//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Mas Tidar

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 19
47


pecat aja itu,  mas Beye  :whistle:

48
Tolong ! / Sejarah Sanksi Hukuman dalam Buddhisme
« on: 25 November 2013, 03:58:29 PM »
Mohon bantuannya adakah yang mengetahui sejarah sanksi hukuman dalam Buddhisme, seperti kasus para pembunuh bayaran Nigantha yang membunuh Moggallana dihukum mati oleh raja. Terima kasih

49
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Crab CLIMBS OUT OF HIS OLD SHELL
« on: 22 November 2013, 09:42:48 AM »



[admin]ganti ke yg inline dari youtube[/admin]

50
Politik, ekonomi, Sosial dan budaya Umum / Yurisprudensi
« on: 21 November 2013, 08:32:11 AM »
"Semoga sejumlah vonis hakim kasasi ini menjelma menjadi yurisprudensi permanen yang diikuti hakim lainnnya karena alasan di atas. Perlu pimpinan MA meresponnya menjadi yurisprudensi tetap," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkat, Kamis (21/11/2013).

Diapresiasi, KPK Berharap Putusan Angie Jadi Yurisprudensi

51
Informasi dan Pengumuman Kegiatan Buddhis / Pindapata, 9 Nov 2013 - Batam
« on: 06 November 2013, 07:32:05 AM »

52

53
Informasi dan Pengumuman Kegiatan Buddhis / Dhammadessana Bali
« on: 31 October 2013, 03:57:00 PM »

56
     Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad mengatakan salah satu penyebab kemiskinan adalah korupsi. Menurut perhitungannya, jika tidak ada korupsi, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai puluhan juta rupiah per bulan.

Dari sektor migas saja, menurutnya hampir 50% perusahan tambang di Indonesia itu tidak membayar royalti ke pemerintah. Angka tersebut jika dirupiahkan mencapai Rp 20 ribu triliun.

"Coba dibagi dengan 241 juta jiwa. Maka kita akan menemukan angka pendapatan terendah adalah Rp 30 juta per bulan," kata Abraham Samad dalam dialog kebangsaan di depan puluhan ribu buruh di Istora, Senayan, Jakarta, Senin (21/10/2013).

Ironisnnya menurut Samad, para pengusaha itu bukan tanpa alasan tidak membayar royalti ke pemerintah. Mereka justru menghabiskan uangnya lebih banyak untuk menyuap oknum aparat.

"Pernah saya tanyakan ke pengusaha tambang, kenapa tidak bayar royalti. Ternyata karena uang mereka yang keluar lebih besar dari pada royalti untuk suap oknum aparatur pemerintah," tuturnya.

Ia meminta agar KPK diberi kesempatan untuk membereskan segala macam tindak kejahatan korupsi. Sehingga sumber daya alam dan energi yang ada di Indonesia dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.

"Oleh karena itu saya mengajak kaum buruh untuk tetap bersatu menjaga kekayaan negeri ini supaya tidak lagi dirampok penguasa dan pengusaha hitam," pungkas Samad.



kemana nih silent rider i$*am fundamentalis, tuh sasarannya sudah ada ?
jangan diam aja, klo mau bikin onar sudah dikasi tempat ke sarang koruptor tidak perlu ke siria, afgan, iran irak dll.

bikin bangga dengan ganyang koruptor.


Profokatif: ON

57
Politik, ekonomi, Sosial dan budaya Umum / 2014 - Holiday
« on: 13 October 2013, 11:12:36 AM »

58
Waroeng Mandarin / Translate, please ...
« on: 24 September 2013, 11:28:40 PM »
mohon bantuan terjemahannya.
Spoiler: ShowHide



[spoiler]GRP will be sent immediately

[/spoiler]

59
Setiap [bulan] Ramadan tiba, puasa lalu menjadi kata yang paling popular di kalangan muslim Indonesia. Puasa adalah salah satu rukun Islam, dan kata itu menjadi satu-satunya yang tidak berasal dari bahasa Arab; berbeda dengan kata “syahadat”, “shalat”, “zakat” dan “hajj” yang diserap oleh bahasa Indonesia menjadi “syahadat”, “salat” [sebagian orang menulis shalat], “zakat” dan “haji.”

