//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - marcedes

Pages: 1 ... 86 87 88 89 90 91 92 [93] 94 95 96 97 98 99 100 ... 102
1381
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 19 February 2009, 01:22:49 AM »

Quote
Maksud saya kemana-mana kita pakai baju itu kemelekatan kan? sekali-sekali keluar rumah tanpa pakaian mas... untuk membuktikan jangan melekat   Grin

gimana yang punya isteri dan suami? kemelekatan kan? sekali sekali suami atau isteri orang lain?  untuk membuktikan tidak melekat   Grin

Maksud saya: apa batasan kemelekatan?
 Namaste
ada penderitaan maka ada kemelekatan, tidak ada kemelekatan, maka penderitaan tidak ada. ^^

Quote
Nah... dalam RAPB, jelas dikatakan bahwa petapa sumedha telah memenuhi semua persyaratan untuk pencapaian ARAHAT (savaka buddha), tetapi karena chanda (keinginan luhur) beliau untuk mencapai sammasambuddha, maka pencapaian ARAHAT ditinggalkan (petapa sumedha tidak mencapai tingkat ARAHAT atau NIBBANA yang dimana kalau mencapai nibbana dan parinibbana maka tidak terlahirkan lagi di alam manapun lagi). Oleh karena ikrar-nya tersebut, Petapa Sumedha harus menjalani tumimbal lahir selama 4 asankheya kappa dan 100 ribu kappa untuk menyempurnakan parami...

Sedangkan dalam konsep MAHAYANA (terutama dilihat dari Saddharmapundarika Sutra), dikatakan bahwa para Sravaka (Arahat) --- Dalam hal ini yang telah mencapai Arahat / tidak ditunda ---- disetarkan dengan bodhisatva tingkat 7, dan jika para Sravaka ingin menempuh jalan bodhisatva dan bertujuan mencapai sammasambuddha, dapat keluar dari nibbana ekstrim (katanya nibbana para sravaka) untuk mencapai sammasambuddha. (Demikian juga BUDDHA GOTAMA dalam sutra saddharmapundarika meramalkan pencapaian sammasambuddha di masa mendatang dari beberapa sravaka/Arahat seperti Arahat Ananda dsbnya)...

Nah, persoalannya terjadi perbedaan di sini... Dari cerita penempuhan jalur bodhisatta (karir bodhisatta calon sammasambuddha seperti petapa sumedha) versi Theravada (sumber RAPB), jelas dikatakan bahwa Petapa Sumedha tidak merealisasikan pencapaian Savaka Buddha / Arahat, tetapi memasuki jalur/karir bodhisatta untuk pencapaian sammasambuddha. BEDA DENGAN KONSEP MAHAYANA, dimana setelah seorang individu merealisasikan ARAHAT / SRAVAKA BUDDHA, seorang ARAHAT dalam kembali menempuh jalur bodhisatva dengan bertumimbal lahir atau beremanasi atau berinkarnasi atau semacamnya dalam rangka pencapaian sammasambuddha.
Yaah....karena pada dasarnya Sammasambuddha lebih luhur. Lihat saja Sumedha walapun belum mencapai kesucian (cuma 4 jhana 5 abhinna), toh ketika mencanangkan ikrarnya, Api neraka aja menjadi padam (lihat RAPB).  Dan masih banyak lagi memuji keluhuran ikrar ini. Semua ini menurut saya membuka kemungkinan bahwa jalur Arahat utk menempuh Sammasambuddha adalah memungkinkan. Oya , perlu dicatat walaupun Mahayana mengatakan Arahat masih ada ruang utk maju lagi, tetapi ruang ini sangat kecil alias sangat sulit seorang Arahat sampai bisa membangkitkan cita2 Agung ini. (SEbenarnya ini secara implisit mengatakan bahwa Arahat memang sudah final sama seperti pandangan Theravada, tetapi Mahayana tidak mau menutup pintu kemungkinan ini rapat2, karena bagaimanapun Arahat blm tahu apa yg Buddha tahu, ini yg menjadi kunci bahwa bisa saja dia belajar lagi dlm arti belajar utk meraih pengetahuan sempurna)
saudara Chingik .... Nibbana itu tidak ada yang namanya "ragu-ragu" masih bisa maju atau tidak bisa maju..semua itu telah di ketahui nya dengan sempurna...

apabila ada seseorang arahat telah mencapai Nibbana, dan dirinya sendiri tidak tahu/tidak yakin dalam pencapaiannya...itu bukan arahat. ^^


tahu atau tidak tahu yg saya maksudkan bukan mengenai nibbananya, tetapi pada pengetahuan sempurna yg mencakup aspek sabbanu nana. Arahat tidak memilikinya.
arahat mengetahui dirinya telah sampai dimana, dan tidak ada keraguan untuk itu.
bisa baca ref Raungan Sariputta.

tetapi memang Arahat(savaka) bukan maha tahu....
tetapi arahat telah menyelami nibbana sampai tahu dimana-mana....jadi tidak ada vicikiccha pada pencapaian nya.

(ref.raungan sariputta)
Quote
Bhante, sebenarnya kami tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengetahui pikiran para Arahat, Sammasambuddha, baik dari masa lampau, yang akan datang maupun sekarang. Tetapi, meskipun demikian kami memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo)."
    "Bhante, sama seperti perbatasan-negara milik seorang raja yang mempunyai benteng yang kokoh, dengan dinding dan menara penjagaan yang kuat dan hanya mempunyai sebuah pintu saja. Dan di sana, ada seorang penjaga pintu yang pandai, berpengalaman serta cerdas, yang akan mengusir orang-orang yang tidak dikenal dan hanya mengijinkan masuk orang-orang yang dikenal saja. Ketika ia memeriksa dengan menyusuri jalan yang mengelilingi dinding benteng-negara itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah, di dinding benteng-negara itu, yang cukup untuk dilewati oleh binatang, sekali pun hanya sekecil seekor kucing. Dan ia berpikir: "Seberapa pun besarnya mahluk-mahluk yang akan masuk atau meninggalkan negara ini, mereka semua hanya dapat melalui pintu ini."

dari sini bukankah sudah jelas kalau "arahat" telah tahu secara sempurna nibbana itu.

