//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - GandalfTheElder

Pages: 1 2 [3] 4 5
31
Bodhicitta tertinggi sangat jelas, merupakan objek dari yang tertinggi, tanpa noda, tidak goyah, seperti api pelita yang tak tergoyahkan oleh hembusan angin. Ini dicapai melalui upaya yang terus-menerus, menghargai dan membiasakan diri dengan yoga meditasi Ketenangan (shamatha) dan Pengamatan Tajam (vipashyana) untuk waktu yang lama. Sutra Sandhinirmochana (The Unraveling of the Thought Sutra) menyatakan, "O Maitreya, engkau harus tahu bahwa semua Dharma bajik dari para Shravaka, Bodhisattva, atau Tathagata, baik duniawi maupun yang di luar duniawi adalah hasil-hasil dari meditasi shamatha dan vipashyana." Karena semua jenis konsentrasi (samadhi) dapat digolongkan dalam kedua hal ini, semua yogi harus mengembangkan meditasi shamatha dan vipashyana sepanjang waktu. Sutra Sandhinirmochana (The Unraveling of the Thought Sutra) menyatakan lagi, "Guru Buddha mengatakan bahwa ajaran-ajaran mengenai berbagai jenis konsentrasi yang diinginkan oleh para Shravaka, Bodhisattva, dan Tathagata semuanya tercakup dalam meditasi shamatha dan vipashyana.”

.......

Sutra Pelita Bulan (The Moon Lamp Sutra) menyatakan: "Dengan daya meditasi shamatha, pikiran akan menjadi kokoh, dan dengan vipashyana, pikiran akan menjadi seperti gunung." Oleh karena itu, pertahankanlah bersama kedua praktik yogik ini.

......

Prasyarat-prasyarat Umum untuk Mengembangkan Shamatha dan Vipashyana
Sebagai langkah awal, seorang yogi harus memahami prasyarat-prasyarat yang dapat membantunya dalam mencapai meditasi shamatha dan vipashyana secara cepat dan mudah. Prasyarat-prasyarat yang dibutuhkan untuk mengembangkan meditasi shamatha adalah sebagai berikut:
Hidup di lingkungan yang kondusif;
Membatasi keinginan-keinginan dan merasa berkecukupan;
Tidak terlibat dalam banyak aktivitas;
Menjaga sila secara murni;
dan secara menyeluruh menghilangkan keterikatan (raga) dan semua jenis pikiran konseptual lainnya.

Lingkungan yang kondusif ditandai dengan lima karakteristik, yaitu: mempunyai akses yang mudah untuk memperoleh makanan dan pakaian; tempat yang bebas dari makhluk-makhluk jahat dan musuh-musuh; tempat yang bebas dari penyakit; mempunyai teman-teman bajik yang menjaga sila dan yang memiliki cara pandang yang sama; dan tempat yang tidak banyak dikunjungi orang pada siang hari dan tidak banyak kebisingan pada malam hari.

Membatasi keinginan-keinginan berarti tidak terikat secara berlebihan pada jumlah atau bagusnya pakaian-pakaian seperti jubah religius, dan sebagainya. Merasa berkecukupan berarti selalu puas dengan hal-hal sederhana, seperti jubah religius berkualitas rendah, dan sebagainya. Tidak terlibat dalam banyak aktivitas berarti meninggalkan aktivitas-aktivitas biasa seperti bisnis; menghindari terlalu banyak pergaulan dengan para perumahtangga dan para bhikshu, dan sepenuhnya meninggalkan praktik pengobatan dan ilmu nujum (astrologi). Walaupun jika ada pernyataan bahwa pelanggaran terhadap sila Shravaka tidak dapat dipurifikasi, [tetapi] jika ada penyesalan dan daya janji untuk tidak mengulanginya, dan kesadaran bahwa pikiran yang melakukan tindakan adalah bersifat shunya (tidak memiliki sifat hakiki dari sisinya sendiri), atau mengenali bahwa semua fenomena bersifat shunya (tidak memiliki sifat hakiki dari sisinya sendiri), maka sila moralitas orang tersebut dapat dimurnikan. Ini harus dipahami dari Sutra Menghilangkan Penyesalan Ajatashatru (The Sutra on the Elimination of Ajatashatru's Regret). Kita harus mengatasi penyesalan kita dan berupaya keras dalam meditasi (bhavana).

Mengembangkan perhatian penuh tentang berbagai kekurangan yang disebabkan keterikatan dalam kehidupan ini dan kehidupan-kehidupan mendatang, akan membantu untuk menghilangkan cara pandang keliru dalam hal ini. Beberapa karakteristik umum, baik hal-hal yang indah maupun hal-hal yang buruk dalam samsara adalah bahwa semuanya tidak stabil dan berubah-ubah (anitya). Kita pasti akan berpisah dari semua hal ini dengan segera. Jadi bermeditasilah mengapa kita begitu terikat pada hal-hal ini, dan kemudian hilangkanlah semua konsep keliru (vikalpa).

Apa prasyarat-prasyarat dari vipashyana? Prasyarat-prasyaratnya adalah:
Mengandalkan orang-orang suci;
Secara tekun mencari petunjuk yang mendalam dan menyeluruh;
Dan kontemplasi yang tepat.

Apa ciri orang suci yang harus kita andalkan? Seseorang yang telah mendengar berbagai ajaran, yang mengekspresikan dirinya dengan jelas, dipenuhi dengan welas asih, dan sanggup menanggung kesukaran. Apa yang dimaksud dengan secara tekun mencari petunjuk yang mendalam dan menyeluruh? Yaitu mendengarkan secara tekun mengenai makna definitif (nitartha) dan makna interpretatif (neyartha) dari dua belas bagian ajaran Buddha. Sutra Sandhinirmochana (The Unraveling of the Thought Sutra) menyatakan: "Tidak mendengarkan ajaran-ajaran para Arya sesuka hati kita merupakan hambatan dalam vipashyana." Sutra yang sama menyatakan, "Vipashyana muncul melalui penyebabnya, yaitu pandangan benar, dan pandangan benar muncul dari mendengarkan dan merenungkan ajaran." Sutra Pertanyaan-pertanyaan Narayana (The Questions of Narayana Sutra) menyatakan, "Melalui pengalaman mendengarkan ajaran-ajaran, kita memperoleh prajna, dan dengan prajna maka klesha-klesha akan dihilangkan seluruhnya." Apa yang dimaksud dengan kontemplasi yang tepat (yonisha mansikara)? Yaitu memahami sutra-sutra yang bermakna definitif dan bermakna interpretatif. Ketika para Bodhisattva bebas dari keragu-raguan, mereka dapat bermeditasi tentang konsentrasi pada satu objek. Jika tidak, ketika keragu-raguan dan kebimbangan menyerang mereka, mereka akan seperti berada di persimpangan, tidak yakin jalan mana yang akan mereka tempuh.

Para yogi harus menghindari memakan ikan, daging, dan sebagainya sepanjang waktu; harus makan secara tidak berlebihan; dan menghindari makanan yang tidak baik untuk kesehatan. Dengan demikian, para Bodhisattva yang telah mengumpulkan semua prasyarat mengenai shamatha dan vipashyana harus memasuki meditasi (bhavana). Ketika bermeditasi, pertama-tama yogi tersebut harus menyelesaikan semua praktik persiapan. Ia harus pergi ke toilet; dan di lokasi yang nyaman serta bebas dari suara yang mengganggu ia harus berpikir, "Saya akan menghantarkan semua makhluk mencapai penggugahan." Kemudian ia harus membangkitkan mahakaruna, keinginan untuk membebaskan semua makhluk, dan bersujud namaskara kepada semua Buddha dan Bodhisattva di sepuluh penjuru dengan menyentuhkan lima bagian tubuhnya di lantai. Ia harus meletakkan representasi dari para Buddha dan Bodhisattva, misalnya gambar lukisan, di hadapannya atau di tempat lain. Ia harus membuat persembahan-persembahan dan puji-pujian sebanyak mungkin. Ia harus menyesali karma-karma negatifnya dan bermudita atas semua punya dari semua makhluk lainnya.

Kemudian, ia harus duduk dalam postur padmasana penuh dari Vairochana, atau posisi setengah padma, di atas bantalan yang nyaman. Mata tidak dibuka terlalu lebar atau ditutup terlalu rapat. Biarkan mata berfokus pada ujung hidung. Tubuh tidak dibungkukkan ke depan atau terlalu ke belakang. Tegakkan tubuh dan perhatian diarahkan ke dalam. Kedua bahu harus rileks dalam posisi yang alami dan kepala tidak terlalu mengarah ke belakang, ke depan atau ke samping. Hidung harus segaris dengan pusar. Gigi dan bibir harus rileks dalam keadaan apa adanya dengan lidah menyentuh langit-langit mulut bagian atas. Bernapaslah dengan sangat halus dan lembut tanpa menimbulkan suara, tanpa dibuat-buat, dan teratur. Tarik dan keluarkan napas secara apa adanya, perlahan, dan tanpa suara.

Praktik Shamatha
Meditasi shamatha harus dicapai terlebih dahulu. Shamatha adalah pikiran yang telah mengatasi gangguan-gangguan yang disebabkan oleh objek-objek eksternal, dan secara spontan dan terus-menerus tertambat pada objek meditasi (alambana) dengan kenyamanan (priti) dan kelenturan (prasrabdhi). Yang menganalisa realitas (tathata;suchness) dalam keadaan shamatha secara benar adalah vipashyana. Sutra Ratnamegha (The Cloud of Jewels Sutra) menyatakan, "Meditasi shamatha adalah perhatian yang terkonsentasi pada satu objek; sedangkan vipashyana adalah melakukan analisa khusus tentang realitas tertinggi."

