//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 588499 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #705 on: 16 July 2011, 01:56:02 PM »
Saya masih kurang tangkap apakah maksudnya memotivasi bahwa kita semua adalah spesial atau menanggapi kondisi ketika kita tidak dianggap spesial?

Mungkin hanya sekedar bercerita tentang harapan-harapan dalam hidup dan kenyataannya yang ironis. Saya memang tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan tentang "diri".
« Last Edit: 16 July 2011, 02:08:48 PM by rooney »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #706 on: 16 July 2011, 02:14:32 PM »
Mungkin hanya sekedar bercerita tentang harapan-harapan dalam hidup dan kenyataannya yang ironis. Saya memang tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan tentang "diri".
Ya, memang menarik bagaimana sebetulnya kita semua masih mengejar sebuah eksistensi 'diri'. Kebalikan dari kebanyakan motivator sekarang, Ajaran Buddha justru mengajarkan melepas pandangan 'diri' tersebut.

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #707 on: 18 July 2011, 11:49:21 AM »
Nanya dong om,
Apa ulah pengusaha yg menimbun suatu produk dan menyebabkan suatu produk menjadi langka termasuk karma buruk?
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #708 on: 18 July 2011, 12:00:40 PM »
Nanya dong om,
Apa ulah pengusaha yg menimbun suatu produk dan menyebabkan suatu produk menjadi langka termasuk karma buruk?
Menimbun produk untuk menaikkan harga adalah strategi berdagang juga. Kalau produk yang ditimbun adalah sesuatu kebutuhan primer yang dibutuhkan (seperti makanan, air bersih, obat, dll) dan menyebabkan penderitaan orang banyak, tentu itu adalah karma buruk. Seharusnya produk-produk demikian juga dikuasai oleh negara dan diatur untuk kemakmuran rakyatnya.

Kalau produk yang tidak menyangkut kebutuhan hidup, tidak mendesak, saya pikir tidak apa ditimbun atau diatur distribusinya. Sama saja seperti orang buat produk "limited edition" untuk menaikkan harga. Menurut saya begitu.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #709 on: 05 August 2011, 10:06:13 AM »
 _/\_ om kainyn, saya mau bertanya tentang sila kedua Pancasila Buddhis, Adinnadana.
apakah tindakan pencurian ini berlaku bagi hewan, misalnya saya udah dua hari g makan, kemudian melihat seekor kucing yang baru saja mendapatkan ikan, lalu saya mengambil ikan itu untuk menghilangkan rasa lapar saya, apakah itu termasuk adinnadana?
kemudian kalau misalnya ada kucing yang mencuri ikan di dapur, apakah kucing itu juga termasuk telah melakukan adinnadana?
makasih sebelumnya om..  :)
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #710 on: 05 August 2011, 10:51:13 AM »
_/\_ om kainyn, saya mau bertanya tentang sila kedua Pancasila Buddhis, Adinnadana.
apakah tindakan pencurian ini berlaku bagi hewan, misalnya saya udah dua hari g makan, kemudian melihat seekor kucing yang baru saja mendapatkan ikan, lalu saya mengambil ikan itu untuk menghilangkan rasa lapar saya, apakah itu termasuk adinnadana?
Tentu saja itu juga mencuri. Ikan itu adalah rejeki/buah kamma baik si kucing, punya dia. Kalau kita ambil, sama saja mencuri. Kecuali kalau si kucing yang memberikan (dan sejujurnya saya juga tidak bisa membedakan ekspresi wajah atau 'ngeongan' kucing ketika memberi ikhlas atau terpaksa).


Quote
kemudian kalau misalnya ada kucing yang mencuri ikan di dapur, apakah kucing itu juga termasuk telah melakukan adinnadana?
makasih sebelumnya om..  :)
Nah, kalau yang ini agak rumit karena kita berusaha memahami pikiran kucing. Walaupun saya belum sakti, tapi kita coba bahas sedikit. Misalnya kita tinggal di desa yang berbeda yang dipisahkan oleh hutan. Hutan itu bukan milik siapapun, dan kita bisa ambil sesuka hati. Suatu saat kita masuk hutan sama-sama dan melihat satu apel yang super-lezat. Maka kita berdua berlomba mengambil apel tersebut. Siapapun yang dapat, tidak mencurinya dari yang lain. Hidup hanyalah sebuah perlombaan tanpa henti, segala cara dilakukan untuk bertahan hidup.

