//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: kaya bukan berarti bahagia...  (Read 7802 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
kaya bukan berarti bahagia...
« on: 04 February 2010, 01:44:02 AM »
DHAMMAPADA XV : 204

Suatu hari Raja Pasenadi dari Kosala pergi ke Vihara Jetavana setelah menyelesaikan makan pagi. Dikatakan raja telah memakan seperempat keranjang (kira-kira setengah gantang) nasi dengan kari daging pada hari itu. Maka pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha, dia tertidur dan mengantuk sepanjang waktu. Melihat dia mengantuk, Sang Buddha menasehati dia untuk memakan sedikit nasi setiap harinya, dan mengurangi sedikit demi sedikit nasi setiap hari sehingga mencapai jumlah minimum dari seperempat-belas jumlah nasi yang biasa dimakan.

Raja melaksanakan nasehat yang dikatakan Sang Buddha. Dengan memakan sedikit nasi dia menjadi kurus, dan merasa sangat ringan. Raja menikmati kesehatan yang lebih baik.

Ketika raja mengabarkan hal itu kepada Sang Buddha, SangBuddha berkata kepadanya, "O Raja! Kesehatan adalah anugerah yang besar, kepuasan adalah kekayaan yang besar, kepercayaan adalah kerabat terbaik, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 204 berikut:

Arogyaparama labha
santutthiparamam dhanam
vissasaparama nati
nibbanam paramam sukham.

Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar.
Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga.
Kepercayaan adalah saudara yang paling baik.
Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi.


KISAH TRAGIS OEI HUI LAN, PUTRI ORANG TERKAYA DI ASIA TENGGARA

Oei Hui lan adalah putri dari sang raja gula Asia tenggara era 1900-an yang berjaya menobatkan dirinya sebagai orang paling kaya di Asia tenggara Oei Tiong Ham asal Semarang. Hui lan adalah putri kedua dari pernikahan pertama raja gula tersebut dengan istri pertama di antara 50 gundik atau istri tak sah. Kisah perjalanan hidupnya begitu menyentuh bak bagaikan telonevela.

Ia berkisah tentang kehidupan semasa kecilnya dalam buku “ tak ada pesta yang tak berakhir”, menikah dengan kaum jetset tak membuat dirinya merasa bahagia, bahkan di akhir hidupnya ia yang anti berpoligami harus menerima kenyataan sang suami menikah lagi dengan gundiknya. Hui Lan dalam bukunya bercerita tentang dia mendapatkan apapun yang ia inginkan karena kekayaan yang dimiliki Ayahnya.

Dan tidaklah lucu ketika suatu ketika ia berjalan dan orang asing baginya muncul mengaku kalau dia adalah adik tirinya. Tidak aneh bila sang ayah memiliki 50 gundik yang melahirkan minimal 7 orang anak. Sehingga hubungan antarkeluarga itu memunculkan konflik. Sang Ayah yang terdesak oleh pemerintah Hindia Belanda akhirnya memutuskan untuk melarikan diri ke Singapore dan menjalankan bisnisnya di sana.

Nasib sang Ayah begitu tragis. Hui Lan sempat tak percaya ketika ia melihat ayahnya begitu berubah . Ayahnya yang glamour, di masa tuanya menjadi orang yang sederhana karena pengaruh daripada istri terakhirnya bernama Lucy Ho. Konon Hui Lan sempat meragukan kematian sang Ayah yang secara mendadak karena serangan jantung. Ia curiga Ayahnya diracunin oleh Lucy Ho untuk merebut harta warisannya. Memang harta tersebut akhirnya jatuh pada Lucy Ho. Nasib Lucy Ho sendiri cukup tragis mati karena sebuah kanker otak. Hui Lan pun sadar kehidupan mewah dari sang Ayah mulai berakhir. Namun harta sudah tak menjadi arti lagi baginya.

Wellington Koo sang suami adalah tokoh revolusi RepubliK Rakyat Cina yang menjabat sebagai duta besar di Amerika Serikat. Pernikahan mereka tidaklah bahagia dengan melahirkan 3 orang putra. Menurut Hui Lan, sang suami lebih mencintai negaranya daripada dia dan anak anaknya. Di masa tua Hui Lan hidup seorang diri bersama anjing-anjingnya dan anak tirinya dari sang suami yang begitu setia.

Bukunya mengajarkan kita sebuah arti kehidupan.