Juga dari Sutra Sandhinirmochana (The Unraveling of the Thought Sutra): "Maitreya bertanya, 'O Buddha, bagaimana seharusnya [orang] mengembangkan meditasi shamatha dan mahir dalam vipashyana?' Buddha menjawab, 'Maitreya, saya telah membabarkan ajaran-ajaran berikut kepada para Bodhisattva: Sutra, Geya (pujian-pujian), Vyakarana (ajaran-ajaran ramalan), Gatha (syair-syair), Udana (petunjuk-petunjuk khusus), Nidana (nasihat dari pengalaman-pengalaman khusus), Avadana (ungkapan-ungkapan pencapaian spiritual), Itivrttaka (cerita-cerita masa lampau), Jataka (cerita mengenai kehidupan lampau Buddha, Vaipulya (risalat-risalat ekstensif), Adbhutadharma (keajaiban-keajaiban), dan Upadesa (petunjuk-petunjuk). Para Bodhisattva harus mendengarkan ajaran-ajaran ini dengan benar, mengingat isinya, melatih pelafalan lisan, dan menganalisanya secara seksama. Dengan pemahaman sempurna, mereka harus pergi ke tempat terpencil seorang diri dan merenungkan ajaran-ajaran ini serta memusatkan perhatian pada ajaran-ajaran tersebut secara terus-menerus. Secara mental, mereka harus berfokus hanya pada topik-topik yang mereka renungkan dan mengingatnya terus-menerus. Ini disebut penambatan mental (manaskara).

"Ketika pikiran ditambatkan dengan cara ini secara berulang-ulang serta kelenturan fisik (kaya-prasrabdhi) dan kelenturan mental (citta-prasrabdhi) telah tercapai, pikiran dalam keadaan ini disebut shamatha. Inilah cara para Bodhisattva mencapai shamatha secara benar.

"Ketika Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik dan mental dan bersemayam di dalamnya, ia menghilangkan gangguan mental. Fenomena-fenomena yang telah dikontemplasikan sebagai objek konsentrasi tunggal harus dianalisa dan dianggap seperti sebuah pantulan. Pantulan atau gambaran ini, yang merupakan objek dari konsentrasi tunggal, harus diamati sebagai objek pengetahuan secara seksama. Objek pengetahuan ini harus diselidiki secara lengkap dan diperiksa secara menyeluruh. Praktikkan kesabaran dan bergembiralah dalam melakukannya. Dengan analisa yang tepat, amati dan pahamilah. Ini disebut vipashyana. Demikianlah, para Bodhisattva terlatih dalam cara-cara vipashyana."
Para yogi yang tertarik untuk mencapai shamatha pada mulanya harus berkonsentrasi mengenai kenyataan bahwa dua belas kelompok kitab ajaran, yaitu sutra-sutra, puji-pujian, dan lain sebagainya – dapat diringkas sebagai semua ajaran yang mengarahkan pada realitas (tathata; suchness), bahwa ajaran-ajaran tersebut akan mengarahkan pada realitas (tathata; suchness), dan bahwa ajaran-ajaran tersebut memang telah mengarahkan pada realitas (tathata; suchness).
Salah satu cara melakukan meditasi ini adalah memusatkan perhatian pada skandha mental (nama skandha) dan skandha wujud (rupa skandha), sebagai objek yang mencakup semua fenomena (Dharma). Cara lain adalah memusatkan perhatian pada gambaran seorang Buddha. Sutra Samadhiraja (The King of Meditative Stabilization Sutra) menyatakan:
"Dengan tubuh berwarna emas,
Bhagavan luar biasa indahnya.
Bodhisattva yang memusatkan perhatian pada objek ini
Dikatakan terserap dalam keadaan meditatif (samapatti)."

Dengan cara ini tambatkan kesadaran pada objek (alambana) pilihan kita dan setelah melakukannya, tambatkan kesadaran secara berulang-ulang dan terus-menerus. Setelah menambatkan kesadaran dengan cara ini, selidikilah dan periksalah apakah kesadaran ditambatkan pada objek tersebut secara tepat. Juga periksalah keloyoan mental (laya) dan amatilah apakah pikiran terganggu oleh objek-objek eksternal.

Jika pikiran loyo karena mengantuk dan adanya ketumpulan (styana; mental torpor) atau jika kita khawatir keloyoan mental sedang muncul, pikiran harus diarahkan pada objek yang menyenangkan seperti gambaran seorang Buddha, atau secercah cahaya. Dalam proses ini, setelah menghilangkan keloyoan, kesadaran harus mencoba untuk mengamati objek dengan sangat jelas. Kita harus mengenali munculnya keloyoan ketika kesadaran tidak dapat melihat objek dengan sangat jelas, ketika kita merasa seolah-olah buta atau berada di tempat yang gelap atau ketika kita menutup kedua mata kita.
Jika saat bermeditasi, pikiran kita tertarik pada kualitas-kualitas dari objek-objek eksternal seperti bentuk, atau perhatian teralih pada fenomena lain, atau terganggu oleh keinginan terhadap objek yang telah kita alami sebelumnya, atau jika kita menduga gangguan sedang muncul, renungkanlah bahwa semua fenomena yang terbentuk bersifat anitya. Renungkanlah tentang duhkha, topik-topik yang menenangkan pikiran, dan sebagainya.

Dalam proses ini, gangguan harus dihilangkan dan dengan tali perhatian penuh (smrti) dan introspeksi (samprajnaya), pikiran yang seperti gajah liar harus diikat pada pohon pilar objek meditasi. Jika kita tahu bahwa pikiran bebas dari keloyoan (laya) dan gejolak (auddhatya; mental agitation) serta pikiran bersemayam pada objek secara apa adanya, maka kita harus mengendurkan usaha kita dan pertahankan kondisi netral selama hal ini terus berlanjut.

Kita harus mengerti bahwa shamatha baru tercapai ketika kita dapat memusatkan perhatian pada objek meditasi dalam waktu yang berkepanjangan dan mengalami kelenturan fisik dan mental, serta kesadaran mempunyai daya untuk berkonsentrasi pada objek yang dipilih.

 _/\_
The Siddha Wanderer

32
Temen-temen yang di Surabaya dateng yach.... ini kebetulan saya juga dapet undangan [tanpa undangan no problem], seklaian kumpul anggota DC Surabaya di sana.... haha....

Upacara Lian Huang Ratna Ksamayati
Tanggal 18, 19, 20 Juli 2009,
Pk. 08.30 sampai selesai, pk 12.00 perjamuan vegetarian

Upacara mengagungkan Sinar pratima Sakyamuni Buddha dan para Bodhisattva
Minggu, 26 Juli 2009
Pk. 09.30 WIB

Peresmian Gedung Vihara
Sabtu, 25 Juli 2009
Pk 10.00 WIB

Upacara dipimpin Presiden World Buddhist Sangha Council YM. Bhiksu Liao Cong Mahasthavira.

Tempat:
Vihara Mahavira Graha Surabaya
Jl. Pasar Besar Wetan No.8
Surabaya, Jatim

 _/\_
The Siddha Wanderer

33
It was agreed even by Colebrooke, however, that by the Puranic period - at least at the time of the writing of the Kalika-Purana, human sacrifice was accepted.[34] These two periods, however were separated by a period of increasing "embarrassment" in the use of violence in worship, contemporaneous with the Upanishads.

In the post-Puranic medieval period, however, it became increasingly common. In the seventh century, Banabhatta, in a description of the dedication of a temple of Chandika, describes a series of human sacrifices; similarly, in the ninth century, Haribhadra describes the sacrifices to Chandika in Orissa.

In other scriptures, Chandi is portrayed as "assisting" Kali in her battle with demon Raktabija. While Kali drank Raktabija's blood, which created new demons on falling on the ground; Chandi would desstroy the armies of demons created from his blood and finally killed Raktabija himself. The designation of Chandi or Chandika is used twenty-nine times in the Devi Mahatmya. It is the most common epithet used for the Goddess. In Devi Mahatmya, Chandi, Chandika, Ambika and Durga have been used synonymously

Killing for 'Mother' Kali
By Alex Perry atapur Monday, Jul. 22, 2002

Sumber: TIME MAGAZINE

For the magic to work, the killing had to be done just right. If the goddess were to grant Khudu Karmakar the awesome powers he expected from a virgin's death, the victim had to be willing, had to know what was happening, watch the knife, and not stop it. But even tranquilizers couldn't lull 15-year-old Manju Kumari to her fate. In his police confession, Karmakar says his wife, daughter and three accomplices had to gag Manju and pin her down on the earthen floor before the shrine. In ritual order, Karmakar wafted incense over her, tore off her blue skirt and pink T shirt, shaved her, sprinkled her with holy water from the Ganges and rubbed her with cooking fat. Then chanting mantras to the "mother" goddess Kali, he sawed off Manju's hands, breasts and left foot, placing the body parts in front of a photograph of a blood-soaked Kali idol. Police say the arcs of blood on the walls suggest Manju bled to death in minutes.
Human sacrifice has always been an anomaly in India. Even 200 years ago, when a boy was killed every day at a Kali temple in Calcutta, blood cults were at odds with a benign Hindu spiritualism that celebrates abstinence and vegetarianism. But Kali is different. A ferocious slayer of evil in Hindu mythology, the goddess is said to have an insatiable appetite for blood. With the law on killing people more strictly enforced today, ersatz substitutes now stand in for humans when sacrifice is required. Most Kali temples have settled on large pumpkins to represent a human body; other followers slit the throats of two-meter-tall human effigies made of flour, or of animals such as goats.
 
