//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: SEJARAH TIPITAKA  (Read 31483 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
SEJARAH TIPITAKA
« on: 07 October 2008, 03:57:20 PM »
Beberapa minggu setelah Sang Buddha wafat (483 SM) seorang Bhikkhu tua yang tidak disiplin bernama Subhaddha berkata : "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi" (Vinaya Pitaka II,284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.

Dengan bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul di Gua Sattapanni dekat Rajagaha untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya secara sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk mengulang kembali kotbah-kotbah Sang Buddha dan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya (peraturan-peraturan). Dalam Pesamuan Agung Pertama inilah dikumpulkan seluruh ajaran yang kini dikenal sebagai Kitab Suci Tipitaka (Pali). Mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali) disebut Pemeliharaan Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir: "Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu".

Pada mulanya Tipitaka (Pali) ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikkhu yang berniat hendak mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para Bhikkhu yang ingin mempertahankan Dhamma - Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha Gotama menyelenggarakan Pesamuan Agung Kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, di mana isi Kitab Suci Tipitaka (Pali) diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat. Kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma - Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravãda. Sedangkan kelompok Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar Theravãda dan Mahayana.

Pesamuan Agung Ketiga diadakan di Pattaliputta (Patna) pada abad ketiga sesudah Sang Buddha wafat (249 SM) dengan pemerintahan di bawah Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu penyebarkan Dhamma ke suluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan gadungan (penyelundup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dangan maksud meyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk meyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain.

Dalam Pesamuan Agung Ketiga ini 100 orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka (Pali) selama sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuaan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke suluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.

Pesamuan Agung keempat diadakan di Aluvihara (Srilanka) di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya pada permulaan abad keenam sesudah Sang Buddha wafat (83 SM). Pada kesempatan itu Kitab Suci Tipitaka (Pali) dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya.

Selanjutnya Pesamuan Agung Kelima diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah Sang Buddha wafat (1871) dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting pada waktu itu adalah Kitab Suci Titpitaka (Pali) diprasastikan pada 727 buah lempengan marmer (batu pualam) dan diletakkan di bukit Mandalay.

Persamuan Agung keenam diadakan di Rangoon pada hari Visakha Puja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 (tahun Masehi 1956). Sejak saat itu penterjemahan Kitab Suci Tipitaka (Pali) dilakukan ke dalam beberapa bahasa Barat.

Sebagai tambahan pengetahuan dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravãda. Bertitik tolak pada Pesamuaan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian meyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pasamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali).

Dengan demikian, Agama Buddha mazhab Theravãda dalam pertumbuhannya sejak pertama sampai sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamma - Vinaya pada kemurnian Kitab suci tipitaka (Pali) sehingga dengan demikian tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara Theravãda di Indonesia dengan Theravada di Thailand, Srilanka, Burma maupun di negara-negara lain.

Sampai abad ketiga setelah Sang Buddha wafat mazhab Sthaviravada terpecah menjadi 18 sub mazhab, antara lain: Sarvastivada, Kasyapiya, Mahisasaka, Theravãda dan sebagainya. Pada dewasa ini 17 sub mazhab Sthaviravada itu telah lenyap. Yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazhab Theravãda (ajaran para sesepuh). Dengan demikian nama Sthaviravada tidak ada lagi. Mazhab Theravãda inilah yang kini dianut oleh negara-negara Srilanka, Burma, Thailand, dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain.


Disusun oleh: Dhamma Study Group Bogor

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #1 on: 09 October 2008, 07:03:55 PM »
hm begitu toh jalan cerita theravada nya sangat menarik dan membukakan mata

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #2 on: 10 October 2008, 10:12:06 AM »
semoga bisa jadi pencerahan bagi sebagian orang yang mempertanyakan bahwa Tipitaka adalah ciptaan manusia, bukan ditulis langsung oleh Buddha

Karena asumsi diatas itu, maka dia merasa sah untuk mengurangi atau menambahkan Tipitaka dari ajaran org lain yang sesuai dengan "keperluan pribadinya"  ;D

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #3 on: 30 October 2008, 03:37:51 PM »
Itulah yang ASLI
Bukan sok Asli, seperti anggapan MANUSIA yang punya Maksud kepentingan lain, diluar untuk mempertahankan KEBENARAN SEJATI.
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #4 on: 30 October 2008, 04:54:06 PM »
Quote
Sebagai tambahan pengetahuan dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravãda. Bertitik tolak pada Pesamuaan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian meyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pasamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali).

Nah...saya pernah dengar... waktu kitab2 itu di bawa (menyebar) ke negeri tiongkok dan pada jaman kerajaan.... (sy lupa nama kerajaannya),  sebagian besar ( 2/3 ) dari kitab itu di bakar oleh kerajaan itu.

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline Gunawan

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 374
  • Reputasi: 28
  • Gender: Male
  • Siswa Berbaju Putih
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #5 on: 10 November 2008, 12:24:04 PM »
anumodana

Izin Copas untuk Forum Tetangga yach

Semoga Semua makhluk berbahagia
Gunawan S S
Yo kho Vakkali dhamma? passati so ma? passati; yo ma? passati so dhamma? passati.
Dhammañhi, vakkali, passanto ma? passati; ma? passanto dhamma? passati"

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #6 on: 07 December 2008, 05:56:40 PM »
mau nanya nih...kalau pada konsili pertama kan di pimpin oleh Mahakassapa Thera

terus pada konsili ke-tiga.....katanya Mahakassapa Thera sendiri yang menguraikan Abhidhamma.....yang katanya menurut sejarah pertama kali dalam kitab tipitaka itu ada abhidhamma nya..
jadi umur Mahakassapa itu berapa tahun?
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #7 on: 08 December 2008, 02:27:21 PM »
hmmm .. makasi ts utk info nya ... jadi perpecahan maha n thera dari persamuan agung ke 2 ya ? (secara resmi)

kalo dari catatan maha, apakah persamuan agung ke 3 dst versi ts (thera) ada disebutkan jg ? or maha ada catatan sendiri mengenai persamuan2 agung maha ?

makaci.

note :
maha - mahayana
thera - theravada

biar cepet ngetiknya.

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #8 on: 10 December 2008, 10:29:37 PM »
Quote
"Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi" (Vinaya Pitaka II,284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.

Siapakah yg bersedih, meratap? Apakah itu para siswa sang Buddha? Apakah mereka telah mencapai Arahat?
Atau hanya kesalahan persepsi dari Subhaddha saja? Lalu Maha Kassapa Thera memutuskan utk mengadakan pasamuan Agung... Apakah 'memutuskan' ini sebuah kehendak (kamma)?

Mohon pendapat bro/sis sekalian...

Namo Buddhaya...  _/\_ ...


Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #9 on: 11 December 2008, 01:25:37 PM »
Quote
"Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi" (Vinaya Pitaka II,284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.

Siapakah yg bersedih, meratap? Apakah itu para siswa sang Buddha? Apakah mereka telah mencapai Arahat?
Atau hanya kesalahan persepsi dari Subhaddha saja?

Disini diperjelas :
- seorang Bhikkhu tua
- yang tidak disiplin

jadi sudah jelas dia siswa buddha yg belum mencapai arahat......

Lalu Maha Kassapa Thera memutuskan utk mengadakan pasamuan Agung... Apakah 'memutuskan' ini sebuah kehendak (kamma)?

Mohon pendapat bro/sis sekalian...

Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Dalam citta ariya puggala, sudah tidak ada lagi "cetana" atau kehendak

Yang ada adalah Kiriya/fungsional.

Keputusan disini, sama seperti memutuskan untuk makan, memutuskan utk jalan ke arah tertentu, dsbnya.....

semoga bisa dimengerti

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #10 on: 11 December 2008, 04:09:19 PM »
hehehe... seharusnya judul threadnya: sejarah tipitaka menurut sekte theravada

pengakuan mengenai mana yg penambahan belakangan dan mana yg dikurangi akan selalu mengundang pertentangan.
saya sarankan anda membaca sumber dari berbagai pihak dan juga sumber2 netral lainnya.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #11 on: 11 December 2008, 04:36:54 PM »
Iya :D tiap sekte punya versi masing tuh

tapi lokasinya udah tepat koq ada di board theravada
« Last Edit: 11 December 2008, 06:10:59 PM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #12 on: 11 December 2008, 07:10:12 PM »
Quote
hehehe... seharusnya judul threadnya: sejarah tipitaka menurut sekte theravada

oo.. menurut sekte lain beda ya?... ;D

Quote
pengakuan mengenai mana yg penambahan belakangan dan mana yg dikurangi akan selalu mengundang pertentangan.

Berarti dah ga asli lagi yah... sudah ditambahkan dan di kurangi yang mengundang pertentangan...

Quote
saya sarankan anda membaca sumber dari berbagai pihak dan juga sumber2 netral lainnya.

Quote
Iya Cheesy tiap sekte punya versi masing tuh

Apa ngga blunder nantinya (khususnya buat umat awam yang baru belajar seperti saya ini)?
Kalo saya harus membaca dari banyak sumber... Judulnya 'sama' trus isinya 'lain' (versinya menurut sekte masing-masing)... trus gimana dong kita menentukan sikap...

 :o :o :o...

Namo Buddhaya...  _/\_ ...



Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #13 on: 11 December 2008, 09:00:23 PM »
Apa ngga blunder nantinya (khususnya buat umat awam yang baru belajar seperti saya ini)?
Kalo saya harus membaca dari banyak sumber... Judulnya 'sama' trus isinya 'lain' (versinya menurut sekte masing-masing)... trus gimana dong kita menentukan sikap...
bang citra, justru dari sanalah lahir sikap kritis dan tidak cepat percaya membuta.
dari sikap kritis akan melahirkan toleransi dan memudahkan kita mempelajari buddhisme.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #14 on: 11 December 2008, 10:41:04 PM »
buat tambahan :
MASA AWAL KEPUSTAKAAN BUDDHIS[/b]

 231. Selama empat puluh tahun masa mengajar, Sang Buddha telah menyampaikan ribuan khotbah dengan berbagai metoda mengajar. Kadang-kadang Beliau hanya menyampaikan pembicaraan sederhana, lalu mungkin merangkum kambali topik utamanya dalam bentuk ayat-ayat, kadang-kadang pula Beliau bertanya-jawab, menggunakan pepatah, persamaan dan perumpamaan untuk memperjelasnya. Khotbah-khotbah, pepatah-pepatah dan ayat-ayat diingat secara rinci oleh orang yang mendengarkannya langsung, lalu meneruskannya pada orang lain. Dapat dipahami bahwa sampai akhir pengabdian Sang Buddha, beredar sangat banyak pelajaran-pelajaran lisan. Walau orang telah tahu menulis pada masa itu, namun tidak ada usaha untuk menjadikannya tertulis, sebab masyarakat India kuno pada masa itu menganggap ingatan lebih dapat dipercaya daripada pena seorang penulis dan ingatan jelas lebih dapat bertahan lebih lama di kepala seseorang dibanding lembaran-lembaran daun (yang ditulisi diatasnya). Memang, pada kenyataannya masa itu masyarakat India kuno telah mengembangkan dan menyempurnakan teknik untuk mengabdikan literatur di dalam ingatan mereka secara luar biasa.

 232. Sewaktu Sang Buddha mencapai Nibbana-akhir di Kusinara, salah seorang murid senior Beliau, Maha Kassapa, dan sekelompok bhikkhu sedang dalam perjalanan menuju Kusinara untuk menjumpai Sang Buddha, namun mereka belum mendengar berita kemangkatan Guru mereka. Dalam perjalanan, mereka bertemu seorang pertapa pengembara yang kemudian menyampaikan berita kemangkatan Sang Buddha yang telah beberapa hari sebelumnya. Begitu mendengar berita ini, beberapa bhikkhu mulai meratap sedih, tapi salah seorang dari mereka, Subhadda, yang menjadi bhikkhu pada usianya yang sudah lanjut, malah berkata:

          Sudahlah, kawan-kawan, tidak usah meratap atau menangis! Kita sebenarnya beruntung telah terlepas dari Pertapa Agung itu. Dia selalu saja menjemukan kita dengan berkata: "Adalah baik bila engkau berbuat begini atau adalah baik bila engkau tidak berbuat begitu!" Sekarang kita dapat berbuat atau tidak berbuat, sesuka hati kita.1

      Maha Kassapa kemudian menyadari bahwa andaikata banyak bhikkhu seperti Subhadda, ketidaksesuaian paham mengenai Dhamma akan segera muncul. Oleh karenanya diputuskan bahwa tiga bulan kemudian, pertemuan besar akan dilaksanakan. Lima ratus Arahat berkumpul untuk mendiskusikan ajaran Sang Buddha, menyusunnya, dan mengulanginya dan memantapkannya masing-masing dalam ingatan mereka. Pertemuan besar ini dilaksanakan di Gua Sattapanni di Rajagaha, pertemuan ini kemudian dikenal sebagai Konsili Pertama. Sewaktu konsili bersidang, Maha Kassapa menyambut lima ratus Arahat itu, dengan berkata:

          Marilah, Para Yang Mulia, kita mengulangi Dhamma dan Tata-tertib (vinaya), sebelum apa yang bukan Dhamma berkembang dan apa yang Dhamma malah tertutup, sebelum apa yang bukan Tata-tertib berkembang dan apa yang Tata-tertib tertutup, sebelum mereka yang berucapkan bukan Dhamma menjadi kuat dan mereka yang berucapkan Dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang berucapkan bukan Tata-tertib menjadi kuat dan mereka yang berucapkan Tata-tertib menjadi lemah.2

      Sidang menunjuk Upali untuk mengulangi peraturan-peraturan untuk para bhikkhu dan bhikkhuni sebab dia memang ahli dalam bidang (Vinaya) itu, dan Ananda dipilih untuk mengulangi khotbah-khotbah, sebab dia lah yang menjadi pendamping dan senantiasa menyertai Sang Buddha selama dua puluh tahun, dia mendengarkan khotbah lebih sering dari yang lainnya. Sebagian dari diskusi diambil dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan Maha Kassapa kepada Ananda:

          "Dimanakan, Ananda yang terhormat, Brahmajala Sutta diucapkan?"
          "Tuan yang terhormat, diantara Rajagaha dan Nalanda di rumah peristirahatan agung di Ambalatthika."
          "Kepada siapa?"
          "Suppiya si-pengembara dan Brahmadatta si-Brahmin muda."
          Lalu, Maha Kassapa menanyakan Ananda tentang tema dan perincian Samaññaphala Sutta.
          "Dimanakah, Ananda yang terhormat, Samaññaphala Sutta diucapkan?"
          "Di Rajagaha, di kebun mangga kepunyaan Jivaka."
          "Kepada siapa?"
          "Kepada Ajatasattu, putra dari ibunda Videhan."3

      Dengan cara ini pula Maha Kassapa bertanya tentang Lima Nikaya, dan setiap pertanyaan dapat terjawab oleh Ananda. Ananda selalu mengawali menjawab pertanyaan tentang setiap khotbah dengan berkata: "Sesuai yang saya dengar" (evam me sutam), yang berarti "Inilah yang saya ingat pernah dengarkan", oleh karenanya hampir setiap khotbah diawali dengan kata-kata tersebut.


 233. Dalam beberapa abad kemudian, Dhamma masih tetap dihafalkan dengan berhati-hati, diingat dan diteruskan pada yang lainnya. Walau ini adalah kewajiban yang biasanya dilakukan oleh para bhikkhu dan bhikkhuni, tapi terdapat banyak bukti bahwa para umat awam laki-laki dan wanita, juga banyak mengetahui Dhamma di dalam hati dan memainkan peran dalam penerusannya. Didalam naskah-naskah, kita membaca seorang wanita menghafal bagian dari Samyutta Nikaya.4 Didalam catatan-catatan lama lainnya, diabad ke tiga sebelum Masehi, nama-nama beberapa umat awam biasa disebut-sebut bersama julukan mereka, antara lain 'penghafal Dhamma' (dhammakathika), 'yang mengetahui keranjang' (petakin), 'yang mengetahui khotbah-khotbah' (sutantika) dan 'yang mengetahui Lima Kumpulan' (pañcanekayika). Kira-kira seratus tahun sesudah Sang Buddha, dilaksanakan lagi suatu Konsili Ke dua, yang dihadiri sekitar tujuh ratus bhikkhu-bhikkhu pemimpin, semula mereka membicarakan beberapa pertentangan paham menyangkut tata-tertib kehidupan vihara, setelah bagian ini selesai, mereka menghafal Dhamma bersama. Pertemuan ini berlangsung di Vesali. Lalu kira-kira 230 tahun sesudah Sang Buddha, Raja Asoka melaksanakan Konsili ke tiga di ibu kota kerajaannya di Pataliputta, dan sekali lagi Dhamma secara keseluruhan dihafalkan bersama. Kemungkinan pada konsili inilah diputuskan untuk memasukkan buku Abhidhamma sebagai bagian ke tiga dari Kitab suci Buddhis. Juga kemungkinan untuk pertama kalinya disepakati untuk mengabadikan Dhamma dalam bentuk tertulis, walau tidak ada rekaman bahwa ini dilakukan sebelum tahun 50 Sebelum Masehi di Sri Lanka, dimana agama Buddha telah menyebar disana pada waktu itu. Sejak masa itu, kitab suci Buddhis tertulis di kitab-kitab yang dibuat dari daun palma, kulit kayu, sutra, dan terakhir seperti zaman kita ini, diatas kertas. Jadi kata-kata Sang Buddha benar adalah "indah pada permulaan, indah pada pertengahan, dan indah pada akhirnya", dan dengan sangat hati-hati diwariskan pada kita.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #15 on: 11 December 2008, 10:42:22 PM »
TIPITAKA

 234. Sekarang marilah kita mengenal susunan dari kitab-suci Buddhis Tipitaka. Istilah 'pitaka' berarti 'keranjang', istilah yang dipakai, sebab bagaikan para pekerja di zaman India kuno meneruskan keranjang tanah dari kepala seseorang ke kepala rekannya, Dhamma juga diteruskan dari ingatan seorang guru ke ingatan muridnya. Awalan 'ti' berarti 'tiga', dengan demikian Tipitaka berarti Tiga Keranjang. Tiga Keranjang tersebut, adalah - Sutta Pitaka - keranjang dari khotbah-khotbah, Vinaya Pitaka - keranjang dari peraturan (disiplin), dan Abhidhamma Pitaka - keranjang analisa (uraian). Istilah 'Sutta' sebenarnya berarti 'benang', khotbah-khotbah Sang Buddha disebut demikian, karena setiap darinya memiliki 'benang arti' atau 'untaian argumentasi'.