Berikutnya karena kita lelah kejar-kejaran, cakar-cakaran, rebut-rebutan, maka hutan itu kita bagi dua, area A buat saya, area B buat sis Hema. Kalau kemudian saya ambil apel di area B, maka itu disebut mencuri.

Jadi saya pikir mencuri atau tidak adalah tergantung pikiran si pelaku. Kalau si pelaku memang tidak tahu tentang kepemilikan dan mengambil sesuatu, maka tidak bisa dibilang mencuri. Binatang juga bervariasi, kalau mereka yang liar, yang tidak berhubungan dengan manusia, biasanya 'pandangannya' adalah hukum rimba, seperti kasus yang pertama. Semuanya bukan milik siapapun, dan boleh melakukan cara apapun untuk mendapatkan makanan & bertahan hidup. Kalau binatang yang tinggal di antara manusia, biasanya pandangannya berbeda dan tahu tentang kepemilikan. Contohnya kucing kalau ada makanan di piring yang biasa digunakan olehnya, maka dia bisa makan dengan tenang. Tapi kalau makanan di dapur, dia harus 'nge-garong' untuk mendapatkannya karena tahu itu bukan miliknya dan tahu risikonya kalau tertangkap mencuri.

Jadi menurut saya kesimpulannya sama saja seperti manusia, semua kembali pada kondisi pikiran si pelaku.


Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #711 on: 05 August 2011, 11:18:20 AM »
Tentu saja itu juga mencuri. Ikan itu adalah rejeki/buah kamma baik si kucing, punya dia. Kalau kita ambil, sama saja mencuri. Kecuali kalau si kucing yang memberikan (dan sejujurnya saya juga tidak bisa membedakan ekspresi wajah atau 'ngeongan' kucing ketika memberi ikhlas atau terpaksa).
soalnya begini om, ada sumber yang menuliskan definisi dari kata adinnadana itu ada mengambil barang milik orang lain, kalo g salah ini dari asal kata adinnadana, adinna (barang milik orang lain), kalo g salah ingat om.
jadi timbul keraguan om, kalo barang milik binatang itu termasuk g ya?
tapi dari penjelasan om kainyn, seperti sangat yakin itu termasuk..  :)
tapi saya seperti masih belum terlalu yakin om..  ;D
mohon penjelasannya lagi..  _/\_
atau mungkin ada tulisan2 (sutta) yang pernah om kainyn baca yang kiranya mendukung penjelasan ini.

Nah, kalau yang ini agak rumit karena kita berusaha memahami pikiran kucing. Walaupun saya belum sakti, tapi kita coba bahas sedikit. Misalnya kita tinggal di desa yang berbeda yang dipisahkan oleh hutan. Hutan itu bukan milik siapapun, dan kita bisa ambil sesuka hati. Suatu saat kita masuk hutan sama-sama dan melihat satu apel yang super-lezat. Maka kita berdua berlomba mengambil apel tersebut. Siapapun yang dapat, tidak mencurinya dari yang lain. Hidup hanyalah sebuah perlombaan tanpa henti, segala cara dilakukan untuk bertahan hidup.

Berikutnya karena kita lelah kejar-kejaran, cakar-cakaran, rebut-rebutan, maka hutan itu kita bagi dua, area A buat saya, area B buat sis Hema. Kalau kemudian saya ambil apel di area B, maka itu disebut mencuri.

Jadi saya pikir mencuri atau tidak adalah tergantung pikiran si pelaku. Kalau si pelaku memang tidak tahu tentang kepemilikan dan mengambil sesuatu, maka tidak bisa dibilang mencuri. Binatang juga bervariasi, kalau mereka yang liar, yang tidak berhubungan dengan manusia, biasanya 'pandangannya' adalah hukum rimba, seperti kasus yang pertama. Semuanya bukan milik siapapun, dan boleh melakukan cara apapun untuk mendapatkan makanan & bertahan hidup. Kalau binatang yang tinggal di antara manusia, biasanya pandangannya berbeda dan tahu tentang kepemilikan. Contohnya kucing kalau ada makanan di piring yang biasa digunakan olehnya, maka dia bisa makan dengan tenang. Tapi kalau makanan di dapur, dia harus 'nge-garong' untuk mendapatkannya karena tahu itu bukan miliknya dan tahu risikonya kalau tertangkap mencuri.

