Dan akhirnya perwujudan wanita Avalokitesvara yang paling fenomenal yaitu:
5. Tara BodhisattvaTara dalam tradisi Vajrayana pemegang aktivitas para Buddha serta Ibu dari para Buddha. Tara berkembang dari dewi Hindu yang bernama Tara dan kemudian diadopsi oleh agama Buddha dan menjadi bodhisattva dengan riwayat yang berbeda dengan dewi Tara dalam agama Hindu. Tara muncul dalam agama Buddha sejak abad ke-5 M. Tara dalah pasangan wanita dari Amogasiddhi Buddha dan memegang elemen udara. Ia berasal dari keluarga Karma. Ia mengubah kecemburuan dan iri hati menjadi kebijaksanaan yang tertinggi. Dalam Adhvayavajrasamgraha, Ia disebutkan berasal dari simbol Sansekerta ‘Tam’ yang berwarna hijau keemasan. Wujudnya bermacam, ada yang dua tangan, enam ataupun delapan.
Tara dikelompokkan menjadi 21 Tara namun secara lebih umum digambarkan ada 2 macam Tara yaitu Tara Hijau (Syamatara/Drolma) dan Tara Putih(Sitatara/Drolkar). Tara Hijau berada pada Tanah Suci Buddha yang bernama Yulokod, di mana di tanah suci tersebut banyak sekali bodhisattva wanita. Warna tubuhnya hijau dengan tangan kanannya membentuk mudra kemurahan hati dan tangan kirinya memegang bunga lotus biru yang mekar dari telinga kirinya. Ia memakai mahkota lima Buddha dan memakai semua ornamen bodhisattva, duduk di atas teratai Lalita. Diceritakan Avalokitesvara Bodhisattva menangis ketika melihat penderitaan di dunia disebabkan oleh kasih-Nya yang sangat besar dan air matanya berubah menjadi bunga teratai dan kemudian dari teratai tersebut muncul Tara Hijau dan Tara Putih. Perawakannya adalah seorang gadis muda yang berumur 16 tahun dan sangat cantik. Ia diberi gelar sebagai penolong yang tercepat karena kesigapannya dalam menolong orang-orang yang menderita. Bodhisattva Tara juga dikenal atas ikrarnya yang agung yaitu mencapai tingkatan KeBuddhaan dalam wujud seorang wanita. Tara kemudian lahir di Tanah Suci Buddha Amogasiddhi di mana ia berikrar untuk selalu melindungi makhluk hidup di sepuluh penjuru dunia tang tak terbatas. Tara sering juga digambarkan sebagai pasangan wanita dengan Avalokitesvara. Rakyat Tibet menganggap mereka sebagai bapak-ibu pelindung mereka yang selalu menaungi dengan penuh cinta kasih. Praktek Tara Hijau dapat melenyapkan rintangan karama serta berbagai malapetaka. Banyak dari para Yogi dan Guru Buddhis yang mengalami kemujizatan Tara Hijau.
Tara Putih sering diasosiasikan dengan kebijaksanaan dan kebijaksanaan. Tara Putih digambarkan seputih bulan di musim gugur dalam posisi teratai penuh dan mempunyai tujuh mata, dua mata ditambah dengan mata ketiga di dahi dan empat mata masing-masing di telapak tangan dan kaki yang menunjukkan bahwa Ia melihat dan mengetahui semua penderitaan di alam semesta. Rambutnya berwarna hitam kebiruan. Di kepala-Nya terdapat gambar Amitabha Buddha dan tangan kanannya membentuk varada-mudra. Tangan kirinya berada di posisi hati memegang setangkai bunga teratai yang mekar. Tara Putih disebut-sebut memanifestasikan dirinya menjadi putri dari Tiongkok yang bernama Wencheng yang menikah dengan Raja Tibet Songtsen Gampo. Cintamanichakra Tara adalah wujud Pelindung dari Tara Putih.
Adapun perwujudan Tara yang lain, yaitu sebagai Bhrikuti Tara yang tercantum dalam teks Hevajra Tantra dan Arya Manjushrimulakalpa bersama dengan Arya Tara dan bodhisattva wanita lainnya. Pada saat berwujud biru, Ia mempunyai tiga kepala dan enam tangan. Pada saat berwujud kuning, Ia mempunyai satu wajah dengan tiga mata dengan alis yang tebal dan empat tangan. Keempat tangannya memegang tasbih, trisula, kalasa dan membentuk varada-mudra. Taranatha dari India menceritakan kunjungan seorang upasaka bernama Santivarman dari Pundravardhana ke bukit Potala, bodhimandala dari Avalokitesvara. Dikatakan bahwa Santivarman berdoa kepada Bhrikuti tara agar ia dapat menyebrangi lautan dan seketika muncul seorang gadis dengan sebuah rakit yang kemudian membawanya menyebrangi lautan. Saat medaki bukit Potala, Santivarman melihat gambar Bhrikuti Tara. Bhrikuti Tara mewujudkan diri-Nya sebagai putri dari Nepal yang menikah dengan raja Tibet, Songtsen Gampo.
Tara dan Guanyin Berjubah PutihBahkan dalam Baiyi Dashi (atau Guanyin) Wu Yinxin Tuoluoni Jing (Pancamudra Dharani Pandaravasini Avalokitesvara Sutra), Dharani Lima Mudra Guanyin Berjubah Putih terdapat mantra bagi Tara Bodhisattva. Oleh karena itulah erat hubungannya antara Baiyi Guanyin yang berwujud seorang wanita dengan Tara Bodhisattva, Bodhisattva wanita yang paling terkenal dalam dunia Buddhis, khususnya Vajrayana.
