Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain => Topic started by: CitroHaryadi on 19 October 2014, 05:53:25 PM

Title: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: CitroHaryadi on 19 October 2014, 05:53:25 PM
Dalam tradisi penikahan Tiong Hoa, pihak pria harus membawa seekor babi panggang ke mempelai wanita.
Masalah:
1 Saya mulai agak ragu karena ini bisa jadi melanggar Sila pertama walaupun saya tidak mengetahui apakah tempat yang saya pesan itu memakai stock yang tersedia yang berupa masih hidup atau bangkai. Saya pun tidak bisa cuek ibarat nya sebuah teko yang kita tidak tau panas atau tidak bila disentuh. Apakah melanggar sila ?

2.
Sesepuh2 sekalian harap bantuannya. Kira2 apa solusi nya jika pihak wanita ngotot mau pakai Babi secara sesepuh2 di pihak wanita sebagian masih kuat dengan tradisi dan tidak mengerti Dhamma

Namo Buddhaya
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: kullatiro on 20 October 2014, 12:27:05 PM
bila pesan misalnya pesan babi masak pada hari A, maka secara tdk lsg membunuh, tetapi bila pada hari A anda ada dateng ke resto dan sudah ada babi masak anda kemudian beli ini boleh.

Bila ngotot, bisa minta bantuan pihak keluarga mempelai wanita yang menyediakan anda tinggal menyiapkan dana saja, dan tinggal anda ambil pada hari A nya, harus di ingat ketika anda memberikan dana dgn pikiran ini bukan kehendak saya, ini bukan atas kemauan dan keinginan anda dalam hati dan pikiran.

Semoga anda dapat menjalankan sila (pancasila) dengan baik dan sempurna setiap hari hingga akhir hayat anda.

Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: seniya on 20 October 2014, 04:18:01 PM
Dalam tradisi penikahan Tiong Hoa, pihak pria harus membawa seekor babi panggang ke mempelai wanita.
Masalah:
1 Saya mulai agak ragu karena ini bisa jadi melanggar Sila pertama walaupun saya tidak mengetahui apakah tempat yang saya pesan itu memakai stock yang tersedia yang berupa masih hidup atau bangkai. Saya pun tidak bisa cuek ibarat nya sebuah teko yang kita tidak tau panas atau tidak bila disentuh. Apakah melanggar sila ?

Jika bukan anda yang membunuh langsung babi tsb, maka anda tidak melanggar sila.

Selain pertimbangan sila, dalam Buddhis juga ada anjuran tidak memakan daging yang dilihat, didengar, dan dicurigai dibunuh untuk kita (jika anda tidak vegetarian). Jika anda memesan babi tsb dan babi tsb dibunuh khusus untuk anda, berarti anda tidak boleh memakan daging tsb.

Quote
2.
Sesepuh2 sekalian harap bantuannya. Kira2 apa solusi nya jika pihak wanita ngotot mau pakai Babi secara sesepuh2 di pihak wanita sebagian masih kuat dengan tradisi dan tidak mengerti Dhamma

Namo Buddhaya

Jika memang sulit diubah, IMO apa boleh baut, karena Buddhis juga tidak memaksakan seseorang untuk mengikuti cara pandang Buddhis ;D

Tetapi anda bisa sedikit demi sedikit memberikan pemahaman Dhamma kepada pihak wanita yang kelak akan menjadi istri anda :)
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 20 October 2014, 06:40:23 PM
Sdr yg baik.
Adalah baik bagi kita untuk jujur
Dengan kebijaksanaan tentunya
Belilah seekor yg hidup
Antarkan kepada yg memintanya
Sampaikan secara terbuka
Kesulitan anda.
Jangan lupa beri sedikit ongkos
Untuk proses pemakamannya

Sdr kltr
Saya harap tidak mendoakan
Orang lain u menjalankan
Lima sl.

Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: Kelana on 21 October 2014, 01:38:18 PM
Dalam tradisi penikahan Tiong Hoa, pihak pria harus membawa seekor babi panggang ke mempelai wanita.
Masalah:
1 Saya mulai agak ragu karena ini bisa jadi melanggar Sila pertama walaupun saya tidak mengetahui apakah tempat yang saya pesan itu memakai stock yang tersedia yang berupa masih hidup atau bangkai. Saya pun tidak bisa cuek ibarat nya sebuah teko yang kita tidak tau panas atau tidak bila disentuh. Apakah melanggar sila ?

2.
Sesepuh2 sekalian harap bantuannya. Kira2 apa solusi nya jika pihak wanita ngotot mau pakai Babi secara sesepuh2 di pihak wanita sebagian masih kuat dengan tradisi dan tidak mengerti Dhamma

Namo Buddhaya

Saya sependapat dengan Sdr. Kullatiro dan Sdr. Shinichi. Jadi saya rasa solusi pertamanya adalah anda harus mengecek restoran tersebut dan pilihlah stok daging yang sudah ada.