Quote
masalah nnya...Mahayana menulis arahat masih bisa merosot.....jadi maksud nya itu apa?
Theravada sendiri tidak pernah mengatakan arahat masih bisa merosot...

apa seorang arahat masih bisa menjadi perumah tangga....
dalam arti kesucian itu bisa pelan-pelan kotor kembali.. ^^

dalam arti lain Sammasambuddha masih bisa kotor?
apabila dialasankan menjadi Arahat tidak sama Sammasambuddha dalam pencapaian..
berarti hal ini menujukkan perbedaan Nirvana kelas Arahat dan kelas Sammasambuddha.?

kalau Theravada kan tidak ada beda nibbana arahat(savaka) dan nibbana sammasambuddha( arahat juga)
sedangkan mahayana ada beda?...tolong infonya
Tafsiran kemerosotan Arahat bukan pernyataan sepihak Mahayana. Hal ini sudah terjadi perdebatan dari berbagai sekte. Sarvastivada yg bagian dari pecahan Theravada juga menyatakan kemerosotan Arahat. Masing2 punya pandangan masing2, mereka saja saling berdebat Arahat jenis apa yg merosot, jenis apa yg tidak merosot. Merosot sebatas apa, dll.
Coba kaji juga ttg Arahat yg tidak sanggup menahan sakit dan memilih bunuh diri, apa karena ada kaitan dgn kekuatiran mengalami kemerosotan, saya sejujurnya blm tahu, tapi silakan kemukakan pandangan anda. NO problem. hehe..

sudah dikatakan berulang ^^
kemorosotan arahat hanya ada dalam kitab komentar para murid-murid....bukan pada ajaran.

dan untungnya theravada dalam kitab komentar belum pernah terjadi kemerosotan arahat.
jika memang sarvastivada menulis demikian...ada baiknya di post disini..biar menambah wawasan semua rekan-rekan se-dhamma. ^^

Setelah point2 penjelasan sudah dijelaskan.
Setelah dapat dilihat perbedaan yg memank jelas dari kedua aliran mainstream.
Kesimpulan-kesimpulan pun sudah dapat diperoleh, sesuai dengan keinginan diri sendiri...
Berbagai thread dan topik sudah dibuka, yang hasilnya selalu sama aja.

Terus, apalagi sih yg mo dicari? ;D

Masalahnya dia mau sampai mendapat kesimpulan bahwa ajaran yg dia anut benar, dan kita salah. haha... :P
Ga lah..santai aja bro marcedes, pertanyaan mu sangat bagus,
kayak Bodhisatva Mahakasyapa (bukan Y.A Maha Kassapa) yg selalu meragukan penjelasan Hyang Buddha dalam Mahaparinirvana Sutra. Buddha udh bilang begini2, dia lalu membantah bahwa ah..masak begtiu, kalo begitu bukankah jadi begitu begitu...., hehe..menarik juga ya bentuk dialog Mahaparinirvana Sutra yg terbuka, debatif. 

^^
santai lah..
saya sendiri lebih suka berpandangan sesuai kenyataan. yakni sebenar-benarnya.
dhamma 4 kesunyataan mulia itu merupakan kenyataan hakekat yang sudah mutlak sesuai kenyataan....
masalah nya. "aliran mahayana" merubah kenyataan tersebut dan berkata lain.....
dan saya jadi ingin tahu sampai dimana pikiran tersebut melayang.....
apakah masih sesuai kenyataan?

sangat disayangkan buddha dhamma yang sangat demokratis..bebas berpikir....
tetapi jika ternyata hanya khayalan....bukankah itu semua fenomena yang sia-sia?

"selama saya belajar dhamma...saat ini Aliran Theravada yang memberikan gambaran sesuai kenyataan"

maka oleh sebab itu saya tidak menutup diri
"untuk mempersilahkan jika ada yang salah dalam aliran yang saya pelajari ini"
---------------------------------------------------------

Quote
coba jelaskan secara 4 kesunyataan mulia sesuai aja deh dengan kitab mahayana...
kan sammasambuddha lahir terus..
jadi masih menderita lah...
Wah..4 kebenaran mulia, bahkan dalam Dasabhumika Sutra yg membahas tingkatan bodhisatva juga menjabarkan 4 kebenaran mulia dan pattica sammpuda dgn masing2 tingkatan dgn tingkat pemahaman yg berbeda2. Cukup menarik, bahkan tidak mudah dipahami oleh orang awam seperti saya. Tapi saya percaya Isi kitab ini tidak se'naif" yg bro bayangkan, karena mereka bisa membahas panjang lebar ttg 4 kebenaran mulia yg dikaitkan dgn jalan bodhisatva. Entah mereka sekedar ngarang2 sambil makan kacang, ah...ga mungkin deh...

Oya sammasambbudha telah mencapai kondisi tidak lahir dan tidak lenyap, bebas dari dualitas. Di Mahayana tulisan seperti ini buaanyaakknya minta ampun. Apa ga cukup ? Jangan terpaku pada Buddha lahir lagi di lokasi x. dll, itu kan sudah dikatakan bahwa ini bukan jenis kelahiran yg mengikuti siklus 21 musabab saling bergantungan. Buddha yg transeden memiliki abhinna yg tidak kita pahami, jadi bukan Buddha melanggar ucapannya sendiri.
kita tidaklah perlu membahas boddhisatva ada berapa tingkatan....
langsung saja ke pokok kenyataan

diselamatkan dari apa ajaran buddha?
dan mengapa buddha lupa cara pencapaian ke-buddha-an dan harus mendengarkan nasehat pemusik yang lewat?

