//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: SEJARAH TIPITAKA  (Read 31442 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #15 on: 11 December 2008, 10:42:22 PM »
TIPITAKA

 234. Sekarang marilah kita mengenal susunan dari kitab-suci Buddhis Tipitaka. Istilah 'pitaka' berarti 'keranjang', istilah yang dipakai, sebab bagaikan para pekerja di zaman India kuno meneruskan keranjang tanah dari kepala seseorang ke kepala rekannya, Dhamma juga diteruskan dari ingatan seorang guru ke ingatan muridnya. Awalan 'ti' berarti 'tiga', dengan demikian Tipitaka berarti Tiga Keranjang. Tiga Keranjang tersebut, adalah - Sutta Pitaka - keranjang dari khotbah-khotbah, Vinaya Pitaka - keranjang dari peraturan (disiplin), dan Abhidhamma Pitaka - keranjang analisa (uraian). Istilah 'Sutta' sebenarnya berarti 'benang', khotbah-khotbah Sang Buddha disebut demikian, karena setiap darinya memiliki 'benang arti' atau 'untaian argumentasi'.

 235. Sutta Pitaka dibagi atas lima kumpulan atau koleksi (nikaya). Yang pertama, Digha Nikaya - kumpulan dari Khotbah-khotbah Panjang - terdiri atas 34 khotbah-khotbah yang, seperti terlukis dinamanya, adalah khotbah-khotbah yang sangat panjang. Yang ke dua, Majjhima Nikaya - Kumpulan dari Khotbah-khotbah Setengah-Panjang - terdiri atas 150 khotbah-khotbah yang juga seperti namanya, tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek. Yang ke tiga adalah Samyutta Nikaya - Kumpulan khotbah-khotbah Yang-berhubungan - didalamnya 7562 khotbah-khotbah dikelompokkan sesuai obyeknya. Yang ke empat adalah Anguttara Nikaya - Kumpulan Khotbah Bertahap. 'Anguttara' berarti 'selesai dalam satu', sebab 9557 khotbah-khotbah dalam kumpulan ini dikelompokkan dalam satu urutan dari satu sampai sebelas. Lima Nikaya yang terakhir adalah Khuddaka Nikaya - Kumpulan Campuran - yang terdiri dari 15 hasil karya yang agak terpisah, yang karena perbedaannya, tidak dapat digabung dalam salah satu dalam empat Nikaya yang lainnya. Kita akan meninjau secara singkat beberapa yang penting-penting dari kumpulan ini. Dhammapada, tidak diragukan adalah karya dalam Tipitaka yang paling populer dan termahsyur. Ini merupakan kumpulan dari 423 ayat (gatha) diucapkan oleh Sang Buddha pada waktu yang berbeda-beda, disusun dalam 23 bab tergantung dari pokok bahasannya. Dhammapada merupakan bagian kitab-suci Buddhis yang paling banyak diterjemahkan dibanding bagian yang lainnya. Udana - Ayat-ayat Peningkatan (atau melegakan) - sesuai namanya merupakan kenyataan bahwa setiap bagian dari 80 khotbah, isinya diselesaikan dalam satu atau lebih ayat yang memberi peningkatan atau semangat (udana). Yang sangat mirip dengan Udana adalah Itivuttaka - Seperti Dikatakan - yang terdiri atas 112 khotbah, yang juga dirangkum pada bagian akhir dalam satu atau beberapa ayat.

