//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS  (Read 325337 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #735 on: 09 May 2011, 06:02:29 PM »
Quote
12. Sirimā. A courtesan of Rājagaha and younger sister of Jīvaka. She was once employed by Uttarā (Nandamātā) to take her place with her husband (Sumana) while Uttarā herself went away in order to indulge in acts of piety. During this time Sirimā tried to injure Uttarā, on account of a misunderstanding, but on realizing her error, she begged forgiveness both of Uttarā, and, at the latter’s suggestion, of the Buddha. (The details of this incident are given Uttarā Nandamātā.) At the conclusion of a sermon preached by the Buddha in Uttarā’s house, Sirimā became a sotāpanna. From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house.

perhatikan fakta dari quote di atas
1. Sirima ini was employed bu Uttarā
2. During this time Sirimā tried to injure Uttarā.
3. At the conclusion of a sermon preached by the Buddha in Uttarā’s house, Sirimā became a sotāpanna
4. From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house.

4 ciri ini terdapat dalam kedua Dhammapada Atthakatha di atas, jadi sepertinya cukup kuat untuk berkeseimpulan bahwa kedua Sirima itu adalah orang yg sama

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #736 on: 09 May 2011, 06:03:13 PM »
sepertinya saya harus setuju dengan Bro Dilbert, dalam DPPN tertulis mengenai Ambapali

"The Apadāna (quoted also in ThigA) gives some more details about her. She had been a daughter of a Khattiya family in the time of Phussa Buddha and had done many good deeds in order to be beautiful in later births. As a result of the abuse of the nun (referred to above) she had been born in hell and later had, for ten thousand lives, been a courtesan. In Kassapa Buddha’s time she had practised celibacy (Ap.ii.613ff. ; ThigA.213f)."

Saya setuju kalau memaki seseorang sebagai pelacur adalah perbuatan tercela. Namun jika kisahnya sesederhana di atas, betapa menyeramkannya dunia ini. Ambhapali sudah menjadi korban karena mengumpat ludah (tidak tahu ludah siapa?) seorang Bhikkhuni Arahanta. Itu artinya, setiap "umpatan" kita yang lain, misalnya:

- gambar siapa nih, jelek amat
- mobil sapa nih, butut amat
- hape sapa nih, eror mulu

Mungkin akan ada sketsa menyeramkan yang lain. :))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #737 on: 09 May 2011, 06:05:05 PM »
Saya setuju kalau memaki seseorang sebagai pelacur adalah perbuatan tercela. Namun jika kisahnya sesederhana di atas, betapa menyeramkannya dunia ini. Ambhapali sudah menjadi korban karena mengumpat ludah (tidak tahu ludah siapa?) seorang Bhikkhuni Arahanta. Itu artinya, setiap "umpatan" kita yang lain, misalnya:

- gambar siapa nih, jelek amat
- mobil sapa nih, butut amat
- hape sapa nih, eror mulu

Mungkin akan ada sketsa menyeramkan yang lain. :))

hanya jika objeknya adalah Arahant, kalau putthujjhana mungkin efeknya lebih enteng

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #738 on: 09 May 2011, 06:05:13 PM »
perhatikan fakta dari quote di atas
1. Sirima ini was employed bu Uttarā
2. During this time Sirimā tried to injure Uttarā.
3. At the conclusion of a sermon preached by the Buddha in Uttarā’s house, Sirimā became a sotāpanna
4. From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house.

4 ciri ini terdapat dalam kedua Dhammapada Atthakatha di atas, jadi sepertinya cukup kuat untuk berkeseimpulan bahwa kedua Sirima itu adalah orang yg sama

Kalau di Atthakttha tertulis seperti itu, berarti menurut pencatatan di Tipitaka yah keduanya Sirima yang sama.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #739 on: 09 May 2011, 06:05:59 PM »
Saya melihat itu dua orang yang berbeda. Seandainya kedua Sirima itu sama, memang secara implisit Sang Buddha menjelaskan bahwa Sirima si pelacur (udah Sotapanna dong?!) itu sudah meninggal. Jika Bro dilbert meyakini kalau itu Sirima yang sama, maka ini menjadi pukulan telak. Kejujuran Bro dilbert yang menyatakan kalau "Bro dilbert masih belum bisa berpikir logis bahwa Sotapanna meninggal dunia dengan status sebagai pelacur" itu sangat saya hargai. Amat wajar hal itu Bro dilbert alami. Saya juga pernah mendapat pertentangan itu. Namun saya sudah tidak lagi terjebak di dalamnya.