(apakah bagian sini buddha sengaja bersandiwara seperti aktor laga?)

(buddha yang sudah memiliki pengetahuan maha tahu, kok bisa harus melihat 4 tanda barulah muncul perasaan samvega pada diri-nya?...bersandiwara lagi?)

(Buddha sudah mencapai pencerahan, mengapa harus menunggu umur 35 barulah mengajar?...
mengapa bukan dari kecil seperti umur 25 atau lainnya saja,,
bahkan sengaja menikah...
disatu sisi ini melecehkan kesucian buddha,dimana kita tahu kehidupan suci adalah meninggalkan hidup berumah tangga....lalu?)
bagian ini bisa di delete jika tidak berkenaan oleh moderator...
tetapi saya sungguh bukan dengan maksud menghina, melainkan bertanya apakah ada alasan special untuk ini?

apa buddha sudah hampir seperti Tuh*n dalam agama lain?
"tidak dapat dipikirkan dengan logika dan akal sehat" ^^

mari kita flash back sedikit. ^^
di agama tetangga, Tuh*n katanya sangat welas asih !!!.
bayangkan "mengizinkan iblis menguji anak domba-nya(manusia) untuk dihasut menuju neraka"
ketika saya tanyakan hal ini, dan mempertanyakan

"Orang Tua mana yang TEGA-TEGA nya membiarkan penjahat menghasut anak-nya?"
dan lagi ini "dapat restu dari orang tua"

saya bahkan di beri satu penjelasan yang saya anggap penjelasan crazy think.
yakni " welas asih Tuh*n tidak dapat dipikirkan oleh logika manusia "

tahu kan arti welas asih, cinta kasih,dsb-nya......orang tua kandung kita memiliki semua itu.

disini jelas "kenyataan" Tuh*n itu tidaklah memiliki welas asih,cintakasih,dsb-nya..
tetapi mengapa di "benarkan memiliki semua itu?"
saya kira hanya ketakutan akan kepercayaan yang dipegang itu ternyata tidak sesuai kenyataan.
inilah kebodohan batin. ^^

---------------------------------------------------
sama seperti kenyataan... "buddha" lahir di India... dan dikatakan buddha akan lahir lagi entah dimana, dan mengajarkan dhamma....

ketika kita mempertanyakan "berarti Buddha" itu masih ada sampai sekarang?
masa mau di bilang "jangan dibilang ada, atau tiada".....ini bukan-kah perumitan namanya?

kenyataan-nya kan akan "ada"..berarti proses nya
ketika buddha ada ( di bumi ) kemudian meninggal -----> pindah entah kemana ----> ada lagi entah dimana mengajarkan dhamma..

berarti ADA ---> XXX -----> ADA.
mau dikatakan apa itu coba?..

Quote
masalah paham nihilis......itu jikalau kita beranggapan bahwa sesudah kita meninggal, maka tidak ada sama sekali lagi apa-apa...tamat sudah.
tentu hal ini dianggap nihilisme dikarenakan masih ada sebab...tetapi tidak ada akibat.
nah..bro bisa membedakan kondisi nihilis/lenyap antara orang awam yg beranggapan salah dengan seorang Buddha yg mencapai anutpadisesa nibbana.
Seharusnya juga  bisa membedakan antara kondisi Buddha yg bisa bermanifestasi lagi di tempat lain dengan orang awam yg dilahirkan kembali.   
kita kembali ke hukum sebab akibat..

pernahkah ada akibat tanpa sebab?
disitu dikatakan buddha akan bermanifestasi entah dimana...."sebab" - nya?

berarti buddha itu masih ada donk sampai sekarang....

---------------------------------------------
kalau mau di persingkat...pada inti nya adalah

kan kalau di Theravada buddha menyelamatkan dari Penderitaan.
dimana jara-marana ada karena ada kondisi....
dan ketika kondisi itu sudah tiada...maka jara-marana tidak akan ada.
lahir-mati, untung-rugi, bahagia-derita, dan seterusnya......
bahkan termasuk bentuk pikiran yang memikirkan hal ini pun, juga telah padam.

kalau mahayana apa donk visi-misi Buddha?
selama buddha mengajarkan dhamma dari kappa ke kappa yang sudah sekian banyak.

"buddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?

1382
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 18 February 2009, 08:20:07 PM »
Quote
1. Demikian telah kudengar, pada suatu saat Sang Bhagava (Sang Buddha) sedang dalam perjalanan dari kota Rajagaha menuju Nalanda dengan diikuti oleh 500 orang bhikkhu (siswa Sang Buddha). Pada saat itu pula pertapa Suppiya bersama muridnya, seorang pemuda bernama Brahmadatta, juga sedang dalam perjalanan antara Rajagaha dan Nalanda. Ketika itu, pertapa Suppiya mengucapkan berbagai perkataan yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma (ajaranNya) dan Sangha (para siswaNya). Tetapi sebaliknya, muridnya, Brahmadatta, memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, dan keduanya sambil berjalan mengikuti rombongan Sang Bhagava.

2. Kemudian, Sang Bhagava bersama-sama dengan para bhikkhu berhenti dan bermalam di Ambalatthika (suatu tempat peristirahatan raja). Demikian pula pertapa Suppiya dan muridnya, Brahmadatta, berhenti di Ambalatthika. Di tempat itu, mereka berdua melanjutkan perbincangan mereka tadi.