 235. Sutta Pitaka dibagi atas lima kumpulan atau koleksi (nikaya). Yang pertama, Digha Nikaya - kumpulan dari Khotbah-khotbah Panjang - terdiri atas 34 khotbah-khotbah yang, seperti terlukis dinamanya, adalah khotbah-khotbah yang sangat panjang. Yang ke dua, Majjhima Nikaya - Kumpulan dari Khotbah-khotbah Setengah-Panjang - terdiri atas 150 khotbah-khotbah yang juga seperti namanya, tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek. Yang ke tiga adalah Samyutta Nikaya - Kumpulan khotbah-khotbah Yang-berhubungan - didalamnya 7562 khotbah-khotbah dikelompokkan sesuai obyeknya. Yang ke empat adalah Anguttara Nikaya - Kumpulan Khotbah Bertahap. 'Anguttara' berarti 'selesai dalam satu', sebab 9557 khotbah-khotbah dalam kumpulan ini dikelompokkan dalam satu urutan dari satu sampai sebelas. Lima Nikaya yang terakhir adalah Khuddaka Nikaya - Kumpulan Campuran - yang terdiri dari 15 hasil karya yang agak terpisah, yang karena perbedaannya, tidak dapat digabung dalam salah satu dalam empat Nikaya yang lainnya. Kita akan meninjau secara singkat beberapa yang penting-penting dari kumpulan ini. Dhammapada, tidak diragukan adalah karya dalam Tipitaka yang paling populer dan termahsyur. Ini merupakan kumpulan dari 423 ayat (gatha) diucapkan oleh Sang Buddha pada waktu yang berbeda-beda, disusun dalam 23 bab tergantung dari pokok bahasannya. Dhammapada merupakan bagian kitab-suci Buddhis yang paling banyak diterjemahkan dibanding bagian yang lainnya. Udana - Ayat-ayat Peningkatan (atau melegakan) - sesuai namanya merupakan kenyataan bahwa setiap bagian dari 80 khotbah, isinya diselesaikan dalam satu atau lebih ayat yang memberi peningkatan atau semangat (udana). Yang sangat mirip dengan Udana adalah Itivuttaka - Seperti Dikatakan - yang terdiri atas 112 khotbah, yang juga dirangkum pada bagian akhir dalam satu atau beberapa ayat.

 236. Sutta Nipata - Kumpulan Khotbah - terdiri atas 55 khotbah dalam bentuk sajak, yang keseluruhannya berjumlah 1149 ayat. Mangala Sutta, Metta Sutta dan beberapa khotbah yang populer lainnya ditemukan dalam karya ini. Karena semua khotbah-khotbah ini diucapkan pada masa-masa awal Sang Buddha mengajar, dan karena kebanyakan darinya dianggap jasa kesusasteraan, maka Sutta Nipata adalah salah satu buku-buku terpenting dalam Tipitaka. Dua hasil karya indah lainnya adalah Theragatha - Ayat-ayat para Bhikkhu, dan Therigatha - Ayat-ayat para Bhikkhuni, masing-masing terdiri atas 164 dan 72 sajak, ditulis oleh beberapa Siswa-siswa Sang Buddha. Beberapa sajak adalah riwayat-hidup sendiri (autobiografi), beberapa adalah pujian-pujian bagi Sang Buddha, yang lainnya merupakan pujian keberadaan dan kebahagiaan Pencerahan. Buku yang terbesar dalam Khuddaka Nikaya adalah Jataka - kisah kelahiran-kelahiran. Jataka terdiri atas 547 cerita, yang diambil dari hikayat atau cerita-cerita rakyat India kuno, lalu diberi warna Buddhis dengan menjadikan Sang Buddha (dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya) sebagai pahlawan dalam setiap cerita. Walau Jataka hanyalah legenda, tapi setiap dari cerita itu mempunyai nilai pengajaran moral yang tinggi. Pada kenyataannya, memang cerita Jataka digunakan selama berabad-abad sebagai teladan moral bagi rakyat jelata, kaum Buddhis yang sederhana dan lugu. Buku-buku di dalam Khuddaka Nikaya lainnya muncul belakangan setelah bagian Tipitaka yang lain dan tidak dianggap seberapa penting saat ini.

 237. Bagian ke dua yang besar dari Tipitaka adalah Vinaya Pitaka - Keranjang Tata-tertib - yang terdiri atas lima buku. Vinaya berisi peraturan-peraturan bagi bhikkhu dan bhikkhuni, tatacara kehidupan vihara, dan beberapa kejadian penting dalam kehidupan Sang Buddha yang berhubungan dengannya. Juga ada rekaman tentang sejarah atau masa-masa awal kehidupan masyarakat vihara, termasuk laporan-laporan dari Konsili Pertama dan Konsili Ke dua.

 238. Bagian ke tiga dan yang terakhir adalah Abhidhamma Pitaka - Keranjang Penguraian - yang terdiri atas tujuh buku. Salah satu dari buku ini, Kathavattu - Butir-butir Ketidaksesuaian/kontroversial - berisi masalah-masalah sekitar doktrin yang diperdebatkan dalam Konsili ke tiga, dan inilah buku terakhir yang digabung dengan Tipitaka. Buku-buku lain dari Abhidhamma terdiri atas daftar unsur-unsur batin dan benda, penyebab dan akibatnya, dan penguraian tipe-tipe kepribadian yang berbeda. Buku pertama dari Abhidhamma mungkin ditulis sekitar 150 tahun setelah kemangkatan Sang Buddha dan yang terakhir, yang adalah Kathavattu diatas, ditulis sekitar tahun 253 Sebelum Masehi. Dengan demikian, Abhidhamma Pitaka tidak dibacakan pada Konsili Pertama, tapi ditambahkan pada Tipitaka pada masa-masa belakangan. Berdasar asal-usulnya, gaya penyajiannya dan waktu dituliskannya, dapat disimpulkan bahwa Abhidhamma adalah bagiam Tipitaka yang paling kurang kepenadaannya. Vinaya, yang kita ketahui berhubungan dengan keberadaan bhikkhu dan bhikkhuni, dan Sutta Pitaka, yang adalah Dhamma dari kata-kata Sang Buddha sendiri; adalah bagian terpenting dari literatur Buddhis.

 239. Seperti apa yang dapat kita lihat diatas, Sutta Pitaka sangatlah padat dan panjang; sebagai gambaran dapat diutarakan, bahwa ternyata terjemahan bahasa Inggeris-nya terdiri atas lebih dari 30 jilid buku. Walau demikian, seperti diperhatikan pada khotbah-khotbah yang telah banyak dituliskan diatas, banyak diantaranya ditandai dengan pengulangan-pengulangan kata-kata, yang menyebabkan bertambah panjangnya khotbah-khotbah tersebut; hal demikian, dapat dipahami, terjadi sebagai usaha agar khotbah-khotbah mudah dihafalkan; jadi demi kepentingan pewarisan ajaran-ajaran itu dalam bentuk lisan, pada masa-masa sebelum khotbah-khotbah direkam dalam bentuk tulisan. Pula, khotbah-khotbah ada yang diulangi kata demi kata atau dalam bentuk yang sama pada dua tempat yang berbeda. Salah satu contoh adalah Satipatthana Sutta ada di dalam Digha Nikaya maupun di Majjhima Nikaya,1 pula hampir semua bagian Brahma Vagga dalam Dhammapada diulangi di Sutta Nipata.2 Hal yang juga dapat dipahami, karena Sutta Nipata berisi khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Siswa-siswa utama Sang Buddha.

 240. Tipitaka diwariskan dan akhirnya sampai pada kita dalam bahasa India kuno yang dikenal sebagai Magadhi, disebut demikian karena merupakan bahasa daerah dari kerajaan Magadha, bagian dari Kosala, dimana Sang Buddha paling banyak melewatkan masa hidup-Nya. Bahasa Magadhi kemudian dikenal sebagai bahasa Pali, yang berarti 'naskah', artinya bahasa dari naskah-naskah. Tidak semua cendekiawan sependapat bahwa Sang Buddha berbicara dalam bahasa Pali, tetapi bila tidak demikian, setidaknya bahasa tersebut adalah bahasa yang sangat mirip bahasa Pali. Filsuf besar Wilhelm Geiger berkata "bahasa Pali semestinya dipandang sebagai bahasa Magadhi, bahasa yang digunakan Sang Buddha dalam khotbah-khotbah-Nya."3 Professor Rhys Davids dalam pengantar buku kamus Pali-Inggeris karyanya, mengatakan: "Bahasa Pali di dalam buku-buku peraturan-peraturan adalah didasarkan pada bahasa daerah Kosala baku yang digunakan pada abad ke 6 dan ke 7 Sebelum Masehi ..... bahasa daerah ini adalah bahasa-ibu Sang Buddha."4 Kadang-kadang dipertanyakan penting tidaknya seseorang mengerti bahasa Pali agar dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada dua bhikkhu yang mengharapkan agar digunakan bahasa Sanskerta (chandaso) dalam kata-kata Sang Buddha, dengan alasan bahasa Sanskerta adalah bahasa mati, tidak berubah lagi dan dengan demikian diharapkan agar pemahaman kata-kata Sang Buddha tidak akan hilang. Sang Buddha menolak, dan berkata:

          Saya memperkenankan engkau, para bhikkhu, untuk mempelajari kata-kata Sang Buddha dalam bahasamu sendiri-sendiri.5

      Pesan-pesan kemanusiaan Sang Buddha berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dan dapat dimengerti lewat pengalaman, tidak dengan melestarikan dalam bahasa. Tidak diragukan lagi, walau mungkin perlu memahami sedikit istilah Pali, tapi Sang Buddha menginginkan kita belajar Dhamma dalam bahasa kita sendiri, karena Beliau mengetahui bahwa itulah cara terbaik untuk mengerti dan untuk berkomunikasi satu sama lain.
 241. Adalah mudah untuk menemukan acuan dalam kitab-kitab suci, karena biasanya kitab-kitab suci telah terbagi dengan baik atas bab-bab dan kemudian terbagi lagi atas ayat-ayat. Namun disebabkan karena ukuran dan sebaran yang luas dari Tipitaka, maka masih perlu dipikirkan suatu sistim acuan yang terbaik bagi Tipitaka. Saat ini, mungkin sistim acuan yang baik dan paling banyak digunakan adalah seperti yang dipergunakan dalam edisi-edisi dan terjemahan-terjemahan oleh Pali Text Society, dan oleh karenanya kita akan lebih terbiasa dengan sistim ini. Di sudut kanan atas halaman sebelah kiri dari setiap buku terjemahan ke bahasa Inggeris oleh PTS dituliskan angka Romawi diikuti nomor. Yang pertama (angka) merujuk ke jilid dari karya yang dimaksud dan yang ke dua (nomor) merujuk ke halaman dari naskah Pali asli. Jadi, bila kita sedang membaca sebuah buku yang mengutip Tipitaka dan dalam daftar acuannya disebutkan A II 150, dan bila kita ingin meneliti kutipan itu, inilah yang kita lakukan: Periksa Tipitaka, cari Anguttara Nikaya ('A' adalah singkatan dari Anguttara Nikaya, Kumpulan Khotbah Bertahap), ambil jilid Dua (II berarti Jilid Dua) dan buka halaman-halamannya, lihat pada sudut kanan atas dari halaman sebelah kiri, sampai kita menemukan 150. Di halaman itu atau sekitar itu akan kita temukan sumber yang dikutip oleh buku yang kita baca. Beberapa karya Tipitaka lainnya, misalnya Dhammapada, Sutta Nipata, Theragatha dan Therigatha, kesemuanya dalam bentuk ayat-ayat, dengan demikian acuan dari kitab-kitab ini hanya pada karya dan nomor ayat-nya saja. Jadi acuan ayat ke 53 dalam Dhammapada ditulis Dp 53, atau ayat ke 410 dari Sutta Nipata ditulis Sn 410. mungkin akan membutuhkan waktu untuk terbiasa dalam menggunakan sistim acuan ini, tapi sekali kita lakukan, maka Tipitaka akan mengungkapkan banyak harta kebijaksanaan bagi kita.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #16 on: 12 December 2008, 02:15:51 AM »
Quote
232. Sewaktu Sang Buddha mencapai Nibbana-akhir di Kusinara, salah seorang murid senior Beliau, Maha Kassapa, dan sekelompok bhikkhu sedang dalam perjalanan menuju Kusinara untuk menjumpai Sang Buddha, namun mereka belum mendengar berita kemangkatan Guru mereka. Dalam perjalanan, mereka bertemu seorang pertapa pengembara yang kemudian menyampaikan berita kemangkatan Sang Buddha yang telah beberapa hari sebelumnya. Begitu mendengar berita ini, beberapa bhikkhu mulai meratap sedih, tapi salah seorang dari mereka, Subhadda, yang menjadi bhikkhu pada usianya yang sudah lanjut, malah berkata:

Saya ulang pertanyaan nya:
Siapakah yg  meratap sedih? Apakah itu para siswa sang Buddha? Apakah mereka telah mencapai Arahat?
Atau hanya kesalahan persepsi dari Subhaddha saja?

dan jawaban dari bro markos adalah

Quote
Disini diperjelas :
- seorang Bhikkhu tua
- yang tidak disiplin

nah bro markos menyebutkan 'seorang bikkhu tua' sedangkan cerita diatas menuliskan 'Begitu mendengar berita ini, beberapa bhikkhu mulai meratap sedih' ... ini malah jadi membingungkan saya ... (sepertinya saya atau jawaban bro markos yang gak nyambung nih...)... :))...

mohon penjelasan nya lebih lanjut...

Namo Buddhaya ...  _/\_ ...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #17 on: 12 December 2008, 06:01:23 AM »
Sudah ditulis khan yang meratap sedih beberapa bhikhu, Subbhada itu pertapa tua yang tidak disiplin yang merasa kurang senang dengan ajaran sang Buddha yang mengatakan harus begini harus begitu :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #18 on: 12 December 2008, 11:26:01 AM »
 [at] citra,

maaf, saya terlalu cepat membacanya.

yg meratap sedih itu adalah beberapa bhikkhu, yg belum mencapai kesucian

jika sudah mencapai kesucian, sudah tidak mungkin lagi utk sedih/dosa mula citta

semoga bisa memperjelas

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #19 on: 14 December 2008, 05:56:42 PM »
menurut saya orang tua yg dianggap ppenyebab assal perpecahan ajaran buddha sy anggap tidak tepat dari perkataan orang tua yg anda tulis sy sangat setuju...........mengapa....

dari kata tersebut walaupun singkat dan mencemaskan sebenarnya kalimat itu adalaah  perkataan yg sangat oke..........mari sy mengajak anda untuk merenungi kata bihku tua itu


: "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi"

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu
dan kata itupun sangat benar kita dsapat berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........

dari kata itu sudah di tegaskan ini adalah kenyataannya setelah buddha wafat...............

dan yg menjadi perpecahaan itu di sebabkan oleh ketakutan yg terlalu over dari pada murid buddha diluar dari ssiswa buddha utama

karena sy yakin murid utama buddha yg  telah mengerti akan inti dharma tidak akan mengadakan perkumpulan itu dan sy menyakini bahwa itu di lakukan oleh murid buddha yg kebelinger.............takut akan tersesat sebab tak punya dasar dalam diri buddha dharma..................................................


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #20 on: 14 December 2008, 06:01:16 PM »
menurut saya orang tua yg dianggap ppenyebab assal perpecahan ajaran buddha sy anggap tidak tepat dari perkataan orang tua yg anda tulis sy sangat setuju...........mengapa....

dari kata tersebut walaupun singkat dan mencemaskan sebenarnya kalimat itu adalaah  perkataan yg sangat oke..........mari sy mengajak anda untuk merenungi kata bihku tua itu


: "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi"

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu
dan kata itupun sangat benar kita dsapat berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........

dari kata itu sudah di tegaskan ini adalah kenyataannya setelah buddha wafat...............

dan yg menjadi perpecahaan itu di sebabkan oleh ketakutan yg terlalu over dari pada murid buddha diluar dari ssiswa buddha utama

karena sy yakin murid utama buddha yg  telah mengerti akan inti dharma tidak akan mengadakan perkumpulan itu dan sy menyakini bahwa itu di lakukan oleh murid buddha yg kebelinger.............takut akan tersesat sebab tak punya dasar dalam diri buddha dharma..................................................


Jadi kalau saja para murid tidak menyusun tipitaka maka perpecahan gak akan ada?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #21 on: 14 December 2008, 06:08:39 PM »
[at] atas
 pencerahan tidak dengan kitab tapi pengertian akan hidup itu adalah kebenaraannya

contoh:
buddha sendiri mencapai pencerahaan tidak terikat oleh kitab yg waktu itu adalah agama hindu itu saja

jd menurut sy yg masih mengandalkan kitab sebenarnya adalah murid yg tersesat......(masih awam)

karena tujuaan kitab hanyalah garis besar ajaran buddha bukan pokok ajara tersebut maka bila kita mau penceraahan hanya dengan mengerti arti kehidupan maka pencerahaan tersebut akan datang seperti murid buddha yg telat mikirnya hanya dengan kata2 sederhana menyapu kotoran sudah dapat pencerahaan.....jadi itu kenyataan yg pasti bahwa hanyya penyelaman hidup dan secepatnya sadar akan hidup itu adalah jalan pastinya...........

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #22 on: 14 December 2008, 06:12:56 PM »
[at] atas
 pencerahan tidak dengan kitab tapi pengertian akan hidup itu adalah kebenaraannya

contoh:
buddha sendiri mencapai pencerahaan tidak terikat oleh kitab yg waktu itu adalah agama hindu itu saja

jd menurut sy yg masih mengandalkan kitab sebenarnya adalah murid yg tersesat......(masih awam)

karena tujuaan kitab hanyalah garis besar ajaran buddha bukan pokok ajara tersebut maka bila kita mau penceraahan hanya dengan mengerti arti kehidupan maka pencerahaan tersebut akan datang seperti murid buddha yg telat mikirnya hanya dengan kata2 sederhana menyapu kotoran sudah dapat pencerahaan.....jadi itu kenyataan yg pasti bahwa hanyya penyelaman hidup dan secepatnya sadar akan hidup itu adalah jalan pastinya...........
Tpi setidaknya rakit diperlukan lah buat menyebrang :)
Tanpa rakit bisa tersesat lho :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #23 on: 14 December 2008, 06:19:43 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #24 on: 14 December 2008, 06:22:56 PM »
hukum kesunyataan tu apa yah ?

nb : itu tolong diramalin yak di lapak ente =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #25 on: 14 December 2008, 06:24:47 PM »
 [at] Waliagung...

ini adalah salah satu pintu dharma sesungguhnya dimana kita tidak lagi terikat oleh buddha sendiri tapi mencari dengan sendiri dharma itu

Pertanyaan dari saya:
>>>Bisakah kita mencari sendiri dhamma itu tanpa ada seorang 'Buddha'? semudah itukah?
>>>Apakah kita semua yang walaupun telah bertekad menjadi Bodhisatta, mempunyai 'kemampuan' untuk menjadi paling tidak seorang 'Pacceka Buddha'?

'berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........'

kata-kata malah membahayakan lho bila tidak dikasih 'pengertian benar' tentang itu...
misalnya:
bagaimana pendapat anda kalau ada seseorang yang mempunyai kegemaran untuk berkelahi, gemar minum minuman keras dsb... apakah ini 'kata itupun sangat benar'?... :-?

Salam kenal...
Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #26 on: 14 December 2008, 06:28:20 PM »
[at] ryu....

silakan kalau anda ingin di ramal.........

tolong masa kamu kg tau....itu hukum kesunyataan sih....terlalu

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #27 on: 14 December 2008, 06:31:25 PM »
[at] ryu....

silakan kalau anda ingin di ramal.........

tolong masa kamu kg tau....itu hukum kesunyataan sih....terlalu
:)) baru seacrh di Google :))
Hukum Kesunyataan, Hukum Kamma tidak terpengaruh oleh Hukum Anicca. Perlu dicatat bahwa hukum disini adalah suatu sistem tanpa pembentuk. Hukum-hukum tidak bisa meniadakan satu dengan yang lain tetapi justru bekerja secara berdampingan di dalam menciptakan keharmonian semesta. Jika Hukum Kamma sebagai suatu sistem dapat dipengaruhi oleh hukum Anicca (ketidakkekalan) maka suatu saat Hukum Kamma akan tidak ada lagi, dan hal ini akan menimbulkan kekacauan luar biasa di dalam alam semesta karena sistem sebab akibat yang terkandung dalam Hukum Kamma telah hilang.

Mengenai Anicca dalam Mahaparinibbana sutta (Digha Nikaya 16) pada saat-saat terakhir menjelang Prinibbana dijelaskan oleh Sang Buddha bahawa segala fenomena yang terbentuk dari perpaduan usur akan mengalami pelapukan, perubahan. Begitu juga dalam Anicca Sutta (Samyutta Nikaya 36; 9)

Sedang mengenai Anatta terdapat dalam Anattalakkhana Sutta (Samyutta Nikaya 22;59)

Maklum aye bukan Buddhist :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #28 on: 14 December 2008, 06:32:43 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................
Memang tidak dicantumkan harus membaca kitab, tapi tercatat di kitab lho :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #29 on: 14 December 2008, 06:34:45 PM »
tapi pada kebenarannya rakit itu bukan kitab2 yg ada sekarang tapi kitab hidup seseorang dengan menjalankan ajaran buddha kalau benar kita harus berpedoman pada kitab.........

mengapa dalam hukum kesunyataan yg sekali lagi inti ajaran buddha tidak di cantumkan kita harus membaca kitab..................

Karena baru pada Konsili ke-4 Tipitaka dituangkan ke dalam bentuk tulisan.
Jadi, malah aneh kalau ada keharusan membaca kitab di dalam Tipitaka, karena memang awalnya belum berwujud tulisan, namun lisan.

Namun ada tertulis bahwa mendengarkan Dhamma adalah berkah utama.
Bisa jadi sekarang, membaca Dhamma pun merupakan berkah utama.
yaa... gitu deh

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #30 on: 14 December 2008, 06:36:12 PM »
[at]g.citra

bisa dan sangat bisa......sebab buddha  mencaapai kebuddhaaan tidak berfokus pada buddha sebelmnya sebab ajaran buddha sebelum nya telah lenyap........

bisa hanya tergantung oleh kharma yg kita pupuk sudah sampai batasnya belum itu aja sebenarnya .....

untuk kata2 sy sudah tekankan mari kita renungkan......
ini adalh murid buddha yg memang tidak 100% dia mau ngajak sesat apa benar......itu tidak jadfi masalah bukannya dia yg kita kwatirkan tapi kita yg menyerap kata2 itu

manusia tidak akan tersesat hanya karena orang lain,dewa, dan buddha.........
tapi diri sendiri yg menentukan sesat atau tidak..............

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #31 on: 14 December 2008, 06:37:01 PM »
pencerahan memang bukan melalui kitab
tapi kitab pun mempunyai peranan penting, setidaknya dalam kitab, telah tertulis apa yang telah ditemukan
sehingga kita tak perlu mencari ulang lagi, kita tinggal memahami dan membuktikan kebenaran yg ada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #32 on: 14 December 2008, 06:38:59 PM »
[at]g.citra

bisa dan sangat bisa......sebab buddha  mencaapai kebuddhaaan tidak berfokus pada buddha sebelmnya sebab ajaran buddha sebelum nya telah lenyap........

bisa hanya tergantung oleh kharma yg kita pupuk sudah sampai batasnya belum itu aja sebenarnya .....

untuk kata2 sy sudah tekankan mari kita renungkan......
ini adalh murid buddha yg memang tidak 100% dia mau ngajak sesat apa benar......itu tidak jadfi masalah bukannya dia yg kita kwatirkan tapi kita yg menyerap kata2 itu

manusia tidak akan tersesat hanya karena orang lain,dewa, dan buddha.........
tapi diri sendiri yg menentukan sesat atau tidak..............
dan keadaan juga bisa menentukan seseorang jadi sesat atau tidak bro :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #33 on: 14 December 2008, 06:43:38 PM »
[at]reenzia

dari tadi saya sudah katakan bahwa kitab bukan sumber dari pencerahaan tapi kita

walaupun di dunia tanpa kitab ajaran buddha akan ada di setiap manusia yg ingin hidup damai dan bahagia

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #34 on: 14 December 2008, 06:46:16 PM »
[at]reenzia

dari tadi saya sudah katakan bahwa kitab bukan sumber dari pencerahaan tapi kita

walaupun di dunia tanpa kitab ajaran buddha akan ada di setiap manusia yg ingin hidup damai dan bahagia
Ajaran Buddha yang mana dulu nih :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #35 on: 14 December 2008, 06:47:43 PM »
[at]ryu

keadaan adalah peran yg sangat besar untuk mencapai pencerahaan...
tapi keadaan itu terjadi tidak timbul begitu saja semua terikat oleh kharma kita bila kita pupuk yg bagus maka keadaan yg membuat kita jauh dari dharma maka tidak akan terjadi........................

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #36 on: 14 December 2008, 06:47:49 PM »
 [at] wali

betull.....
tapi...tidak mudah menemukannya bro...

selama 2000 tahun terakhir ini aja baru Sang Sidharta yg menemukan dhamma secara total
dan sejak dia wafat sampe sekarang pun ada kitabnya, tapi brp org yg uda berhasil mengikuti jejaknya? no one!

ada kitab aja susah, pa lg gak ada? paling ngga kan dengan kitab bisa sedikit memudahkan bila gak mengerti
tapi tentu saja dengan tidak diterima secara blind faith, harus dipahami dan dibuktikan juga

yah bisa dianggap sebagai pedoman lah, walaupun gak bisa secara total, karena kitab pun harus dibuktikan juga

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #37 on: 14 December 2008, 06:49:19 PM »
Hmm......

Kalo saya perhatikan di forum ini,
Ada beberapa yang menolak kitab.
Karena beralasan bahwa dengan membaca kitab tidak akan membawa ke pencerahan.
Namun sebelum mereka berpendapat demikian.
Bukankah mereka membaca kitab terlebih dahulu?
Karena apabila tidak membaca kitab, bagaimana mereka bisa tahu bahwa membaca kitab (saja) itu tidak akan membawa pencerahan?
« Last Edit: 14 December 2008, 06:51:06 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #38 on: 14 December 2008, 06:52:14 PM »
yah ibarat org belajar mengendarai mobil lah

walaupun ada buku panduan, tapi tetap saja perlu dipraktekkan
emank sih gak baca buku panduan bisa dipraktekkan langsung

tapi dengan membaca buku panduan kan paling ngga kesalahan/tabrakan yg mungkin terjadi bisa diminimalisir

tapi tanpa praktek walaupun buku panduan itu dihapal mati
ttp aja gak bisa dimengerti dan dipahami secara total karena gak dipraktekkan

_/\_
« Last Edit: 14 December 2008, 06:55:09 PM by Reenzia »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #39 on: 14 December 2008, 06:54:25 PM »
Mengatakan tercerahkan tanpa kitab, tapi tahu tercerahkan dari kitab juga
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #40 on: 14 December 2008, 06:57:25 PM »
Mengatakan tercerahkan tanpa kitab, tapi tahu tercerahkan dari kitab juga

 :yes:

Jadi apabila memang membaca kitab suci benar-benar tidak berguna,
Minimal, dengan membaca kitab suci,
seseorang dapat mengerti bahwa membaca kitab suci (saja tanpa praktek) tidak berguna.

dengan kata lain,

Hal tidak berguna yang berguna :))
yaa... gitu deh

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #41 on: 14 December 2008, 07:00:38 PM »
Seseorang bukan "pendukung Dhamma" hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang "pendukung Dhamma".