Sedangkan menurut saya, itu adalah dua orang Sirima yang berbeda.

Tapi dari Quote sdr. Indra... kelihatannya dari kedua kisah, itu merupakan SIRIMA yang sama... tetapi berbeda konteks-nya ketika di-sambung cerita-nya...

-----
12. Sirimā. A courtesan of Rājagaha and younger sister of Jīvaka. She was once employed by Uttarā (Nandamātā) to take her place with her husband (Sumana) while Uttarā herself went away in order to indulge in acts of piety. During this time Sirimā tried to injure Uttarā, on account of a misunderstanding, but on realizing her error, she begged forgiveness both of Uttarā, and, at the latter’s suggestion, of the Buddha. (The details of this incident are given Uttarā Nandamātā.) At the conclusion of a sermon preached by the Buddha in Uttarā’s house, Sirimā became a sotāpanna. From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house.

A monk in a monastery, three leagues away, having heard of the excellence of Sirimā’s alms and of her extraordinary beauty from a visiting monk, decided to go and see her. Having obtained a ticket for alms, he went to her house, but Sirimā was ill, and her attendants looked after the monks. When the meal had been served she was brought into the dining hall to pay her respects to the monks. The lustful monk at once fell in love with her and was unable to eat. That same day Sirimā died. The Buddha gave instructions that her body should not be burnt, but laid in the charnel ground, protected from birds and beasts. When putrefaction had set in, the king proclaimed that all citizens, on penalty of a fine, should gaze on Sirimā’s body. The Buddha, too, went with the monks, the lustful monk accompanying them. The Buddha made the king proclaim, with beating of the drum, that anyone who would pay a thousand could have Sirimā’s body. There was no response. The price was gradually lowered to one eighth of a penny. Yet no one came forward, even when the body was offered for nothing. The Buddha addressed the monks, pointing out how even those who would have paid one thousand to spend a single night with Sirimā would not now take her as a gift. Such was the passing nature of beauty. The lustful monk became a sotāpanna (DhA.iii.104f.; VvA.74ff).

Buddhaghosa says (SNA.i.244f, 253f ) that Sirimā was Sālavati’s daughter, and succeeded to her mother’s position as courtezan. After death, Sirimā was born in the Yāma world as the wife of Suyāma. When the Buddha was speaking to the monks at her cremation, she visited the spot with five hundred chariots. Janapadakalyānī Nandā, who at that time was also a nun, was present, and when the Buddha preached the Kāyavicchandanika Sutta (q.v.) she became an arahant, while Sirimā became an anāgāmī.

The Vimānavatthu (pp.78f., 86) gives the same story, adding that Vangīsa was also present at the preaching of the sermon, and, having obtained the Buddha’s permission, questioned Sirimā and made her reveal her identity. Here Sirimā is said to have been born in the Nimmānarati-world, and no mention is made of her becoming an anāgāmī; while the lustful monk is said to have become an arahant. Sirimā is mentioned in a list of eminent upāsikās (A.iv.347; AA.ii.791). Eighty four thousand persons realized the truth after listening to the Buddha’s preaching at the cremation of Sirimā. Mil.350.

----

kelihatnnya memang feeling saya benar, bahwa gaya penulisan dari kedua atthaktha yang tidak nyambung itu, kata-kata PELACUR di kisah ke-2 adalah untuk menyatakan bahwa SIRIMA (mantan pelacur)...
sedangkan dari kutipan bro indra, kelihatannya tidak ada jeda, dan dari kata-kata From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house. -- menyirat-kan bahwa Sirima setelah mencapai sotapanna itu sudah melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi dirinya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #740 on: 09 May 2011, 06:06:23 PM »
hanya jika objeknya adalah Arahant, kalau putthujjhana mungkin efeknya lebih enteng

Baguslah, saya masih bisa memakai "umpatan" untuk membuat humor.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #741 on: 09 May 2011, 06:07:37 PM »
Tapi dari Quote sdr. Indra... kelihatannya dari kedua kisah, itu merupakan SIRIMA yang sama... tetapi berbeda konteks-nya ketika di-sambung cerita-nya...