3. Pagi harinya, sekelompok bhikkhu berkumpul di Mandalamale (semacam pavilyun) sambil membincangkan kata-kata berikut: “Sahabat, sungguh mengherankan, bukankah Sang Bhagava sebagai seorang Arahat (seseorang yang memiliki kesucian tertinggi), Sammasambuddha (Buddha yang maha sempurna), telah melihat dan menyadari dengan jelas kecenderungan yang berlainan yang ada pada setiap manusia. Bukankah Beliau mengetahui bagaimana pertapa Suppiya merendahkan Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha. Demikian pula bukankah Sang Bhagava mengetahui pandangan yang berbeda antara guru dan murid yang berjalan mengikuti rombongan Beliau?”

4. Ketika Sang Bhagava mengetahui masalah yang sedang mereka bicarakan, Beliau lalu pergi ke Mandalamale dan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah duduk, Beliau bertanya, “Apakah yang sedang kalian bicarakan? Apa pula yang akan menjadi pokok pembicaraan dalam pertemuan ini?” Mereka lalu menceritakan permasalahan yang mereka bicarakan tadi.

5. Sang Buddha bersabda, “Para bhikkhu, seandainya ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, janganlah lalu kamu membenci, dendam, atau memusuhinya. Seandainya karena hal tersebut kalian menjadi marah atau merasa tersinggung, maka hal itu hanyalah akan menghalangi jalan Pembebasan kalian, dan mengakibatkan kalian menjadi marah dan tidak senang. Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau tidak baik?”

“Tidak baik, Bhante “

“Karena itulah seandainya ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya, dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar, atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami, dan bukan pada kami.”

6. “Tetapi, para bhikkhu, seandainya ada orang lain memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu merasa bangga, gembira dan senang hati. Seandainya kamu bersikap demikian, maka hal itu akan menghalangi jalan Pembebasan kalian. Maka itulah, seandainya ada orang lain memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, maka kamu harus menyatakan mana yang benar dan menunjukkan faktanya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini benar, itu memang begitu, hal demikian ada pada kami, dan benar pada kami.”

salam metta.

1383
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 18 February 2009, 08:04:25 PM »
jika di lihat dari Brahmajala Sutta...
disitu ada pandangan-pandangan keliru yang sesuai kita bahas

Quote
24. “Para bhikkhu, siapa pun, apakah ia pertapa dan brahmana yang ajaran atau paham mereka berkenaan dengan keadaan masa lampau atau berkenaan dengan keadaan masa yang akan datang, atau pun berpaham kedua-duanya, berspekulasi mengenai keadaan yang lampau dan yang akan datang, yang dengan bermacam-macam dalil menerangkan tentang keadaan yang lampau dan yang akan datang, mereka semua telah terjerat di dalam jala 62 pandangan ini. Dengan berbagai keadaan mereka jatuh dan berada di dalamnya, dan dengan berbagai cara mereka berusaha melepaskan diri, tetapi sia-sia belaka karena mereka terjerat di dalamnya. Bagaikan seorang penjala ikan yang pandai akan menjala di sebuah kolam kecil dengan sebuah jala yang baik, berpikir: ikan apa pun yang berada dalam kolam ini, walaupun berusaha membebaskan diri, tetap semuanya akan terperangkap di dalam jala ini.”


kalau ada salah mohon dikoreksi

1384
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 18 February 2009, 07:35:30 PM »
Quote
4.apakah enak nya menjadi sammasambuddha?...toh sama-sama akan lahir lagi.
dan sama-sama akan menderita ( jara-marana )
Aduuh....hehe...
 Buddha itu tidak lahir maupun lenyap. Harus punya kedewasaaan berpikir utk mencerna makna ini.  Yg sering dikatakan Buddha lahir lagi disuatu tempat  lalu begini begitu, itu jangan disamakan dgn kondisi makhluk awam. 
tetapi pernah "ada"  dibumi ini bukan....jadi tidak lahir maupun lenyap itu apa?...
anda mau mengartikan "ada" dan "tiada"....
jadi "siddhartaGotama" itu bagaimana?....menikah, bermain, bermeditasi menderita sampai kurus kering...lalu apa tujuannya mendengar para pemain musik yang menyelamatkan dengan memberi saran pada waktu itu

"senar ini jika ditarik kencang, maka akan putus"
"senar ini jika di kendurkan terlalu kendur, maka sumbang"

mendengar itu mengubah metode meditasi nya?....mengapa harus tunggu mendengar nasehat baru merubah cara?
apakah Sammasambuddha episode sebelum Gotama, sampai sekarang "lupa cara mencapai pencerahan"?

tambah kacau saja alur cerita nya. ^^
Quote
5.muncul 1 pertanyaan lagi. ^^
jika dikatakan Buddha gotama telah mencapai "pencerahan beberapa kalpa sebelum nya"
mengapa Buddha gotama menghina seorang sammasambuddha, sehingga harus melunasi kamma nya dengan meditasi selama 6 tahun dan begitu menderita,barulah mencapai kesempurnaan.

mengapa buddha gotama bisa menghina...padahal kenyataan nya orang yang telah tercerahkan sudah tahu akibat hal itu...

Tujuannya untuk mengajari kita agar jangan menghina. Orang tercerahkan sanggup melakukan hal2 yg bermanfaat tanpa melekat pd egonya, karena tanpa ego itulah maka dia bebas secara leluasa bermanifestasi dlm wujud apa saja utk menyadarkan orang yg kondisinya tepat utk tersadarkan.

maksud saya...Diselamatkan dari apa?....

di theravada....Buddha menyelamatkan dari penderitaan hingga benar-benar bebas dari jara-marana
bebas dari lahir-mati
bebas dari untung-rugi
bebas dari bahagia dan penderitaan dan seterusnya.
karena Sang buddha menyadari hal-hal yang berkondisi..dan tidak mungkin mau lahir tetapi tidak mau mati...
begitu pula kebahagiaan yang berkondisi dan ingin bahagia tetapi tidak mau menderita.

kalau mahayana menyelamatkan orang-orang dari apa??