 236. Sutta Nipata - Kumpulan Khotbah - terdiri atas 55 khotbah dalam bentuk sajak, yang keseluruhannya berjumlah 1149 ayat. Mangala Sutta, Metta Sutta dan beberapa khotbah yang populer lainnya ditemukan dalam karya ini. Karena semua khotbah-khotbah ini diucapkan pada masa-masa awal Sang Buddha mengajar, dan karena kebanyakan darinya dianggap jasa kesusasteraan, maka Sutta Nipata adalah salah satu buku-buku terpenting dalam Tipitaka. Dua hasil karya indah lainnya adalah Theragatha - Ayat-ayat para Bhikkhu, dan Therigatha - Ayat-ayat para Bhikkhuni, masing-masing terdiri atas 164 dan 72 sajak, ditulis oleh beberapa Siswa-siswa Sang Buddha. Beberapa sajak adalah riwayat-hidup sendiri (autobiografi), beberapa adalah pujian-pujian bagi Sang Buddha, yang lainnya merupakan pujian keberadaan dan kebahagiaan Pencerahan. Buku yang terbesar dalam Khuddaka Nikaya adalah Jataka - kisah kelahiran-kelahiran. Jataka terdiri atas 547 cerita, yang diambil dari hikayat atau cerita-cerita rakyat India kuno, lalu diberi warna Buddhis dengan menjadikan Sang Buddha (dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya) sebagai pahlawan dalam setiap cerita. Walau Jataka hanyalah legenda, tapi setiap dari cerita itu mempunyai nilai pengajaran moral yang tinggi. Pada kenyataannya, memang cerita Jataka digunakan selama berabad-abad sebagai teladan moral bagi rakyat jelata, kaum Buddhis yang sederhana dan lugu. Buku-buku di dalam Khuddaka Nikaya lainnya muncul belakangan setelah bagian Tipitaka yang lain dan tidak dianggap seberapa penting saat ini.

 237. Bagian ke dua yang besar dari Tipitaka adalah Vinaya Pitaka - Keranjang Tata-tertib - yang terdiri atas lima buku. Vinaya berisi peraturan-peraturan bagi bhikkhu dan bhikkhuni, tatacara kehidupan vihara, dan beberapa kejadian penting dalam kehidupan Sang Buddha yang berhubungan dengannya. Juga ada rekaman tentang sejarah atau masa-masa awal kehidupan masyarakat vihara, termasuk laporan-laporan dari Konsili Pertama dan Konsili Ke dua.

 238. Bagian ke tiga dan yang terakhir adalah Abhidhamma Pitaka - Keranjang Penguraian - yang terdiri atas tujuh buku. Salah satu dari buku ini, Kathavattu - Butir-butir Ketidaksesuaian/kontroversial - berisi masalah-masalah sekitar doktrin yang diperdebatkan dalam Konsili ke tiga, dan inilah buku terakhir yang digabung dengan Tipitaka. Buku-buku lain dari Abhidhamma terdiri atas daftar unsur-unsur batin dan benda, penyebab dan akibatnya, dan penguraian tipe-tipe kepribadian yang berbeda. Buku pertama dari Abhidhamma mungkin ditulis sekitar 150 tahun setelah kemangkatan Sang Buddha dan yang terakhir, yang adalah Kathavattu diatas, ditulis sekitar tahun 253 Sebelum Masehi. Dengan demikian, Abhidhamma Pitaka tidak dibacakan pada Konsili Pertama, tapi ditambahkan pada Tipitaka pada masa-masa belakangan. Berdasar asal-usulnya, gaya penyajiannya dan waktu dituliskannya, dapat disimpulkan bahwa Abhidhamma adalah bagiam Tipitaka yang paling kurang kepenadaannya. Vinaya, yang kita ketahui berhubungan dengan keberadaan bhikkhu dan bhikkhuni, dan Sutta Pitaka, yang adalah Dhamma dari kata-kata Sang Buddha sendiri; adalah bagian terpenting dari literatur Buddhis.