-----
12. Sirimā. A courtesan of Rājagaha and younger sister of Jīvaka. She was once employed by Uttarā (Nandamātā) to take her place with her husband (Sumana) while Uttarā herself went away in order to indulge in acts of piety. During this time Sirimā tried to injure Uttarā, on account of a misunderstanding, but on realizing her error, she begged forgiveness both of Uttarā, and, at the latter’s suggestion, of the Buddha. (The details of this incident are given Uttarā Nandamātā.) At the conclusion of a sermon preached by the Buddha in Uttarā’s house, Sirimā became a sotāpanna. From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house.

A monk in a monastery, three leagues away, having heard of the excellence of Sirimā’s alms and of her extraordinary beauty from a visiting monk, decided to go and see her. Having obtained a ticket for alms, he went to her house, but Sirimā was ill, and her attendants looked after the monks. When the meal had been served she was brought into the dining hall to pay her respects to the monks. The lustful monk at once fell in love with her and was unable to eat. That same day Sirimā died. The Buddha gave instructions that her body should not be burnt, but laid in the charnel ground, protected from birds and beasts. When putrefaction had set in, the king proclaimed that all citizens, on penalty of a fine, should gaze on Sirimā’s body. The Buddha, too, went with the monks, the lustful monk accompanying them. The Buddha made the king proclaim, with beating of the drum, that anyone who would pay a thousand could have Sirimā’s body. There was no response. The price was gradually lowered to one eighth of a penny. Yet no one came forward, even when the body was offered for nothing. The Buddha addressed the monks, pointing out how even those who would have paid one thousand to spend a single night with Sirimā would not now take her as a gift. Such was the passing nature of beauty. The lustful monk became a sotāpanna (DhA.iii.104f.; VvA.74ff).

Buddhaghosa says (SNA.i.244f, 253f ) that Sirimā was Sālavati’s daughter, and succeeded to her mother’s position as courtezan. After death, Sirimā was born in the Yāma world as the wife of Suyāma. When the Buddha was speaking to the monks at her cremation, she visited the spot with five hundred chariots. Janapadakalyānī Nandā, who at that time was also a nun, was present, and when the Buddha preached the Kāyavicchandanika Sutta (q.v.) she became an arahant, while Sirimā became an anāgāmī.

The Vimānavatthu (pp.78f., 86) gives the same story, adding that Vangīsa was also present at the preaching of the sermon, and, having obtained the Buddha’s permission, questioned Sirimā and made her reveal her identity. Here Sirimā is said to have been born in the Nimmānarati-world, and no mention is made of her becoming an anāgāmī; while the lustful monk is said to have become an arahant. Sirimā is mentioned in a list of eminent upāsikās (A.iv.347; AA.ii.791). Eighty four thousand persons realized the truth after listening to the Buddha’s preaching at the cremation of Sirimā. Mil.350.

----

kelihatnnya memang feeling saya benar, bahwa gaya penulisan dari kedua atthaktha yang tidak nyambung itu, kata-kata PELACUR di kisah ke-2 adalah untuk menyatakan bahwa SIRIMA (mantan pelacur)...
sedangkan dari kutipan bro indra, kelihatannya tidak ada jeda, dan dari kata-kata From that day onwards she gave alms daily to eight monks in her house. -- menyirat-kan bahwa Sirima setelah mencapai sotapanna itu sudah melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi dirinya.