1385
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 18 February 2009, 07:26:07 PM »
1. arahat masih bisa merosot..

Jangan kuatir, mahayana memang membagi beberapa jenis Arahat, ada juga yg tidak merosot.
Yg pentingkan kita jangan sampai menjadi Arhat yg merosot.
Dari yg saya baca ttg Arahat dlm Theravada, saya percaya adlaah ttg Arahat yg tidak merosot.  Jadi santai aja..hehe..
masalah nnya...Mahayana menulis arahat masih bisa merosot.....jadi maksud nya itu apa?
Theravada sendiri tidak pernah mengatakan arahat masih bisa merosot...

apa seorang arahat masih bisa menjadi perumah tangga....
dalam arti kesucian itu bisa pelan-pelan kotor kembali.. ^^

dalam arti lain Sammasambuddha masih bisa kotor?
apabila dialasankan menjadi Arahat tidak sama Sammasambuddha dalam pencapaian..
berarti hal ini menujukkan perbedaan Nirvana kelas Arahat dan kelas Sammasambuddha.?

kalau Theravada kan tidak ada beda nibbana arahat(savaka) dan nibbana sammasambuddha( arahat juga)
sedangkan mahayana ada beda?...tolong infonya _/\_

Quote
2. bagian mana yang dikatakan sammasambuddha bebas dari penderitaan
(toh 4 kesunyataan mulia di langgar dan hukum paticasammupada di langgar)
Memangnya Buddha blm bebas dari penderitaan? Sudah kok...
coba jelaskan secara 4 kesunyataan mulia sesuai aja deh dengan kitab mahayana...
kan sammasambuddha lahir terus..
jadi masih menderita lah...
Quote
3.pengertian "nirvana" dalam mahayana itu sebenarnya apa....soalnya tidak sesuai dengan "nibbana" dalam theravada.
(nibbana theravada = padam...
sedangkan nirvana mahayana = pergi ke suatu alam/tempat...lalu bisa milih mau lahir dimana terus mengajarkan dhamma lagi)
Fenomenanya memang terlihat seperti itu, tetapi secara pirnsipil tetap sama, karena padamnya lobha dosa moha. Lalu mengapa lahir? Tidak, Buddha tidak lahir lagi. Tapi kok Mahayana mengatakan pergi ke suatu tempat dan lahir dan mengajar lagi??? Inilah kemampuan sejati yg ditunjukkan Buddha yg tidak bisa dipahami oleh logika awam bro. hahaha..

Oya, Memangnya Theravada bukan padam lobha dosa moha? iya tentu padam itu juga. Tapi hati2 jangan anggap Theravada mengatakan padam lalu lenyap. Banyak yg bilang lenyap,  Itu ekstrim namanya sama seperti paham nihilis.
saudara chingik, buddha sendiri yang ngomong dan mengajar tentang hal itu...
lalu Buddha mengikari ajarannya sendiri? dan bermaksud "ada pengecualian jikalau saya"

masalah paham nihilis......itu jikalau kita beranggapan bahwa sesudah kita meninggal, maka tidak ada sama sekali lagi apa-apa...tamat sudah.
tentu hal ini dianggap nihilisme dikarenakan masih ada sebab...tetapi tidak ada akibat.

sedangkan arahat telah mematahkan sebab itu...bagaimana mungkin timbul akibat?
jika kita merujuk pada mengatakan Lenyap...
dan saya bertanya..apa lenyap itu ada? tentu orang katakan lenyap itu "ada."

tetapi tidak merujuk pada keadaan "ada" sebenarnya.

jika dikatakan tidak ada. bagaimana mungkin ada kebebasan dari kelahiran-kematian?
maka dikatakan "ada" atau "tiada"..itu masih perspektif.

selanjut nya...tidak ada kehidupan suci yang berpikiran
"apakah aku ada dimasa depan?"
"apakah aku ada dimasa lampau?"
atau apakah aku ada dimasa sekarang?"

karenanya tidak dikatakan "ada dan tiada" ,tetapi ada kondisi seperti itu...
maka lebih baik diperumpakan menjadi
"api pada lilin yang sumbu-nya berserta lilinnya,serta minyak nya pula habis.."

contoh saja jika buah mangga yang belum berbuah..apa bisa dikatakan buah mangga itu tidak ada di pohon, atau ada di pohon?
dikatakan "ada"...tetapi tidak ada dan belum terlihat.
dikatakan "tidak ada"...tetapi kok bisa muncul buah mangga?

1386
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 18 February 2009, 07:05:40 PM »

Quote
Maksud saya kemana-mana kita pakai baju itu kemelekatan kan? sekali-sekali keluar rumah tanpa pakaian mas... untuk membuktikan jangan melekat   Grin

gimana yang punya isteri dan suami? kemelekatan kan? sekali sekali suami atau isteri orang lain?  untuk membuktikan tidak melekat   Grin

Maksud saya: apa batasan kemelekatan?
 Namaste
ada penderitaan maka ada kemelekatan, tidak ada kemelekatan, maka penderitaan tidak ada. ^^

Quote
Nah... dalam RAPB, jelas dikatakan bahwa petapa sumedha telah memenuhi semua persyaratan untuk pencapaian ARAHAT (savaka buddha), tetapi karena chanda (keinginan luhur) beliau untuk mencapai sammasambuddha, maka pencapaian ARAHAT ditinggalkan (petapa sumedha tidak mencapai tingkat ARAHAT atau NIBBANA yang dimana kalau mencapai nibbana dan parinibbana maka tidak terlahirkan lagi di alam manapun lagi). Oleh karena ikrar-nya tersebut, Petapa Sumedha harus menjalani tumimbal lahir selama 4 asankheya kappa dan 100 ribu kappa untuk menyempurnakan parami...