In secret ceremonies, however, the grizzly practice lives on. Quite simply, say the faithful?known as tantrics?Kali looks after those who look after her, bringing riches to the poor, revenge to the oppressed and newborn joy to the childless. So far this year, police have recorded at least one case of ritual killing a month. In January, in the southern state of Andhra Pradesh, a 24-year-old woman hacked her three-year-old son to death after a tantric sorcerer supposedly promised unlimited earthly riches. In February, two men in the eastern state of Tripura beheaded a woman on the instructions of a deity they said appeared in their dreams promising hidden treasures. Karmakar killed Manju in Atapur village in Jharkhand state in April. The following month, police dug up the remains of two sisters, aged 18 and 13, in Bihar, dismembered with a ceremonial sword and offered to Kali by their father. Last week on the outskirts of Bombay, maize seller Anil Lakshmikant Singh, 33, beheaded his neighbor's nine-year-old son to save his marriage on the advice of a tantric. Said Singh: "He promised that a human sacrifice would end all my miseries."

Far from ancient barbarisms that refuse to die, sacrifice and sorcery are making a comeback. Sociologists explain the millions who now throng the two main Kali centers in eastern India, at Kamakhya and Tarapith, as what happens when the rat race that is India's future meets the superstitions of its past. Sociologist Ashis Nandy says: "You see your neighbor doing well, above his caste and position, and someone tells you to get a child and do a secret ritual and you can catch up." Adds mysticism expert Ipsita Roy Chakaraverti: "It's got nothing to do with real mysticism or with spiritualism. It comes down to pure and simple greed." Tarapith in particular is a giant building site of new hotels, restaurants and stalls selling plastic swords and postcards of Kali's severed feet. Judging by the visitors here, Kali appeals to both rich and poor: the rows of SUVs parked outside four-star hotels belong to the ranks of businessmen and politicians lining up with their goats behind penniless pilgrims. ("The blood never dries at Tarapith," whispers one villager.)

There are no human sacrifices at the temple these days. But the mystique of ritual killing is so powerful that even those who actually don't perform it claim to do so. In their camp in the cremation grounds beside the temple, a throng of tantrics tout for business by competing to be as spooky as possible, lining their mud-walled temples with human skulls and telling tall tales of human sacrifice. "I cut off her head," says 64-year-old Baba Swami Vivekanand of a girl he says he raised from birth. "We buried the body and brought the head back, cooked it and ate it." He pauses to demand a $2 donation. "Good story, no?" While most of this is innocent, some followers, like Karmakar, are inevitably emboldened to take their quest for power to the extreme. Karmakar, like many others, was caught. But in the dust-bowl villages of India, where superstition reigns and blood has a dark authority, the question is how many other "holy men" have found that ultimate power still rests in the murderous magic of a virgin sacrifice.

 _/\_
The Siddha Wanderer

34
(Mi Le Jiu Ku Zhen Jing)

Mi-le Buddha's Scripture for rescue of Disaster

fo shuo mi le jiu ku jing

Sakyamuni's preaching about Mi-le Buddha's scripture for "rescue of disaster."

mi le xia shi bu fei qing

Mi-le's descending to world, it implies his heavy burden for converting people from getting lost and being destroyed in "The End of The World", namely, "Last Disaster". He should be here because of Heavenly Lao-Mu's Decree, so it shouldn't be ignored.

ling bao qi lu ling shan di

He received three treasures and lead the Tao, which is transmitted from Shan-dong Province of all masters collected.

nian hua ying zheng kao san sheng

We should be selected through serious test to be qualified, like that of Chia-yieh's smiling while he picked up flower, to imply that he earned the Tao celestially, with heart to heart.

luo zai zhong yuan san xing di

With three treasures to fall upon our "Heart" also call it "Crux", from this "Center" to achieve Tao.

da zheng si chuan wang tao xin

To testify that eyes, ears, nose, mouth of four windows should be closed, but not to allow our desires ceaselessly flooding; also to confirm our decision with determination, make the Tao heart as hard as nut core.

tian zhen shou yuan gua sheng hao

With two Buddha's help (Tian is Tian Jen Buddha, and Jen is Su en Buddha) they came to help "Mi-le" for achieving "perfect End" or "perfect Reaping", so that people can cancel house-hold from Hell, and register new life in Heaven.

deng dai shi zhi dian shen bing

The Great Tao choose Exact Hour to descend, meanwhile, Satan came to disturb our globe. That's why our ancestors wish their descendants to convert their souls; even creditors fight for claiming to whatever we may owe to them. That's why we are waiting for twenty eight stars to Defend the Heavenly Law.

yun lei zhen kai wu ji tu

Cloud is water, thunder is fire, we human-beings with reincarnated spirit to come to fetus, if not through pastors to introduce three treasures, how can we avoid reincarnation? God uses water and thunder to cleave "the fifth and sixth celestial stems" to insist His truth to root in deeply in our heart.

tian xia shen gui bu an ning

Just because it's such a precious Tao, that all gods and ghosts are eager to search for people with affinity to surpass and convert them. Since they have lost their bodies, it seems hopeless to be surpassed before the end of world, so all spirits are upset and impatient.

qin zai ren tian zhong hua mu

With hogging "symbolic seal", people will then think of Lao-Mu in Heaven. Usually we misunderstood that we came to the world from Hell, now that we have learned that Great Tao fell upon Republic of China, that our master's wife is called "China Sacred Mother."

jiu lian sheng jiao gui shang sheng

Since we can be testified as to ascend to nine Lily terrace, this is beyond any other religion, thus Heaven is secretly searching for sages to be implemented in Hand, for being number on concern of disciples.

tian hua lao mu cui yu xian

Tian is Li-tian; Hua is Lily; billion of people, are just like lilies waiting for Golden Thread to hook for disciples.

shou yuan xian hua zai gu dong

Right now we are catering widely converting period, for the "Achieving perfect Day " to come. The ancient sacred province "Shan-dong" is nation's special pearl, it always gets supernatural power to rescue the later day saints.

nan bei liang ji lian zong xu

The southern and northern factions are branched out. The sixth patriarch Hui-Neng insisted oral transmission, means to gain before cultivation; while Shen-Xiou insisted to cultivate before gaining. Mi-le Buddha reveals Heavenly tact: "What is unique?" Just that point at crux, then thousands of branches would be united as "One."

hun yuan gu ce zai zhong yang

After chaos, human being were born, people's soul (self-Buddha) is fallen by God. He chooses Crux, center of body to be Buddhist characters. Unless to be polluted by environment, we can register the way (center) of returning to Heaven.

lao mu jiang xia tong tian qiao

The more the developing of science, the more the ignorant of morality. Satan creates killing weapons, nuclear, rocket, to accelerate "end of the world." Our Lao-Mu just can't stand seeing the kind and the bad all destroyed at the same time. So She bestows a golden thread to our Crux to favor Her children to be passable to Heaven.

wu ying shan qian dui he tong

"The No Shadow Mountain" is also called "Spiritual Tower, Double Tree, or Purple Bamboo Wood King of Soul". Now we have received crux pointing, meanwhile should also receive symbolic seal, to be ready for passing through "Three Frontier Entrance to Heaven", to verify a guaranty from Lao-Mu (God).

ying er yao xiang gui jia qu

God calls us Children. We were all from the Mother, thus why we call ourselves the nine billion of "Heavenly Children". Lao-Mu mercifully tells if we wish to return to Li-tian, it is just the only one chance from the past sixty thousand years.

chi nian dang lai mi le jing

From last paragraphs we have learned two treasures, now we need one more; Mi-le's "Wordless Scripture." The real scripture should not be written down on any paper; if only we keep it in mind, and hug the symbolic child in heart, then "the three treasures" can be accomplished.

yong xin chi nian fo lai jiu

After soliciting to Tao, we should earnestly recite, and read wordless scripture silently. Any time we meet trouble, Mi-le Buddha would send fairies to rescue us, we have His words.

duo duo jin lian qu chao sheng

Each piece of Lily is symbol of Bai-yang cultivator. To finish learning in this world, we can have Lilies blossoming in Heavenly Ponds.

shi de xi lai bai yang zi

Definitely we affirm that Bai-yang Period is Mi-le Buddha to rule Heavenly Court, and Master Chang with his wife to be the two founders, thus we should be diligent under the Bai-yang Period.

xiang er dian tie hua cheng jin

Don't be fretful or give up yourselves, wait until you gain the "perfect symbol" of One, like one point at iron.

mei ri zhi xin chang chi nian

Obediently chant with our "Tao-heart" and "the Three Treasures", and recite daily, don't slow down.

san zai ba nan bu lai qing

All sorts of disaster or calamities won't attack us. There are three disasters: water, fire, wind; Eight calamities: drought, flood, hunger, plague, locust, fierce animal.

yao xiang cheng fo qin li bai

Not only to hug Tao in mind firmly, but also never keep distance with Altar. Try to convert people enthusiastically, to prove you are Buddha yourselves.

chang chi cong ming zhi hui xin

To use ears, eyes, to observe the changing world, also to observe thousands of religious attack, then to distinguish right from wrong.

xiu ting xie ren hu shuo hua

Lao-Mu's wise scheme said: even the fake master show up in Later Day, we should be alert to defend, don't pay attention to nonsense.

lao shuan yi ma nian wu sheng

Be calm and tie up our absent-minded idea, to connect our Tao heart to cater Heaven's Will, to grow patience and perseverance.

lao mu jiang xia zhen tian zhou

Lao-Mu bestows the wordless sutra, as if nothing is really left.

yong xin chi nian you shen tong

With all our heart to recite, to yield, Lao-Mu and angels would descend to answer your problems.

man tian xing dou dou xia shi

The moment catastrophes descend to curse the world, all gods with stars would descend to "East Dust World" to protect.