“Kini saya berpendapat, berkenalan dengan kaum ningrat dan orang berduit tidaklah penting. Otak dan kepribadian lebih penting. Kita bisa menderita akibat haus kekuasaan, tetapi kita bisa mendapat kesenangan dari sikap hormat, kesederhanaan dan sifat lurus. Kita seharusnya menghargai orang orang lain dan hidup ini. Seperti kata ibu, kita harus puas dengan yang kita miliki. Banyak teman baik saya pun sudah meninggal, tetapi saya banyak mendapat teman baru yang masih muda. Saya sering mengenang anjing-anjing saya yang sudah mati, yang memberi saya cinta kasih dan kebahagiaan pada tahun tahun terakhir. Saya harap suatu waktu kelak mereka akan dilahirkan lagi. Kalau demikan halnya, saya yakin kami akan saling mengenali,”ujar Hui Lan dalam bukunya.

Hui lan sendiri telah meninggal pada tahun 1992. Hingga kini nama sang Ayah menjadi jalan di sebuah tempat di Singapura. Peninggalan rumah serta warisannya di Semarang masih ada namun tak terawat. Kekayaan sang Ayah ketika ia meninggal menjadi dilema di antara konflik keluarga yang berakhir dengan diambil alih oleh Presiden berkuasa saat itu Soerkarno, yang memang anti Barat terlebih kebanyakan usaha milik Ayahnya bekerjasama dengan pihak asing.


Sebuah sejarah telah mengajarkan kita betapa hidup bukanlah harta yang kita miliki, namun kasih sayang dan kebahagiaan adalah harta yang paling sempurna bagi hidup kita.
 _/\_
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline ferryblu3

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • Keep Smiling
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #1 on: 04 February 2010, 03:11:57 AM »
fakta d kehidupan nyata jg bnyk kok..
org kaya trkadang mlh cemas bagaimana harta ny akan d simpan..
cemas akan keamanan harta ny..
n tidak semua hal bs d beli dgn uang..
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #2 on: 04 February 2010, 06:38:23 AM »
miskin juga bukan berarti bahagia...
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #3 on: 04 February 2010, 09:38:39 AM »
miskin juga bukan berarti bahagia...

"Dāllidiyaṃ dukkhaṃ lokasmim kāmabhogino" - Kemiskinan adalah penderitaan di dunia ini bagi mereka yang menikmati kesenengan duniawi (perumahtangga).

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #4 on: 04 February 2010, 09:51:19 AM »
miskin juga bukan berarti bahagia...

"Dāllidiyaṃ dukkhaṃ lokasmim kāmabhogino" - Kemiskinan adalah penderitaan di dunia ini bagi mereka yang menikmati kesenengan duniawi (perumahtangga).
kalo miskin, kena penyakit atau kelaparan mana bisa mendapatkan kebahagiaan.
apalagi kalau terlahir di medan perang dan kemiskinan melanda di sana, boro2 mau ngurusin agama, ngurusin makan atau untuk bertahan hidup untuk hari itu pun mungkin harus rebutan atau saling bunuh.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #5 on: 04 February 2010, 09:54:30 AM »
KEMISKINAN

Di dalam masalah pekerjaan ada orang yang mengatakan bahwa tugas pekerjaannya sangat sibuk sekali, asalkan waktu mengizinkan semua permasalahan dapat diselesaikan, tetapi hubungan kebersamaan antar relasi, adalah sebuah bidang ilmu yang sangat dalam dan muskil, lebih-lebih perasaan saling mencurigai antara sesama manusia semakin membuat tidak tahu apa yang harus diperbuat.

Di dalam dunia yang beraneka warna, yang sangat kaya akan materi, dan dengan kemajuan teknologi, fungsi kehidupan menjadi lebih leluasa. Tetapi oleh karena desakan dari hidup yang menginginkan materi, batin diantara manusia dan manusia juga seakan terpisah oleh pegunungan, momen atau titik balik yang tersembunyi di balik batin dengan sendirinya juga sangat sulit untuk terbuka.

Karena itu ada orang yang mengatakan, semua manusia zaman sekarang bagaikan mengenakan topeng.

Tentu perkataan ini hanyalah sebuah perumpamaan, dan menurut saya sendiri, saya yakin bahwa sebagian besar manusia zaman sekarang masih memiliki ketulusan dan kebaikan hati. Tetapi karena terseret oleh arus zaman sekarang yang semuanya mengutamakan materi ini, kita sering menjumpai orang yang berperilaku seperti ini, bahkan kita sendiri juga mungkin terjerumus di dalamnya, tetapi sama sekali tidak merasakannya.

Sama seperti seseorang yang selalu memamerkan dirinya sendiri, dalam sanubari orang tersebut dapat dipastikan kekurangan harga diri. Sebaliknya, seseorang yang benar-benar percaya diri dia akan merendahkan diri, karena percaya diri, juga karena mengakui diri sendiri, dia tidak perlu mencari keluar dan melakukan keterampilan permukaan. Karena manusia selalu akan menunjukkan sisi yang baik, maka perilaku tersebut di atas juga merupakan kesalahan yang mudah sekali dilanggar oleh orang zaman sekarang.

