan.  Dalam Chan yang penting adalah transmisi ajaran inti yang hanya bisa dialami oleh yang menerimanya, bukan pada wujud luar yang hanya bersifat permukaan.
 

Saya setuju dengan pendapat sdr.sobat_dharma bahwa dalam CHAN yang penting adalah transmisi ajaran inti yang hanya bisa dialami oleh yang menerimanya, bukan pada wujud luar. Karena "ke-khususan" pada "KEMURNIAN" transmisi ajaran inti langsung dari GURU ke MURID (dan biasanya GURU mengotorisasi kualitas bathin MURID), maka menurut saya, WALAUPUN secara kuantitas (jumlah), umat/praktisi Zen tidak banyak, tetapi kualitas para praktisi Zen boleh dikatakan "tidak tercemar"...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #231 on: 24 November 2008, 12:38:55 AM »
 :)) Soal transmisi inti anda tahu: pada dasarnya Bodhicitta adalah bersih dan jernih pada dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa tercemar?  :)) :)) :))  Jadi soal itu, bukan "kemurnian ajaran" sebagaimana yang anda kira.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #232 on: 24 November 2008, 12:50:52 AM »
:)) Soal transmisi inti anda tahu: pada dasarnya Bodhicitta adalah bersih dan jernih pada dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa tercemar?  :)) :)) :))  Jadi soal itu, bukan "kemurnian ajaran" sebagaimana yang anda kira.

Memang pada dasarnya BODHICITTA itu bersih dan jernih, tetapi karena avijja (ketidaktahuan)... mengikuti ajaran yang salah atau ajaran yang kualitasnya semakin menurun... gimana ??
Bahkan Dharma (ajaran BUDDHA) suatu saat akan hilang karena kualitas ajaran dari masa ke masa yang semakin berkurang. Jadi menurut saya, SASANA (ajaran) itu penting.
« Last Edit: 24 November 2008, 12:53:02 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #233 on: 24 November 2008, 01:11:57 AM »
:)) Soal transmisi inti anda tahu: pada dasarnya Bodhicitta adalah bersih dan jernih pada dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa tercemar?  :)) :)) :))  Jadi soal itu, bukan "kemurnian ajaran" sebagaimana yang anda kira.

Memang pada dasarnya BODHICITTA itu bersih dan jernih, tetapi karena avijja (ketidaktahuan)... mengikuti ajaran yang salah atau ajaran yang kualitasnya semakin menurun... gimana ??
Bahkan Dharma (ajaran BUDDHA) suatu saat akan hilang karena kualitas ajaran dari masa ke masa yang semakin berkurang.

Hungren berkata kepada Xenxiu:
"Untuk mencapai pencerahan sempurna, seseorang harus secara spontan mengenali Hakikat Dasar dirinya yang tak-terlahirkan dan tidak tak-terlahirkan (musnah) Dari ksana ke ksana, seseorang selalu mengenali Hakikat Pikiran (Bodhi)-nya setiap waktu; ia akan melihat bahwa tidak ada hal yang merintangi sepuluh ribu Dharma. Dalam kebenaran ini terdapat semua kebenaran dan sepuluh ribu kondisi adalah diri mereka sendiri, wajar seperti apa adanya.  Sekali Bhuta Tathata  dikenali, seseorang akan bebas dari ilusi selamanya; dan dalam setiap situasi pikiran seseorang akan selalu berada dalam kondisi Kewajaran. Kondisi ini adalah kebenaran sejati." (Kutipan dari Sutra Altar)

Jika ada Dharma yang benar-benar bisa lenyap, ia bukanlah Dharma. Meski Buddha Dharma dikatakan akan merosot suatu saat, maka yang merosot hanya "bentuk luar" saja. Namun, tidak ada alasan untuk mengatakan Buddha Dharma sendiri akan merosot, jika hanya bercampur antara Chan dengan Tien Tai. Keduanya masih dalam satu koridor Ajaran Buddha. Lantas mengapa percampuran ini harus dikatakan menodai kemurnian?
Bahkan jika bercampur dengan agama lain (Misalnya ada yang menyebutkan Chan masih dipengaruhi oleh Taoisme), jika masih membawa seseorang pada kesadaran, mengapa harus dikatakan tercemar?