wu fang lie xian xia tian gong

Fairies from five directions would be away from Heavenly Palace, to relieve, all are mobilized.

ge fang cheng huang lai dui hao

All city gods will come to check house-hold, who ever gets serious in Tao, would be Heaven's beloved child, could be saved accordingly.

bao shi ling tong cha de qing

We have Law-protecting Officiate and Inspired Minor to report our activities.

san guan ci bei da di zhu

The three gods: Tian-guan to bestow blessing, Di-guan to spare our crime, and Shei-guan to get rid of our distress.

she zui san cao jiu zhong sheng

We can repent our sin, can be spared by Heaven if we work hard with seventy percent, God would make up another thirty percent, to achieve perfection.

jiu ku tian zun lai jiu shi

This is the period of Tao and distress existing at the same time also it's called clear up period, that is why we meet test, but not distress. Lao-Mu sends rescue God to overcome adversity.

qin dian wen bu jie di shen

The officiate god checks up one by one of the angels. Make sure to lead each one of them and rescue.

ba da jin gang lai hu fa

The eight great Jin-gang all descend to guard our altar, to assist Tao's Assignment.

si wei pu sa jiu zhong sheng

With Guan-yin, Yue-hui, Wen-shu, and Pu-sien, the four Great Bodhisattvas, all come to save this tumultuous world enthusiastically.

jin ling san shi liu yuan jiang

The officiate god also brings thirty-six powerful generals to come along to help.

wu bai ling guan jin sui gen

Another five hundred inspire officers to come to wait upon demand are all mobilized.

fu zhu mi le cheng da dao

You will see this time of disaster will be worse than nuclear power. It will be water, fire and wind all assemble together to support Mi-le's ruling over the Tao-plate.

bao you xiang er de an ning

In order to keep nine billion people from being destroyed, wish to give mankind peace and safe.

bei fang zhen wu wei jiang shuai

This period is specially for Tao and distress to fall together. Angels and Satan fighting against each other, so the Northern Military General comes to lead, to punish devils.

qing lian hong fa xian shen tong

The military general to show up in green face and red hair to frighten those Satan's soldiers and beat them down.

che qi zao qi zhe ri yue

Hang on the Black flag to cover the sky, to make it all in darkness, easy to subdue demons.

tou ding sen luo qi bao xing

The military general, He put on majestic crown, with Northern Seven Stars to shine upon His crown, ready to arm.

wei zhen bei fang wei shuai shou

His solemn appearance, with dignified spirit can suppress Satan's disciples.

su qing zhu e gua jia bing

Once the devils die out, they can't threaten with swords and knives any more.

da jiu yuan ren xiang er nv

Once the Northern Jen-wo Buddha to conquer all ghosts, He can save the nine billion Heavenly children of us.

huo guang luo di hua wei chen

This time of nuclear war is so awful, all creatures include buildings would become dust, except the cultivators.

si hai long wang lai zhu dao

In addition to army and air force, there should be torpedo, thus the ocean god will come to rescue.

ge jia xiang yun qu teng kong

All gods will drive the cloud to save those who would be on fleet on in the airline.

shi fang tian bing hu fo jia

Even all directions of Heavenly soldiers would come together to support Buddha to manage this period of Big Affair.

bao you mi le qu cheng gong

Wish to protect Mi-le Buddha's achievement in ruling the "Last Heavenly Plate."

hong yang liao dao gui jia qu

Hong-yang (red) Period is ruled by Sakyamuni, His assignment is achieved, and return to Heavenly Home already, so no one's family to hang His photo any longer.

zhuan dao san yang mi le zun

Right now the third period just to meet "The End of the World". After achieving in "perfect round", we have another ten thousand and eight hundred years to live till "shen-hui" this is to ratio people's morality in surpassing the test or net.

wu huang chi ling ji xia sheng

For the decree from Heaven, all gods hurry to earth to convert people. Like Tian-jen Buddha, Yue-hui Buddha, hastily and willingly.

shou fu nan yan qui zheng zong

In this third period, thousands of religions flood out, they are disturbing in East Earth of Tao-plate, Lao-Mu makes it reunion into One.

lai wang zao xia zhen yan zhou

The entire Heaven's workers to be back and forth to develop Tao-whoever wishes to go Home should be through real sutra.

chuan xia dang lai da zhang jing

This Da-zang Scripture shall be wordless and hidden. It is useless to recite from paper works.

ying er cha nv chang chi nian

Lao-Mu calls men as children, while calls women as innocent girls. She wishes this Da-zang Scripture should not be left behind. We should keep it in heart, and review it times and again.

xie shen bu gan lai jin shen

Just to read continuously, all evil spirits dare not come to cause trouble.

chi nian yi bian shen tong da

At least one reciting per day, you will be happy all day, you can cater strange wisdom.

chi nian liang bian de chao sheng

Twice a day in reciting, you will be calm down to cultivate Buddha's Nature, stop reincarnation.

chi nian san bian sheng gui pa

Three times a day in reciting, all spirits would be scared, and never come to you again.

wang liang xie mo hua wei chen

Mountain or water spirit will become dust, they cannot come to cause disturbance.

xiu chi jie nei xun lu jing

To solicit Tao, find out a nice path to follow, through this path can be led to perfection.

nian zi zhen yan gui fo ling

Silently recite the sutra, follow all regulations in altar, to own Buddha's quality.

nan wu tian yuan tai bao e mi tuo fo

Nan-mo means highest and noblest. Wu-ji is Tao's origination. Tian-yuan means to control one hundred twenty-nine thousand and six hundred years. Tai-bao means a rank in Heaven. Tai-bao can control Buddhas, Buddhist Laws, and Monks. Amitabha shines upon three thousands of Da-qian World. We'd  better Hymn to this title frequently.

 _/\_
The Siddha Wanderer

35
Ingin pesan?

Hub : Buddhist Education Centre Surabaya
031-7345135



 _/\_
The Siddha Wanderer


36
Mahayana / Pengaruh Mahayana pada Paritta Ettavata
« on: 24 March 2009, 08:18:51 PM »
Tahukah anda bahwa ada syair paritta Ettavata yang kerap kali dilantunkan umat Theravada sebenarnya berasal dari Mahayana?

Ya! Bahkan para sejarawan pun mengamini bahwa memang ada pengaruh Mahayana pada Paritta (Pirith) Theravada baik di Srilanka maupun Thailand.

"Devo varsatu kalena
Sasyasampattirastu ca
Sphito bhavatu lokasca
Raja bhavatu dharmikah."

(Bodhisattvacaryavatara bab X [Parinama] ayat 40)

Terjemahan Upasaka Pandita Sumatijnana:
"Semoga para dewa menurunkan hujan dengan teratur.
Sehingga panen akan berlimpah
Semoga raaj bertindak sesuai Dharma
Dan semoga semua orang di seluruh dunia sejahtera."


"Devo vassatu kalena
Sassa sampatti hetu ca
Pito bhavatu loko ca
Raja bhavatu dhammiko."

(Pali Gatha Ettavata)

Terjemahan Sangha Theravada Indonesia:
"Semoga hujan turun menurut waktunya.
Semoga tanaman tumbuh dengan subur.
Semoga dunia menjadi makmur.
Dan semoga pemerintah (raja) bertindak benar.


Para Peneliti berkata:

"Dalam semua kemungkinan, Bodhisattvacaryavatara adalah sumber dari gatha Pali ini (Ettavata)."
(Rangama Chandawimala Thero)

"Syair ini populer di antara Buddhis Sinhalese dalam ritual dan upacara mereka sampai sekarang. Sedikit yang tahu bahwa syair ini diambil dari Bodhisattvacaryavatara."
(D. Amarasiri Weeraratne)

Ternyata selama ini umat Theravada melantuinkan syair yang diucapkan oleh Bodhisattva Santideva.

Pengaruh Mahayana di Srilanka adalah sangat wajar sekali, karena dahulu ada sebuah vihara beraliran Theravada yang menjadi pusat pengajaran Mahayana dan Vajrayana yaitu Vihara Abhayagiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

37
Namo Buddhaya,
Vihara Berkah Utama Surabaya mengajak Bapak / Ibu/
Saudara/i se-Dhamma untuk menghadiri:

Perayaan Magha Puja 2009 / 2552 BE
Dhammadesana oleh: Y.M. Bhikkhu Cattamano

Minggu, 22 Februari 2009
Pk. 18.00 WIB
Di Vihara Berkah Utama
Jl. Genteng Muhammadiyah No. 43, Surabaya
Akan dihadiri oleh Bhikkhu Sangha

Bagi Bapak / Ibu/ Sdr/i yang ingin berdana Pelita untuk persembahan altar bisa berdana sebesar Rp. 25.000,- / pelita.
Ke Rek BCA: 014 244 8899. An: Tejapunno

Untuk memudahkan pengecekan, dana yang ditransfer mohon diakhiri dengan angka “9”. Contoh: Rp. 25.009,-
Untuk info dan konfirmasi dana silakan hubungi Call Centre VBU: 0857 32 857 268

 _/\_
The Siddha Wanderer

38
Ven. Zurmang Drukpa Rinpoche IV akan mengadakan acara persembahan pelita & puja doa aspirasi Marme-Monlam untuk perdamaian dunia di candi Borobudur - Jawa Tengah, Indonesia.

Dalam acara ini, selama 3 hari penuh dari pagi hingga malam hari akan dinyalakan lilin yang semuanya berjumlah 1 juta buah dan juga akan dilakukan puja yang langsung dipimpin oleh Y.M. Zurmang Drukpa Rinpoche bersama para bhiksu serta diikuti oleh para umat.