Sebenarnya, manusia itu bisa menghadapi diri sendiri dengan tulus, lebih-lebih tidak perlu menutup-nutupi segala sesuatu tentang dirinya.

Salah seorang pengusaha ternama pernah mengatakan, manusia harus dengan tulus menghadapi diri sendiri,  barulah berkemungkinan melakukan usahanya dengan baik, karena ketulusan barulah bisa membuat batin  Anda menyatu, juga karena menyatu Anda baru bisa mendapatkan kekuatan dorong yang tak kunjung habis. Oleh karena itu memenuhi kekuatan batin juga adalah sebuah kekuatan, dan pengejaran yang berlebihan malahan bisa melukai batin dan martabat diri sendiri.

Ahli filsafat mengatakan, "Yang menyebabkan kesengsaraan batin kita bukanlah kemiskinan melainkan adalah nafsu ketamakan dari diri kita sendiri."

Uang itu sendiri boleh dikatakan mutlak adalah baik, karena uang itu sendiri tidak tahu bagaimana secara konkrit memuaskan berbagai macam kebutuhan manusia yang berbeda, juga secara abstrak telah memenuhi segala kebutuhan manusia dalam kehidupannya.

Tetapi jika perhatian kita dicurahkan sepenuhnya untuk mencari uang, maka kita tidak mungkin bisa memiliki kebahagiaan yang konkrit.

 _/\_

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #6 on: 04 February 2010, 10:06:47 AM »
DHAMMAPADA XV : 204

Suatu hari Raja Pasenadi dari Kosala pergi ke Vihara Jetavana setelah menyelesaikan makan pagi. Dikatakan raja telah memakan seperempat keranjang (kira-kira setengah gantang) nasi dengan kari daging pada hari itu. Maka pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha, dia tertidur dan mengantuk sepanjang waktu. Melihat dia mengantuk, Sang Buddha menasehati dia untuk memakan sedikit nasi setiap harinya, dan mengurangi sedikit demi sedikit nasi setiap hari sehingga mencapai jumlah minimum dari seperempat-belas jumlah nasi yang biasa dimakan.

Raja melaksanakan nasehat yang dikatakan Sang Buddha. Dengan memakan sedikit nasi dia menjadi kurus, dan merasa sangat ringan. Raja menikmati kesehatan yang lebih baik.

Ketika raja mengabarkan hal itu kepada Sang Buddha, SangBuddha berkata kepadanya, "O Raja! Kesehatan adalah anugerah yang besar, kepuasan adalah kekayaan yang besar, kepercayaan adalah kerabat terbaik, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 204 berikut:

Arogyaparama labha
santutthiparamam dhanam
vissasaparama nati
nibbanam paramam sukham.

Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar.
Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga.
Kepercayaan adalah saudara yang paling baik.
Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi.



 _/\_

berarti dari jaman dulu, Buddha udah "tahu" bhw nasi/karbohidrat itu membuat ngantuk....

ilmu kesehatan jaman sekarang baru mulai belakangan ini mulai mempopulerkan diet rendah karbohidrat... kalo mereka yg sering ke fitness, mgkn akan lebih sering melihat kenyataan ini

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #7 on: 04 February 2010, 10:12:20 AM »
Pas baru dapet email yang membahas mengenai kebahagiaan juga (dari paham laen jadi gw edit seperlunya  ;D )


Dimana Letak Bahagia Anda?


"Tempat untuk berbahagia itu ada di
sini. Waktu untuk berbahagia itu kini.
Cara untuk berbahagia ialah dengan
membuat orang lain berbahagia"
                      -- Robert G. Ingersoll

Anda, apakah saat ini merasa bahagia?

Di mana letak kebahagiaan anda
sesungguhnya? Apakah pada moleknya
tubuh? ..Jelitanya rupa? Tumpukan
harta?

....atau barangkali punya mobil mewah &
tingginya jabatan?

Jika itu semua sudah anda dapatkan,
apakah anda bisa memastikan bahwa
anda *akan* bahagia?

Hari ini saya akan mengajak anda untuk
melihat, kalau limpahan harta tidak
selalu mengantarkan pada kebahagiaan

Dan ini kisah nyata...

Ada delapan orang miliuner yang memiliki
nasib kurang menyenangkan di akhir
hidupnya. Tahun 1923, para miliuner
berkumpul di Hotel Edge Water Beach
di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu,
mereka adalah kumpulan orang-orang yang
sangat sukses di zamannya.

Namun, tengoklah nasib tragis mereka 25
tahun sesudahnya! Saya akan menyebutnya
satu persatu :

=> Charles Schwab, CEO Bethlehem Steel,
      perusahaan besi baja ternama waktu itu.

      Dia mengalami kebangkrutan total,
      hingga harus berhutang untuk membiayai
      5 tahun hidupnya sebelum meninggal.

