//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada  (Read 36522 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #15 on: 26 November 2012, 11:53:38 AM »
........ tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.


Pernyataan anda ini adalah bukti bahwa eksistensi bukit dan lembah eksis bersamaan tanpa terpisahkan. Dan saya nyatakan anda tidak bisa membedakan antara eksistensi tidak terpisahkan dengan wujud yang tidak terpisahkan atau terpisahkan. Lucu sekali ^-^
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #16 on: 26 November 2012, 11:54:29 AM »

Ooo. IC, thanks Sdr. Kainyn_Kutho, baru tahu saya mengenai hal ini, maklum bukan pakar Abhidhamma.
Jadi, apakah dapat kita katakan bahwa ini salah satu “error” dari Abdhidhamma karena adanya svabhava/sabhava (yaitu 28 unsur tersebut)?

Saya juga bukan pakar Abhidhamma. ;D
Kalau saya pribadi memang kurang setuju dengan ajaran-ajaran yang tidak sejalan dengan Buddhisme awal. Error atau tidak, tidak bisa dibuktikan. Paling bisa di-trace lewat sejarah & catatan saja. Tapi itu juga rancu, misalnya dalam catatan aliran tertentu, dikatakan satu aliran memisahkan diri karena mau mengubah vinaya; sementara di catatan aliran lainnya, disebutkan mereka memisahkan diri karena dipaksa menerima 6 Abhidharma, yang menurut mereka tidak ada diajarkan oleh Buddha.

Jadi balik lagi sih semua opini masing-masing aja kali yah. :)

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #17 on: 26 November 2012, 12:31:08 PM »
Saya juga bukan pakar Abhidhamma. ;D
Kalau saya pribadi memang kurang setuju dengan ajaran-ajaran yang tidak sejalan dengan Buddhisme awal. Error atau tidak, tidak bisa dibuktikan. Paling bisa di-trace lewat sejarah & catatan saja. Tapi itu juga rancu, misalnya dalam catatan aliran tertentu, dikatakan satu aliran memisahkan diri karena mau mengubah vinaya; sementara di catatan aliran lainnya, disebutkan mereka memisahkan diri karena dipaksa menerima 6 Abhidharma, yang menurut mereka tidak ada diajarkan oleh Buddha.

Jadi balik lagi sih semua opini masing-masing aja kali yah. :)

Yup, saya pribadi agak merasa janggal dengan konsep svabhava jika dihadapkan dengan ajaran anatta. Dan saya sependapat bahwa sejarah pun memiliki sudut yang berbeda-beda.

Thanks
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #18 on: 27 November 2012, 03:50:09 PM »
Wujud adalah kosong
Kosong adalah wujud
Wujud dan kosong hanyalah fenomena
fenomena adalah tanpa keberadaan yang inheren, kemunculan yang saling bergantungan
tidak ada satupun dari bagian fenomena yang bisa dikatakan sebagai fenomena, karena fenomena tidak muncul dari fenomena

Kosong adalah kemunculan yang saling bergantungan
Dan wujud adalah kemunculan yang saling bergantungan

Wujud bergantung pada kosong
Kosong bergantung pada wujud

Berhentinya wujud bukanlah tanpa eksistensi
dan munculnya wujud bukanlah eksistensi

wujud dan kosong adalah satu rangkaian yang bergerak silih berganti,
Kekosongan mengkondisikan kemunculan wujud dan wujud mengkondisikan kemunculan kekosongan, Bergerak terus menerus, saling mempengaruhi

Karena itu wujud adalah kosong dan kosong adalah wujud
bukit adalah lembah dan lembah adalah bukit
Tiada perbedaan atau persamaan diantara mereka
Mereka sama dalam hal kemunculan yang saling bergantungan


Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #19 on: 28 November 2012, 07:04:53 PM »
Mangkuk hanya dapat dikatakan sebagai mangkuk, jika semua unsur dan kondisi terpenuhi seperti yang bro jelaskan. Termasuk sifat cekungan dan cembung.
Semua hal tersebut hanyalah manifestasi dari keberadaan mangkuk itu sendiri, maka dikatakan cekungan dan cumbungan adalah hal yang sama merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama(mangkuk)

Sama halnya dengan bukit dan lembah, mereka merupakan manifestasi dari hal yang sama, tidak ada dualisme yang melekat pada bukit dan lembah. Mereka tidak bisa dikatakan terpisahkan dan juga tidak bisa dikatakan tidak terpisahkan, tetapi bersama sama membentuk bukit dan lembah.

Mengatakan bukit dan lembah tidak terpisahkan ataupun terpisahkan hanyalah pandangam terdelusi. Mereka hanyalah seperti itu karena mereka tidak punya sifat terpisahkan ataupun tidak terpisahkan.

Sama seperti seseorang  yang di dalam suatu ruang memaku satu papan untuk menyekat ruang atas dan bawah. Semua unsur unsur yang membentuk ruang dan atas harus ada baru bisa dikatakan ruang dan atas. Tetapi dapatkah kita mengatakan ruang dan atas terpisah atau tidak terpisahkan. Berdebat adanya terpisah atau tidak terpisahkan hanyalah pandangan yang terdelusi. Apalagi menyatakannya dalam pandangan ekstreme mengatakan terpisah dan berusaha meyakinkan kepada orang bahwa hal tersebut terpisah

Sepertinya hal ini sulit dipahami orang tertentu dan tidak menyadari dari statement yang dibuatnya. Atau hanya argumen ego untuk menunjukkan kepintarannya karena tidak bisa melihat hal yang disampaikan terkesan asal menjawab atau tidak bisa menjawab
 :)) :)) :))
 :'( :'( :'(

Atau terlalu pintar untuk menjawab tulisan orang bodoh.

Artikel ini menggunakan contoh mangkuk untuk menunjukkan bahwa mangkuk itu kosong dari keberadaan yang inheren/hakiki, namun tidak mengatakan bahwa cekungan dan cumbungan dari mangkuk merupakan manifestasi/proyeksi dari hal yang sama.

Menurut saya, kalo ditinjau dari paticcasamuppada, keberadaan fenomena apa pun bergantung pada fenomena lainnya, termasuk mangkuk dan bukit-lembah tadi. Dalam hal ini, bergantung pada bukit, maka muncul lembah; dengan tidak adanya bukit, maka tidak muncul lembah. Namun sebab akibat yang saling bergantungan ini tidak menyatakan bahwa bukit sama dengan lembah atau sebaliknya. Semuanya hanyalah fenomena yang saling bergantungan dan tidak dapat berdiri sendiri, namun bukan berarti fenomena-fenomena yang saling bergantungan tersebut adalah manifestasi hal yang sama. Cmiiw.

Diterjemahkan secara salah dalam pengertian ini diterjemahkan sebagai isi adalah kosong dan kosong adalah isi.

Benar, terjemahan umum yang tepat adalah "rupa adalah kosong" dan "kosong adalah rupa" yang menyatakan kekosongan dari fenomena fisik/jasmani (rupakkhanda/rupaskhanda).

Bro Ari, boleh minta versi bahasa inggrisnya?

Sudah disebutkan pada bagian akhir artikel di atas, coba perhatikan baik2....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #20 on: 30 November 2012, 10:06:56 AM »
These verses demand careful scrutiny. In 24: 18, Nagarjuna establishes a critical three-way relation between emptiness, dependent origination, and verbal convention, and asserts that this relation itself is the Middle Way towards which his entire philosophical system is aimed. As we shall see, this is the basis for understanding the emptiness of emptiness itself. First, Nagarjuna asserts that the dependently arisen is emptiness. Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing. To say of something that it is dependently co-arisen is to say that it is empty. To say of something that it is empty is another way of saying that it arises dependently.