Latar belakang dari pelaksanaan acara ini adalah bermula dari ide Y.M. Zurmang Drukpa Rinpoche. Saat mengunjungi Candi Borobudur, Rinpoche berujar betapa beruntungnya bangsa Indonesia dan dunia karena memiliki Candi Borobudur. Melihat betapa agungnya Candi Borobudur dan terinspirasi oleh Kagyu Monlam yang biasanya dilaksanakan setiap tahun di Bodhgaya India, Rinpoche berkeinginan mengadakan puja doa aspirasi marme monlam yang serupa di Candi Borobudur dengan mempersembahkan 1 juta pelita dalam pelaksanaannya.

Kata “Monlam” berarti “aspirasi”. Secara umum Monlam berarti aspirasi atau keinginan yang mendalam untuk memberikan kebahagiaan kepada makhluk lain dan pada saat yang bersamaan juga meningkatkan akar kebajikan diri sendiri, serta melimpahkan pahala kebajikan demi manfaat bagi semua makhluk samsara. Di masa lalu, Buddha Sakyamuni membuat aspirasi untuk mencapai Pencerahan dan beliau mempersembahkan semangkuk sup. Semangkuk sup adalah hal yang tampaknya kecil, namun karena beliau mempersembahkannya dengan motivasi yang murni dengan aspirasi tertinggi untuk mencapai Pencerahan, maka berkahnya menyelimuti seluruh ruang dan memberikan manfaat kepada semua makhluk samsara.

Di dalam “Sutra Dinding Teratai” dikatakan bahwa doa aspirasi apapun yang dibuat di dekat stupa yang berisi salah satu relik Buddha, akan terkabulkan.

Nagarjuna yang termasyur mengatakan bahwa jika seseorang membuat doa aspirasi bersama dengan seorang Bodhisattva agung, hasil doanya akan begitu kuat sehingga ia dapat mengatasi penyakit dan terbebas dari bencana alam, serta dapat memurnikan karma buruknya.

Sekilas Candi Borobudur

Borobudur, yang terletak di Jawa Tengah, Indonesia, 40 mil arah barat laut dari Yogyakarta, merupakan salah satu Stupa Buddhis tertua dan terbesar di dunia. Karya besar ini terdaftar sebagai situs warisan dunia UNESCO dan menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Candi Borobudur adalah simbol Mandala dari 5 Keluarga Buddha, dan kualitasnya tidak ada bedanya dengan tempat-tempat suci Buddha lainnya yang ada di dunia.

Buddha Sakyamuni, di dalam “Sutra Nyanyian Brahma” yang menggambarkan Karma, mengajarkan bahwa ada 10 manfaat dari membuat persembahan pelita yakni menerangi dunia, memiliki penglihatan yang sempurna, mata dewa, memiliki kebijaksanaan untuk melihat perbedaan antara yang baik dan buruk, dapat melenyapkan kegelapan batin, memperoleh kebijaksanaan pemahaman, tidak berdiam dalam kegelapan, memperoleh pahala kebajikan yang besar, terlahirkan di alam dewa dan dapat mencapai Nirvana dengan cepat.

”Tantra Roda Chakrasambhava” menyebutkan: ”Untuk memperoleh siddhi yang sempurna, seseorang harus mempersembahkan 100 pelita.”

”Sutra Maitreya yang Terberkati” dalam bahasa Tibet menyebutkan bahwa mereka yang mempersembahkan 1.000 pelita akan bertemu dengan Buddha Maitreya dalam kehidupan mereka di masa mendatang, menjadi murid-muridNya untuk mendengarkan pemutaran roda Dharma yang pertama kali dari Buddha Maitreya.

”Sutra tentang Penjelasan Buddha akan Manfaat Persembahan Pelita” menyebutkan bahwa mereka yang mempersembahkan pelita akan mengumpulkan pahala kebajikan yang tidak terbatas, yang hanya diketahui oleh Buddha, tidak akan diketahui bahkan oleh mata dewa, naga, para bijaksana, para pandita, para pendengar dan Pacceka Buddha.

Oleh karena itulah, dengan didasari oleh aspirasi dan motivasi yang murni, semoga Borobudur Monlam Puja dan persembahan 1 juta pelita dapat memberikan berkah bagi keharmonisan dan perdamaian di dunia termasuk Indonesia, dan memberikan manfaat bagi semua makhluk samsara guna mendapatkan kebahagiaan sejati.

Adapun jadwal acara Persembahan Pelita & Puja Doa aspirasi Marme Monlam untuk Perdamaian Dunia di Candi Borobudur Indonesia dari tanggal 6-8 Maret 2009 adalah :

Jumat, 6 Maret 2009
 
Sesi Pagi
06.00 WIB – 08.30 WIB    Puja
08.30 WIB – 09.30 WIB    Sarapan

Sesi Siang
09.30 WIB – 11.30 WIB    Puja
11.30 WIB – 14.00 WIB    Makan siang & Istirahat
 
Sesi Sore
14.00 WIB – 17.00 WIB    Puja
17.00 WIB – 18.00 WIB    Istirahat
 
Sesi Malam
18.00 WIB – 21.00 WIB     Puja
21.00 WIB    Istirahat malam & Tidur
 
Sabtu, 7 Maret 2009
 
Sesi Pagi
06.00 WIB – 08.30 WIB   Puja
08.30 WIB – 09.30 WIB   Sarapan
 
Sesi Siang
09.30 WIB – 11.30 WIB   Puja
11.30 WIB – 14.00 WIB   Makan siang & Istirahat
 
Sesi Sore
14.00 WIB – 17.00 WIB   Puja
17.00 WIB – 18.00 WIB   Istirahat
 
Sesi Malam
18.00 WIB – 21.00 WIB   Puja
21.00 WIB    Istirahat malam & Tidur
 
Minggu, 8 Maret 2009
 
Sesi Pagi
06.00 WIB – 08.30 WIB   Puja
08.30 WIB – 09.30 WIB   Sarapan
 
Sesi Siang
09.30 WIB – 11.30 WIB   Puja
11.30 WIB – 14.00 WIB   Makan siang & Istirahat
 
Sesi Sore
14.00 WIB – 17.00 WIB   Puja
17.00 WIB – 18.00 WIB   Istirahat
 
Sesi Malam
18.00 WIB – 21.00 WIB   Puja
21.00 WIB    Istirahat malam & Tidur

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi panitia di:

Jakarta
Livena - 08128541458
Jonhson - 081310678933
Fery - 08179808220
Yabin - 087877575138 

Semarang
Redy - 08122868689
Kimin - 0811278686

Surabaya
Tukiman - 0811842290
Junaidi - 0818370568

Medan
Aliong  - 0816306478
Siau Ing - 0811605679
Afang - 061-76511313

Palembang
Andy - 08163280688
David - 0711-364218

 _/\_
The Siddha Wanderer

39
Saya sangat kagum pada Ven. Sheng yen, tidak menyangka bahwa beliau telah tiada...  :'(

Beliau wafat tanggal 3 Februari 2009, hari ini.

Dr Dharmajala:



Shi Kung Sheng Yen telah wafat.
Semoga segala jasa dan kebajikan yang kita kumpulkan hingga saat ini, melimpah kepada Shi Kung Sheng Yen. 
Semoga Shi Kung kembali ke dunia untuk melanjutkan ikrar Bodhisattva-Nya.   

Semoga segala jasa dan kebajikan yang kita kumpulkan hingga saat ini, melimpah kepada semua makhluk. Semoga semua makhluk merealisasi ke-Buddha-an.

 _/\_
The Siddha Wanderer

40
Arsitektur Buddhis / Lingshan Fangong, Beautiful Buddhist Palace
« on: 01 February 2009, 09:28:14 AM »
Gile... nih tempat bagus buanggettt..... tempatnya di Tiongkok...

Lingshan Fangong ini akan menjadi tempat dilangsungkannya Second World Buddhist Forum, yaitu forum Buddhis se-dunia yang akan diadakan di Tiongkok untuk kedua kalinya.





The Dome



Planetarium



Porch



Exterior



Realm of Lotuses



Mandala



Landscape



 _/\_
The Siddha Wanderer

41
Kita mengetahui putri duyung kebanyakan dari film kartun Little Mermaid dan film-film fantasi lainnya. Di Asia, ternyata juga ada kisah Putri Duyung atau biasa disebut Mermaid atau Siren. Legenda Mermaid ada pada banyak kultur. Di antara neo-Taino di Karibia, mermaid dikenal dengan nama Ayacayia, sebagai Jengu di Kamerun, Merrow di Irlandai dan Skotlandia, Russalkas di Russia dan Ukraina, Oceanids dan Naiads di Yunani, Siren di Yunani dan Filipina, Mami Wata di Afrika. Kisah mermaid juga ada di Arabian Nights.

Ningyo



Ada banyak kisah duyung dari Jepang yang berkaitan dengan agama Buddha dan Shinto. Duyung (mermaid) di Jepang disebut Ningyo (manusia-ikan 人魚). Ningyo ada pula yang laki-laki dan ada yang wanita. Mereka dapat hidup baik di air tawar maupun air asin (laut). Mulutnya seperti monyet dengan gigi kecil tajam seperti ikan, sisiknya berwarna emas mengkilap dan suaranya seprti skylark atau seruling. Dikatakan dalam legenda, bahwa dagingnya terasa enak dimakan dan siapapun yang memakannya akan menndapatkan umur yang sangat panjang layaknya hidup abadi. Ningyo shinko (agama mermaid) banyak ditemukan di Jepang. Catatan tertua mengenai duyung (mermaid) ada pada Nihonshoki pada tahun 619 M, masa pemerintahan kaisar Suiko. Menangkap seekor ningyo dianggap dapat medatangkan badai dan kesialan, sehingga para nelayan yang menangkap ningyo, mengembalikannya kemabli ke laut. Ketika ada ningyo yang terdampar di pantai, maka itu adalah tanda-tanda perang atau bencana. Namun tak kurang pula kisah-kisah mengenai duyung yang membantu atau menyelamatkan manusia di Jepang.