=> Richard Whitney, President New York
      Stock Exchange. Pria ini harus
      menghabiskan sisa hidupnya dipenjara
      Sing Sing.

=> Jesse Livermore (raja saham "The
      Great Bear" di Wall Street), Ivar
      Krueger (CEO perusahaan hak cipta),
      Leon Fraser (Chairman of Bank of
      International Settlement), ketiganya
      memilih mati bunuh diri.

=> Howard Hupson, CEO perusahaan gas
      terbesar di Amerika Utara. Hupson
      sakit jiwa dan meninggal di rumah
      sakit jiwa.

=> Arthur Cutton, pemilik pabrik tepung
      terbesar di dunia, meninggal di
      negeri orang lain.

=> Albert Fall, anggota kabinet
      presiden Amerika Serikat, meninggal
      di rumahnya ketika baru saja keluar
      dari penjara.

Kisah di atas merupakan bukti, bahwa
kekayaan yang melimpah bukan jaminan
akhir kehidupan yang bahagia!

Kebahagiaan memang menjadi faktor yang
begitu didambakan bagi semua orang.

Hampir segala tujuan muaranya ada pada
kebahagiaan. Kebanyakan orang baru bisa
merasakan *hidup* jika sudah menemukan
kebahagiaan.

Pertanyaannya, di mana kita bisa
mencari kebahagiaan?

Apakah di pusat pertokoan? Salon
kecantikan yg mahal? Restoran mewah?
Di Hawaii? di Paris? atau di mana?

Sesungguhnya, kebahagiaan itu tdk perlu
dicari kemana-mana... karena ia ada
di hati setiap manusia.

Carilah kebahagiaan dalam hatimu!
Telusuri 'rasa' itu dalam kalbumu!
Percayalah, ia tak akan lari kemana-mana...

Hari ini saya akan berbagi tips
bagaimana kita sesungguhnya bisa
mendapatkan kebahagiaan *setiap hari*.

Berikut adalah tips yang bisa anda
lakukan:

1. Mulailah Berbagi!

    Ciptakan suasana bahagia dengan cara
    berbagi dengan orang lain. Dengan cara
    berbagi akan menjadikan hidup kita
    terasa lebih berarti.

2. Bebaskan hati dari rasa benci,
    bebaskan pikiran dari segala
    kekhawatiran.

    Menyimpan rasa benci, marah atau dengki
    hanya akan membuat hati merasa tidak
    nyaman dan tersiksa.

3. Murahlah dalam memaafkan!

    Jika ada orang yang menyakiti, jangan
    balik memaki-maki. Mendingan berteriak
    "Hey! Kamu sudah saya maafkan!!".

    Dengan memiliki sikap demikian, hati
    kita akan menjadi lebih tenang, dan
    amarah kita bisa hilang. Tidak percaya?
    Coba saja! Saya sering melakukannya. :-)

4. Lakukan sesuatu yang bermakna.

    Hidup di dunia ini hanya sementara.
    Lebih baik anda gunakan setiap waktu
    dan kesempatan yang ada untuk melakukan
    hal-hal yang bermakna, untuk diri
    sendiri, keluarga, dan orang lain.

    Dengan cara seperti ini maka
    kebahagiaan anda akan bertambah dan
    terus bertambah.

5. Dan yang terakhir, anda jangan
    terlalu banyak berharap pada orang
    lain, nanti anda akan kecewa!

Ingat, kebahagiaan merupakan tanggung
jawab masing-masing, bukan tanggung
jawab teman, keluarga, kekasih, atau
orang lain.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #8 on: 04 February 2010, 10:14:53 AM »
Kisah Citta, Si Perumah Tangga
 
 
 DHAMMAPADA XXI, 14
  

        Citta, setelah mendengarkan Dhamma yang diuraikan oleh Yang Ariya Sariputta, mencapai tingkat kesucian anagami. Suatu hari, Citta mengisi penuh lima ratus keretanya dengan makanan dan persembahan lainnya untuk diberikan kepada Sang Buddha serta murid-murid Beliau. Ia berangkat menuju Savatthi bersama rombongan pengikutnya yang berjumlah tiga ribu orang. Mereka berjalan menempuh jarak satu yojana setiap hari, dan tiba di Savatthi pada akhir bulan. Kemudian Citta pergi bersama lima ratus pengiringnya menuju Vihara Jetavana. Ketika ia sedang memberi penghormatan kepada Sang Buddha, bunga-bunga berjatuhan dengan menakjubkan dari atas seperti hujan. Citta tinggal di vihara itu selama sebulan penuh, mempersembahkan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, serta memberi makanan kepada rombongannya yang berjumlah tiga ribu orang. Setiap kali, dewa-dewa mengisi kembali persediaan makanan dan persembahan lainnya.