Moreover, whatever is dependently co-arisen is verbally established. That is, the identity of any dependently arisen thing depends upon verbal conventions. To say of a thing that it is dependently arisen is to say that its identity as a single entity is nothing more than its being the referent of a word. The thing itself, apart from conventions of individuation, is nothing but an arbitrary slice of an indefinite spatiotemporal and causal manifold. To say of a thing that its identity is a merely verbal fact about it is to say that it is empty. To view emptiness in this way is to see it neither as an entity nor as unreal--it is to see it as conventionally real.

Moreover, "emptiness" itself is asserted to be a dependent designation (Skt prajnaptir-upadaya [brTen Nas gDags pal). Its referent, emptiness itself, is thereby asserted to be merely dependent and nominal--conventionally existent but ultimately empty. This is, hence, a middle path with regard to emptiness. To view the dependently originated world in this way is to see it neither as nonempty nor as completely nonexistent. It is, viewed in this way, conventionally existent, but empty. We thus have a middle path with regard to dependent origination. To view convention in this way is to view it neither as ontologically insignificant--it determines the character of the phenomenal world--nor as ontologically efficacious --it is empty. Thus we also have a middle way with regard to convention. And finally, given the nice ambiguity in the reference of "that," (De Ni), not only are "dependent arising" and "emptiness" asserted to be dependent designations, and hence merely nominal, but the very relation between them is asserted to be so dependent, and therefore to be empty.[8]

http://www.thezensite.com/ZenEssays/Nagarjuna/Dependent_Arising.htm

« Last Edit: 30 November 2012, 10:41:44 AM by djoe »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #21 on: 30 November 2012, 12:11:41 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.

Quote
These verses demand careful scrutiny. In 24: 18, Nagarjuna establishes a critical three-way relation between emptiness, dependent origination, and verbal convention, and asserts that this relation itself is the Middle Way towards which his entire philosophical system is aimed. As we shall see, this is the basis for understanding the emptiness of emptiness itself. First, Nagarjuna asserts that the dependently arisen is emptiness. Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing. To say of something that it is dependently co-arisen is to say that it is empty. To say of something that it is empty is another way of saying that it arises dependently.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.


Quote
Moreover, whatever is dependently co-arisen is verbally established. That is, the identity of any dependently arisen thing depends upon verbal conventions. To say of a thing that it is dependently arisen is to say that its identity as a single entity is nothing more than its being the referent of a word. The thing itself, apart from conventions of individuation, is nothing but an arbitrary slice of an indefinite spatiotemporal and causal manifold. To say of a thing that its identity is a merely verbal fact about it is to say that it is empty. To view emptiness in this way is to see it neither as an entity nor as unreal--it is to see it as conventionally real.

Moreover, "emptiness" itself is asserted to be a dependent designation (Skt prajnaptir-upadaya [brTen Nas gDags pal). Its referent, emptiness itself, is thereby asserted to be merely dependent and nominal--conventionally existent but ultimately empty. This is, hence, a middle path with regard to emptiness. To view the dependently originated world in this way is to see it neither as nonempty nor as completely nonexistent. It is, viewed in this way, conventionally existent, but empty. We thus have a middle path with regard to dependent origination. To view convention in this way is to view it neither as ontologically insignificant--it determines the character of the phenomenal world--nor as ontologically efficacious --it is empty. Thus we also have a middle way with regard to convention. And finally, given the nice ambiguity in the reference of "that," (De Ni), not only are "dependent arising" and "emptiness" asserted to be dependent designations, and hence merely nominal, but the very relation between them is asserted to be so dependent, and therefore to be empty.[8]

http://wwthezensite.com/ZenEssays/Nagarjuna/Dependent_Arising.htm

Karena muncul bergantungan, maka dikatakan kosong.
Apakah ada ajaran 'kosong mengondisikan kemunculan wujud'?
Apakah dikatakan 'wujud dan kosong bergerak silih berganti'? ;D

Spoiler: ShowHide
Karena embrio berkembang di luar tubuh induk, maka disebut ovipar.
Apakah ovipar yang mengondisikan embrio berkembang di luar tubuh induk?
Apakah ovipar dan perkembangan embrio di luar tubuh induk bergerak silih berganti?