Shotoku Taishi dan Mermaid



Kisah yang akan kita bahas satu ini berbasis pada legenda kuno 1.400 tahun lalu. Satu kisah yang berasal dari kisah kepercayaan Shinto di Kota Fujinomiya dekat kaki Gunung Fuji, Jepang.

Di salah satu Kuil Shinto di Fujinomiya tersimpan sebuah mumi duyung (mermaid) setinggi 170 cm berusia 1.400 tahun. Ini merupakan salah satu mumi duyung tertua dan terbesar yang kini masih tersimpan di Jepang.

Dari bentuknya mummi duyung berpenampilan menyeramkan, berkepala besar, bundar, dan botak, hanya sejumput rambut yang tumbuh di depan kepala sampai ke hidungnya. Mata dan mulutnya tampak terbuka. Ia memiliki sepasang tangan dengan kuku yang tajam (20 cm).

Setengah tubuh bagian atas menyerupai manusia dan setengah bagian di bawah menyerupai ekor ikan. Namun, struktur tulangnya tidak diketahui pasti bagaimana bentuknya karena belum pernah diteliti.

Legenda mengenai duyung monster ini muncul pada masa Putra Mahkota Jepang Shotoku (Shotoku Taishi) di tahun 574-622 Masehi, seorang Buddhis yang sangat taat dan dianggap beberapa orang sebagai titisan Avalokitesvara. Saat itu Shotoku berjalan melintas tepian Danau Biwa. Saat ia menyepi tiba-tiba muncul sesosok monster dari dalam danau yang berseru pada Shotoku bahwa ia adalah seorang nelayan yang dikutuk menjadi monster duyung bertubuh setengah orang setengah ikan, karena perbuatan di masa lalunya yang sering membunuh hewan untuk disantap.

Ia mengaku baru memahami kekeliruannya dan berharap agar ia menjadi peringatan bagi seluruh manusia agar tidak melakukan pembunuhan terhadap satwa. Pesan ini disampaikan untuk dunia di masa depan. Karena itu monster tersebut minta agar ia (setelah mati nanti) dikeringkan dan ditempatkan disebuah kuil sebagai peringatan bagi umat manusia.

Setelah menyampaikan pesan-pesan itu monster duyung itu kemudian meninggal. Shotoku kemudian merenungkan ucapannya itu dan mengeringkan duyung tersebut menjadi mummi. Sesuai permintaan sang duyung, putra mahkota mendirikan sebuah kuil untuk mummi sang duyung. Kuil yang dimaksud adalah Vihara Kannon Shoji, sebuah vihara yang diperuntukkan bagi Avalokitesvara

Selama 1.400 tahun mummi ini berpindah-pindah tangan sampai akhirnya ditempatkan di Kuil Shinto di Fujinomiya hingga kini. Keberadaan mummi ini dihubungkan dengan kepercayaan yang berpantang membunuh satwa alias hidup ala vegetarian.

Happyaku Bikuni (八百比丘尼)/ Shira Bikuni / Yaobikuni



Cerita kedua adalah mengenai Yaobikuni. Seorang anak perempuan terlahir di sebuah keluarga kaya pada abad ke-7 M dan sangat dikagumi kecantikannya, terutama kulitnya ya seputih dan sehalus salju.

Ayahnya adalah seorang nelayan di propinsi Wakasa. Suatu hari, ayahnya pergi memancing, namun tersapu ke tengah laut. Selama berhari-hari ia berlayar dengan perahu kecilnya dan akhirnya ia menemukan pantai putih di mana terdapat dua orang wanita yang memberinya isyarat.
“Raja kami telah menunggumu. Kami akan memimpin jalan”, salah satu dari mereka berkata. Kemudian mereka membawanya ke istana.

Disambut oleh raja dan ratu, ia dijamu dengan makanan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ia sangat kelaparan dan tak bisa menolak jamuan makanan tersebut kecuali daging yang berwarna putih dan berlemak. “Apa ini?”, ia bertanya.

“Oh, itu adalah daging mermaid (ningyo)”, sang raja memberitahunya. “Enak dan dapat memberikan kemudaan abadi dan umur panjang. Silakan mencobanya. Namun ia tetap tidak dapat membawa diri untuk mencobanya.

Ketika ia akhirnya meninggalkan istana, sang raja dan ratu memberinya sebuah kotak berisi daging mermaid. Ketika ia kembali ke kotanya, orang-orang sangat gembira melihatnya kemabli. Mereka kemudian mengadakan pesta.

“Aku membawa sesuatu yang baru untuk kalian,” ia berkata pada teman-teman dan keluarganya, menawarkan pada mereka daging mermaid tetapi tidak ada satupun yang menyentuhnya kecuali anak perempuannya, yang mencoba daging tersebut dengan satu gigitan, tanpa diketahui siapapun. Kemudian anaknya pun berumur 16 tahun.

2 tahun kemudian, 10 tahun kemudian, anak perempuan tersebut tidak kelihatan bertambah tua. Ia tetap awet muda dan secantik ketika ia berumur 16 tahun. Orang-orang kemudian heran dengan apa yang terjadi padanya. Ayahnya kemudian sadar bahwa anaknya telah memakan daging mermaid yang ia bawa dari istana.

Semua teman-temannya telah meninggal, namun ia tidak bertambah tua sedikitpun. Sedih akan nasibnya, pada umur 120 tahun ia bertekad untuk menjalani hidup sebagai Bhiksuni. Kemudian ia melakukan perjalanan, menghabiskan 50 tahunnya di sini dan 100 tahunnya di sana sampai akhirnya ia kembali ke rumah pada tahun 1400 M.

Pada saat umurnya mencapai 800 tahun, ia membuat rumah di gua dekat Vihara Kuinji di mana ia menanam bunga camellia putih. Ia berkata pada bunga-bunga tersebut,”Ketika kamu berubah menjadi merah, akhirnya saya akan meninggal.” Ia meninggal di Vihara Kuinji, perfektur Fukui. Dan mulai saat itu ia dipanggil Happyaku Bikuni yang berarti Bhiksuni berumur 800 tahun. Legenda ini kemudian diturunkan dari generasi ke generasi di Obama, Wakasa, perfektur Fukui.

Menurut legenda, Bhiksuni tersebut mengunjungi banyak tempat dan provinsi di Jepang dan ikut dalam berbagai kejadian sejarah. Ia selalu membawa bunga camellia putih. Pada musim panas tahun 1449 Yaobikuni datang ke kota dan medirikan sebuah toko di Aula Jizo di Nishidoin untuk membabarkan Saddharmapundarika Sutra. Saddharmapundarika Sutra adalah sutra yang spesial bagi wanita di Jepang, karena menjanjikan pencerahan bagi kaum wanita. Dalam otogizoshi tahun 1480 berjudul Hitsuketsu no monogatari. Karakter utamanya adalah tanuki (anjing rakun) yang menyamar sebagai manusia. Ia dan teman-temannya menemukan bahwa sekumpulan besar orang sednag berkumpul di Kuil Nishidoin di mana seorang Bhiksuni dari Wakasa sedang berceramah. Bhiksuni tersebut tinggal di Aula Jizo (Ksitigarbha) di Omine. Kemudian Yaobikuni melambaikan tangan pada Tanuki dan dua temannya, mengajak mereka dalam suatu percakapan agama dan bercerita pada mereka tentang asal muasal berbagai profesi, seni dan teknologi. Ia juga bercerita pada Tanuki dan kedua kawannya tentang kisah dirinya. Walaupun ia tampak sebagai nenek berumur 80-90 tahun, namun sebenarnya ia berumur 900 tahun. Yaobikuni berkata bahwa banyak orang memanggilnya sebagai “Happyaku Bikuni-bhiksuni berumur 800 tahun”, namun sebenarnya ia dikenal dengan nama “Shirabikuni - Bhiksuni putih dari Wakasa” dan ia menjadi murid Hotto kokushi ketika ia mengunjungi kuilnya, Yura no tera, pada saat perjalanan menuju Kumano. Banyak orang yang berlomba untuk melihat dirinya.

"She caused quite a stir as people battled to catch a glimpse of her. Travelling with an entourage of some twenty nuns (bhiksuni), she charged admission on a sliding scale with rates of one hundred sen for the rich; ten for the poor."

Versi legenda yang berbeda-beda tetap eksis di 115 kota saat ini. Dalam versi lainnya, seorang nelayan menangkap sendiri ningyo dilaut dan mengundang teman-temannya untuk mencobanya. Namun di antara teman yang diundang, diam-diam melihat ke dapur dan kaget melihat bahwa makanan yang akan disajikan adalah ikan berkepala manusia. Kemudian ia memberitahukan yang lain agar tidak memakan daging tersebut. Setelah nelayan tersebut selesai memasak, teman-temannya diam-diam membungkusnya dalam kertas dan berniat membuangnya dalam perjalanan kembali ke rumah. Namun satu orang laki-laki yang mabuk karena sake, lupa membuang ikan tersebut. Laki-laki tersebut mempunyai seorang anak perempuan. Yang menginginkan hadiah darinya ketika ia pulang. Tanpa sadar ia memberi daging ikan tersebut pada anaknya. Namun setelah itu ia sadar dan berusaha mencegah anaknya untuk makan karena takut anaknya akan keracunan, namun semuanya tsudah terlambat, anaknya telah memakan habis ikan ningyo tersebut. Namun karena tidak terjadi apa-apa pada anaknya, sang ayah membiarkannya. Namun tak disangka, ternyata daging ningyo tersebut membawa dampak umur yang sangat panjang.