 239. Seperti apa yang dapat kita lihat diatas, Sutta Pitaka sangatlah padat dan panjang; sebagai gambaran dapat diutarakan, bahwa ternyata terjemahan bahasa Inggeris-nya terdiri atas lebih dari 30 jilid buku. Walau demikian, seperti diperhatikan pada khotbah-khotbah yang telah banyak dituliskan diatas, banyak diantaranya ditandai dengan pengulangan-pengulangan kata-kata, yang menyebabkan bertambah panjangnya khotbah-khotbah tersebut; hal demikian, dapat dipahami, terjadi sebagai usaha agar khotbah-khotbah mudah dihafalkan; jadi demi kepentingan pewarisan ajaran-ajaran itu dalam bentuk lisan, pada masa-masa sebelum khotbah-khotbah direkam dalam bentuk tulisan. Pula, khotbah-khotbah ada yang diulangi kata demi kata atau dalam bentuk yang sama pada dua tempat yang berbeda. Salah satu contoh adalah Satipatthana Sutta ada di dalam Digha Nikaya maupun di Majjhima Nikaya,1 pula hampir semua bagian Brahma Vagga dalam Dhammapada diulangi di Sutta Nipata.2 Hal yang juga dapat dipahami, karena Sutta Nipata berisi khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Siswa-siswa utama Sang Buddha.

 240. Tipitaka diwariskan dan akhirnya sampai pada kita dalam bahasa India kuno yang dikenal sebagai Magadhi, disebut demikian karena merupakan bahasa daerah dari kerajaan Magadha, bagian dari Kosala, dimana Sang Buddha paling banyak melewatkan masa hidup-Nya. Bahasa Magadhi kemudian dikenal sebagai bahasa Pali, yang berarti 'naskah', artinya bahasa dari naskah-naskah. Tidak semua cendekiawan sependapat bahwa Sang Buddha berbicara dalam bahasa Pali, tetapi bila tidak demikian, setidaknya bahasa tersebut adalah bahasa yang sangat mirip bahasa Pali. Filsuf besar Wilhelm Geiger berkata "bahasa Pali semestinya dipandang sebagai bahasa Magadhi, bahasa yang digunakan Sang Buddha dalam khotbah-khotbah-Nya."3 Professor Rhys Davids dalam pengantar buku kamus Pali-Inggeris karyanya, mengatakan: "Bahasa Pali di dalam buku-buku peraturan-peraturan adalah didasarkan pada bahasa daerah Kosala baku yang digunakan pada abad ke 6 dan ke 7 Sebelum Masehi ..... bahasa daerah ini adalah bahasa-ibu Sang Buddha."4 Kadang-kadang dipertanyakan penting tidaknya seseorang mengerti bahasa Pali agar dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada dua bhikkhu yang mengharapkan agar digunakan bahasa Sanskerta (chandaso) dalam kata-kata Sang Buddha, dengan alasan bahasa Sanskerta adalah bahasa mati, tidak berubah lagi dan dengan demikian diharapkan agar pemahaman kata-kata Sang Buddha tidak akan hilang. Sang Buddha menolak, dan berkata:

          Saya memperkenankan engkau, para bhikkhu, untuk mempelajari kata-kata Sang Buddha dalam bahasamu sendiri-sendiri.5