Sedangkan dalam konsep MAHAYANA (terutama dilihat dari Saddharmapundarika Sutra), dikatakan bahwa para Sravaka (Arahat) --- Dalam hal ini yang telah mencapai Arahat / tidak ditunda ---- disetarkan dengan bodhisatva tingkat 7, dan jika para Sravaka ingin menempuh jalan bodhisatva dan bertujuan mencapai sammasambuddha, dapat keluar dari nibbana ekstrim (katanya nibbana para sravaka) untuk mencapai sammasambuddha. (Demikian juga BUDDHA GOTAMA dalam sutra saddharmapundarika meramalkan pencapaian sammasambuddha di masa mendatang dari beberapa sravaka/Arahat seperti Arahat Ananda dsbnya)...

Nah, persoalannya terjadi perbedaan di sini... Dari cerita penempuhan jalur bodhisatta (karir bodhisatta calon sammasambuddha seperti petapa sumedha) versi Theravada (sumber RAPB), jelas dikatakan bahwa Petapa Sumedha tidak merealisasikan pencapaian Savaka Buddha / Arahat, tetapi memasuki jalur/karir bodhisatta untuk pencapaian sammasambuddha. BEDA DENGAN KONSEP MAHAYANA, dimana setelah seorang individu merealisasikan ARAHAT / SRAVAKA BUDDHA, seorang ARAHAT dalam kembali menempuh jalur bodhisatva dengan bertumimbal lahir atau beremanasi atau berinkarnasi atau semacamnya dalam rangka pencapaian sammasambuddha.
Yaah....karena pada dasarnya Sammasambuddha lebih luhur. Lihat saja Sumedha walapun belum mencapai kesucian (cuma 4 jhana 5 abhinna), toh ketika mencanangkan ikrarnya, Api neraka aja menjadi padam (lihat RAPB).  Dan masih banyak lagi memuji keluhuran ikrar ini. Semua ini menurut saya membuka kemungkinan bahwa jalur Arahat utk menempuh Sammasambuddha adalah memungkinkan. Oya , perlu dicatat walaupun Mahayana mengatakan Arahat masih ada ruang utk maju lagi, tetapi ruang ini sangat kecil alias sangat sulit seorang Arahat sampai bisa membangkitkan cita2 Agung ini. (SEbenarnya ini secara implisit mengatakan bahwa Arahat memang sudah final sama seperti pandangan Theravada, tetapi Mahayana tidak mau menutup pintu kemungkinan ini rapat2, karena bagaimanapun Arahat blm tahu apa yg Buddha tahu, ini yg menjadi kunci bahwa bisa saja dia belajar lagi dlm arti belajar utk meraih pengetahuan sempurna)
saudara Chingik .... Nibbana itu tidak ada yang namanya "ragu-ragu" masih bisa maju atau tidak bisa maju..semua itu telah di ketahui nya dengan sempurna...

apabila ada seseorang arahat telah mencapai Nibbana, dan dirinya sendiri tidak tahu/tidak yakin dalam pencapaiannya...itu bukan arahat. ^^


1387
betul sekali....kadang jika kita memaksa untuk merubah pandangan orang tua, yang ada hanya menimbulkan pertengkaran..
butuh waktu loh. ^^

1388
Theravada / Re: Thera Sivali
« on: 18 February 2009, 04:51:59 PM »
xixixixixi MARKOS tau gunung kawi jg ya .. emang ngetop ya gunung yg satu itu ... kekekeke
pdhl di gunung kawi (kao yg buddhist lo) gada apa2 nya, cuman ada semacam padepokan yg ada rupang guan yin, yg konghucu ada tambahan tian, kalo yg muslim naik lagi ke atas or ada jg yg di bawah itu semacam padepokan jg utk menebar bunga di makam sepuh disono (yg dianggap sakti) 2 padepokan ini asli nya adalah makam si sepuh tersebut.

btw mengenai relik itu .. gimana cara tau asli kaga nya ya ?

dear tula

lama ga keliatan nih  :D

pengetahuan mengenai tempat2 pemujaan, bagaimana prossesinya mulai dari no. 1 dstnya, dsbnya adalah perlu utk menyampaikan mana yg benar dan mana yg salah ke rekan2.....

mengenai relik, asli atau tidaknya mgkn bisa dijelaskan oleh rekan lain
namun bagi saya itu hanya objek utk menambah saddha, sama seperti rupang, pohon bodhi, dsbnya

semoga bermanfaat

metta  _/\_

Apa benar relik bisa beranak pinak dan membelah diri sampai begitu banyak ?
bisa beranak dan bisa juga hilang....memang sulit dipercaya dengan logika.....bahkan dari relik pun ada getaran energi jika di pegang...

1389
Theravada / Re: Thera Sivali
« on: 18 February 2009, 09:39:23 AM »
btw, masalah nomor jitu......
saya ada cerita nyata yang diceritakan mengenai itu....silahkan simak.
cerita ini di ceritakan langsung dari orang cukup dekat dengan Bhante dan diceritakan langsung kpd saya.

semua sini pasti tahu tentang alm.Bhante Girirakhito kan..
se-waktu beliau sudah meninggal dan akan di di perabukan di bali....
banyak sekali umat yang menghadiri nya,bahkan full.

ketika orang tsb...ingin datang menghadiri upacara....sangat lah mustahil untuk mendekat menuju jasad bhante giri...disebabkan karena banyak orang.
pada waktu itu orang tsb berkata dalam hati "saya ingin bernamsakara untuk terakhir kali nya kepada bhante dan memasangkan hio(dekat jasad), tetapi sayang tidak lah mungkin karena jumlah umat yang begitu banyak.