Ketika sudah agak dewasa, ia menikah. Orang-orang yang dicintainya termasuk suaminya bertambah tua dan meninggal sedangkan ia tetap muda . Ia menjadi sangat sedih dan heran mengapa hidupnya ini sangat menderita. Kemudian ia pun menjadi Bhiksuni, berharap dapat menghapus karma buruknya dan akhirnya setelah 800 tahun ia meninggal di rumahnya di Wakasa. Cerita tersebut kemudian menyebar ke Hokuriku, Nihonkai dsb.

Cerita Yaobikuni tersebut mengingatkan kita agar kita dapat menjalankan hidup kita yang singkat ini dengan sebaik-baiknya.

Mumi-Mumi lain





Mumi-mumi duyung yang lain ada di Vihara Zuiryuji di Osaka, di mana dalam Vihara itu juga disimpan mumi Kappa dan seekor naga kecil. Selain itu ada juga di Vihara Myouichi di kota Kashiwazaki, perfektur Niigata. Panjang mumi duyung di vihara tersebut kurang lebih 30 cm dan tangannya diangkat dekat dengan pipinya, sebagaimana halnya mumi-mumi duyung lainnya di Jepang. Dan satu lagi di Vihara Karukayado di luar kota Hashimoto, perfektur Wakayama dengan mumi duyungnya sepanjang kurang lebih 50 cm dengan gigi-giginya yang tajam yang terlihat dari mulutnya yang terbuka. Mumi ningyo dewasa ada di Vihara Yasakaji di Gunung Yasaka, Pulau Shikoku, Jepang. Mumi mermaid baik besar maupun kecil berada di Aula Goma-Dou. Vihara ini adalah salah satu dari 88 ziarah Shikoku.

Legenda lain di berbagai negara Buddhis

Di Kamboja terdapat legenda mengenai kisah percintaan antara Hanuman dan seorang mermaid bernama Sovann Macha, ratu dari para duyung. Sedangkan di Thailand, kisah mermaid yang saling jatuh cinta dengan manusia dan juga mempunyai anak bernama Sud Sakorn ada dalam cerita epik Phra Abhai Mani yang ditulis Sunthorn Phu, seorang Buddhis yang taat dan pujangga terbaik Thailand. Ia menjalani hidup ke-Bhikkhuan di masa-masa akhir hidupnya di Wat Thepthidaram.

 _/\_
The Siddha Wanderer

42
Di banyak kelenteng-kelenteng, bisa kita lihat altar Dewa Taois yang berasal dari Nan An, Quanzhou, Fujian ini.

Guangze Zunwang (Sheng Wang) pada mulanya adalah seorang anak laki-laki bernama Guo Zhongfu yang mencapai tingkat ke-Dewaan di usianya yang masih muda. Beliau sangat berbakti kepada orang tuanya. Konon Beliau memiliki istri bernama Miaoying Xianfei.

Dari Quanzhou, Fujian, ini terdapat Tiga orang Suciwan yang dipuji mewakili 3 agama (Sanjiao):
1. Bhiksu Qingshui Zushi mewakili agama Buddha
2. Baosheng Dadi mewakili agama Tao
3. Guangze Zunwang mewakili agama Khonghucu

Waktu kecil saya seringkali bersembahyang di kelenteng TITD Hong San Ko Tee, Surabaya... saya bahkan diangkat menjadi "anak" (Guo Fang - Kwee Pang) Guangze Zunwang.

Namun tentu, setelah saya mengambil perlindungan pada Triratna, saya adalah seorang "anak" atau "putra" Buddha. Saya tidak lagi berlindung pada Dewa Dewi Taois maupun Khonghucu.

Sebagai wujud bakti saya, karena walau bagaimanapun, saya pernah diangkat menjadi "anak" Beliau dan saya sendiri pernah merasakan berkah dari Beliau, maka setahun yang lalu saya merangkum riwayat Beliau dan menerbitkan sebuah buku Riwayat Guangze Zunwang:



Yang paling mengejutkan, saya menemukan berbagai kaitan kisah Beliau dengan agama Buddha:


Gambar para Bhiksu menghormati Guangze Zunwang dan putra-putranya

Asal muasal dari 13 anak Guang Ze Zun Wang ini adalah tangisan bayi yang terdengar beberapa hari oleh para Bhiksu Sangha di Kuil Feng Shan Si. Tangisan bayi tersebut terdengar dari kamar Sheng Mu. Para Bhiksu (和尚) segera ke kamar Sheng Mu, namun tidak menemukan apa-apa. Malamnya, Sheng Mu (Miao Ying Xian Fei) memberitahu Bhiksu Kepala (Mahasthavira), bahwa suara tangisan tersebut berarti menandakan kelahiran anaknya sebagai hasil dari pernikahannya dengan Guo Sheng Wang. Sheng Mu juga menambahkan, “ Anda dapat mengambil gundukan tanah merah dibawah ranjang naga untuk membuat patung anak-anakku”.

Akhirnya diketahui bahwa tangisan tersebut adalah tanda kelahiran para Tai Bao. Para Bhiksu selalu mengingat-ngingat perkataan Sheng Mu. Begitu terdengar tangisan bayi, para Bhiksu mengambil tanah merah dari bawah ranjang naga untuk dibuat arca para Tai Bao. Di tahun yang berbeda-beda, selama 13 kali tangisan tersebut terdengar dan sebanyak 13 gundukan tanah merah diambil dari ranjang naga. Maka dari itu Guang Ze Zun Wang dan Miao Ying diceritakan memiliki 13 anak Tai Bao.

Kuil Asal Guangze Zunwang dan Agama Buddha

Setelah Guo Zhongfu meninggal, maka dibangunlah kelenteng sebagai penghormatan baginya, yaitu Fengshan Si.

Luas Feng Shan Si kira-kira 16 Zhang. Bangunan dibagi menjadi tiga. Di ruangan bagian timur terdapat persembahyangan untuk Si Zunwang (锶尊王) dan Zun Feixiang (尊妃像). Sedangkan di ruangan sebelah Barat terdapat persembahyangan bagi Sakyamuni Buddha (释迦牟尼佛) dan Avalokitesvara Bodhisattva (南海观音佛). Di ruangan tengah, barulah terdapat altar untuk Guangze Zunwang dan pengikutnya yang lain-lain bernama  Chong De Hou (崇德侯)、 Xian You Hou (显佑侯)、 Huang Tai Wei (黄太蔚)、 Chen Jiang Jun (陈将军), dan Gong Yu Wang (功于王). Mereka adalah orang-orang yang berjasa. Selain itu ada juga ukiran 18 Arahat(十八罗汉), naga dan lukisan riwayat hidup Guo Sheng Wang. Secara umum Kuil Feng Shan Si ini bersifat Tridharma, di mana di dalamnya dihormati para Dewa Taois, Buddha dan Bodhisattva.
Pintu Kuil Feng Shan Si tingginya 1,4 zhang dan terdapat 30 kamar untuk tempat tinggal para Bhiksu. Pada zaman Dinasti Ming, hidup seorang pelajar yang bernama Yong Chen. Ia memberikan papan puisi di atas kelenteng yang bertuliskan “Feng Shan Lan Sheng (风山览胜)”. Beberapa arsitektur Feng Shan Si menyerupai burung Feng (Phoenix).

Sedangkan, di tempat kelahiran Zhong Fu, didirikan kelenteng “Long Shan Gong” (龙山宫) atau disebut juga sebagai “Xia An Gong” (下庵宫). Di sana dipuja beberapa Dewa, di antaranya Guang Ze Zun Wang dan istrinya, Da Tai Bao / Tai Zi Wang (anak pertama Sheng Wang), Tai Zi Fei, Tai Fei (ibu Sheng Wang), Tai Wang (ayah Sheng Wang), Kai Min Wang, Wen Dou Kui Xing, Fu De Zheng Shen (Dewa Bumi), Guan Yin Fo Zhu (Avalokitesvara Bodhisattva), Qing Shui Zu Shi (Bhiksu Qingshui), Lin Dao Zu Shi, Chong Quan Zu Shi, Dewi Zhu Sheng Niang Niang, Ma Jiang Jun (Jenderal Ma), Hu Fa Wei Duo Zun Tian Pusa (Dharmapala Skandadeva Bodhisattva) dan Qie Lan Pusa (Sangharama / Satyadharma Bodhisattva). Biasanya para peziarah terlebih dahulu mengunjungi Long Shan Gong, kemudian barulah dilanjutkan mengunjungi Feng Shan Si.

Pemujaan Guangze Zunwang oleh Perantauan

Diceritakan sebelum para perantau berangkat ke Asia Tenggara, Eropa dan berbagai belahan dunia, mereka tak lupa untuk bersembahyang terlebih dahulu pada Guo Sheng Wang di Feng Shan Si. Setelah itu arca, bendera dan abunya juga dibawa oleh mereka. Waktu itu ada 10 orang lebih yang naik kapal mengarungi Laut Cina Selatan. Tiba-tiba ada angin besar yang bertiup dan airnya mulai bergejolak, oleh karena itu kapal mulai oleng. Namun para perantau tersebut semuanya membawa sembahyangan Sheng Wang. Tak lama kemudian, kapal tiba-tiba menjadi tenang dan angin ributpun mereda. Mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya tiba pada tujuan. Setelah sampai, mereka semua beranggapan bahwa berkat bimbingan dan perlindungan Sheng Wang-lah, mereka dapat sampai di tujuan dengan selamat. Oleh karena itu, mereka juga menjuluki Sheng Wang sebagai “Buddha Mata Putih, Dapat melihat (Pandangan-Nya) Jauh dan Luas” (Bai Mu Fo, Yi Wai Jian -白目佛,益外境).