      Pesan-pesan kemanusiaan Sang Buddha berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dan dapat dimengerti lewat pengalaman, tidak dengan melestarikan dalam bahasa. Tidak diragukan lagi, walau mungkin perlu memahami sedikit istilah Pali, tapi Sang Buddha menginginkan kita belajar Dhamma dalam bahasa kita sendiri, karena Beliau mengetahui bahwa itulah cara terbaik untuk mengerti dan untuk berkomunikasi satu sama lain.
 241. Adalah mudah untuk menemukan acuan dalam kitab-kitab suci, karena biasanya kitab-kitab suci telah terbagi dengan baik atas bab-bab dan kemudian terbagi lagi atas ayat-ayat. Namun disebabkan karena ukuran dan sebaran yang luas dari Tipitaka, maka masih perlu dipikirkan suatu sistim acuan yang terbaik bagi Tipitaka. Saat ini, mungkin sistim acuan yang baik dan paling banyak digunakan adalah seperti yang dipergunakan dalam edisi-edisi dan terjemahan-terjemahan oleh Pali Text Society, dan oleh karenanya kita akan lebih terbiasa dengan sistim ini. Di sudut kanan atas halaman sebelah kiri dari setiap buku terjemahan ke bahasa Inggeris oleh PTS dituliskan angka Romawi diikuti nomor. Yang pertama (angka) merujuk ke jilid dari karya yang dimaksud dan yang ke dua (nomor) merujuk ke halaman dari naskah Pali asli. Jadi, bila kita sedang membaca sebuah buku yang mengutip Tipitaka dan dalam daftar acuannya disebutkan A II 150, dan bila kita ingin meneliti kutipan itu, inilah yang kita lakukan: Periksa Tipitaka, cari Anguttara Nikaya ('A' adalah singkatan dari Anguttara Nikaya, Kumpulan Khotbah Bertahap), ambil jilid Dua (II berarti Jilid Dua) dan buka halaman-halamannya, lihat pada sudut kanan atas dari halaman sebelah kiri, sampai kita menemukan 150. Di halaman itu atau sekitar itu akan kita temukan sumber yang dikutip oleh buku yang kita baca. Beberapa karya Tipitaka lainnya, misalnya Dhammapada, Sutta Nipata, Theragatha dan Therigatha, kesemuanya dalam bentuk ayat-ayat, dengan demikian acuan dari kitab-kitab ini hanya pada karya dan nomor ayat-nya saja. Jadi acuan ayat ke 53 dalam Dhammapada ditulis Dp 53, atau ayat ke 410 dari Sutta Nipata ditulis Sn 410. mungkin akan membutuhkan waktu untuk terbiasa dalam menggunakan sistim acuan ini, tapi sekali kita lakukan, maka Tipitaka akan mengungkapkan banyak harta kebijaksanaan bagi kita.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #16 on: 12 December 2008, 02:15:51 AM »
Quote
232. Sewaktu Sang Buddha mencapai Nibbana-akhir di Kusinara, salah seorang murid senior Beliau, Maha Kassapa, dan sekelompok bhikkhu sedang dalam perjalanan menuju Kusinara untuk menjumpai Sang Buddha, namun mereka belum mendengar berita kemangkatan Guru mereka. Dalam perjalanan, mereka bertemu seorang pertapa pengembara yang kemudian menyampaikan berita kemangkatan Sang Buddha yang telah beberapa hari sebelumnya. Begitu mendengar berita ini, beberapa bhikkhu mulai meratap sedih, tapi salah seorang dari mereka, Subhadda, yang menjadi bhikkhu pada usianya yang sudah lanjut, malah berkata:

Saya ulang pertanyaan nya:
Siapakah yg  meratap sedih? Apakah itu para siswa sang Buddha? Apakah mereka telah mencapai Arahat?
Atau hanya kesalahan persepsi dari Subhaddha saja?

dan jawaban dari bro markos adalah

Quote
Disini diperjelas :
- seorang Bhikkhu tua
- yang tidak disiplin

nah bro markos menyebutkan 'seorang bikkhu tua' sedangkan cerita diatas menuliskan 'Begitu mendengar berita ini, beberapa bhikkhu mulai meratap sedih' ... ini malah jadi membingungkan saya ... (sepertinya saya atau jawaban bro markos yang gak nyambung nih...)... :))...

mohon penjelasan nya lebih lanjut...