Ide Sdr. Cakrawala untuk menyerahkan babi hidup juga bisa sebagai alternatif, asal saat diserahkan tidak disertai pikiran bahwa hewan tersebut untuk dipotong dan dijadikan makanan oleh pihak wanita. Jika disertai dengan pikiran untuk dipotong, maka hal itu sama saja anda menyuruh untuk menghilangkan nyawa hewan tersebut.   

Untuk skenario terburuk dan terakhir jika harus terlibat dalam kematian hewan adalah mempersiapkan diri untuk menerima hasil perbuatan buruk tersebut dengan melakukan banyak perbuatan-perbuatan baik yang luhur. Jelas bahwa hasil perbuatan buruk tersebut tidak akan hilang, tapi ketika hasil perbuatan buruk itu muncul, kita akan berada di dalam kondisi-kondisi yang baik yang tercipta dari perbuatan baik kita, sehingga penderitaan yang kita alami akan teratasi, akan lekas dipulihkan dengan kebahagiaan yang kita alami.
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 21 October 2014, 01:49:34 PM
Sdr kln
Apakah batas perbuatan yg berakibat karma.
Bukan keputusan.
Keputusan lah yg menanam.
Keputusan lah yg meredakan.
Kenapa mesti gelisah
Jika orang lain yg ngotot
Dan modelnya seperti itu.

Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 21 October 2014, 01:53:02 PM
Maksudnya bukankah keputusan
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: CitroHaryadi on 22 October 2014, 06:55:56 PM
Mungkin beberapa saudara sekalian salah pengertian, babi yg diberikan ke mempelai wanita itu sudah dipanggang.
Kasus yg ini seperti ke restoran seafood dan memesan kepiting yang kemungkinan besar hidup.
Saya rasa dari hasil diskusi ini sy mengambil keputusan untuk mengecek adanya daging tersedia, atau meminta mempelai wanita memesan dan memberi ganti dana jika mereka memaksakan kehendak harus menggunakan babi panggang.

Anumodana saudara saudari sekalian
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 22 October 2014, 07:44:14 PM
Anda memutuskan meminta
Seperti itu. Berarti menanam
Model apa anda sudah tahu sendiri.

Beri saja yg hidup.
Anda jangan ngotot.
Biar dia yg ngotot
Jangan beri kalung
Pita merah dan tulisan
Bahagia.
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: Kelana on 22 October 2014, 08:24:15 PM
Sdr kln
Apakah batas perbuatan yg berakibat karma.
Bukan keputusan.
Keputusan lah yg menanam.
Keputusan lah yg meredakan.

Tepatnya adalah niat, Sdr. Cakrawala. Keputusan adalah niat yang telah ditetapkan, yang telah dimantapkan.

Quote
Kenapa mesti gelisah
Jika orang lain yg ngotot
Dan modelnya seperti itu.

Jika yang Anda dimaksud yang gelisah adalah TS (Sdr. Citroharyadi), maka hanya dialah yang bisa menjawabnya.
Bagi saya, adalah wajar bagi seorang awam dalam kondisi batin "tertentu" mengalami gelisah. 
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: Kelana on 22 October 2014, 08:28:49 PM
Mungkin beberapa saudara sekalian salah pengertian, babi yg diberikan ke mempelai wanita itu sudah dipanggang.
Kasus yg ini seperti ke restoran seafood dan memesan kepiting yang kemungkinan besar hidup.
Saya rasa dari hasil diskusi ini sy mengambil keputusan untuk mengecek adanya daging tersedia, atau meminta mempelai wanita memesan dan memberi ganti dana jika mereka memaksakan kehendak harus menggunakan babi panggang.

Anumodana saudara saudari sekalian

Ya sebaiknya begitu.

Semoga sukses acara pernikahannya dan kehidupan dalam pernikahannya. :)
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 22 October 2014, 08:32:38 PM
Sdr kxxxxxx
Pasti sutta lagi.
Disini pakailah keputusan
Sesuatu yg terukur dan pasti.
Cetana adalah standar beliau mengajar.
Anda sudah bisa mengukur
Cetana orang lain spt beliau.
Pakai keputusan saja. Itu sudah
Mencakup semua.

Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 22 October 2014, 08:39:24 PM
Sdr klxxxxxx
Anda mesti terus terang
Dia tidak punya pilihan yg
Menyelamatkan dirinya
Selain mengorbankan orang lain.

Jika tenang untuk apa ke forum minta tolong.


Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 22 October 2014, 08:42:49 PM
Berilah dia keputusan yang meredakan.
Dalam arti sesungguhnya
Tentu dengan dasar agama
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: marcedes on 24 October 2014, 01:17:24 AM
dulu waktu saya sih, bicarakan saja kepada pihak mempelai sana..akhirnya setuju gak pakai babi panggang.. ;D
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: sl99 on 24 October 2014, 10:47:11 AM
Bah, banyak teori, beri babi hiduplah, suruh pesan lah.
Yang menyarankan ini sudah pernah menikah belum?
Kalau belum menikah, mending tutup mulut!
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: sl99 on 24 October 2014, 10:50:47 AM
Dalam tradisi penikahan Tiong Hoa, pihak pria harus membawa seekor babi panggang ke mempelai wanita.
Masalah:
1 Saya mulai agak ragu karena ini bisa jadi melanggar Sila pertama walaupun saya tidak mengetahui apakah tempat yang saya pesan itu memakai stock yang tersedia yang berupa masih hidup atau bangkai. Saya pun tidak bisa cuek ibarat nya sebuah teko yang kita tidak tau panas atau tidak bila disentuh. Apakah melanggar sila ?

Seperti yg sudah dijawab rekan-rekan, jika babi dibunuh untuk anda, berarti anda terlibat.


2.
Sesepuh2 sekalian harap bantuannya. Kira2 apa solusi nya jika pihak wanita ngotot mau pakai Babi secara sesepuh2 di pihak wanita sebagian masih kuat dengan tradisi dan tidak mengerti Dhamma

Seperti yg sudah di jwb rekan-rekan diatas, siap-siap terima resiko aja.
Jika menolak, bisa resiko cekcok, hubungan keluarga menjadi kurang harmonis.
Jika dituruti, ya siap-siap terima karma.


Namo Buddhaya
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: seniya on 24 October 2014, 11:51:08 AM
Bah, banyak teori, beri babi hiduplah, suruh pesan lah.
Yang menyarankan ini sudah pernah menikah belum?
Kalau belum menikah, mending tutup mulut!

Take it easy, om, saya juga belum nikah, tetapi hanya memberikan pendapat untuk solusi permasalahan TS ;D
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: cakrawala on 24 October 2014, 03:03:50 PM
Sdr moderator
Buat aturan dulu ya.
Kalau sendiri
Untuk pakai masker
Sdr sxxx
Sampean moso koyo ngene
Ora ngertos ya ngomong ora ngertos.
Title: Re: Pesan Babi buat pernikahan, apakah melanggar sila?
Post by: Kelana on 24 October 2014, 03:18:22 PM
Bah, banyak teori, beri babi hiduplah, suruh pesan lah.
Yang menyarankan ini sudah pernah menikah belum?
Kalau belum menikah, mending tutup mulut!

Hendaknya kita  tidak meremehkan orang yang belum atau tidak menikah dalam memberikan masukan. Justru orang yang belum atau tidak menikah bisa dengan mudah melihat permasalahan lebih jernih dibanding dengan orang yang sudah terlibat di dalamnya yang sedikit banyak lebih memihak sisi tertentu baik karena terpengaruh euforia pernikahan bahagia atau  gagalnya pernikahan. Dan kebijaksanaan seseorang tidak diukur dari status muda atau tua, miskin atau kaya,  menikah atau tidak menikah.

Untuk mengetahui air itu mengalir dari tempat tinggi ke rendah kita tidak perlu menjadi air. Begitu juga mengenai pengetahuan akan pernikahan.

Itu saja. Selanjutnya no comment.
Title: MATAKABHATTA-JĀTAKA, story no:18
Post by: kullatiro on 27 October 2014, 01:09:43 AM
" If folk but knew."--This story was told by the Master while at Jetavana about Feasts for the Dead. For at this
time the folk were putting to death goats, sheep, and other animals, and offering them up as what is called a
Feast for the Dead, for the sake of their departed kinsmen. Finding them thus engaged, the Brethren asked the Master, saying, "Just now, sir, the folk are taking the lives of many living creatures and offering them up as what is called a Feast for the Dead. Can it be, sir, that there is any good in this?"
"No, Brethren" replied the Master; "not even when life is taken with the object of providing a Feast for the Dead, does any good arise therefrom. In bygone days the wise, preaching the Truth from mid-air, and shewing the evil consequences of the practice, made the whole continent renounce it. But now, when their previous existences have become confused in their minds, the practice has sprung up afresh." And, so saying, he told this story of the past.

