In Buddhas and arahats, though all defilements (kilesàs) have
been annihilated, vipàka-cittas and their concomitants (together
known as vipàka-namakkhandha) and kammaja-råpas still remain.
Yet Buddhas and arahats can experience Nibbàna fully. The
element of Nibbàna which is realized by Buddhas and arahats
before death with vipàka-nàmakkhandha and kammaja-råpas
remaining is called sa-upàdisesa Nibbàna-dhàtu.
Setelah direnungkan dengan mendalam dan begitu baca muncul tulisan diatas sebagai konfirmasi. Saya mau share beberapa pengertian berkaitan apakah sotapanna telah mengalami Saupadisesa nibbana atau pada arahat baru mengalaminya : Perhatikan kata yg saya bold 'Fully'
Saudara Bond yang baik,
Sebenarnya ada juga hal-hal yang masih menjadi pertanyaan bagi saya, apakah Nibbana yang dialami oleh seorang Sotapanna dan Nibbana yang dialami seorang Sakadagami sama apa berbeda?
Seperti kita ketahui bahwa arti sebenarnya dari nibbana adalah padamnya LDM dan nibanna adalah tidak berkondisi.
Sharing pendapat ya? menurut saya padamnya LDM pada seorang Sotapanna terjadi pada waktu mengalami Nibbana, tetapi karena akar kekotoran belum bersih, begitu keluar dari pencapaian Nibbana LDM bisa muncul kembali.
Mengenai Nibbana yang sama-sekali tak berkondisi mungkin adalah Anupadisesa/Parinibbana.
Sehubungan dengan praktek vipasanna dengan menggunakan objek nibbana untuk mencapai tingkat kesucian berikut diatasnya yang dimulai dari sotapanna memiliki arti sebagai berikut :
Seorang sotapana telah mematahkan 3 belenggu/kilesa. Maka ketika 3 kilesa itu hilang atau berhasil dihancurkan maka ada suatu pengalaman hilangnya belenggu atau kilesa tadi yaitu atau bisa disebut nibbana tetapi tidak sepenuhnya HANYA sehubungan 3 kilesa yg telah hilang pada saat/moment pencapaian sotapanna.
saudaraku Bond yang baik, menurut saya lenyapnya samyojana disebabkan oleh Panna (magga panna?), kita tahu bahwa Panna muncul karena Samadhi. Darimana munculnya Panna yang mengikis samyojana? tak lain tak bukan adalah
pengalaman penghentian (pengalaman Nibbana).
(Pengetahuan/kebijaksanaan yang sebenarnya muncul dari pengalaman)
Menurut saya prosesnya adalah demikian:
Pada Tingkat Sankharupekkha nana yang telah masak seorang meditator mampu melihat sankhara yang muncul dari hadayavatthu, kemudian akhirnya sankhara tsb berhenti.
Dengan berhentinya Sankhara maka Avijja juga berhenti (paticca samuppada). Dengan berhentinya avijja maka tercapailah Nibbana.
Pada meditator yang pertama kali mengalami Nibbana karena sankhara yang menimbulkan kondisi-kondisi batin telah berhenti maka batin kosong dari sankhara, inilah yang dimaksud emptiness.
karena mengalami Emptiness maka batin mengalami kedamaian yang luar biasa.
Selanjutnya dengan berhentinya sankhara maka ia melihat dengan jelas bahwa sebenarnya tidak ada apapun, semua keadaan diawali oleh sankhara. Karena tidak ada apapun maka kepercayaan terhadap diri yang kekal
(sakkaya ditthi) menjadi lenyap.
Kemudian kilas panna selanjutnya yaitu: Ia menyadari bahwa tak ada orang yang mampu membawa pada pengalaman berhentinya sankhara ini pada orang lain, tidak dengan upacara maupun ritual apapun, dan harus orang itu sendiri yang harus mencapainya, dengan panna ini maka kepercayaan bahwa upacara dan ritual dapat membawa manusia pada pembebasan
(silabata paramasa) lenyap dengan sendirinya.
Flash ketiga adalah ia melihat bahwa ini adalah pengalaman nyata. Inilah kebahagiaan mutlak, kebahagiaan yang tiada taranya dan sesuai dengan yang diajarkan oleh Sang Buddha. Dengan flash Panna ketiga ini maka semua keraguan terhadap ajaran Sang Buddha
(vicikiccha) lenyap.
Sehingga ketika orang tersebut ingin mencapai sakadagami keatas dia menggunakan objek nibbana maka yg dimaksud masuk kedalam pengalaman nibbana adalah dan hanya sehubungan dengan kilesa yg telah hilang sampai ia mematahkan kilesa2 berikutnya. Sehingga hanya dapat dikatakan seorang sotapanna baru melihat/mencicipi nibbana.
Mahasi Sayadaw dan juga Visuddhi Magga menyatakan bahwa bila seorang Sotapanna ingin mencapai yang lebih tinggi maka ia harus bertekad untuk mencapai pengetahuan yang lebih tinggi (Sakadagami).
Setelah bertekad maka ia akan kehilangan kemampuannya memasuki Nibbana sebagai Sotapanna dan ia harus mengulangi lagi dari Udaya-baya nana melihat lebih teliti ketiga karakteristik nama-rupa, lalu naik lagi setingkat demi setingkat melalui tingkatan nana-nana seperti sebelumnya ketika berjuang ingin mencapai Sotapanna, hingga mencapai sankharupekkha nana lagi dan kemudian mencapai magga-phala Sakadagami. Bila ingin mencapai Anagami juga demikian, mengulang kembali seperti sebelumnya ke Udayabaya Nana lagi dstnya.
Sehingga hanya Buddha atau arahat dapat dikatakan mengalami Nibbana sepenuhnya/fully (seperti yg tertulis diatas) = Saupadisesa nibbana.
Entah apakah berhentinya kondisi-kondisi (sankhara) yang dialami oleh seorang Sotapanna dianggap Saupadisesa Nibbana atau bukan, tetapi menurut pendapat saya berhentinya kondisi (sankhara) adalah Nibbana, itulah kebebasan.