Namo Buddhaya ...  _/\_ ...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #17 on: 12 December 2008, 06:01:23 AM »
Sudah ditulis khan yang meratap sedih beberapa bhikhu, Subbhada itu pertapa tua yang tidak disiplin yang merasa kurang senang dengan ajaran sang Buddha yang mengatakan harus begini harus begitu :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #18 on: 12 December 2008, 11:26:01 AM »
 [at] citra,

maaf, saya terlalu cepat membacanya.

yg meratap sedih itu adalah beberapa bhikkhu, yg belum mencapai kesucian

jika sudah mencapai kesucian, sudah tidak mungkin lagi utk sedih/dosa mula citta

semoga bisa memperjelas

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #19 on: 14 December 2008, 05:56:42 PM »
menurut saya orang tua yg dianggap ppenyebab assal perpecahan ajaran buddha sy anggap tidak tepat dari perkataan orang tua yg anda tulis sy sangat setuju...........mengapa....

dari kata tersebut walaupun singkat dan mencemaskan sebenarnya kalimat itu adalaah  perkataan yg sangat oke..........mari sy mengajak anda untuk merenungi kata bihku tua itu


: "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi"

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu
dan kata itupun sangat benar kita dsapat berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........

dari kata itu sudah di tegaskan ini adalah kenyataannya setelah buddha wafat...............

dan yg menjadi perpecahaan itu di sebabkan oleh ketakutan yg terlalu over dari pada murid buddha diluar dari ssiswa buddha utama

karena sy yakin murid utama buddha yg  telah mengerti akan inti dharma tidak akan mengadakan perkumpulan itu dan sy menyakini bahwa itu di lakukan oleh murid buddha yg kebelinger.............takut akan tersesat sebab tak punya dasar dalam diri buddha dharma..................................................


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #20 on: 14 December 2008, 06:01:16 PM »
menurut saya orang tua yg dianggap ppenyebab assal perpecahan ajaran buddha sy anggap tidak tepat dari perkataan orang tua yg anda tulis sy sangat setuju...........mengapa....

dari kata tersebut walaupun singkat dan mencemaskan sebenarnya kalimat itu adalaah  perkataan yg sangat oke..........mari sy mengajak anda untuk merenungi kata bihku tua itu


: "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi"

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu
dan kata itupun sangat benar kita dsapat berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........

dari kata itu sudah di tegaskan ini adalah kenyataannya setelah buddha wafat...............

dan yg menjadi perpecahaan itu di sebabkan oleh ketakutan yg terlalu over dari pada murid buddha diluar dari ssiswa buddha utama

karena sy yakin murid utama buddha yg  telah mengerti akan inti dharma tidak akan mengadakan perkumpulan itu dan sy menyakini bahwa itu di lakukan oleh murid buddha yg kebelinger.............takut akan tersesat sebab tak punya dasar dalam diri buddha dharma..................................................


Jadi kalau saja para murid tidak menyusun tipitaka maka perpecahan gak akan ada?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #21 on: 14 December 2008, 06:08:39 PM »
[at] atas
 pencerahan tidak dengan kitab tapi pengertian akan hidup itu adalah kebenaraannya

contoh:
buddha sendiri mencapai pencerahaan tidak terikat oleh kitab yg waktu itu adalah agama hindu itu saja

jd menurut sy yg masih mengandalkan kitab sebenarnya adalah murid yg tersesat......(masih awam)

karena tujuaan kitab hanyalah garis besar ajaran buddha bukan pokok ajara tersebut maka bila kita mau penceraahan hanya dengan mengerti arti kehidupan maka pencerahaan tersebut akan datang seperti murid buddha yg telat mikirnya hanya dengan kata2 sederhana menyapu kotoran sudah dapat pencerahaan.....jadi itu kenyataan yg pasti bahwa hanyya penyelaman hidup dan secepatnya sadar akan hidup itu adalah jalan pastinya...........