        Pada malam hari sebelum perjalanan pulang, Citta meletakkan semua yang telah dibawanya di ruangan-ruangan vihara sebagai persembahan kepada Sang Buddha. Kemudian dewa-dewa mengisi kembali kereta-kereta yang kosong itu dengan berbagai macam barang tak ternilai harganya.

        Y.A. Ananda, melihat bagaimana kekayaan Citta diisi kembali, bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante, apakah hanya bila Citta datang kepada Bhante saja ia akan diberkahi dengan semua kekayaan ini? Apakah ia diberkahi dengan hal yang sama bila ia pergi ke lain tempat?"

        Sang Buddha menjawab, "Ananda, siswa ini penuh diberkahi dengan keyakinan dan kemurahan hati; ia juga bersusila, dan nama baiknya menyebar jauh dan luas. Orang seperti ini pasti akan dihormati dan dihujani dengan kekayaan kemanapun ia pergi".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 303 berikut:

Bagi orang yang memiliki keyakinan dan sila yang sempurna, akan memperoleh nama harum dan kekayaan, pergi ke tempat manapun ia akan selalu dihormati.



========================================================


 Kisah Putra Mahadhana
 
 
 DHAMMAPADA XI, 10-11
  

        Putra Mahadhana tidak belajar ketika ia masih berusia muda, ketika menjelang dewasa dia menikah dengan putri orang kaya. Seperti dia keadaannya, istrinya juga tidak berpendidikan. Ketika orang tua kedua pihak meninggal dunia, mereka mewarisi 80 nilai mata uang dari masing-masing pihak dan menjadi sangat kaya. Tetapi mereka berdua bodoh, hanya tahu menghabiskan uang dan tidak tahu bagaimana menyimpannya atau melipat-gandakannya. Mereka hanya makan, minum dan bersenang-senang, menghabiskan uang mereka dengan sia-sia. Ketika mereka telah menghabiskan semua uangnya, mereka menjual ladang mereka dan kebun serta akhirnya rumah mereka. Kemudian mereka menjadi sangat miskin dan tidak berguna. Karena tidak tahu cara mencari nafkah, mereka harus mengemis.

        Suatu hari, Sang Buddha melihat anak orang kaya ini bersandar di dinding vihara, mengambil sisa makanan yang diberikan oleh para samanera. Melihat itu Sang Buddha tersenyum.

        Yang Ariya Ananda bertanya kepada Sang Buddha mengapa Beliau tersenyum.

        Sang Buddha menjawab, "Ananda, lihat kepada putra orang kaya ini, dia hidup dengan tidak berguna dan mempunyai kehidupan yang tidak bertujuan. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap pertama kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya yang teratas, atau apabila dia belajar menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang arahat dan istrinya akan menjadi seorang anagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap kedua kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya tingkat kedua; apabila dia menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang anagami dan istrinya menjadi seorang sakadagami. Apabila dia belajar menjaga kekayaannya pada tahap ketiga kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya tingkat ketiga; atau apabila dia menjadi seorang bhikkhu, akan menjadi seorang sakadagami dan istrinya akan menjadi seorang sotapanna. Karena dia tidak berbuat apa-apa dalam tiga tahap kehidupannya dia kehilangan kesempatan mencapai 'Jalan dan Hasil Kesucian' (Magga-Pahala)".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 155 dan 156 berikut:

Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tidak ada ikannya.

Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak, menyesali masa lampaunya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ferryblu3

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • Keep Smiling
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #9 on: 04 February 2010, 10:15:48 AM »
bahagia ato ga tergantung diri qt jg..
klu puas qt bahagia, klu ga puas qt ga bahagia..
n krn manusia ga pernah puas maka manusia sulit bertemu kebahagiaan..
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #10 on: 04 February 2010, 10:18:18 AM »
ALAVAKA SUTTA



Makhluk raksasa lain pada mulanya mengancam Sang Buddha, namun kemudian mengajukan pertanyaan, yang semuanya terjawab dengan jelas


Demikian yang telah saya dengar: Suatu ketika Sang Buddha berdiam di tempat kediaman Yakkha Alavaka di dekat kota Alavi. Maka Alavaka datang mendekati Sang Buddha dan berteriak: 'Pergilah dari sini, pertapa!'

Sang Buddha pun pergi sambil berkata: 'Baiklah, sobat.' Namun kemudian yakkha itu memerintahkan: 'Masuklah, pertapa!' Dengan mengatakan: 'Ya, sobat', Sang Buddha pun masuk.

Untuk kedua kalinya yakkha itu berteriak lagi kepada Sang Buddha: 'Pergilah dari sini, pertapa!' Sang Buddha pun sekali lagi pergi sambil mengatakan: 'Baiklah, sobat.' Untuk kedua kalinya yakkha itu memerintah: 'Masuklah, pertapa!' Sambil mengatakan: 'Ya, sobat!', Sang Buddha pun kembali masuk.