Hanya d**e yang tahu jawabannya.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #22 on: 30 November 2012, 03:59:33 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.

Seperti tertulis pada yang saya quote, kekosongan dan sunya bukanlah 2 hal entitias, maka dikatakan kekosongan/sunya itu sendiri adalah fenomena dan fenomena itu sendiri adalah kekosongan/sunya. Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan juga bukan entitas terpisah.

Dan pada dasarnya segala sesusatu adalah sunya dengan kata lain tidak bisa eksis sendiri dengan kata lain bukan entititas yang beridiri sendiri. Segala sesuatu tidak bisa dikatakan ada. TIdak bisa dikatakan ada dalam hal pengertian tidak punya entitas tersendiri. Jika segala sesuatu tidak ada entitas tersendiri, apakah ada entitias yang lain yg bisa membedakan entitas yang tidak ada?

Sama halnya dengan kosong sendiri adalah fenomena Dan rupa juga adalah fenomena.

Keduanya tidak bisa muncul berdiri sendiri dan bukan 2 entitas terpisah. Dan tidak ada yang dapat dikatakan sebagai suatu entitias , sama halnya rupa dan kosong bukanlah 2 entitas terpisah. Jadi rupa adalah kosong, kosong adalah rupa. Dalam hal ini mereka dikatakan sama karena pada dasarnya tidak ada entitas/identiti yang berdiri sendiri

Statement tersebut juga dapat diartikan, tergantung cara kita melihat asalkan sesuai pada konteks dan pada hukum kesunyataan
Seperti yang anda tulis
"namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'"

dan kosong adalah rupa

Kosong disini dilihat dalam konteks seseorang melihat kosong adalah tanpa eksistensi. Sebaliknya berhentinya rupa bukanlah akhir dari rupa danj uga kita tidak bisa mengatakan akhir dari rupa(jika begitu berarti kita melihat rupa sebagai entitias tertentu dan bisa berakhir putus sama sekalai) tetapi berproses ke eksitensi selanjutnya. Dan bagaiaman mungkin kita bisa mengatakan sesuatu yg tanpa entitas bisa berakhir?.  Karena fenomena itu sendiri juga adalah rupa termasuk kekosongan itu sendiri. Jika kita mengatakan berhentinya rupa adalah berhentinya eksistensi, maka itu adalah nihilisme dengan kata lain kita menganggap rupa itu ada dan berdiri sendiri.

Jika kita membeda bedakan dan melekat pada penamaan, maka ada entitas terpisah dalam hal ini kosong dan rupa berbeda, tetapi pada dasarnya mereka berdua adalah sunya dan bukan entitas yg berdiri sendiri.

Jadi sebenarnya sunya itu sendiri adalah tanpa entititas yg berdiri sendiri, bukan mengatakan mereka sesuatu itu tidak ada, tetrapi mereka tidak punya entitas terpisah. Jika tidak ada entitas terpisah, berdiri sendiri, kenapa tidak bisa dikatakan kosong adalah rupa juga.

Jadi pemahaman itu bisa dikembangkan asalkan berpegangan pada kesunyataan. Kecuali kita hanya menghafal mati kata kata tersebut. Dengan demikian kita terkunci oleh kata kata dan tidak bisa berkembang. Harus menggunakan kata kata tersebut persis seperti yang ada di sutra, untuk menjelaskan sesuatu.

Jika ada pemahaman, seharusnya kita mengerti dan melihat kebenarannya walau dalam wujud beda atau kata kata beda.
« Last Edit: 30 November 2012, 04:14:00 PM by djoe »

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #23 on: 30 November 2012, 04:15:51 PM »
Dengan kata lain segala sesuatu adalah sunya. Mereka tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan dikarenakan mereka tidak punya entitas diri.