Orang-orang yang berasal dari Nan An selalu membawa serta arcanya, bendera serta abunya ketika bepergian apalagi ketika pindah ke negeri lain. Mereka meyakini bahwa Sheng Wang dapat melindungi para perantau agar selalu sehat jasmani dan rohani, serta bisnis yang dijalankan mulus. Banyaknya kelenteng wilayah utara Jawa yang memujanya menunjukkan banyaknya warga Nan An yang pernah tinggal di daerah itu. Guo Sheng Wang sangatlah mencintai rakyatnya, maka bagi orang-orang Nan An ia diyakini sebagai Buddha yang melindungi mereka (擋境佛).

Kalau mau tahu lebih lengkap silakan baca bukunya.... kalau di Sby bisa diambil di TITD Hong San Ko Tee...



Nian Jing dari Guangze Zunwang yang banyak sekali kata-kata "Buddha" (Fo).

 _/\_
The Siddha Wanderer

43
Sutra Mahayana / Prajnaparamita Ekashari Sutra
« on: 21 November 2008, 06:39:23 AM »
Terpujilah Prajnaparamita!

Demikianlah yang telah kudengar: Pada suatu waktu Sang Buddha berdiam di Rajagrha, di Gridhakuta, bersama-sama dengan sekumpulan besar bhiksu, dengan 1.250 bhiksu dan para Bodhisattva yang tidak terhitung. Pada waktu itu, Sang Buddha berkata pada Yang Arya Ananda, dan berkata:

"Ananda, terimalah, demi kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk, Prajnaparamita dalam satu huruf ini, [yaitu] huruf 'A'."



Demikianlah Sang Buddha telah bersabda. Yang Arya Ananda, sekumpulan besar para bhiksu, kumpulan para Bodhisattva, dan seluruh dunia dengan para dewa-dewanya, para asura, dan para gandharva, [semuanya] bergembira mendengar ajaran Sang Buddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer

44
Di Goa Dunhuang, ditemukan sebuah "mo" yaitu sebuah teks manuskrip Tibetan yang bersifat Buddhis (yang terkena pengaruh Nestorian), di mana di dalamnya terdapat tulisan tentang Yesus:

"Manusia, temanmu adalah seorang dewa bernama "Yesus Mesiah". Ia bertindak layaknya Vajrapani [Bodhisattva] dan Sri Sakyamuni [Buddha]. Ketika gerbang tujuh tingkat surga telah terbuka, engkau telah menyelesaikan yoga yang akan engkau terima dari penghakiman di tangan kanan Tuhan. Karena ini, lakukanlah apa yang engkau mau, tanpa malu, ngeri ataupun takut. Engkau akan menjadi seorang penakluk, dan tidak ada lagi iblis dan roh-roh yang mengganggu. Siapapun yang mencetak 'mo' ini, akan sangat bagus."

Dalam Taisho Tripitaka No.2142 ditemukan sebuah teks Kristiani Nestorian yang berjudul "Sutra Yesus Messiah" (序聽迷詩所經) yang diterjemahkan oleh Bishop Abraham pada tahun 645 M. Di sana banyak ditemukan kata-kata "Buddha":

"Semua Buddha beserta Kinnara dan Deva tingkat tinggi dan para Arahat dapat melihat Penguasa Surga [Tuhan], namun tidak ada manusia yang telah melihat Penguasa Surga"

"Semua Buddha mengalir dan terus berubah... namun Penguasa Surga selalu tetap berdiam di tempat yang bahagia dan damai."

"Sang Messiah [Yesus] dikelilingi oleh para Buddha dan Arahat."

"Sesungguhnya, Tuhan itu seperti Angin (Roh Kudus). Semua guru-guru agung seperti para Buddha digerakkan oleh Roh Kudus ini dan tidak ada tempat di dunia di mana Roh Kudus ini tidak mencapainya maupun bergerak."


Dari kutipan-kutipan di atas jelas bahwa Nestorian memandang Sang Buddha dan para Arahat sebagai para Suci yang bergabung dalam Kerajaan Sorga, bahkan bagian dari Trinitas.

Namun, Nestorian tetap mempertahankan keyakinan mereka sebagai umat Kristiani di mana keselamatan hanya diperoleh melalui Yesus:

"Ketika orang-orang takut mereka memanggil nama Buddha. Banyak rakyat yang masih bodoh dan menyedihkan. Tuhan adalah Roh yang Kudus. Tuhan selalu berada di samping mereka yang percaya. Ini adalah Sutra-sutra. Orang-orang berkata bahwa mereka tahu siapa Tuhan namun [sebenarnya] mereka tidak. Di dalam sifat-Kebuddhaan berkah diberikan, dan dengan berkah ini datanglah pengertian yang jelas dan mendalam yang mengangkat kita dari antara mereka yang bodoh."

"Buddha menciptakan penderitaan dan kepahitan Buddha sendiri."

"Tuhan menderita kesengsaraan yang amat sangat sehingga semuanya dapat terbebas dari karma, karena tidak ada orang yang berada di luar prinsip ke-Buddhaan ini. Mereka yang berbuat baik akan diberkati dan beruntung, namun mereka yang jahat akan menderita."

"Jika kamu tidak takut akan Tuhan, bahkan jika kamu hidup dengan Dharma Sang Buddha, engkau tidak akan terselamatkan. Tentu saja, engkau akan dihitung sebagai salah satu di antara pengkhianat."


 _/\_
The Siddha Wanderer

45
Mahayana / Berbagai Macam Versi 10 Tingkatan Bodhisattva
« on: 02 November 2008, 08:00:11 AM »
Dalam Mahavastu [salah satu kitab tradisi Mahasanghika, abad 2 SM], Kasyapa dikisahkan meminta Katyayana untuk menjelaskan 10 tingkatan Bodhisattva:

1. Duraroha.
Pada tahap ini seorang Bodhisattva melatih kualitas dari pembebasan, welas asih, keyakinan, kerendahan hati, belajar semua sastra, kepahlawanan, semangat, meninggalkan keduniawian dan keteguhan.

2. Baddhamana
Para Bodhisattva pada tingkat ini tidak menyukai keberadaan dan mereka memiliki 20 ciri-ciri khusus yaitu baik hati, manis dan lain-lain

3. Pushpamandita.
Bodhisattva pada tingkat ini mengorbankan harta dan diri mereka untuk mendapatkan satu syair Dharma

4. Rucira.
Bodhisattva tidak lagi melakukan pelanggaran yang besar pada tahap in dan terlahir di alam para dewa tingkat tinggi.

5. Citravistara
Bodhisattva memandang semua keberadaan dibakar oleh api nafsu, kebencian dan kebodohan batin

6. Rupavati.
Tidak ada dua Buddha di satu tanah Buddha, namun ada Buddha dengan jumlah yang tidak terbatas di berbagai alam semesta

7. Durjaya.
Pikiran Bodhisattva pada saat ini sepenuhnya terkendali. Lewat welas asih mereka dapat menuju ke tingkatan berikutnya, di mana tiga tingkatan berikutnya berjalan seperti seorang pangeran ketika menjadi Cakravartin.

8. Jammanidesa.
Pada tingkatan ini Bodhisattva dipandang sebagai Buddha. Mereka fasih dalam ajaran dan merupakan guru-guru agung.

9. Yauvarajya.
Disebutkan nama-nama dari para Buddha [Bodhisattva yang dianggap sebagai Buddha]

10. Abhisheka.
Bodhisattva terlahir di Surga Tusita dan menunggu kelahiran di alam manusia sebagai Samyaksambuddha.

Dalam Pancavimsatisahasrika Prajnaparamita Sutra disebutkan tentang 10 tingkatan Bodhisattva yang terbagi dalam 5 kelompok:

1.Manusia Biasa
a) Pengetahuan Murni [suklavidarsana-bhumi] – kebijaksanaan awal tanpa meditasi
b) Keluarga [gotra-bhumi] – poin tolak ukur di mana seseorang mempraktekkan jalan Sravaka, Prateyka atau Bodhisattva.

2. Sravaka
a) Delapan manusia [astamaka bhumi] – kandidat Srotapanna
b) Pengetahuan [darsana-bhumi] – Srotapanna
c) Pelemahan (nafsu) [tanu-bhumi] -  Sakrdagamin
d) Pelepasan dari nafsu [vitaraga-bhumi] – Anagamin
e) Penyelesaian [krtavi-bhumi] - Arhat

3. Pratyekabuddha – [Pratyekabuddha-bhumi]
4. Bodhisattva – [Bodhisattva-bhumi]
5. Buddha – [Buddha-bhumi]

Jadi untuk menjadi seorang Bodhisattva seseorang harus mencapai tingkatan yang juga dicapai oleh Arhat dan Pratyekabuddha terlebih dahulu.

Sedangkan yang biasa dikenal orang adalah 10 tingkatan Bodhisattva dalam Dasabhumika Sutra dan Samdhinirmocana Sutra:

1. Pramudita
2. Vimala
3. Prabhakari
4. Arcismati
5. Sudurjaya
6. Abhimukhi
7. Duramgama
8. Acala
9. Sadhumati
10. Dharmamegha

Di tiap tingkatan selalu ada klesha yang harus dilenyapkan.

Arhat dan Pratyeka Buddha setara dengan tingkat ke-6 Bodhisattva (Abhimukhi).

 _/\_
The Siddha Wanderer

Pages: 1 2 [3] 4 5