Sebab "kualitas" Ajaran Buddha bukan terletak pada bentuk luarnya, tetapi tergantung pada praktisi itu sendiiri. Kita tahu, di Jaman Buddha Siddharta 'masih hidup' saja masih ada yang menolak Ajaran Buddha atau mempraktikkannya dengan jalan yang salah (contoh: Devadatta). Bukankah hal ini berarti bahwa Ajaran Buddha dalam bentuknya paling murni (menurut pandangan anda) masih juga ada yang salah dalam mempraktikkannya. Jadi, "kualitas" Ajaran buddha bukan terletak pada bentuk luarnya, tetapi juga tergantung pada praktisinya. Dalam hal ini, di mana pun dan di masa kapanpun selalu ada orang yang debu kekotoran batinnya lebih sedikit dari yang lain. Maka tidak peduli apakah bentuk luarnya banyak berubah atau bahkan berganti nama sekalipun, orang-orang tersebut akan dengan mudah mengenalinya dan segera merealisasikan Bodhicitta (atau apapun namanya kelak).

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #234 on: 24 November 2008, 01:20:46 AM »

Hungren berkata kepada Xenxiu:
"Untuk mencapai pencerahan sempurna, seseorang harus secara spontan mengenali Hakikat Dasar dirinya yang tak-terlahirkan dan tidak tak-terlahirkan (musnah) Dari ksana ke ksana, seseorang selalu mengenali Hakikat Pikiran (Bodhi)-nya setiap waktu; ia akan melihat bahwa tidak ada hal yang merintangi sepuluh ribu Dharma. Dalam kebenaran ini terdapat semua kebenaran dan sepuluh ribu kondisi adalah diri mereka sendiri, wajar seperti apa adanya.  Sekali Bhuta Tathata  dikenali, seseorang akan bebas dari ilusi selamanya; dan dalam setiap situasi pikiran seseorang akan selalu berada dalam kondisi Kewajaran. Kondisi ini adalah kebenaran sejati." (Kutipan dari Sutra Altar)

Jika ada Dharma yang benar-benar bisa lenyap, ia bukanlah Dharma. Meski Buddha Dharma dikatakan akan merosot suatu saat, maka yang merosot hanya "bentuk luar" saja. Namun, tidak ada alasan untuk mengatakan Buddha Dharma sendiri akan merosot, jika hanya bercampur antara Chan dengan Tien Tai. Keduanya masih dalam satu koridor Ajaran Buddha. Lantas mengapa percampuran ini harus dikatakan menodai kemurnian?
Bahkan jika bercampur dengan agama lain (Misalnya ada yang menyebutkan Chan masih dipengaruhi oleh Taoisme), jika masih membawa seseorang pada kesadaran, mengapa harus dikatakan tercemar?

Sebab "kualitas" Ajaran Buddha bukan terletak pada bentuk luarnya, tetapi tergantung pada praktisi itu sendiiri. Kita tahu, di Jaman Buddha Siddharta 'masih hidup' saja masih ada yang menolak Ajaran Buddha atau mempraktikkannya dengan jalan yang salah (contoh: Devadatta). Bukankah hal ini berarti bahwa Ajaran Buddha dalam bentuknya paling murni (menurut pandangan anda) masih juga ada yang salah dalam mempraktikkannya. Jadi, "kualitas" Ajaran buddha bukan terletak pada bentuk luarnya, tetapi juga tergantung pada praktisinya. Dalam hal ini, di mana pun dan di masa kapanpun selalu ada orang yang debu kekotoran batinnya lebih sedikit dari yang lain. Maka tidak peduli apakah bentuk luarnya banyak berubah atau bahkan berganti nama sekalipun, orang-orang tersebut akan dengan mudah mengenalinya dan segera merealisasikan Bodhicitta (atau apapun namanya kelak).