----------------

Once on a time when Brahmadatta was reigning in Benares, a brahmin, Who was versed in the Three Vedas and world-famed as a teacher, being minded to offer a Feast for the Dead, had a goat fetched and said to his
p. 52
pupils, "My sons, take this goat down to the river and bathe it; then hang a garland round its neck, give it a pottle of grain to eat, groom it a bit, and bring it back." "Very good," said they, and down to the river they took the goat, where they bathed and groomed the creature and set it on the bank, The goat, becoming conscious of the deeds of its past lives, was overjoyed at the thought that on this very day it would be freed from all its misery, and laughed aloud like the smashing of a pot. Then at the thought that the brahmin by slaying it would bear the misery which it had borne, the goat felt a great compassion for the brahmin, and wept with a loud voice. "Friend goat," said the young brahmins
[167], "your voice has been loud both in laughter and in weeping; what made you laugh and what made you weep?"
"Ask me your question before your master."
So with the goat they came to their master and told him of the matter. After hearing their story, the master asked the goat why it laughed and why it wept.

Here upon the animal, recalling its past deeds by its power of remembering its former existences, spoke thus to the brahmin:--"In times past, brahmin, I, like you, was a brahmin versed in the mystic texts of the Vedas, and I, to offer a Feast for the Dead, killed a goat for my offering. All through killing that single goat, I have had my head cut off five hundred times all but one. This is my five hundredth and last birth; and I laughed aloud when I thought that this very day I should be freed from my misery. On the other hand, I wept when I thought how, whilst I, who for killing a goat had been doomed to lose my head five hundred times, was to-day being freed from my misery, you, as a penalty for killing me, would be doomed to lose your head, like me, five hundred times. Thus it was out of compassion for you that I wept." "Fear not, goat," said the brahmin; "I will not kill you." "What is this you say, brahmin?" said the goat. "Whether you kill me or not, I cannot escape death to-day." "Fear not, goat; I will go about with you to guard you." "Weak is your protection, brahmin, and strong is the force of my evil- doing."

Setting the goat at liberty, the brahmin said to his disciples, "Let us not allow anyone to kill this goat;" and, accompanied by the young men, he followed the animal closely about. The moment the goat was set free, it reached out its neck to browse on the leaves of a bush growing near the top of a rock. And that very instant a thunderbolt struck the rock, rending off a mass which hit the goat on the outstretched neck and tore off its head. And people came crowding round. [168] In those days the Bodhisatta had been born a Tree-Fairy in that selfsame spot. By his supernatural powers he now seated himself cross-legged in mid-air while all the crowd looked on. Thinking to himself. 'If
p. 53
these creatures only knew the fruit of evil-doing, perhaps they would desist from killing,' in his sweet voice he taught them the Truth in this stanza:--

If folk but knew the penalty would be
Birth unto sorrow, living things would cease
From taking life. Stern is the slayer's doom.

Thus did the Great Being preach the Truth, scaring his hearers with the fear of hell; and the people, hearing him, were so terrified at the fear of hell that they left off taking life. And the Bodhisatta after establishing the multitude in the Commandments by preaching the Truth to them, passed away to fare according to his deserts. The people, too, remained steadfast in the teaching of the Bodhisatta and spent their lives in charity and other good works, so that in the end they thronged the City of the Devas.

.
.
.
source: jataka athakata
http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1021.htm

 http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1021.htm (http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1021.htm)


cerita dhamma buat keluarga mempelai wanita.
Title: ĀYĀCITABHATTA-JĀTAKA. story no 19
Post by: kullatiro on 27 October 2014, 01:27:39 AM
[169] "Take thought of life hereafter ." This story was told by the Master while at Jetavana about the offering
of a sacrifice under vow to gods. Tradition says that in those days folk when going a journey on business, used to slay living creatures and offer them as a sacrifice to gods, and set out on their way, after making this vow,--"If we come safely back with a profit, we will give you another sacrifice." And when they did come safely back with a profit, the Idea that this was all due to gods made them slay a number of living creatures and offer them up as a sacrifice to obtain a release from their vow.
When the Brethren became aware of this, they asked the Blessed One, saying, "Can there be any good in this, sir?" The Blessed One told this story of the past.

-------------

Once on a time in the Kāsi country the squire of a certain little village had promised a sacrifice to the Fairy of a banyan-tree which stood at the entrance to the village. Afterwards when he returned, he slew a number
p. 54
of creatures and betook himself to the tree to get released from his vow. But the Tree-Fairy, standing in the fork of its tree, repeated this stanza:--

Take thought of life hereafter when you seek
'Release'; for this release is bondage strict.
Not thus the wise and good release themselves;
For this, the fool's release, in bondage ends.

Thenceforth, men refrained from such taking of life, and by walking in righteousness thronged thereafter the city of the Devas.
_____________________________
His lesson ended, the Master shewed the connexion and identified the Birth, by saying, "I was the Tree-fairy of
those days."

source: Jattaka athakatta

http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1022.htm

 http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1022.htm (http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1022.htm)

cerita dalam jataka atahakata yang saling berhubungan antara story no 18 dan 19