====================================================================================

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

====================================================================================

_/\_
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #42 on: 14 December 2008, 07:02:56 PM »
Tak usah mendengarkan banyak ajaran, tapi laksanakan satu bait sutra, itulah dhamma sejati

Master Cheng Yen

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #43 on: 14 December 2008, 07:03:21 PM »
Seseorang bukan "pendukung Dhamma" hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang "pendukung Dhamma".

====================================================================================

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

====================================================================================

_/\_


Nah, syair di dalam Dhammapada inilah yang membingungkan saya, karena awalnya kan belum ada ajaran dalam bentuk kitab (tertulis), tapi mengapa ada syair di atas yaitu "membaca kitab suci"? Apa mungkin salah terjemahan?

Ada yg bisa menjelaskan? please.
yaa... gitu deh

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #44 on: 14 December 2008, 07:09:22 PM »
Seseorang bukan "pendukung Dhamma" hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang "pendukung Dhamma".

====================================================================================

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

====================================================================================

_/\_


Nah, syair di dalam Dhammapada inilah yang membingungkan saya, karena awalnya kan belum ada ajaran dalam bentuk kitab (tertulis), tapi mengapa ada syair di atas yaitu "membaca kitab suci"? Apa mungkin salah terjemahan?

Ada yg bisa menjelaskan? please.

Kisah Dua Orang Sahabat
 
 
 DHAMMAPADA I, 19-20
 

        Suatu ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group daripada bhikkhu tersebut.

        Bhikkhu lainnya berusaha keras, tekun, dan sangat rajin dalam meditasi sehingga ia mencapai tingkat kesucian arahat dengan pandangan terang analitis.

        Pada suatu kesempatan, ketika bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana, kedua bhikkhu tersebut bertemu. Bhikkhu ahli Dhamma tidak mengetahui bahwa bhikhhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Dia memandang rendah bhikkhu kedua itu, dia berpikir bahwa bhikkhu tua ini hanya mengetahui sedikit Dhamma. Maka dia berpikir akan mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya, bahkan ingin membuat malu.

        Sang Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu, Sang Buddha juga mengetahui bahwa hasilnya akan membuat kesulitan bagi pengikut luhur seperti bhikkhu terpelajar itu. Dia akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah.

        Dengan dilandasi kasih sayang, Sang Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Sang Buddha sendiri bertanya perihal "Penunggalan Kesadaran" (jhana) dan "Jalan Kesucian" (magga) kepada guru Dhamma; tetapi dia tidak dapat menjawab karena dia tidak mempraktekkan apa yang telah diajarkan.

        Bhikkhu sahabatnya telah mempraktekkan Dhamma dan telah mencapai tingkat kesucian arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Sang Buddha memuji bhikkhu yang telah mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan Beliau untuk orang yang terpelajar (ganthika).

        Murid-murid yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji bhikkhu tua dan tidak memuji kepada guru yang telah mengajari mereka. Karena itu, Sang Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka.

        Pelajar yang banyak belajar tetapi tidak mempraktekkannya sesuai Dhamma adalah seperti penggembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh upah, sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut. Jadi orang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh murid-muridnya, bukan manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

        Bhikkhu lainnya, berpikir dia mengetahui sedikit dan hanya bisa sedikit dalam menguraikan Dhamma, telah memahami dengan jelas inti dari Dhamma dan telah mempraktekkannya dengan tekun dan penuh semangat; adalah seseorang yang berkelakuan sesuai Dhamma (anudhammacari). Yang telah menghancurkan nafsu indria, kebencian, dan ketidak-tahuan, pikirannya telah bebas dari kekotoran batin, dan dari semua ikatan terhadap dunia ini maupun pada yang selanjutnya, ia benar-benar memperoleh manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 19 dan 20 berikut ini:

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

***
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #45 on: 14 December 2008, 07:13:10 PM »
Seseorang bukan "pendukung Dhamma" hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang "pendukung Dhamma".

====================================================================================

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

====================================================================================

_/\_


Nah, syair di dalam Dhammapada inilah yang membingungkan saya, karena awalnya kan belum ada ajaran dalam bentuk kitab (tertulis), tapi mengapa ada syair di atas yaitu "membaca kitab suci"? Apa mungkin salah terjemahan?

Ada yg bisa menjelaskan? please.

Kisah Dua Orang Sahabat
 
 
 DHAMMAPADA I, 19-20
 

        Suatu ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group daripada bhikkhu tersebut.

        Bhikkhu lainnya berusaha keras, tekun, dan sangat rajin dalam meditasi sehingga ia mencapai tingkat kesucian arahat dengan pandangan terang analitis.

        Pada suatu kesempatan, ketika bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana, kedua bhikkhu tersebut bertemu. Bhikkhu ahli Dhamma tidak mengetahui bahwa bhikhhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Dia memandang rendah bhikkhu kedua itu, dia berpikir bahwa bhikkhu tua ini hanya mengetahui sedikit Dhamma. Maka dia berpikir akan mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya, bahkan ingin membuat malu.

        Sang Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu, Sang Buddha juga mengetahui bahwa hasilnya akan membuat kesulitan bagi pengikut luhur seperti bhikkhu terpelajar itu. Dia akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah.

        Dengan dilandasi kasih sayang, Sang Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Sang Buddha sendiri bertanya perihal "Penunggalan Kesadaran" (jhana) dan "Jalan Kesucian" (magga) kepada guru Dhamma; tetapi dia tidak dapat menjawab karena dia tidak mempraktekkan apa yang telah diajarkan.

        Bhikkhu sahabatnya telah mempraktekkan Dhamma dan telah mencapai tingkat kesucian arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Sang Buddha memuji bhikkhu yang telah mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan Beliau untuk orang yang terpelajar (ganthika).

        Murid-murid yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji bhikkhu tua dan tidak memuji kepada guru yang telah mengajari mereka. Karena itu, Sang Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka.

        Pelajar yang banyak belajar tetapi tidak mempraktekkannya sesuai Dhamma adalah seperti penggembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh upah, sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut. Jadi orang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh murid-muridnya, bukan manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

        Bhikkhu lainnya, berpikir dia mengetahui sedikit dan hanya bisa sedikit dalam menguraikan Dhamma, telah memahami dengan jelas inti dari Dhamma dan telah mempraktekkannya dengan tekun dan penuh semangat; adalah seseorang yang berkelakuan sesuai Dhamma (anudhammacari). Yang telah menghancurkan nafsu indria, kebencian, dan ketidak-tahuan, pikirannya telah bebas dari kekotoran batin, dan dari semua ikatan terhadap dunia ini maupun pada yang selanjutnya, ia benar-benar memperoleh manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 19 dan 20 berikut ini:

Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidak-tahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

***


Kisah yang melatarbelakangi syair Dhammapada tersebut tidak mengindikasikan "membaca" kitab suci, tetapi mempelajari ajaran Sang Buddha, yang pada saat itu keknya bukan dalam bentuk "tulisan" tetapi "lisan".
yaa... gitu deh

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #46 on: 14 December 2008, 07:17:18 PM »
hmmm mungkinnnn dlu itu emank uda ada kitab suci, tapi ya tentu saja tak seperti tipitaka, mungkin buku yang menuliskan tentang filsafat, seperti itu....

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #47 on: 14 December 2008, 07:25:13 PM »
Keknya, hanya syair Dhammapada yang telah dipetik oleh Bro Ryu diatas yang berisi tentang "membaca kitab suci", sedangkan yang lain lebih cenderung pada tradisi lisan.
yaa... gitu deh

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #48 on: 14 December 2008, 07:29:15 PM »
Keknya, hanya syair Dhammapada yang telah dipetik oleh Bro Ryu diatas yang berisi tentang "membaca kitab suci", sedangkan yang lain lebih cenderung pada tradisi lisan.
Khan dua terpelajar, bisa saja mereka terbiasa membaca.
Suatu ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group daripada bhikkhu tersebut.


Ya kalo ngartiin mah bukan bagian aye ah :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #49 on: 14 December 2008, 07:34:58 PM »
Keknya, hanya syair Dhammapada yang telah dipetik oleh Bro Ryu diatas yang berisi tentang "membaca kitab suci", sedangkan yang lain lebih cenderung pada tradisi lisan.
Khan dua terpelajar, bisa saja mereka terbiasa membaca.
Suatu ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group daripada bhikkhu tersebut.


Ya kalo ngartiin mah bukan bagian aye ah :))



:))

Iye,
cuman aye/saia tidak bisa menyangkal kalau pertanyaan ini emang muncul pada saat membaca Dhammapada dan mengetahui sejarah Tipitaka dalam tulisan.
yaa... gitu deh

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #50 on: 14 December 2008, 11:07:16 PM »
Quote
>>>Bisakah kita mencari sendiri dhamma itu tanpa ada seorang 'Buddha'? semudah itukah?
Quote
bisa dan sangat bisa......sebab buddha  mencaapai kebuddhaaan tidak berfokus pada buddha sebelmnya sebab ajaran buddha sebelum nya telah lenyap........