Jika bicara tentang Dharma (D dalam huruf besar yang artinya segala fenomena), maka tidak ada Dharma yang bisa merosot. Tetapi dalam hal ini yang dibicarakan adalah dharma (harfiah nya ajaran) yang dapat diajarkan tentunya berbeda. dharma (ajaran) bisa saja merosot. Bayangkan saja bahwa pada jaman Buddha masih hidup sendiri, masih banyak makhluk yang sulit untuk di-bina, apalagi pada jaman sekarang ini.

Ketika tidak adanya ajaran (dalam hal ini ajaran BUDDHA), bodhicitta masih dapat diraih... jalurnya ya di PACCEKA BUDDHA. Tetapi dalam berbagai teks buddha dikatakan bahwa kesempatan untuk terlahirnya seorang sammasambuddha dan menurunkan ajaran adalah sangat langka. Artinya apa, bahwa AJARAN (SASANA) itu sedemikian penting untuk lebih mengintensifkan kesempatan bagi makhluk untuk mendapat pengetahuan tentang JALAN.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #235 on: 24 November 2008, 01:56:16 PM »
Quote
lha, memang quote saya menyatakan bahwa MENURUT SAYA Buddhisme ZEn itu masih Murni... itu pendapat saya lo... Makanya kalau saya lihat semua quote-nya Master ZEN tentang Tanah Suci Sukhawati adalah dalam konteks RETORIKA... Tidak ada eksplisit dalam ZEN itu menyatakan bahwa Tanah Suci Sukhawati dan Tanah Tanah Suci Lainnya itu ada... yang ada dalam PIKIRAN...
Jika begitu.....
Master XuYun ketika dalam kesadaran meditatifnya bekunjung ke 'Tanah Murni" Maitreya di dalam surga Tusita . Padahal Beliau adalah pewaris silsilah Zen. Menurut anda master XuYun berbohong atau pikiran beliau menjadi sesat??? :P

Saya kebetulan memiliki buku BIOGRAFI Master XU YUN... walaupun sudah pernah saya baca habis, tetapi saya lupa apakah ada hal seperti yang dikatakan oleh sdr.chingik... kalau berkenan, apakah di dalam Biografi Master XU YUN itu ada diungkapkan hal semacam ini.

KArena seingat pikiran saya, dalam salah satu quote di forum buddha (lupa forum yang mana), pernah ada quote dari seorang pendeta/bhiksu Mahayana yang dalam keadaan meditatif "KATANYA" mengunjungi Surga Sukhawati. Dalam perjalanannya menuju Surga Sukhawati, Bhiksu tersebut sempat singgah di Surga Tusita, dan kebetulan melihat bahwa Master Xu Yun itu terlahir di Surga Tusita.

Sedangkan informasi mengenai Master Xu Yun sendiri yang mengunjungi Tanah Suci Maitreya, saya lupa apakah ada atau tidak...

Sebagai informasi, bahwa Master Xu Yun dianggap sebagai pewaris dari 5 aliran Mahayana yang ada di China (Chan, Sukhavati, Vinaya, Tien Tai dan satu lagi lupa)...
Master XuYun hanya pewaris silsilah dalam berbagai aliran Chan,  bukan pewaris aliran Sukhavati, Vinaya, TienTai ataupun Huayen. Tapi tetap mengajarkan aliran2 tersebut.
Kunjungan beliau ke Tusita kalau ga salah memang ada di Biografi edisi Indonesia. Coba cari lagi deh. Yang jelas di kitab kumpulan perjalanan hidup Xuyun versi asli (mandarin) ada kisah tersebut. 
 