Jadi menurut saya kesimpulannya sama saja seperti manusia, semua kembali pada kondisi pikiran si pelaku.
jadi kalau misalnya si kucing tidak mempunyai pikiran untuk mencuri, itu tidak bisa disebut adinnadana y om?
tapi kalau manusia yang ikannya dicuri itu merasa kehilangan dan dirugikan atas perbuatan si kucing, apa adinnadana masih tidak terjadi om?
kemudian bagaimana kalau si kucing mencuri makanan kucing lainnya (sesama spesies, bukan manusia) apakah itu juga termasuk adinnadana? sesama kucingkan mereka mungkin bisa lebih mengerti..  ;D

maaf saya banyak bertanya om..  ^:)^
tapi ini betulan g ngerti.. ;D
« Last Edit: 05 August 2011, 11:21:36 AM by hemayanti »
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #712 on: 05 August 2011, 01:51:31 PM »
Saya pernah dengar ada seorang bhante yang menderita sakit perut cukup lama dan sulit diobati. Saat bermeditasi, ia mengetahui bahwa sakit itu dikarenakan, di kehidupan lalunya ia lupa memberi makan binatang peliharaannya selama beberapa hari sehingga binatang itu kelaparan. Saya kurang tahu keakuratan kisah ini. Jika benar, bukankah kamma adalah  niat si pelaku? bukankah di sini ia lupa dan tidak berniat membuat binatang peliharaannya kelaparan?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #713 on: 05 August 2011, 02:11:05 PM »
soalnya begini om, ada sumber yang menuliskan definisi dari kata adinnadana itu ada mengambil barang milik orang lain, kalo g salah ini dari asal kata adinnadana, adinna (barang milik orang lain), kalo g salah ingat om.
jadi timbul keraguan om, kalo barang milik binatang itu termasuk g ya?
tapi dari penjelasan om kainyn, seperti sangat yakin itu termasuk..  :)
tapi saya seperti masih belum terlalu yakin om..  ;D
mohon penjelasannya lagi..  _/\_
atau mungkin ada tulisan2 (sutta) yang pernah om kainyn baca yang kiranya mendukung penjelasan ini.
Kalau untuk detail yang kaku pada definisi sebuah sila, sebetulnya menurut saya adalah tidak bermanfaat. Dalam melatih diri, walaupun sila digunakan sebagai acuan, tapi fokusnya adalah mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin. Dalam sila ke dua ini, yang dominan adalah keserakahan. Jika kita melihat ke dalam, maka terlepas dari siapa/apa pemilik benda tersebut, keinginan untuk merebutnya yang didasari kemelekatan adalah tidak bermanfaat. Jika kita melihat ke luar, maka walaupun tidak didasari oleh keserakahan, hanya sekadar kebutuhan, mengambil sesuatu yang mengakibatkan penderitaan bagi orang/makhluk lain, sudah seharusnya dihindari.

Tidak ada kasus hukum di mana manusia mencuri milik hewan, karena memang selama ini hewan tidak bisa mengadu ke pengacara atau polisi. Tapi coba sis Hema baca kisah di Dhammapada Atthakatha 240, tentang Bhikkhu Tissa yang terlahir jadi kutu karena begitu melekat pada jubahnya dan tidak ingin jubah itu dibagikan ke para bhikkhu. Seandainya jubah tersebut dibagikan ke para bhikkhu, di sini tidak ada pencurian terjadi karena pemiliknya sendiri sudah meninggal. Tapi Buddha Gotama tetap menahan agar jubah tidak dibagikan selama tujuh hari demi kutu tersebut (ex-Tissa). 

Jadi memang benar saya tidak punya penjelasan sila ke dua tersebut, tapi saya menggunakan tolok ukur keserakahan dalam diri (internal), dan imbasnya bagi lingkungan (eksternal).


Quote
jadi kalau misalnya si kucing tidak mempunyai pikiran untuk mencuri, itu tidak bisa disebut adinnadana y om?
tapi kalau manusia yang ikannya dicuri itu merasa kehilangan dan dirugikan atas perbuatan si kucing, apa adinnadana masih tidak terjadi om?
Kalau si kucing memang tidak memiliki pikiran 'kepemilikan', maka memang dia tidak membedakan 'punyaku' dan 'punyamu'. Dia mengambil tidak dibilang mencuri, dan diambil pun tidak bisa dibilang tercuri.