pada waktu itu...ada seorang panitia "entah dari mana datang-nya, mungkin mendengar pembicaraan-pembicaraan sebelum nya..." maka panitia itu membawa orang tsb. bersama 2 anggota nya mendekat..

dari situ....bisa bernamsakara serta memasangkan dupa...tidak lupa untuk menyentuh jasad.

se-waktu itu....orang tsb diliputi pikiran buruk dan berkata..."untuk terakhir kali nya bhante saya mau minta nomor"......terus tidak lama kemudian...dari pandangan nya muncul
"7 pembungkus nasi berupa 7 daun pisang yang rapi di dekat jasad bhante"

karena sudah kelelahan....setelah pulang kembali ke kota asal....lalu bercerita-cerita sehari-hari dengan teman-nya...
dan kebetulan bertanya " nomor berapa naik kemarin? "...
dia jawab "nomor 07 "

----------------------------------------------
cerita ke-2 sewaktu bhante masih hidup...beliau biasa masuk keluar kuti/kamar-nya di vihara.
ada orang yang memasang berapa jumlah bhante keluar masuk kuti....nomor itu naik.

cerita ke-3 sewaktu ada umat nekad bertanya "bhante bisa beri nomor"...bhante giri lantas "merasa pertanyaan itu tidak pantas"
dan menyuruh umat itu mencuci piring saja....

tahu-tahu nya umat itu menghitung jumlah piring yang dicuci -nya...lantas nomor itu naik juga.


saya tidak tahu apa kebetulan atau gimana....susah juga sih

1390
Mahayana / Re: Akar perpecahan
« on: 18 February 2009, 08:56:15 AM »
Quote
bukan masalah ke-GR-an... jelas jelas dalam sutra mahayana dikatakan bahwa SRAVAKAYANA = HINAYANA... dan tendensi-nya adalah... ? Sedangkan dalam pembahasan tentang terminologi MAHAYANA = Kendaraan BESAR, seharusnya lawannya adalah CULAYANA = kendaraan KECIL yang dalam pengertiannya adalah bahwa MAHAYANA meliputi SRAVAKAYANA dan SAMYAKBUDDHAYANA...
Kenapa muncul pula istilah HINA yang artinya sangat negatif ?
bagi mahayana, yg bertekad utk menjadi arahat adalah orang yg mementingkan diri sendiri. oleh karena itu, mereka disebut hina, bukan artinya kotor. namun kurang lebih artinya hatinya kecil...
sedang mahayana berikrar menyelamatkan semua mahkluk, oleh krn itu hatinya besar ;D

apakah tedensinya adalah pada theravada?
menurut saya sendiri tidak. karena theravada bagi saya, tidak mematok seseorang harus jadi arahat atau buddha. berbeda dg mahayana yg punya visi utk menjadi buddha, theravada tidak. yg urgent sekarang adalah melihat dukkha.

mungkin sejak mahayana meng-claim sektenya adalah jalan kebuddhaan, sejak saat itu pula tanpa sadar theravada mengambil jalan sisanya, yaitu jalan kearahataan... :(
referensi pembalik nya adalah sutra intan mahayana sendiri.
disitu Buddha hanya penujuk jalan....setelah dhamma vinaya sendiri dibabarkan secara sempurna alias penujuk jalan sudah ada..
apa buddha masih mau mengawasi satu demi satu murid nya yang belajar?

itu artinya buddha juga sudah meninggalkan tugas-tugas nya bukan.....^^


1391
Mahayana / Re: Akar perpecahan
« on: 18 February 2009, 12:01:57 AM »
dalam Pali Theravada dan tambahan kitab komentar...tidak pernah ada disebut 2 sekte dalam buddhasasana...

hanya dalam Tripitaka Mahayana yang menyebutkan ada 2 sekte.

perpecahan terjadi karena murid-murid.....bukan ajaran....
tetapi sebaliknya ajaran yang memecahkan dan bukan murid-nya ada dalam mahayana.

saya tidak membela theravada tetapi sesuai analisis kenyataan..
karena tidak mungkin ada "pembedaan" kalau bukan dari pikiran. ^^

1392
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 17 February 2009, 11:57:03 PM »
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)


Di jaman Buddha Dipankara, banyak sekali siswa Buddha Dipankara, ada yg mencapai Arahat, ada yg belum. Pertapa Sumedha saat itu telah sanggup mencapai Kearahatan, namun Beliau tidak mau menjadi Arahat. Karena menjadi Arahat akan menghambatnya utk menjadi Sammasambuddha. (Dalam Mahayana, Arahat akan menjadi Buddha juga karena aspek lain yg dibicarakan secara lebih luas yg tidak dibahas dlm Theravada).  Para siswa lain yg tidak memiliki cita2 seperti Sumedha, sudah jelas karena mereka belum memahami keistimewaan dari memilih jalur Sammasambuddha.  Sumedha sendiri dapt menjadi Arahat toh menolaknya, padahal saat itu Sumedha masih putthujana (blm mencapai kesucian seperti para siswa ARahat dari Buddha Dipankara). Nah...ini bersumber dari Theravada sendiri lho, apakah para siswa Dipankara yg sudah Arahat yg notabene sudah suci tidak memilih seperti pilihan Sumedha? Sumedha yg cuma bercita-cita menjadi Buddha (blm benar2 mencapai Kebuddhaan) tapi para penduduk dan dewa sudah menhujani beliau dgn bunga2 layaknya seorang yg telah suci.