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #236 on: 24 November 2008, 04:31:26 PM »
Begini boleh sedikit opini tidak?saya heran dengan Mahayana...benar2 heran...
Kalau Theravada sutta nya saya ragukan apalagi Mahayana? :)

Salam hangat,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #237 on: 24 November 2008, 04:55:00 PM »
Begini boleh sedikit opini tidak?saya heran dengan Mahayana...benar2 heran...
Kalau Theravada sutta nya saya ragukan apalagi Mahayana? :)

Salam hangat,
Riky

Ada unsur merasa diri sendiri paling benar yach.. ^-^
 
 saya sih merasa diri sendiri paling ga benar.. :))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #238 on: 24 November 2008, 08:37:29 PM »
Begini boleh sedikit opini tidak?saya heran dengan Mahayana...benar2 heran...
Kalau Theravada sutta nya saya ragukan apalagi Mahayana? :)

Salam hangat,
Riky

Ada unsur merasa diri sendiri paling benar yach.. ^-^
 
 saya sih merasa diri sendiri paling ga benar.. :))
Lho?hehehe,koq unsur diri sendiri paling benar?Ini kan merupakan Sabda SB kepada Suku Kalama yakni Kalama Sutta bukan? :)
Kan saya tidak bilang Mahayana salah dan Theravada benar... hehehe..Stay cool ya... :)

Salam hangat,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #239 on: 24 November 2008, 09:37:38 PM »

Yang benar adalah petapa sumedha berpikir... bukan berkata seperti yang sdr.gandalf quote... Yang menjadi persoalan adalah, apakah pikiran petapa sumedha pada saat itu bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menjadi ARAHAT pada saat itu juga adalah sesuai dengan kemampuannya. Saya rasa tidak... Mencapai tingkat ARAHAT itu bukan dengan konteks tawar menawar seperti ini...

Jika masih ada pikiran halus bahkan untuk NIAT LUHUR MENYELAMATKAN SEMUA MAKHLUK, maka seseorang itu TIDAK AKAN BISA MEREALISASIKAN ARAHAT. Seperti quote sebelumnya bahwa seorang ARAHAT itu sudah mencapai kualitas egaliter non-dualisme, dimana NIBBANA dan SAMSARA itu TIADA BEDANYA SAMA SEKALI.

Sdr.Gandalf kembali menafsirkan bahwa apa yang dipikirkan oleh petapa Sumedha adalah suatu kepastian dari BAKAL MENCAPAI ARAHAT petapa SUMEDHA. Karena hanya seorang SAMMASAMBUDDHA yang memiliki kualitas untuk menilai kematangan bathin makhluk lain yang dalam hal ini PETAPA SUMEDHA belumlah mencapai tingkatan tersebut (Sammasambuddha), dan bahkan ARAHAT-pun belum.

Nah lho.... Gini2 deh....

Bukan masalah kemampuannya atau tidak, tapi Petapa Sumedha berpikir seseorang yang mencapai tingkat Arahatta itu egois dan "murid tidak berguna".

Umat Theravada yang masih putthujana en pemula aja tahu klo Arahat nggak egois....

Nah... petapa Sumedha yang calon Bodhisatta malah mikir Arahat egois ???  ^-^  ^-^

Calon Bodhisatta lo.....  :o  :o

Lagipula Buddha Dipamkara tentu tahu dong apa yang dipikirkan Sumedha?? Harusnya Beliau menegurnya kan, kalau Sumedha memiliki pandangan salah???

..... Malu2in lah..... kalo sampe calon Bodhisatta punya pikiran Arahat itu egois...

Masa calon Bodhisatta punya pandangan salah yang sedasar dan se-simple itu? La umat Theravada yang biasa-biasa aja tao kale Arahat itu nggak egois, masa calon Bodhisatta nggak tahu?...  ^-^  ^-^

Atau memang sebenarnya...... Arahat itu memang egosentris seperti kata Mahayana?? Wah... Petapa Sumedha dan Buddhavamsa lumayan pro Mahayana tuh....

Atau jangan-jangan Buddha Dipamkara melihat pikiran Sumedha pada saat itu adalah Pandangan benar (Sammaditthi), bukan Pandangan salah (Micchaditthi)??  8)  8)

Ananda K. Coomarasway (1877-1947 M) pernah menulis:
"Ketika Brahman Sumedha menolak untuk menyebrangi lautan (samsara) sendirian dan mengucapkan ikrar untuk menjadi Buddha, dengan tujuan agar ia dapat menyebrangkan pula manusia lain, dan para dewa, melewati lautan (samsara), ia berbicara dengan pola pikir Mahayana."
(Buddha and the Gospel of Buddhism)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

 

anything