Pencurian terjadi bukan karena 'korban' merasa tercuri atau tidak, tetapi dilihat dari si pelakunya. Jadi biarpun korban merasa kehilangan atau tidak, kalau si kucing tidak berpikiran mencuri, maka tidak bisa disebut pencurian juga. Kalau sis Hema beli mie ayam, lalu waktu lagi lengah, saya ambil sedikit dagingnya, maka apakah sis Hema merasa kehilangan atau tidak, saya tetap mencuri. Sebaliknya kalau mie ayam itu dagingnya jatuh, maka walaupun sis Hema merasa kehilangan, tetap tidak bisa dibilang ada yang mencuri. Rasa kehilangan itu hanyalah bentuk buah kamma buruk saja.

Quote
kemudian bagaimana kalau si kucing mencuri makanan kucing lainnya (sesama spesies, bukan manusia) apakah itu juga termasuk adinnadana? sesama kucingkan mereka mungkin bisa lebih mengerti..  ;D

maaf saya banyak bertanya om..  ^:)^
tapi ini betulan g ngerti.. ;D
Sama saja, kembali lagi ke si pelaku, bukan interaksi pelaku & korban. Mau kucing vs kucing, kucing vs orang, atau kucing vs gajah, sama saja. Menurut saya begitu. :)
« Last Edit: 05 August 2011, 02:30:00 PM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #714 on: 05 August 2011, 02:14:35 PM »
Saya pernah dengar ada seorang bhante yang menderita sakit perut cukup lama dan sulit diobati. Saat bermeditasi, ia mengetahui bahwa sakit itu dikarenakan, di kehidupan lalunya ia lupa memberi makan binatang peliharaannya selama beberapa hari sehingga binatang itu kelaparan. Saya kurang tahu keakuratan kisah ini. Jika benar, bukankah kamma adalah  niat si pelaku? bukankah di sini ia lupa dan tidak berniat membuat binatang peliharaannya kelaparan?
Betul, kamma adalah dari niatnya. Saya pikir kalau lupa memberi makan binatang peliharaan adalah sebuah kelalaian saja, tapi bukan menanam kamma buruk. Tapi bisa juga kamma buruk itu terjadi akibat dari kemelekatan pada perasaan bersalah atas penderitaan (kelaparan) binatang tersebut. Kalau soal kamma, sudah terlalu rumit untuk diketahui dengan pasti.


Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #715 on: 05 August 2011, 07:39:28 PM »
eemmmm.. iya iya..
 _/\_ makasih om kainyn..
intinya kembali lagi ke niat si pelaku yah, siapapun objek sasarannya (manusia ataupun binatang) itu tidak mempengaruhi..
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline mettama

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 39
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #716 on: 06 August 2011, 01:50:23 PM »
 _/\_ Selamat Siang Om Moderator umum.......... ;D   Ada sedikit pertanyaan nih?

Begini ...... ada contoh kasus dua orang yang berbeda dan memiliki kepandaian yang sama... satu orang tinggalnya di kota dan satunya lagi tinggal di desa yang terpencil dan tidak ada vihara dan fasilitas apapun kurang.

Keahlian yang di miliki orang tersebut adalah Bisa menguasai sutta atau apapun ajaran budha dan bisa mengingatnya dengan baik, sering melakukan kebaikan dengan berdana dan bisa menjaga ke enam inderanya dalam arti bisa bisa mengendalikan diri dengan baik, dan semuanya bisa, dua orang tersebut adalah orang awam ( orang biasa ) dan satu lagi sering membantu orang kesusahan juga.

Tapi kelemahan orang tersebut adalah tidak pernah ke vihara.

Pernytaanya adalah apakah dua orang tersebut sudah sempurna dalam menjalankan keyakinannya kepada Budha, Darma dan sangga?
apakah orang tersebut melanggar sila dengan berkurangnya berkunjung ke vihara?
Sebenarnya untuk melakukan kebaikan atau karma yang baik itu yang paling lengkap itu apakah semuanya dijalani atau dengan contoh kasus diatas itu sudah termasuk 100% karma baik? terimakasih...(pertanyaanya jadi banyak ) ;D _/\_.................... ;D




Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #717 on: 06 August 2011, 02:18:04 PM »
_/\_ Selamat Siang Om Moderator umum.......... ;D   Ada sedikit pertanyaan nih?

Begini ...... ada contoh kasus dua orang yang berbeda dan memiliki kepandaian yang sama... satu orang tinggalnya di kota dan satunya lagi tinggal di desa yang terpencil dan tidak ada vihara dan fasilitas apapun kurang.