Untuk ketiga kalinya, lagi-lagi yakkha itu berteriak: 'Pergilah dari sini, pertapa!' Dan untuk ketiga kalinya pula Sang Buddha pergi sambil berkata: 'Baiklah, sobat.' Tetapi ketika Alavaka meneriakkan lagi perintahnya, Sang Buddha berkata: 'Aku tidak akan mematuhimu. Kini terserah apa yang akan kamu lakukan!' 'Kalau demikian, saya akan mengajukan pertanyaan kepadamu. Jika kamu tidak bisa menjawab, saya akan menyesatkan pikiranmu atau mencabik-cabik jantungmu atau mencengkeram kakimu dan melemparmu ke sisi sungai sebelah sana!'

'Sobat, baik di dunia para dewa, Mara, Brahma, atau manusia, tidak kulihat satu makhluk pun yang dapat melakukan padaku hal seperti yang kamu katakan. Walaupun demikian, sobat, ajukanlah pertanyaanmu.'

1. Alavaka: Kekayaan apakah yang paling berharga bagi manusia di dunia ini? Praktek yang baik apakah yang dapat membawa kebahagiaan? Dari segala citarasa, apakah yang terasa paling manis? Cara hidup yang bagaimanakah yang dikatakan paling mulia?

2. Sang Buddha: Keyakinan adalah kekayaan yang paling berharga bagi manusia di bumi ini. Dhamma yang dipraktekkan dengan baik akan membawa kebahagiaan [yang terbesar]. Dari segala citarasa, Kebenaranlah yang termanis. Hidup dengan kebijaksanaanlah yang dikatakan sebagai kehidupan yang paling mulia.

3. Alavaka: Bagaimanakah orang menyeberang banjir [tumimbal lahir]? Bagaimanakah orang menyeberang lautan [keberadaan]? Bagaimanakah orang dapat meninggalkan ketidakbahagiaan? Bagaimanakah orang menjadi suci?

4. Sang Buddha: Orang menyeberang banjir [siklus kelahiran dan kematian = samsara] lewat keyakinan. Orang menyeberangi lautan [keberadaan] lewat perhatian-kewaspadaan. Orang meninggalkan ketidakbahagiaan lewat usaha yang tak putus. Orang menyucikan diri lewat kebijaksanaan.

5. Alavaka: Bagaimana caranya orang memperoleh pengetahuan? Bagaimana caranya orang memperoleh kekayaan? Bagaimana caranya orang memperoleh kemasyhuran? Bagaimana caranya orang mendapat teman? Bagaimana caranya orang tidak menyesal meninggalkan dunia ini menuju dunia berikutnya?

6. Sang Buddha: Orang memperoleh pengetahuan dengan membangun keyakinan dan mendengarkan Dhamma para Arahat dengan rajin dan penuh perhatian untuk mencapai Nibbana.

7. Orang yang melakukan apa yang pantas, yang berhati teguh, yang bekerja keras, akan memperoleh kekayaan. Orang memperoleh kemasyhuran lewat kebenaran. Orang yang memberi akan mendapat teman.


8. Perumah tangga yang penuh keyakinan, yang memiliki empat keluhuran --kejujuran, kebaikan, semangat dan kedermawanan-- tidak akan menyesal setelah kematian.

9. Kutantang engkau untuk bertanya pada para pertapa dan brahmana lain guna memastikan apakah ada sifat-sifat lain yang lebih tinggi daripada kebenaran, pengendalian diri, kedermawanan dan kesabaran!

10. Alavaka: Mengapa saya harus bertanya kepada para pertapa dan brahmana lain? Hari ini telah saya ketahui mana yang bermanfaat bagiku di masa depan.

11. Wahai, Sang Buddha, silakan datang ke tempat kediamanku di dekat Alavi untuk kebaikanku! Hari ini saya mengetahui apa yang harus diberikan agar memperoleh hasil yang besar.

12. Mulai hari ini saya akan berkelana dari desa ke desa, dari kota ke kota seraya memberikan rasa hormatku kepada Yang Tercerahkan dan kepada ajaran-Nya yang sempurna!
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #11 on: 04 February 2010, 10:21:16 AM »
Buddha tidak menolak mengenai kekayaan, Tidak seperti ajaran lain yang mengatakan orang kaya sulit untuk ke surga seperti memasukan unta ke lubang jarum.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #12 on: 04 February 2010, 10:39:10 AM »
Miskin Tapi Bahagia ?