Segala sesuatu ada , hanyalah karena penyebutan secara nama. Mereka ada secara konvensi atau kita melihatnya sebagai entitas .
« Last Edit: 30 November 2012, 04:17:47 PM by djoe »

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #24 on: 30 November 2012, 09:14:00 PM »
Dengan kata lain segala sesuatu adalah sunya. Mereka tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan dikarenakan mereka tidak punya entitas diri.

Segala sesuatu ada , hanyalah karena penyebutan secara nama. Mereka ada secara konvensi atau kita melihatnya sebagai entitas .
Bagaimana penjelasannya om? Kalau segala sesuatu tidak punya sesuatu yang bisa dibedakan ataupun disamakan karena tidak punya entitas diri? Mengapa sekarang om dapat menulis dan membedakan a, b dan c? Mengapa saya bisa menyamakan o dan o? Meskipun mereka tidak punya entitas diri? Mohon pencerahannya...

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #25 on: 30 November 2012, 09:35:19 PM »
Quote
"Para Bhikkhu, ada perbedaan antara kaum duniawi yang terlatih dengan kaum duniawi yang tidak terlatih"
yang berkata seperti ini masih belum setara om djoe ya (masih membeda2kan)?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #26 on: 01 December 2012, 09:36:52 AM »
yang berkata seperti ini masih belum setara om djoe ya (masih membeda2kan)?


Versi Nagarjuna:
-Eksistensi api tak terpisahkan dari shunya
-Eksistensi air tak terpisahkan dari shunya


Versi 'baru':
-Api dan air adalah shunya, keduanya ga bisa disamakan atau dibedakan

;D

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #27 on: 01 December 2012, 12:21:50 PM »
benda padat tidak benar-benar padat
kekosongan tidak benar-benar kosong
tidak ada benda yang benar-benar padat
tidak ada kekosongan yang benar-benar kosong

masing-masing padat dan kosong
terdiri dari padat dan kosong
yang disebut padat adalah perpaduan
begitu pula kekosongan adalah perpaduan

"sabbe sankhara anicca"
segala perpaduan tidak kekal
padat dan kekosongan adalah perpaduan
keduanya tidak kekal.

"sabbe sankhara dukkha"
"sabbe dhamma anatta"
perpaduan tidak pernah sempurna
segalanya tidak memiliki jati purna

Dalam konteks ini ane setuju, "isi adalah kosong, kosong adalah isi."...."sunyata"
« Last Edit: 01 December 2012, 12:40:36 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #28 on: 01 December 2012, 10:51:49 PM »
benda padat tidak benar-benar padat
kekosongan tidak benar-benar kosong
tidak ada benda yang benar-benar padat
tidak ada kekosongan yang benar-benar kosong

masing-masing padat dan kosong
terdiri dari padat dan kosong
yang disebut padat adalah perpaduan
begitu pula kekosongan adalah perpaduan

"sabbe sankhara anicca"
segala perpaduan tidak kekal
padat dan kekosongan adalah perpaduan
keduanya tidak kekal.

"sabbe sankhara dukkha"
"sabbe dhamma anatta"
perpaduan tidak pernah sempurna
segalanya tidak memiliki jati purna

Dalam konteks ini ane setuju, "isi adalah kosong, kosong adalah isi."...."sunyata"


Kalau isi adalah kosong, kosong adalah isi, maka silahkan bertelanjang saat hendak pergi kerja, sekolah atau kemana juga. Silahkan melakukan kejahatan karena kejahatan adalah kebaikan. Ini adalah suatu pemikiran yang tidak dibenarkan. Bahkan Prajnaparamita tidak menyebutkan adanya kosong adalah isi (sunya adalah purna/asunya), tetapi sunya tidak terpisahkan dari rupa (sunya na prthak rupa).