Disini ada pertanyaan lanjutan... semudah itukah?
Memang secara teori setiap makhluk bisa bertekad untuk menjadi buddha, tapi saya pikir 'tak semudah' itu bro... :)) ...

Quote
>>>Apakah kita semua yang walaupun telah bertekad menjadi Bodhisatta, mempunyai 'kemampuan' untuk menjadi paling tidak seorang 'Pacceka Buddha'?
Quote
bisa hanya tergantung oleh kharma yg kita pupuk sudah sampai batasnya belum itu aja sebenarnya .....

tidak mudah juga kan?

Quote
'berbuat apaun yg kita senangi dan tidak dengan apa yg kita tidak sukai...........'

kata-kata malah membahayakan lho bila tidak dikasih 'pengertian benar' tentang itu...
misalnya:
bagaimana pendapat anda kalau ada seseorang yang mempunyai kegemaran untuk berkelahi, gemar minum minuman keras dsb... apakah ini 'kata itupun sangat benar'?...
Quote
untuk kata2 sy sudah tekankan mari kita renungkan......
ini adalh murid buddha yg memang tidak 100% dia mau ngajak sesat apa benar......itu tidak jadfi masalah bukannya dia yg kita kwatirkan tapi kita yg menyerap kata2 it

tentunya persepsi tiap orang gak sama kan?

Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #51 on: 15 December 2008, 11:36:54 AM »
 ;D terlalu serius neh .. kongkow2 dulu ye  ;D
isinya panjang dan oot, kalo lagi iseng aja di klik >.<': ShowHide

kenapa di bikin kitab ? karena mewariskan secara lisan jau lebih sulit di pertahankan, jadi di kitab in spy lebih tahan lama, so inti dari lisan n kitab ini apakah sama ? menurut anda2, kalo ga secara kitab kira2 ajaran buddha bertahan sampe taun berapa ?
ajaran A kalo secara lisan di diwariskan terus selama 2008 tahun apakah tetep jadi A or melenceng jadi A234234 ?
ajaran A kalo secara tertulis diwariskan terus selama 2008 tahun apakah tetep jadi A or melenceng sejauh A234234 ? ataukah cuman sampe A2583 ?

kemungkinan terjadi kesalahan pewarisan selalu terjadi, tp kalo di bandingkan antara lisan n tulisan kira2 lebih salah yg mana kalao di wariskan sampe 2008 tahun ?

dari artikel mas ryu, kalo kita liat dari sudut pandang tula, apakah kesalahan si A dibanding si B ? si A mungkin cuman rajin belajar teori .. tp praktek nya jarang2 or mala ga pernah ? so ? kembali yg perna saya ketik dulu .. teori itu mendukung praktek ...

ada 2 orang beli HP blackberry bold yg mahal gile itu ...
orang 1. membaca manual book nya dulu terus sambil di utik2 itu smartphone, mungkin di tengah2 jalan ada di manual book yg ga sesuai or salah ketik or apalah, sambil utik2 dia akan menyadari kesalahan itu or lgsg nanya ke pemakai lain (bikinan manusia gitu lo ;D mana ada yg sempurna ;D yg bikinan tuhan aja ga sempurna kok, isa koit isa sakit dll)

orang 2. ga pake baca manual .. lgsg hajar, mungkin dari nyalain sampe lama banget isi nya nanya2 molo or mala kalo ga pake nanya lebih gawat, itu BOLD isinya dipake utk nelpon n sms duang ... pake 2280i aja kalo begini ;D

nongol lagi :
orang 3. ga pake utik2 HP baca manual book nya pagi sore malam pagi sore malam sampe sebulan, mungkin dia menyadari wuiw ini HP keren banget isa sms nelpon messanger email ketik ketik gps dll, tp ya segono aja.

other cases ah ;D asik banget xixixixixi

suatu hari si A les masak, si guru kasi resep2 spy bisa masak setara koki resto terkenal, bumbunya ini lo .. abcada;lkdksjflkajweljfaiefjla;ijefajiesl sampe muacem2 masakan .. setelah 1 kitabsuci, mungkin si A ini jenius lah .. isa inget itu smua, terus A jg dari waktu kewaktu mempraktekan masakn2 itu biar tidak lupa n bisa menikmati hasil nya, terus si A punya anak, kira si A mau ngajarin teknik, bumbu yg dia inget n praktekin itu smua kaga ke anaknya biar ikutan sukses n secanggih dia ? kemungkinan besar pasti akan mengajarkan (minat dan bakat tergantung si anak), tp apakah smua orang bisa mengajar dengan baik or mengutarakan apa yg ada diotaknya dengan baik ? kadang mengajar selain ILMU yg mau di ajarkan jg sangat di pengaruhi MOOD, ketrampilan mengajar dll, kira2 kalo si A tuangkan smua resep di dalem otak nya ke dalam buku terus dia sambil ngajar kan ke si anak sambil baca buku itu lebih mudah n lebih efektif kaga ?

kalo si A mau ngajarkan ke tetangganya yg ternyata sangat tertarik jg kira2 si A lebih mudah mengajar berdasarkan ingetannya duang or sambil di sertai buku tulisan smua resep2 nya kaga ?
kira2 sauatu hari kalo si A uda ga da .. terus ada orang yg nemuin buku dia yg berisi reesep2 itu .. bisa mengaplikasikan or mempelajarinya kaga ? or lebih baik yg orang rencanya mau nemuin buku itu lebih baik berlatih sendiri nemuin resep sendiri sampe 1 buku itu ? pdhl itu mungkin resep turun menurun .. dari gurunya guru masak si A terus ke anak si A .. guru nya guru masak si A itu kumpulin resep2 itu selama 45 tahun, berarti kira2 yg rencana nemuin resep itu (kalo di pukul sama) harus belajar sendiri selama 45 th agar bisa ngumpulin resep2 seperti itu, baru sukses.

dan balik lagi .. kalo kira2 si A wariskan itu resep dari generasi 1  2 3 4 5 - 10 .... lebih match yg pake buku or cuman mulut ke mulut ? (getok tular)


menurut para tetua bener kaga sikap si A kalo bikin menuangkan smua reesep yg di inget nya itu agar tetep terwariskan dengan baik (at least lebih baik)

mohon bimbingannya para tetua.
jadi OOT ya ? xxixixixiixiixixixixixi dari bahas tripitaka jadi bahas resep masakah warisan leluhur wukukukukuku

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #52 on: 16 December 2008, 12:52:01 AM »
kitab buka satu2nya atau inti dari manusia bisa hidup bahagia, masuk surga ,mencapai penerangan sempurna dan masuk nibana.....................

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #53 on: 16 December 2008, 01:22:07 AM »
Quote
kitab buka satu2nya atau inti dari manusia bisa hidup bahagia, masuk surga ,mencapai penerangan sempurna dan masuk nibana.....................

Demikian juga dengan mengandalkan 'pengalaman hidup' saja (walaupun itu disertai 'kebijaksanaan pribadi') toh...?

mengapa?

Karena ukuran 'kebijaksanaan' menurut tiap orang berbeda...

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #54 on: 16 December 2008, 10:54:56 AM »
kitab memang bukan satu2 nya .. kitab cuman sebagai pedoman duang ... mau masuk surga jg gaperlu baca tipitaka ah ... dari kata2 guru disekulah, ma pa dirumah dan kata2 orang bijak... surga bisa tercapai lah ...

masuk nibana mau ngapain ? jojing ?

btw menurut waliagung hidup bahagia itu seperti apa ?

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #55 on: 16 December 2008, 11:58:26 AM »
Quote
kitab buka satu2nya atau inti dari manusia bisa hidup bahagia, masuk surga ,mencapai penerangan sempurna dan masuk nibana.....................

Demikian juga dengan mengandalkan 'pengalaman hidup' saja (walaupun itu disertai 'kebijaksanaan pribadi') toh...?

mengapa?

Karena ukuran 'kebijaksanaan' menurut tiap orang berbeda...


inilah yg membedakan agama buddha dengan yg lainnya.................
 buddha sekali lg menekankan kita mencari jalan hidup/kebahagian/dan penerangan sempurna itu dari diri sendiri.................
bukan arti kita itu umat buddha sombong tp memang kenyataan dan faktanya diri sendiri yg bisa mendapatkan itu semua bukan kitab and agama.......

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #56 on: 16 December 2008, 12:04:32 PM »
kitab memang bukan satu2 nya .. kitab cuman sebagai pedoman duang ... mau masuk surga jg gaperlu baca tipitaka ah ... dari kata2 guru disekulah, ma pa dirumah dan kata2 orang bijak... surga bisa tercapai lah ...

masuk nibana mau ngapain ? jojing ?

btw menurut waliagung hidup bahagia itu seperti apa ?

mengahiri penderitaan dan kelahiran kembali.............
memang apa artinya kita hidup di dunia yg selalu berulang2.............kaga ada kerjaan ya...............................

hidup mau bahagia mengurangi sikap over dalam hal apapun yg menyangkut kehidupan...
sebenarnya sederhana aja..................

"HIDUP YG MAU MENERIMA SEGALA YG BAIK DAN BURUK PENGALAMAN KITA DI DUNIA AKAN MENJADI HIDUP LEBIH HIDUP" KAYA IKLAN NIH.....................