"Orang termiskin yang aku ketahui adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa kecuali uang." – John D. Rockefeller JR

Dalam rubrik Kilasan Kawat Sedunia, Harian KOMPAS pernah memuat ringkasan hasil survei yang menarik perhatian saya. Ia menceritakan hubungan antara uang—indikator utama yang sering dipergunakan untuk mengukur seberapa kaya atau seberapa miskin seorang anak manusia itu— dengan kebahagiaan. Survei yang unik dan jarang dilakukan ini—setahu saya belum pernah ada survei semacam ini di Indonesia—mungkin dapat memberi pelajaran tertentu pada kita. Berikut petikannya:

Pemeo "uang tak bisa membeli kebahagiaan" ternyata memang benar. Sebuah survei di Australia menunjukkan, kaum kelas menengah di Sydney masuk kategori warga yang paling menderita di Australia. Sebaliknya, tingkat kebahagiaan warga yang hidup di beberapa daerah pemukiman paling miskin malah lebih tinggi.

"Pengaruh uang pada kebahagiaan nyatanya hanya terasa pada golongan yang luar biasa kaya," kata Liz Eckerman, peneliti dari Universitas Deakin, seperti dikutip kantor berita AFP, Senin (13/2).

"Uang tak bisa membeli kebahagiaan. Ini jelas terbukti dalam jajak pendapat yang kami lakukan pada 23.000 warga yang sudah kami wawancarai," kata Eckerman kepada Radio Australia, ABC.

Temuan-temuan yang disusun sejak tahun 2001 menunjukkan bahwa di Australia, negara dimana tak ada kesenjangan kemakmuran yang ekstrem, mereka yang hidup paling bahagia ada di lapisan bawah. Mereka yang happy juga lebih banyak berada dalam kategori usia 55 tahun atau lebih, lebih banyak di antara kaum perempuan, dan kebanyakan pula ada di antara mereka yang menikah alias yang tak menjomblo.

Survei ditujukan untuk mengungkap kepuasan seseorang terkait dengan berbagai hal, seperti standar hidup, kesehatan, pencapaian dalam hidup, dan keamanan. Di antara 150 daerah sasaran survei, salah satu daerah termiskin di Australia, yakni Wide Bay di pedalaman Queensland, penduduknya ternyata termasuk yang paling bahagia di negeri kangguru itu.

Terus terang, saya tidak tahu seberapa banyak uang yang harus dimiliki seseorang untuk bisa masuk dalam kategori kelas menengah di Sydney. Juga tidak terlalu jelas bagi saya berapa jumlah uang yang dimiliki oleh rata-rata penduduk Wide bay di pedalaman Queensland, sehingga mereka disebut daerah termiskin di negara tersebut. Lalu, berapa pula harta yang dimiliki seseorang agar bisa disebut Eckerman sebagai "luar biasa kaya"? Datanya tidak disebutkan oleh KOMPAS.

Namun, terlepas dari minimnya data yang bisa kita peroleh, tetaplah menarik ketika Eckerman, peneliti itu, membuat kesimpulan bahwa yang hidup paling bahagia di Australia adalah penduduk di lapisan bawah (miskin); kebanyakan berusia 55 tahun atau lebih; kebanyakan perempuan; dan kebanyakan menikah. Mereka inilah yang paling merasa puas dengan standar hidup mereka, puas dengan kesehatan mereka, puas dengan pencapaian dalam hidup mereka, dan puas dengan keamanan di lingkungannya. Mereka inilah orang-orang yang miskin, tetapi kaya. Miskin dalam harta benda, tetapi kaya dalam kepuasan hidup. Sungguh sebuah realitas yang mempersona.

Ada beberapa pelajaran yang saya pulung dari survei di atas. Pertama, saya menduga penelitian tersebut menempatkan rasa puas—atas standar hidup; atas kesehatan; atas pencapaian dalam hidup; dan atas keamanan di lingkungannya—sebagai indikator utama kebahagiaan. Dan jika hal itu kita gunakan untuk bercermin, maka kita bisa mencoba menjawab empat pertanyaan berikut:

1. Apakah saya puas dengan standar hidup kita sejauh ini?
2. Apakah saya puas dengan kesehatan saya sejauh ini?
3. Apakah saya puas dengan apa yang sudah saya capai dalam hidup sejauh ini?
4. Apakah saya puas dengan keamanan di lingkungan saya sejauh ini?

Bisakah kita menjawab YA dengan mantap untuk keempat pertanyaan sederhana semacam itu? Atau mungkin jawaban kita perlu diberi bobot tertentu, katakanlah untuk tiap jawaban menggunakan skala 1-5.
Angka 1 berarti TIDAK PUAS SAMA SEKALI,
Angka 2 berarti TIDAK PUAS;
Angka 3 berarti CUKUP PUAS;
Angka 4 berarti PUAS; dan
Angka 5 berarti SANGAT PUAS.