Berikut kutipan-kutipan dari Sutra Mahavairocana Tantra/Sutra:
To the north of the Lord,
There is the heroic Avalokitesvara
He should be drawn
Seated upon a white lotus,
And he is white himselfLike a conch, jasmine and or the moon
His face is smiling and
On his head there is Amitabha.
On his right there is The Goddess
Known as the great TaraShe is virtuous and removes fear
Light green in colour, with vartious forms
She has the proportions of a young womanIn her clasped hands she also holds a blue lotus
She is encircled with rays of light
And is wearing garments of white.To his left the
Goddess BhrkutiShould be drawn
She holds a rosary in her handHas three eyes and plaited locks of hair
The colour of her body is whiteAnd she is encircled with
Rays of white, yellow and red light.
……….
Nearby to Tara,
The wise one should draw
Pandaravasini
She has braided locks and wears white
In her hand she holds a lotusDalam Mahavairocana Sutra jelas disebutkan bahwa Tara, wujud wanita Guanyin, berjubah putih.
Dalam teks Dharani Pancamudra Guanyin Berjubah Putih juga disebutkan mantra dari Tara.
Di dalam Mahavairocana Sutra juga disebutkan bahwa Pandaravasini berada dekat dengan Tara, menyimbolkan ada hubungan antar keduanya. Pandaravasini juga digambarkan berjubah putih.
Walaupun naskah Mahavairocana versi Sansekerta sudah tidak ada, namun para sejarawan sebagian besar setuju bahwa Mahavairocana Sutra adalah teks asli dari India. Hal yang menguatkan pernyataan ini adalah, diterjemahkannya juga Mahavairocana Sutra ke dalam bahasa Tibet oleh dPal brTsegs dari bahasa Sansekerta dan komentarnya dibuat oleh Buddhaguhya. Jadi Mahavairocana Sutra tidak hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa saja, namun juga ke bahasa Tibet dari naskah asli Sansekerta.
Terjemahan Stephen Hodge berasal dari versi Tibetan dan di dalamnya disebutkan mengenai Tara dan Pandaravasini Yang Berjubah Putih sebagai perwujudan dari Avalokitesvara. Dari sini jelas bahwa Pandaravasini maupun Tara BUKANLAH pengaruh dari kebudayaan Han dan agama asli Tiongkok.
Hal kedua yang patut diketahui bahwa Tara dan Pandaravasini adalah asal muasal dari Guanyin Berjubah Putih. Jadi, Tara = Pandaravasini = Baiyi Guanyin = Baiyi Dashi = Avalokitesvara Berjubah Putih.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa “Guanyin Buddhis” berwajah keibuan sedangkan “Guanyin dewi Tiongkok” berwajah perempuan muda. Dan inilah yang membedakan keduanya. Namun ketika kita melihat Tara, jelas sekali bahwa pendapat tersebut sangat tidak masuk akal. Kenapa? Karena Tara adalah salah satu perwujudan Guanyin, di mana perawakannya masih muda (16 tahun). Dan Tara ini juga ada di India dan Nepal. Jadi jelas bahwa Guanyin yang berwajah perempuan muda adalah bercirikan Buddhis. Mahavairocana Sutra juga menyebutkan Tara sebagai perempuan muda dan berjubah putih.
Dan kalau masih meragukan keotentikan Tara maupun Pandaravasini, silahkan pergi ke Nepal dan India, tempat kelahiran Pangeran Siddharta sendiri, untuk melihat dan membuktikan apakah Tara dan Pandaravasini benar-benar ada. Dari sana akan membuka mata semuanya bahwa Baiyi Guanyin atau Tara itu berasal dari India dan ada di Buddhis India.
Kutipan tambahan dari A Dictionary of Chinese Buddhist Terms
1. 八大觀音 The eight Shingon representations of Guanyin (Avalokiteśvara): as one of the above 八大明王, as the white-robed one (Pandaravasini), as a rākshasī, as with four faces, as with a horse's head, as Mahāsthāmaprāpta 大勢至, and as Tārā 陀羅.
2. 觀世音母 (Guanshiyin Mu - Mother Avalokiteśvara) Tara, the śakti, or female energy of the masculine Avalokiteśvara
Maka dari itulah jelas sudahlah keraguan apakah Guanyin Berjubah Putih berasal dari agama Buddha atau dari zaman Tiongkok kuno (Tao). Dan jawabannya: AGAMA BUDDHA.
Beberapa saat lalu bro cetera zhang bertanya lewat massage pada saya tentang sumber. Berikut ini sumber-sumber rujukan saya:
The Legend of Miaoshan Oleh Glen Dudbridge
Latter Days of the Law: Images of Chinese Buddhism oleh Marsha Smith Weidner
Avalokitesvara oleh Ven. Piyasilo
Guan Yin oleh Teoh Eng Soon
Miracle Tales and the Domestication of Kuanyin oleh Yu Chunfang
Maha-vairocana-abhisambodhi Tantra oleh Stephen Hodge
A Dictionary of Chinese Buddhist Terms
Yahoo Groups! Budaya Tionghua
Forum Buddhis Online E-Sangha
The Siddha Wanderer