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #22 on: 14 December 2008, 06:12:56 PM »
[at] atas
 pencerahan tidak dengan kitab tapi pengertian akan hidup itu adalah kebenaraannya

contoh:
buddha sendiri mencapai pencerahaan tidak terikat oleh kitab yg waktu itu adalah agama hindu itu saja

jd menurut sy yg masih mengandalkan kitab sebenarnya adalah murid yg tersesat......(masih awam)

karena tujuaan kitab hanyalah garis besar ajaran buddha bukan pokok ajara tersebut maka bila kita mau penceraahan hanya dengan mengerti arti kehidupan maka pencerahaan tersebut akan datang seperti murid buddha yg telat mikirnya hanya dengan kata2 sederhana menyapu kotoran sudah dapat pencerahaan.....jadi itu kenyataan yg pasti bahwa hanyya penyelaman hidup dan secepatnya sadar akan hidup itu adalah jalan pastinya...........
Tpi setidaknya rakit diperlukan lah buat menyebrang :)
Tanpa rakit bisa tersesat lho :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #23 on: 14 December 2008, 06:19:43 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #24 on: 14 December 2008, 06:22:56 PM »
hukum kesunyataan tu apa yah ?

nb : itu tolong diramalin yak di lapak ente =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #25 on: 14 December 2008, 06:24:47 PM »
 [at] Waliagung...

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu

Pertanyaan dari saya:
>>>Bisakah kita mencari sendiri dhamma itu tanpa ada seorang 'Buddha'? semudah itukah?
>>>Apakah kita semua yang walaupun telah bertekad menjadi Bodhisatta, mempunyai 'kemampuan' untuk menjadi paling tidak seorang 'Pacceka Buddha'?

'berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........'

kata-kata malah membahayakan lho bila tidak dikasih 'pengertian benar' tentang itu...
misalnya:
bagaimana pendapat anda kalau ada seseorang yang mempunyai kegemaran untuk berkelahi, gemar minum minuman keras dsb... apakah ini 'kata itupun sangat benar'?... :-?

Salam kenal...
Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #26 on: 14 December 2008, 06:28:20 PM »
[at] ryu....

silakan kalau anda ingin di ramal.........

tolong masa kamu kg tau....itu hukum kesunyataan sih....terlalu

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #27 on: 14 December 2008, 06:31:25 PM »
[at] ryu....

silakan kalau anda ingin di ramal.........

tolong masa kamu kg tau....itu hukum kesunyataan sih....terlalu
:)) baru seacrh di Google :))
Hukum Kesunyataan, Hukum Kamma tidak terpengaruh oleh Hukum Anicca. Perlu dicatat bahwa hukum disini adalah suatu sistem tanpa pembentuk. Hukum-hukum tidak bisa meniadakan satu dengan yang lain tetapi justru bekerja secara berdampingan di dalam menciptakan keharmonian semesta. Jika Hukum Kamma sebagai suatu sistem dapat dipengaruhi oleh hukum Anicca (ketidakkekalan) maka suatu saat Hukum Kamma akan tidak ada lagi, dan hal ini akan menimbulkan kekacauan luar biasa di dalam alam semesta karena sistem sebab akibat yang terkandung dalam Hukum Kamma telah hilang.

Mengenai Anicca dalam Mahaparinibbana sutta (Digha Nikaya 16) pada saat-saat terakhir menjelang Prinibbana dijelaskan oleh Sang Buddha bahawa segala fenomena yang terbentuk dari perpaduan usur akan mengalami pelapukan, perubahan. Begitu juga dalam Anicca Sutta (Samyutta Nikaya 36; 9)

Sedang mengenai Anatta terdapat dalam Anattalakkhana Sutta (Samyutta Nikaya 22;59)

Maklum aye bukan Buddhist :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #28 on: 14 December 2008, 06:32:43 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................
Memang tidak dicantumkan harus membaca kitab, tapi tercatat di kitab lho :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #29 on: 14 December 2008, 06:34:45 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................

Karena baru pada Konsili ke-4 Tipitaka dituangkan ke dalam bentuk tulisan.
Jadi, malah aneh kalau ada keharusan membaca kitab di dalam Tipitaka, karena memang awalnya belum berwujud tulisan, namun lisan.

Namun ada tertulis bahwa mendengarkan Dhamma adalah berkah utama.
Bisa jadi sekarang, membaca Dhamma pun merupakan berkah utama.
yaa... gitu deh

 

anything