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #57 on: 16 December 2008, 12:14:33 PM »
Quote
inilah yg membedakan agama buddha dengan yg lainnya.................
 buddha sekali lg menekankan kita mencari jalan hidup/kebahagian/dan penerangan sempurna itu dari diri sendiri.................
bukan arti kita itu umat buddha sombong tp memang kenyataan dan faktanya diri sendiri yg bisa mendapatkan itu semua bukan kitab and agama.......

Quote
Karena ukuran 'kebijaksanaan' menurut tiap orang berbeda...

makanya kitab suci juga diperlukan toh...? :)

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #58 on: 16 December 2008, 12:39:21 PM »
Quote
inilah yg membedakan agama buddha dengan yg lainnya.................
 buddha sekali lg menekankan kita mencari jalan hidup/kebahagian/dan penerangan sempurna itu dari diri sendiri.................
bukan arti kita itu umat buddha sombong tp memang kenyataan dan faktanya diri sendiri yg bisa mendapatkan itu semua bukan kitab and agama.......

Quote
Karena ukuran 'kebijaksanaan' menurut tiap orang berbeda...

makanya kitab suci juga diperlukan toh...? :)



YA....saya tidak memungkirkan keberadaan kitab.....................
tp alangkah baiknya bila kitab2 itu sebagai perlengkap pengetahuan kita yg perlu kita kaji kembali masih paskah dengan jln hidup kita.......................

mengapa sy sebut sepwerti itu................
karena banyak sekali buku2 agama buddha walaupun bukan masuk kategori kitab suci
yg menurut sy terlalu mengada-ada..................
seperti contoh ada buku judulnya kalau kg salah....................]]

membaca amithba buddha di waktu orang sedang menjelang kematian.....

disitu tertulis begitu mudahnya manusia mencapai alam kebahagiaan dengan membaca nama buddha..............................
yg secara logika sy masih ragu (bukan meragukan BUDDHA)

dan itu semua sy pelajari dgn seksama itu karena kita diharuskan/mengsakralkan kitab yg secara betul2 buatan murid BuDDHA

sebab BUDDHA sendiri menya5takan jgn mencari pembenaran di luar diri kita karena hanya dirikita yg bisa menyelamatkan sendiri hidup kita...........

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #59 on: 16 December 2008, 01:32:19 PM »
Quote
YA....saya tidak memungkirkan keberadaan kitab.....................
tp alangkah baiknya bila kitab2 itu sebagai perlengkap pengetahuan kita yg perlu kita kaji kembali masih paskah dengan jln hidup kita.......................

ya iya lah kan Jamilah gak pake dong.... :))

Quote
membaca amithba buddha di waktu orang sedang menjelang kematian.....
disitu tertulis begitu mudahnya manusia mencapai alam kebahagiaan dengan membaca nama buddha..............................
yg secara logika sy masih ragu (bukan meragukan BUDDHA)

ini bahasan Theravada lho... subjectnya SEJARAH TIPITAKA... :)

Quote
dan itu semua sy pelajari dgn seksama itu karena kita diharuskan/mengsakralkan kitab yg secara betul2 buatan murid BuDDHA

 :-?

sebab BUDDHA sendiri menya5takan jgn mencari pembenaran di luar diri kita karena hanya dirikita yg bisa menyelamatkan sendiri hidup kita...........[/quote]

Ehipassiko...

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #60 on: 16 December 2008, 02:07:30 PM »
iya sy ngerti ini sejarah thera
MENDENGAR DHARMA DNG PIKIRAN KASIH.
MELIHAT DHARMA DGN MATA HATI
MEMPRAKTEKAN DHARMA DGN KESADARAN

Sejarah untuk intropeksi,sejarah untk di jd kan bahan pertimbangan
Bukan d jadikan pokok hidup

Walaupun d dunia tak ada agama dan kitab suci
Dharma BUDDHA selalu ada dan kekal selama mahluk hidup masih terbelenggu oleh ikatan kharma.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #61 on: 16 December 2008, 03:31:59 PM »
iya sy ngerti ini sejarah thera
MENDENGAR DHARMA DNG PIKIRAN KASIH.
MELIHAT DHARMA DGN MATA HATI
MEMPRAKTEKAN DHARMA DGN KESADARAN

Sejarah untuk intropeksi,sejarah untk di jd kan bahan pertimbangan
Bukan d jadikan pokok hidup

Walaupun d dunia tak ada agama dan kitab suci
Dharma BUDDHA selalu ada dan kekal selama mahluk hidup masih terbelenggu oleh ikatan kharma.
???
kalau aye pikir ada agama dan kitab suci saja sudah kacau, apalagi kalau tidak ada yah, keknya akan tambah banyak orang yang seenaknya berbuat jahat ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #62 on: 16 December 2008, 03:49:07 PM »
aduw ...
dharma buddha emang selamanya ada selama masi samsara .... tp menemukan kembali dharma itu ... sulitnya .. alamaaaaaak ;D

yg uda ngerti ttg dharma aja lom tentu isa menjalankan dengan baik, kira2 yg ga ngerti or mala salah ngerti or mala mala ;D masuk ke dharma2 yg lain gimana ?

Offline waliagung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 417
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #63 on: 16 December 2008, 05:36:03 PM »
[at] ryu and tula

ada agama aja dunia kacau...........betul apalagi kaga ada.........

tp kenyataannya banyak orang yg beragama pada masuk penjara................
dan melakukan kejahataan.................

ini sudah mencerminkan bahwa agama tidak bisa merubah dunia menjadi surga hanya karenanya..............

jd tidak salah sy berkata agama dan kitab tak terlalu penting untuk merubah kehidupan menjadi baik..............................

hanya sipat bawaan sejak lahir manusia2 itu yg harus intropeksi...............

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #64 on: 16 December 2008, 05:42:45 PM »
 [at] wali ryu and tula

justru karena ada agama makanya jadi kacau, coba kalau gak ada agama. pasti hukum bisa bertindak adil.
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #65 on: 16 December 2008, 05:51:29 PM »
[at] wali ryu and tula

justru karena ada agama makanya jadi kacau, coba kalau gak ada agama. pasti hukum bisa bertindak adil.
yakin nih?
Yang mendapat manfaat dari agama aye rasa banyak juga kok.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #66 on: 16 December 2008, 05:56:41 PM »
[at] ryu and tula

ada agama aja dunia kacau...........betul apalagi kaga ada.........

tp kenyataannya banyak orang yg beragama pada masuk penjara................
dan melakukan kejahataan.................

ini sudah mencerminkan bahwa agama tidak bisa merubah dunia menjadi surga hanya karenanya..............

jd tidak salah sy berkata agama dan kitab tak terlalu penting untuk merubah kehidupan menjadi baik..............................

hanya sipat bawaan sejak lahir manusia2 itu yg harus intropeksi...............
saya rasa banyak tokoh2 besar yang terpengaruh oleh agamanya untuk berbuat baik :)
tidak salah saya bilang agama penting untuk merubah manusia jadi baik :)


*kesimpulannya jadi orang jangan terlalu over lah, jalan tengah kalau bisa di lakukan :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #67 on: 16 December 2008, 07:21:15 PM »
[at] ryu and tula

ada agama aja dunia kacau...........betul apalagi kaga ada.........

tp kenyataannya banyak orang yg beragama pada masuk penjara................
dan melakukan kejahataan.................

ini sudah mencerminkan bahwa agama tidak bisa merubah dunia menjadi surga hanya karenanya..............

jd tidak salah sy berkata agama dan kitab tak terlalu penting untuk merubah kehidupan menjadi baik..............................

hanya sipat bawaan sejak lahir manusia2 itu yg harus intropeksi...............

emang .. ngapain beragama2 an ;D tula aja ga beragama kok .. tula cuman belajar yg di ajarin ama buddha gautama.

btw sprt yg tula tulis diatas ...
yg uda ngerti ttg dharma aja lom tentu isa menjalankan dengan baik, kira2 yg ga ngerti or mala salah ngerti or mala mala Grin masuk ke dharma2 yg lain gimana ?

makana itu .. teori n praktek ... prakte duang ga pake teori ? teori duang ga pake praktek ?

tp ya udah lah gpp ;D kalo prinsip nya ga perlu teori2 kitab2 dll ... ya di lakoni monggo botongo, yg lagi rembugan disini kan rembugan ttg kitab tipitaka ini , harus bikin thread baru mas waliagung utk bahas dan pembabaran tidak perlu kitab dll bla bla bla... bikin di cafe jongkok, or kepercayaan lain kali yg cocok ....

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: SEJARAH TIPITAKA
« Reply #68 on: 16 December 2008, 07:25:09 PM »
Quote
ada agama aja dunia kacau...........betul apalagi kaga ada.........

tp kenyataannya banyak orang yg beragama pada masuk penjara................
dan melakukan kejahataan.................

ini sudah mencerminkan bahwa agama tidak bisa merubah dunia menjadi surga hanya karenanya..............

jd tidak salah sy berkata agama dan kitab tak terlalu penting untuk merubah kehidupan menjadi baik..............................

hanya sipat bawaan sejak lahir manusia2 itu yg harus intropeksi......

[at] bro waliagung...

Saya jadi ingin balik bertanya, apakah 'definisi agama' menurut anda? mohon penjelasannya anda jelaskan dengan rinci agar tidak terjadi terlalu banyak re-post... :)


Namo Buddhaya...  _/\_ ...

 

anything