Informasi yang kita miliki dari dua kisah ini cuma sedikit. Hanya spekulasi yang bisa kita utarakan. Mending cari kasus lain aja...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #742 on: 09 May 2011, 06:07:45 PM »
Baguslah, saya masih bisa memakai "umpatan" untuk membuat humor.

tidak ada jaminan 100% aman juga, seorang ariya tidak memproklamirkan dirinya, jadi anda tidak mungkin tahu siapa ariya dan siapa putthujjana. ada sedikit kemungkinan anda tidak aman

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #743 on: 09 May 2011, 06:09:38 PM »
Jika turunan itu berarti sang ibu sebelum hamil sudah mengidap HIV. Dan sampai saat ini, saya belum menemukan berita bahwa anak yang mendapat HIV turunan berumur panjang. Atau bro bisa carikan informasinya? Jadi jika dia tidak berumur panjang, saya pikir tidak akan cukup waktu menjadi gadis perawan.
Kemarin ini saya diceritakan sekilas tentang anak berumur 12 tahun yang mendapatkan HIV dari orang tuanya. Orang dengan HIV positif tidak langsung menderita AIDS, tapi berangsur sampai T-cell-nya menurun di bawah level kritis. Waktu antara didapatnya HIV sampai terjadi AIDS juga dipengaruhi banyak faktor.


Quote
Yang bro sebut awal itu mall bukan sales. Dan orang yang suka shopping itu umumnya di mall bukan sales yang menjajakan barang.  ;D
Memang awalnya saya bilang barang, tapi karena sis bilang ga ada kesadaran, jadi saya pakai contoh yang pakai kesadaran. Nah, yang di mall juga mengajak dan memikat konsumen kok. "Boleh, kak, tasnya! Lagi diskon lho..." Maka luruhlah iman wanita yang mendengar. ;D

Quote
Apakah pelacur tidak mempertimbangkan ekonomi yang membeli? Saya rasa mereka menilai dari penampilan si pembeli. Makin berduit mereka makin senang, karena bisa dapat bayaran lebih dari pada biasanya. Apalagi jika punya kesempatan untuk menikah dengan jaminan masa depan.
Dapat klien berduit, yang senang bukan cuma pelacur. Pelayan restoran pun senang kalau dapat tips. Ini masih tidak berhubungan dengan profesi pelacurnya.

Kalau soal menggaet pria jadi suami, saya pikir juga bukan bagian dari prostitusi itu sendiri, sebagaimana pria mencari pelacur juga untuk kesenangan seksual, bukan cari istri. Jika memang kemudian ada yang 'main perasaan' dan entah bagaimana jadi pasangan, itu bukanlah bagian dari prostitusi. Sama juga kalau cowok beli baju, dilayani dengan SPG cantik, saling suka, kenalan dan jadi suami istri. Tidak bisa dibilang SPG itu pekerjaan menggaet pria.


Quote
Sungguh kamma baik bagi wanita yang mendapatkan bro sebagai suami  ^:)^  ;D
Campur2lah 1 paket, ga mungkin baik semua atau buruk semua. ;D

Quote
Ok,kita balik lagi. Tulisan yang di bold, itu hanya bagi orang yang memahami. Terutama yang mengerti Buddhisme. Dan pemeluk Buddhisme yang LDM-nya sudah tidak terlalu tebal. Tapi saya melihat dari sudut pandang orang awam. Karena sesuai postingan bro sebelumnya, bro ingin tahu dari mana asalnya profesi pelacur dianggap hina. Karena yang mengatakan hina adalah pendapat umum. Jadi saya menjawab secara umum.
Betul, namun itu tetap suatu pendapat umum pada satu tempat dan pada satu waktu, sesuai tradisi & kebudayaan tertentu. Sewaktu saya belajar psikologi tentang moral, memang suatu nilai tidak di-over-simplify menurut satu kebudayaan, tetapi mencakup seluruh kebudayaan yang ada dan yang pernah ada, tidak peduli betapa kecilnya masyarakat tersebut.

Quote
Kalau secara Buddhisme benar seperti yang bro katakan.Objek itu netral. Kita yang harus mengendalikan indera,harus menjaga pintu indera. Orang bijaksana akan menjauhi segala prostitusi, segala yang memabukkan, segala tari-tarian dll. Yang cuma akan membuat kemelekatan menjadi lebih tebal. Bukankah begitu?
Ya, begitu. Walaupun saya katakan tidak hina, bukan berarti bukan kemelekatan dan tidak 'berbahaya'.