Sehingga, total nilai 12 berarti CUKUP PUAS dan total nilai 20 berarti SANGAT PUAS. Mereka yang bisa mengumpulkan nilai mendekati angka 20-lah yang pantas kita anggap bahagia. Nah, dengan demikian kita bisa mengukur seberapa bahagia diri kita masing- masing, setidaknya untuk saat ini. Lalu kita juga bisa menyadari pada bagian mana dari keempat hal tersebut yang kita rasa paling meresahkan dan mengurangi kebahagiaan hidup kita sejauh ini. Dari sini kita kemudian bisa memikirkan cara-cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kebahagiaan kita.

Pelajaran kedua yang saya petik adalah soal hubungan antara uang/kekayaan dengan kebahagiaan. Sudah lama saya mengetahui bahwa uang dan kebahagiaan adalah dua hal yang tidak selalu berkaitan. Setidaknya saya mengenal sejumlah kawan yang punya uang miliaran rupiah dan kadang mengaku bahwa hidupnya tidak bahagia. Sementara itu sejumlah kawan lain yang uangnya tidak sampai miliaran tak pernah saya dengar mengeluhkan soal apakah dirinya bahagia atau tidak. Jadi saya sering bingung jika melihat sebagian kawan berjuang mati-matian untuk bisa kaya karena percaya kalau kekayaan bisa membuat mereka pasti bahagia. Sementara yang sudah jauh lebih kaya, mengaku tidak bahagia. Nah, atas kebingungan inilah survei Eckerman tadi bisa memberi sedikit penjelasan. Hanya pada orang atau golongan yang "luar biasa kaya", ada hubungan antara uang mereka dengan kebahagiaan mereka. Seakan-akan ada semacam ambang batas kekayaan yang bisa membuat kekayaan itu berdampak langsung pada kebahagiaan. Ambang batas itu tidak disebut, mungkin satu juta dolar Amerika, atau jumlah yang lebih besar.

Pelajaran ketiga, dan buat saya paling mengesankan, adalah kesimpulan survei tersebut yang menunjuk sebuah daerah termiskin di pedalaman Queensland memiliki penduduk yang paling bahagia. Kesimpulan ini sungguh membesarkan hati. Sebab ini membuka kemungkinan bahwa kawan-kawan saya di pelosok-pelosok yang sulit terjangkau sarana transportasi modern—seperti di Papua, misalnya—amat boleh jadi adalah orang-orang yang paling bahagia hidupnya.

Nah, apakah Anda kaya atau Anda bahagia?

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #13 on: 04 February 2010, 12:04:19 PM »
DHAMMAPADA XV : 204

Suatu hari Raja Pasenadi dari Kosala pergi ke Vihara Jetavana setelah menyelesaikan makan pagi. Dikatakan raja telah memakan seperempat keranjang (kira-kira setengah gantang) nasi dengan kari daging pada hari itu. Maka pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha, dia tertidur dan mengantuk sepanjang waktu. Melihat dia mengantuk, Sang Buddha menasehati dia untuk memakan sedikit nasi setiap harinya, dan mengurangi sedikit demi sedikit nasi setiap hari sehingga mencapai jumlah minimum dari seperempat-belas jumlah nasi yang biasa dimakan.

Raja melaksanakan nasehat yang dikatakan Sang Buddha. Dengan memakan sedikit nasi dia menjadi kurus, dan merasa sangat ringan. Raja menikmati kesehatan yang lebih baik.

Ketika raja mengabarkan hal itu kepada Sang Buddha, SangBuddha berkata kepadanya, "O Raja! Kesehatan adalah anugerah yang besar, kepuasan adalah kekayaan yang besar, kepercayaan adalah kerabat terbaik, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 204 berikut:

Arogyaparama labha
santutthiparamam dhanam
vissasaparama nati
nibbanam paramam sukham.

Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar.
Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga.
Kepercayaan adalah saudara yang paling baik.
Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi.



 _/\_

berarti dari jaman dulu, Buddha udah "tahu" bhw nasi/karbohidrat itu membuat ngantuk....

ilmu kesehatan jaman sekarang baru mulai belakangan ini mulai mempopulerkan diet rendah karbohidrat... kalo mereka yg sering ke fitness, mgkn akan lebih sering melihat kenyataan ini

sewaktu ceramah ada yg ngantuk Budha tidak marah.............
sewaktu pidato ada yg ngantuk Presiden Naik DARAH,...

kenapa begitu ?

+1 utk bro Change.... thanks atas cerita yg panjang dan berisi...
« Last Edit: 04 February 2010, 12:07:40 PM by johan3000 »
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline kusalaputto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.288
  • Reputasi: 30
  • Gender: Male
  • appamadena sampadetha
Re: kaya bukan berarti bahagia...
« Reply #14 on: 04 February 2010, 12:40:39 PM »
pilih mana miskin n kaya? g si pilih kaya tapi bahagia dengan cara ga melekat dengan kekayaan tsb.
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

 

anything