Ketika kita berbicara bahwa benda padat tidak benar-benar padat, kekosongan tidak benar-benar kosong, ini berarti seharusnya kita tahu bahwa ada perbedaan antara rupa dan kosong. Meskipun keduanya memiliki satu sifat/karakter/laksana yang sama bukan berarti kosong adalah rupa.

Ketika kita memberbicara mengenai anicca, dukkha dan anatta (kosong/sunya),  kita berbicara mengenai ciri/sifat/karakter (Pali: lakkhana, Sanskerta:laksana) dari skandha/khandha, dan hanya sifat anatta untuk sunya. 

Jika isi adalah kosong, kosong adalah isi, ini berarti kita menyamakan antara sifat/laksana dengan skandha.

Contoh: Salah satu sifat emas adalah keras, salah satu sifat berlian adalah keras, keras adalah emas – emas adalah keras, berlian adalah keras - keras adalah berlian, maka berlian adalah emas atau emas adalah berlian. Ini tidak benar.

Yang benar adalah salah satu sifat emas = salah satu sifat berlian adalah keras

Jadi yang benar persamaannya adalah sunyata-nya kekosongan = sunyata-nya rupa. Ini adalah persamaan yang setara, antara laksana dengan laksana.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Hubungan Antara Sunyata dan Paticcasamuppada
« Reply #29 on: 01 December 2012, 11:13:05 PM »
Kebetulan sekali ada yang bagus nih.
Kekosongan dan dunia fenomena bukanlah dua hal yang berbeda. Di sini sangat menjelaskan bahwa kekosongan itu bukan dicari di luar dunia fenomena, namun adalah sisi lain dari dunia fenomena itu sendiri. Secara konvensional kita menunjuk sesuatu sebagai rupa, namun rupa itu sendiri adalah kumpulan yang muncul bergantungan, bukan suatu hakikat 'eksistensi' tertentu, maka disebut 'kosong'. Semua fenomena dunia, termasuk rupa, hakikatnya adalah kosong.

Lalu apakah 'rupa adalah kosong, kosong adalah rupa'?
'Biologi adalah mata pelajaran, apakah mata pelajaran adalah biologi'?

Silahkan jawab sendiri.


Karena muncul bergantungan, maka dikatakan kosong.
Apakah ada ajaran 'kosong mengondisikan kemunculan wujud'?
Apakah dikatakan 'wujud dan kosong bergerak silih berganti'? ;D

Spoiler: ShowHide
Karena embrio berkembang di luar tubuh induk, maka disebut ovipar.
Apakah ovipar yang mengondisikan embrio berkembang di luar tubuh induk?
Apakah ovipar dan perkembangan embrio di luar tubuh induk bergerak silih berganti?


Hanya d**e yang tahu jawabannya.

Emptiness and the phenomenal world are not two distinct things. They are rather two characterizations of the same thing

Saya mengindikasikan adanya salah terjemahan. Entah kenapa orang barat menggunakan istilah distinct yang kemudian diartikan dalam bahasa Indonesia jadi berarti “berbeda”, padahal ada pengertian lain:

Oxford:
•  recognizably different in nature from something else of a similar type: the patterns of spoken language are distinct from those of writing there are two distinct types of sickle cell disease
•  physically separate: the gallery is divided into five distinct spaces
 Origin:
late Middle English (in the sense 'differentiated'): from Latin distinctus 'separated, distinguished', from the verb distinguere (see distinguish)

Jadi kata distinct itu berdasarkan asal kata berarti separated (terpisah) sama halnya dengan arti dari prthak = separate = terpisah
Teks awal Prajnaparamita adalah Sanskerta bukan bahasa Inggris atau Mandarin sehingga Sanskerta-lah yang seharusnya menjadi acuan. Dan nampaknya “master” kita ini lebih suka istilah yang memang membuat bingung ria dan berakhir paradoks dari pada kata yang dapat mudah dimengerti . :whistle:
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

 

anything