Quote
Kalau melihat jawaban bro, berarti bro bukan pemakai jasa pelacur. Bro, moral pelacur jaman sang Buddha tidak sama dengan moral pelacur zaman sekarang.
Moral pelacur sekarang umumnya hanya memikirkan bagaimana mereka mendapatkan uang dengan mudah. Bisa melepaskan kepuasan inderawi dengan mudah. Walaupun dengan cara merebut suami orang.
Kalau kita bahas satu hal, tentu kita bahas yang ideal. Misalnya kita bahas dewan perwakilan rakyat, tentu kita bahas dewan yang menjalankan fungsinya dengan benar, jangan pakai contoh DPR kita 'tercinta'. ;D Rusaklah semua.

Quote
Tahukah bro, dari mana saya bisa berkata begini? Bukan dari teori tapi juga saya alami sendiri. Bagaimana keluarga kami menjadi berantakan karena seorang pelacur. Ayah saya menikahi seorang pelacur dan membiarkan semua anaknya terlantar. Dan hebatnya setelah dia mulai sakit-sakitan dan tidak punya uang, maka pelacur yang menjadi istrinya menendang dia.
Turut berkaruna citta.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #744 on: 09 May 2011, 06:10:08 PM »
tidak ada jaminan 100% aman juga, seorang ariya tidak memproklamirkan dirinya, jadi anda tidak mungkin tahu siapa ariya dan siapa putthujjana. ada sedikit kemungkinan anda tidak aman

Kemungkinan aman tetap ada. Sebab ketika seseorang menjadi Ariya, ada kemungkinan efek dari umpatan itu akan ahosi dengan sendirinya.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #745 on: 09 May 2011, 06:11:23 PM »
Saya setuju kalau memaki seseorang sebagai pelacur adalah perbuatan tercela. Namun jika kisahnya sesederhana di atas, betapa menyeramkannya dunia ini. Ambhapali sudah menjadi korban karena mengumpat ludah (tidak tahu ludah siapa?) seorang Bhikkhuni Arahanta. Itu artinya, setiap "umpatan" kita yang lain, misalnya:

- gambar siapa nih, jelek amat
- mobil sapa nih, butut amat
- hape sapa nih, eror mulu

Mungkin akan ada sketsa menyeramkan yang lain. :))

Terpaksa harus di-amin-i... Jangan terjebak di dalam-nya... hehehehehe
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #746 on: 09 May 2011, 06:12:44 PM »
tidak ada jaminan 100% aman juga, seorang ariya tidak memproklamirkan dirinya, jadi anda tidak mungkin tahu siapa ariya dan siapa putthujjana. ada sedikit kemungkinan anda tidak aman

inti-nya "jangan-lah berbuat jahat sekecil apapun yang dapat di-cela oleh para bijaksana" (kutipan Karaniya Metta Sutta) CMIIW
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #747 on: 09 May 2011, 06:15:14 PM »
Kemungkinan aman tetap ada. Sebab ketika seseorang menjadi Ariya, ada kemungkinan efek dari umpatan itu akan ahosi dengan sendirinya.

kemungkinan si pengumpat menjadi ariya jauh lebih kecil daripada peluang yg dimiliki korbannya

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #748 on: 09 May 2011, 06:15:24 PM »
Kemungkinan aman tetap ada. Sebab ketika seseorang menjadi Ariya, ada kemungkinan efek dari umpatan itu akan ahosi dengan sendirinya.

Kisah seseorang mendapatkan dispensasi / AHOSI Kamma yang paling mantap adalah Angulimala... Unfortunately... anda juga harus memiliki parami sebanding dengan Angulimala... wkwkwkwkwkwkw
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS
« Reply #749 on: 09 May 2011, 06:20:29 PM »
ramai sekali penonton di thread ini? apakah ada pelacur atau penggemar pelacur di antara penonton?
adanya mantan pelacur bro  :)) :))
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

 

anything