Benar, ada sebagian orang yang menggunakan kata “sembahyang” untuk menyebut salat tapi kata “salat” maupun “sembahyang” sebetulnya masih memiliki relasi makna. Sembahyang yang berasal dari bahasa Sansekerta bermula dari dua kata yaitu “sembah” dan “hyang.” Artinya kurang-lebih menyembah Tuhan [Hyang]. Kata itu diserap dan kemudian digunakan oleh  para penyebar Islam di Nusantara untuk menarik simpati penganut Hindu yang terlebih dahulu datang ke Indonesia. Makna kata “sembahyang” karena itu tidak berkurang maknanya dibandingkan kata “salat” yaitu sebagai sebuah perbuatan untuk menyembah Allah; tapi tidak dengan puasa.

Sama dengan kata “sembahyang,” kata “puasa” pun berasal dari bahasa Sansekerta: “Upa” [dekat] dan “wasa” [Yang Kuasa]. Upawasa yang kemudian diserap, dikenal dan dilafalkan menjadi kata “puasa” dalam bahasa Indonesia tidak lain adalah sebuah perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan [Yang Kuasa]. Dengan pengertian itu, kata “puasa” sebetulnya tidak berhubungan langsung dengan makna asli kata “shiyam” yang dikehendaki dalam bahasa Arab yaitu menahan diri untuk tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan badan, dan tidak berbicara.

Kendati demikian penggunaan kata “puasa” tidak lalu menjadi tidak bermakna. Secara kelaziman, orang yang menahan diri untuk makan, minum, berhubungan badan, dan bicara; seharusnya memang dekat kepada Tuhan [puasa]. Apalagi dalam perkembangan maknanya, kata “puasa” juga sudah berubah. Dari semula sebagai “dekat kepada Tuhan” atau “mendekatkan kepada Tuhan” menjadi “menghindari makan dan minum dengan sengaja.” Begitulah yang tertulis di buku Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Bahasa Inggris juga tidak memiliki kata khusus untuk mengganti kata “shiyam”. Istilah “fasting” yang mewakili makna puasa, apabila digunakan untuk menjelaskan sebuah perbuatan [yang sengaja] tidak makan, tidak minum; akan sulit dicerna oleh mereka yang dalam kesehariannya berbahasa Inggris. Sebaliknya kata “fasting” akan mudah dipahami jika terutama disertai konteks tentang atau disertai kata “ramadhan.”

Identik
Lalu apa yang sebetulnya yang disebut sebagai puasa atau fasting dalam konteks shiyam?
Kata dasar “shiyam” adalah “shat-wa-mim.” Dua kata itu secara bahasa berarti menahan [imsaak]. Dalam kaidah fikih yang dimaksud sebagai shiyam adalah sebuah perbuatan untuk tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan badan yang disertai niat pada malam harinya, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.

Di buku Fathul al Qadir, al Syaukani memaknai shiyam sebagai sebuah tindakan untuk tidak bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Al Ghazali menguraikan shiyam sebagai perbuatan yang hanya tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan seks sejak fajar hingga maghrib.  Dia menyebut shiyam sebagai puasa syariat dan karena itu dia lebih cenderung setuju menggunakan shaum untuk memaknai puasa. Alasan Ghazali: Shaum bermakna bukan hanya menahan diri untuk tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan badan itu; melainkan juga menahan untuk tidak berbicara, tidak mendengar, tidak melihat, dan bahkan menahan pikiran dan perasaan dari semua prasangka.

Ada pun arus besar ahli tafsir sepakat memaknai shiyam sebagai perbuatan tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan seks, dan tidak berbicara dari sejak terbit matahari hingga matahari terbenam. Alasan dari pendapat arus besar ini adalah redaksi surat al Maryam ayat 26 yang menyebut, “…aku telah bernazar kepada Pemelihara yang Penuh Kasih untuk menahan [shiyaman] bicara…” Kata “shiyaman” dalam ayat itu menjadi indikasi, bahwa makna “shiyam” bukan hanya menyangkut urusan menahan lapar dan dahaga, melainkan juga untuk menahan diri berbicara.