Saya tidak bermaksud mengatakan para Arahat tidak mulia. Jangan Salah paham. Selama ini saya juga sangat sangat respek kepada para Arahat. hehe...   
Cuma di sini kita hanya saling belajar, saling mencari masukan. Toh saya juga senang kalo anda2 menjadi Arahat dan mendatangi saya utk mengajar.
Saya mempelajari Theravada dan Mahayana secara terbuka. Kalo dlm theravada mengatakan Arahat telah selesai. Saya setuju,tetapi setelah saya lihat mahayana mengatakan Arahat masih punya "ruang" utk maju, saya tidak akan membantahnya juga tidak mengatakan bahwa hanya ini yg benar. Kita tidak bisa membuktikan secara teoritis, ini tentu kita sama2 setuju, karena sama2 paham bahwa harus ehipassiko, praktikkan. Saya sendiri blm tahu siapa sesungguhnya diri saya, lantas utk apa saya harus membela salah satu aliran religius, emangnya aliran itu punya bapa saya, kira2 begitu , hehe..
Saya hanya menerima informasi dan menyadari ooooo....ajarannya begitu. Kemudian terdapat perbedaan pendapat antar aliran, okelah..masing2 punya pendapat masing2, si A bilang dia benar, si B bilang dia benar, okelah.., saya tidak mau membela. Akhirnya saya akui karena saya cocok ke Mahayana, maka saya memberi peluang kepada pikiran saya utk membuktikan apakah suatu saat pilihan saya benar atau salah. Toh jika salahpun ,saya tidak akan menyesal, karena semua orang belajar dari kesalahan. Setelah baca RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yg notabene kitab dari Theravada, terus terang saya semakin kokoh dgn cita-cita menjadi SAMMASAMBUDDHA saya yg saya canangkan seperti nasihat dalam Mahayana agar membangkitkan Bodhicitta yg ternyata SAMA dgn ABHINAHARA dalam Theravada.       
sadhu-sadhu-sadhu...semoga cita-cita luhur itu terealisasikan.

tetapi pada waktu di hadapkan pada pencapaian arahat atau sammasambuddha...
dan sumedha sendiri belum pernah merasakan "nibbana se-utuh-nya"...

dalam Theravada sendiri "nibbana" arahat dan "nibbana" sammasambuddha itu sama kualitas nya.
tidak ada beda-nya.....sama-sama padam.
ini jika di lihat dari segi "pencapaian nibbana"
tetapi kalau ukuran luhur tentu sammasambuddha lebih luhur.

-----------------------------------------
saat ini bukanlah topik pencapaian Sammasambuddha...melainkan masalah disini dibahas adalah
1. arahat masih bisa merosot..

2. bagian mana yang dikatakan sammasambuddha bebas dari penderitaan
(toh 4 kesunyataan mulia di langgar dan hukum paticasammupada di langgar)

3.pengertian "nirvana" dalam mahayana itu sebenarnya apa....soalnya tidak sesuai dengan "nibbana" dalam theravada.
(nibbana theravada = padam...
sedangkan nirvana mahayana = pergi ke suatu alam/tempat...lalu bisa milih mau lahir dimana terus mengajarkan dhamma lagi)

4.apakah enak nya menjadi sammasambuddha?...toh sama-sama akan lahir lagi.
dan sama-sama akan menderita ( jara-marana )

5.muncul 1 pertanyaan lagi. ^^
jika dikatakan Buddha gotama telah mencapai "pencerahan beberapa kalpa sebelum nya"
mengapa Buddha gotama menghina seorang sammasambuddha, sehingga harus melunasi kamma nya dengan meditasi selama 6 tahun dan begitu menderita,barulah mencapai kesempurnaan.

mengapa buddha gotama bisa menghina...padahal kenyataan nya orang yang telah tercerahkan sudah tahu akibat hal itu...

1393
Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« on: 17 February 2009, 11:42:26 PM »
Bakal Buddha Tidak Pernah Merasakan Sakit
Pada siang hari yang panas, seseorang akan pergi ke danau, mandi dan menyelam; dalam keadaan demikian ia tidak merasakan panas dan teriknya matahari. Demikian pula halnya dengan Bakal Buddha yang meliputi dirinya dengan welas asih, dalam usahanya menyejahterakan makhluk-makhluk lain, masuk ke dalam samudra Kesempurnaan dan menyelam di sana. Karena ia diliputi oleh perasaan welas asih, ia tidak merasakan sakit, sekalipun bagian-bagian tubuhnya terpotong, atau oleh berbagai penyiksaan. (RAPB)
yah,mungkin saja BAKAL BUDDHA tidak pernah sakit..ibarat tenggelam dalam kebahagiaan jhana
misalkan kalau kita saja sudah begitu semangat untuk menonton match football.
biar lapar pun tidak terasa......tapi setelah selesai nonton barulah lapar nya terasa.

saya pernah "jalan-jalan" menemani orang tua saya berserta familiy shoping.di LN
(semua nya wanita, saya sendiri pria )
bayangkan jalan kaki dari jam 2 siang sampai jam 10 malam cuma makan semangkuk nasi...dan itupun dikatakan "sudah kenyang"...
saya sendiri sudah letih nya minta ampun, bahkan porsi makanan saya bisa lebih banyak dari biasanya.

tapi begitu tiba di hotel...langsung ibu saya minta di pijat-pijat...katanya capek...
saya tanya "apa tidak lapar"?
terus dibilang "memang begini kalau lagi asik shoping"
------------------------------------------------------------
dalam RAPB itu "bakal buddha"...jadi bukan sammasambuddha.

seorang Buddha tentu lebih memperhatikan dan fokus pada pengendalian diri menuju kesucian...coba lihat pratek Satipatthana...
bagaimana dikatakan tenggelam dalam perasaan bahagia lalu sampai lupa sakit?..
seorang pratek Satipatthana tidak mungkin,tidak merasa sakit atau mati rasa.

1394
saudara fabian sekalian info retreat nya donk.....
kalau ada kamma baik saya juga mau ikut.... _/\_

1395
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 17 February 2009, 03:19:49 PM »
thx _/\_

Pages: 1 ... 86 87 88 89 90 91 92 [93] 94 95 96 97 98 99 100 ... 102