Keahlian yang di miliki orang tersebut adalah Bisa menguasai sutta atau apapun ajaran budha dan bisa mengingatnya dengan baik, sering melakukan kebaikan dengan berdana dan bisa menjaga ke enam inderanya dalam arti bisa bisa mengendalikan diri dengan baik, dan semuanya bisa, dua orang tersebut adalah orang awam ( orang biasa ) dan satu lagi sering membantu orang kesusahan juga.

Tapi kelemahan orang tersebut adalah tidak pernah ke vihara.

Pernytaanya adalah apakah dua orang tersebut sudah sempurna dalam menjalankan keyakinannya kepada Budha, Darma dan sangga?
apakah orang tersebut melanggar sila dengan berkurangnya berkunjung ke vihara?
Sebenarnya untuk melakukan kebaikan atau karma yang baik itu yang paling lengkap itu apakah semuanya dijalani atau dengan contoh kasus diatas itu sudah termasuk 100% karma baik? terimakasih...(pertanyaanya jadi banyak ) ;D _/\_.................... ;D
Selamat siang juga, bro/sis mettama.
Seseorang dikatakan menjalankan Ajaran Buddha jika ia melatih diri mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin. Bagaimana orang melatih hal tersebut adalah dengan menjalankan moralitas, menjaga indriah melatih konsentrasi, dan mengembangkan kebijaksanaan. Tidak ada hubungannya dengan kehadiran seseorang di vihara. Keuntungan dari pergi ke vihara adalah untuk bersosialisasi, menjalankan aktivitas bersama, dan lain-lain, tapi bukan merupakan keharusan.

Sila sendiri dalam Ajaran Buddha adalah tidak membunuh, mencuri, asusila, berbohong, konsumsi zat memabukkan. Jadi jelas tidak ada larangan untuk tidak pergi ke vihara.

Tentang karma sendiri, secara kasar, setiap perbuatan baik membuahkan kebahagiaan tertentu. Menjalankan 10 macam kebaikan, dapat 10 macam kebahagiaan. Karma baik juga tidak bisa dihitung lengkap atau tidak, yang terpenting adalah kita berusaha melandasi segala perbuatan kita dengan niat baik. Demikianlah kita selalu berusaha menanam karma baik dalam setiap aspek kehidupan kita. Kalau mau 'lengkap' dalam menjalani Ajaran Buddha, adalah dengan mengakhiri penderitaan itu sendiri.


Offline mettama

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 39
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #718 on: 06 August 2011, 02:50:26 PM »
Selamat siang juga, bro/sis mettama.
Seseorang dikatakan menjalankan Ajaran Buddha jika ia melatih diri mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin. Bagaimana orang melatih hal tersebut adalah dengan menjalankan moralitas, menjaga indriah melatih konsentrasi, dan mengembangkan kebijaksanaan. Tidak ada hubungannya dengan kehadiran seseorang di vihara. Keuntungan dari pergi ke vihara adalah untuk bersosialisasi, menjalankan aktivitas bersama, dan lain-lain, tapi bukan merupakan keharusan.

Sila sendiri dalam Ajaran Buddha adalah tidak membunuh, mencuri, asusila, berbohong, konsumsi zat memabukkan. Jadi jelas tidak ada larangan untuk tidak pergi ke vihara.

Tentang karma sendiri, secara kasar, setiap perbuatan baik membuahkan kebahagiaan tertentu. Menjalankan 10 macam kebaikan, dapat 10 macam kebahagiaan. Karma baik juga tidak bisa dihitung lengkap atau tidak, yang terpenting adalah kita berusaha melandasi segala perbuatan kita dengan niat baik. Demikianlah kita selalu berusaha menanam karma baik dalam setiap aspek kehidupan kita. Kalau mau 'lengkap' dalam menjalani Ajaran Buddha, adalah dengan mengakhiri penderitaan itu sendiri.



Terimakasih........Bijaksana sekali.... :D

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #719 on: 09 August 2011, 08:28:37 AM »
 [at]  Bro Kainyn (teman-teman yang lain juga boleh jawab)

Barusan saya baca kaliamat ini:

"You have the freedom to choose a life that matters for you. The first step is to know what matters for you and to make your choices accordingly."

Diterjemahkan bebas, kira-kira begini:

"Anda memiliki kebebasan untuk memilih hidup yang anda inginkan. Pertama-tama anda harus tahu apa yang benar-benar anda inginkan, lalu kemudian membuat pilihan berdasarkan hal itu."

Nah, bagaimana caranya menemukan apa yang benar-benar kita inginkan?? :'(

 

anything