Di buku Melacak Sejarah Ramadan & Syariat Puasa, M. Luthfi Mathofi dari Departemen Tafsir Universitas al Azhar Mesir menjelaskan, sifat “menahan” yang terkandung dalam kata “shiyam” menjadi pembeda antara puasa dengan amal ibadah yang lain. Jika ibadah lain seperti syahadat, salat, zakat, dan berhaji niscaya tampak atau bisa dilihat; maka tidak demikian dengan puasa. Sebagai sebuah ibadah, puasa [seharusnya] tidak bisa diketahui dan tidak bisa diperlihatkan melalui misalnya gerakan fisik. Penjelasan Lutfi didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammas saw. bahwa “Satu-satunya ibadah yang tidak bisa dicampuri riya’ [memamerkan perbuatan] adalah puasa”.
Mengapa kemudian shiyam [puasa] identik atau selalu dikaitkan dengan Ramadan [sebagai bulan]? Ada banyak pendapat untuk menjelaskan hal ini.
Antara lain pendapat yang menyatakan bahwa kata “ramadhan” merupakan salah satu nama Allah. Pendapat lain menyandarkan kepada asal-usul kata “ramadhan” yaitu dari kata dasar “r-m-dh” atau “ra-mim-dhat”. Artinya panas.
Dalam struktur bahasa Arab yang membolehkan makna pada kata berkembang, maka panas yang dimaksud oleh kata “ra-mim-dhat” bisa juga berarti panas yang menyengat, menjadi panas, sangat panas, atau hampir membakar. Ungkapan seperti “qad ramidha yaumuna” dalam bahasa Arab memiliki pengertian bahwa hari telah menjadi sangat panas, sementara kata “ar ramadhu” berarti panas yang diakibatkan sinar matahari.

Tidakkah manusia yang semula biasa makan dan minum; lantas mengosongkan perut dan mengeringkan kerongkongan tak akan merasakan apa pun kecuali ramadhan, panas yang luar biasa itu? Misalnya mulut dan kerongkongan kering, atau seluruh anggota badan yang juga tidak nyaman?

Keterangan-keterangan tentang asal-usul kata “ramadhan” semacam itu, bisa dibaca dan dijumpai antara lain di dalam kamus Mukhtaru ash Shihhah yang ditulis oleh oleh Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir al Razi, dan di buku Lisanul Arab karya Muhammad bin Mukarram bin Mandzur Al-Mashri. Dua penulis besar itu, hidup pada periode yang hampir bersamaan yaitu antara tahun-tahun pertengahan abad keenam hijriah hingga tahun-tahun awal abad ketujuh hijriah. Namun menurut Luthfi, “ramadhan” sudah menjadi ism ghairi munsharif atau makna dan maksud kata itu sudah cukup terkenal sehingga tidak perlu lagi mengikuti kaidah-kaidah tata bahasa Arab.

Penjelasan lain tentang Ramadan yang identik dengan puasa dan puasa yang identik dengan Ramadan menyatakan; shiyam dan ramadhan selalu muncul dalam satu kesatuan kalimat, baik di dalam teks al Quran maupun hadis [al Quran menyebut shiyam 13 kali, dan sekali menyebut shaum]. Redaksi dari surat al Baqarah 185 yang menyebutkan “syahru ramadhana…” dan redaksi hadis yang menjelaskan “imaanan wahtisaaban man shama ramadhana”,  harus dibaca bahwa puasa tidak bisa dilepaskan dari Ramadan; dan sebaliknya Ramadan tak bisa dipisahkan dengan puasa.

Dengan kalimat lain, Ramadan tanpa puasa adalah batal sebagai bulan, dan puasa tanpa Ramadan adalah kurang bermakna sebagai pengabdian [ibadah]. Pada keduanya ada relasi makna yang dekat dan saling bersentuhan, yaitu panas.


Ramadan karim.
Tulisan ini juga bisa dibaca di RusdiGoBlog.


ref: http://blog.tempointeraktif.com/agama/bahasa-puasa-bahasa-ramadan-sekali-lagi/

60
Buddhisme untuk Pemula / Lord Buddha's Skull Relic
« on: 02 July 2013, 01:39:46 PM »


Tadi malam baru diliat di kompie temen di vhr untuk versi yang lebih panjang, 40 menit'an.

Bahasa dewa, ane kagak ngerti tp liat tempat relicnya sama persis
ntar klo ketemu versi pideo yang versi panjang-nya saya post disini.




note: if double post, please delete...

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 19